Telah berkata Syaikh Dr. Shalih bin Abdillah bin Hamd Al-‘Ushoimiy hafizhahullah di dalam
Muqaddimah kitab “Khulashah Ta’zhimil ‘Ilmi” bahwa banyak sedikitnya ilmu seseorang
adalah sesuai dengan pengagungan dia terhadap ilmu itu sendiri.
Barang siapa yang hatinya penuh dengan pengagungan terhadap ilmu maka hati tersebut
pantas menjadi tempat bagi ilmu tersebut, sebaliknya barang siapa yang berkurang
pengagungannya terhadap ilmu maka akan semakin berkurang bagiannya.
2. Mengikhlaskan niat.
Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah mengikhlaskan niat karena Allah didalam
menuntutnya. Sesuai dengan keikhlasan seseorang dia akan mendapatkan ilmu dan niat yang
ikhlas didalam mencari ilmu adalah apabila niatnya: 1) Mengangkat kebodohan dari diri
sendiri 2) Mengangkat kebodohan dari orang lain 3) Menghidupkan ilmu dan menjaganya
supaya tidak punah 4) Mengamalkan ilmu
3. Mengumpulkan tekad untuk menuntutnya, meminta petolongan kepada Allah, dan tidak merasa
lemah.
Hendaklah engkau semangat melakukan apa yang bermanfaat untuk dirimu dan memohonlah
pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau merasa lemah. (HR. Muslim)
Dahulu Imam Ahmad bin Hambal terkadang ingin keluar dari rumahnya untuk menghadiri
majelis ilmu gurunya sebelum datang waktu subuh dan sebagian mereka membaca shahih al-
bukhari kepada gurunya dalam tiga majelis atau tiga pertemuan.
Ini semua menunjukkan bagaimana semangat dan tekad para pendahulu kita didalam
menuntut ilmu.
4. Memusatkan semangat untuk mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena inilah asal dari ilmu
itu sendiri.
6. Mendahulukan ilmu yang paling penting kemudian yang setelahnya dan setelahnya.
Dan ilmu yang paling penting adalah ilmu yang berkaitan dengan ibadah seseorang kepada
Allah. Yang berkaitan dengan ‘ubudiyah seseorang kepada Allah ‘azza wajalla, seperti: ilmu
‘aqidah, tata cara wudhu, tata cara shalat dan lain-lain.
7. Bersegera untuk mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu muda, karena waktu muda adalah
waktu yang emas untuk mempelajari ilmu agama.
Adapun apabila sudah tua maka kebanyakan manusia akan memiliki banyak kesibukan,
pikiran dan memiliki banyak koneksi.
Kalau dia bisa mengatasi itu semua maka in sya Allah dia mendapatkan ilmu.
Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mempelajari agama dan mereka sudah
berumur.
سم
ْ الج
ِ اح ِة ُ ستَطَا
َ ع العل َم بِ َر ْ ُال ي
“Tidak didapatkan ilmu dengan badan yang berleha-leha.”
Demikian pula menyampaikan dan mengajarkan perlu kesabaran, duduk bersama para
penuntut ilmu perlu kesabaran, memahamkan mereka perlu kesabaran, demikian pula
menghadapi kesalahan-kesalahan mereka perlu kesabaran
Orang yang beradab didalam ilmu berarti dia mengagungkan ilmu, maka dia dipandang
sebagai seorang yang berhak untuk mendapatkan ilmu tersebut.
Adapun orang yang tidak beradab maka dikhawatirkan ilmu akan sia-sia bila disampaikan
kepadanya.
Bahkan sebagian salaf mendahulukan mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu dan
banyak diantara penuntut ilmu yang tidak mendapatkan ilmu karena dia menyia-nyiakan
adab.
11. Menjaga ilmu dari apa yang menjelekkannya Hendaknya seorang penuntut ilmu menjaga wibawanya
karena apabila dia melakukan sesuatu yang merusak wibawanya sebagai seorang penuntut
ilmu berarti dia telah merendahkan ilmu. Seperti terlalu banyak menoleh dijalan, berteman
akrab dengan orang-orang faasik dan lain-lain.
بما حفظنا أكثر من انتفاعنا بما قرأناZحفظنا قليال وقرأنا كثيرا فانتفعنا
“Kami menghafal sedikit dan membaca banyak, maka kami mengambil manfa’at dari yang kami
hafal lebih banyak daripada apa yang kami baca.”
Dan dengan mudzakarah akan hidup ilmu di dalam jiwa dan dengan bertanya akan terbuka
pembendaharaan ilmu.
Maka seorang murid harus memiliki rasa tawaadhu’ kepada gurunya, menghadap beliau dan
tidak menoleh, menjaga adab berbicara, tidak berlebih-lebihan didalam memuji beliau,
mendo’akan beliau, mengucapkan terima kasih kepada beliau atas pengajaran beliau,
menampakkan rasa butuhnya terhadap ilmu beliau, tidak menyakiti beliau dengan ucapan
dan perbuatan, serta berlemah lembut ketika mengingatkan kesalahan beliau.
Disana ada 6 perkara yang harus dia jaga apabila melihat kesalahan seorang guru:
Meneliti terlebih dahulu apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
Meneliti apakah itu memang sebuah kesalahan (dan ini tugas ahlul ‘ilmi).
Tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.
Memberikan ‘udzur kepada sang guru dengan alasan yang benar.
Memberikan nasehat dengan lembut dan rahasia.
Menjaga kehormatan seorang guru dihadapan kaum muslimin yang lain.
Mereka para ulama memiliki ilmu dan pengalaman, maka hendaklah kita husnudzan kepada
mereka. Dan apabila ulama berselisih, maka lebih hati-hatinya seseorang mengambil ucapan
mayoritas mereka.
Oleh karena itu para ulama membantah orang yang menyimpang bila jelas penyimpangannya
dari syari’at, siapapun dia. Yang demikian untuk menjaga agama dan menasehati kaum
muslimin.
Mereka memboikot seorang mubtadi’ yaitu orang yang membuat bid’ah dalam agama, tidak
mengambil ilmu dari mereka kecuali dalam keadaan terpaksa, dan lain-lain. Semuanya
dilakukan untuk menjaga ilmu dan membelanya.
18. Berhati-hati dalam bertanya kepada para ulama.
Seorang penuntut ilmu hendaknya memperhatikan 4 perkara didalam bertanya: