Anda di halaman 1dari 3

Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu

muslim.or.id /29935-penyebab-tidak-berkahnya-ilmu.html

dr. Raehanul 5/10/2017


Bahraen Apa Tujuan Menuntut Ilmu yang Sebenarnya?
Perlu kita ingat kembali bahwa ilmu agama bukanlah tujuan paling utama dari belajar agama dan semata-mata
hanya ilmu saja. Akan tetapi tujuan kita belajar agama dan menuntut ilmu adalah agar bisa mengamalkan ilmu
tersebut. Jika kita sudah berilmu akan tetapi kita tidak bisa mengamalkan ilmu tersebut, inilah yang disebut dengan
“ilmu yang tidak berkah.” Tujuan utama ilmu tidak tercapai yaitu diamalkan. Ilmu tersebut bahkan sia-sia karena
tidak bisa menjaga orang yang mengetahui ilmu tersebut.

Contoh Ilmu yang Tidak Berkah


Ilmu yang tidak berkah misalnya, ada orang yang tahu banyak hadits dan ayat mengenai “sabar ketika mendapat
musibah” bahkan ia hapal ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi, ketika ia mendapat musibah, ia malah tidak sabar
dan mencela takdir Allah. Semua ayat dan hadits yang ia hapal ia lupakan saat itu .

Contoh Ilmu yang Berkah


Ilmu yang berkah misalnya, ada orang yang mungkin tidak hapal hadits dan ayat tentang “sabar ketika dapat
musibah.” Yang ia ingat hanya sepotong perkataan nasehat ustadz yaitu “Orang sabar akan disayang dan dibantu
Allah, jadi harus ridha dengan takdir Allah.” Ketika dapat musibah, ia ingat perkataan ini dan iapun sabar serta tetap
berbahagia dengan takdir Allah. Ilmu yang sedikit itu berkah dan bisa menjaganya.

1. Niat menuntut ilmu yang tidak ikhlas

Menuntut ilmu harus ikhlas, bukan untuk sombong dan mendapatkan pujian manusia. Seseorang akan
mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫إ ﻧ ﻤﺎ ا ﻷ ﻋ ﻤﺎ ل ﺑﺎ ﻟ ﻨ ﯿ ﺔ و إ ﻧ ﻤﺎ ﻟ ﻜ ﻞ ا ﻣ ﺮ ء ﻣﺎ ﻧ ﻮ ى‬

“Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia
niatkan.“[1]

Hendaknya kita perbaiki niatkan dan selalu intropeksi diri baik di awal maupun di tengah-tengah amal kita karena
hati dan niat manusia bisa dengan mudah berbolak-balik.

Sufyan Ats-Tsauri berkata,

‫ﻣﺎ ﻋﺎ ﻟ ﺠ ﺖ ﺷ ﯿ ﺌﺎ أ ﺷ ﺪ ﻋ ﻠ ﻲ ﻣ ﻦ ﻧ ﯿ ﺘ ﻲ ؛ ﻷ ﻧ ﻬﺎ ﺗ ﺘ ﻘ ﻠ ﺐ ﻋ ﻠ ﻲ‬

“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat yaitu meluruskan niatku, karena niat itu
senantiasa berbolak-balik.” [2]

2. Menuntut ilmu hanya sebagai wawasan


Artinya kita tidak pernah berniat menuntut ilmu untuk kita amalkan. Segera kita perbaiki niat kita agar menuntut ilmu
untuk mengamalkannya.

Abu Qilabah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani,

1/3
‫إَذا َﺣَﺪَث َﻟﻚ ِﻋﻠٌْﻢ َﻓﺄَْﺣِﺪْث ِﻓﯿِﻪ ِﻋَﺒﺎَدًة َوَﻻ َﯾُﻜْﻦ َﻫ ُﱠﻤﻚ َأْن ُﺗَﺤِﱠﺪث ِﺑِﻪ اﻟَﻨﱠﺎس‬

“Apabila kamu mendapat ilmu, maka munculkanlah keinginan ibadah padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya
untuk menyampaikan kepada manusia.”[3]

3. Kurang adab dalam menuntut ilmu


Jika cara meminta dan menuntut ilmu saja sudah salah cara dan adabnya, bagaimana bisa kita dapatkan
keberkahan ilmu tersebut? Ibarat seseorang akan minta uang atau pinjam sesuatu pada orang lain, akan tetapi
dengan cara yang kasar dan membentak serta adab yang jelek, apakah akan diberi?

Maaf, berikut contoh praktik menuntut ilmu dengan adab yang kurang baik:

-Terlambat datang dan tidak minta izin dahulu, tetapi kalau gurunya terlambat langsung ditelpon atau SMS: “ustadz
kajiannya jadi tidak?”

-Kalau tidak datang, tidak izin dahulu (untuk kajian yang khusus) dan kajian datang semaunya

-Duduk selalu paling belakang dan sambil menyandar (tanpa udzur)

-ketika kajian terlalu banyak memainkan HP dan gadget tanpa ada keperluan

-Terlalu banyak bercanda atau ribut dalam majelis Ilmu

-Terlalu Fokus ke Ilmu saja tanpa memperhatikan adab, niatnya hanya ingin memiliki kedudukan yang tinggi di
masyarakat serta lupa memperhatikan dan mencontoh adab dan akhlak gurunya.

Contoh adab dalam menuntut ilmu adalah tenang dan fokus ketika di majelis ilmu. Ahmad bin Sinan menjelaskan
mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,

‫ و ﻻ ﯾ ﺘ ﺒ ﺴ ﻢ أ ﺣ ﺪ‬، ‫ و ﻻ ﯾ ﻘ ﻮ م أ ﺣ ﺪ و ﻻ ﯾ ﺒ ﺮ ى ﻓ ﯿ ﻪ ﻗ ﻠ ﻢ‬، ‫ﻛﺎ ن ﻋ ﺒ ﺪ ا ﻟ ﺮ ﺣ ﻤ ﻦ ﺑ ﻦ ﻣ ﻬ ﺪ ي ﻻ ﯾ ﺘ ﺤ ﺪ ث ﻓ ﻲ ﻣ ﺠ ﻠ ﺴ ﻪ‬

“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada
seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.”[4]

4. Sangat jarang atau tidak pernah menghadiri majelis ilmu

Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi kita. Tidak bijak jika secara total kita hanya mengandalkan belajar lewat sosial
media yang ilmu tersebut datang kepada kita dengan sendirinya. Ulama dahulu menjelaskan,

‫ا ﻟ ﻌ ﻠ ﻢ ﯾ ﺆ ﺗ ﻰ و ﻻ ﯾﺄ ﺗ ﻲ‬

“Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi”

5. Tidak menuntut ilmu secara bertahap dan tidak istiqamah

Yaitu menuntut ilmu agama tidak teratur dan tidak berurutan sesuai arahan guru. Perhatikan nasihat Syaikh
Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berikut:

‫ ﻓﻲ اﻷﺟﺮوﻣﯿﺔ‬: ‫ ﻓﻤﺜًﻼ ﺑﻌﺾ اﻟﻄﻼب ﯾﻘﺮأ ﻓﻲ اﻟﻨﺤﻮ‬،‫ وﯾﻘﻄﻊ ﻋﻠﯿﻪ اﻷﯾﺎم ﺑﻼ ﻓﺎﺋﺪة‬،‫ أو ﻣﻦ ﻛﻞ ﻓﻦ ﻗﻄﻌﺔ ﺛﻢ ﯾﺘﺮك؛ ﻷن ﻫﺬا اﻟﺬي ﯾﻀﺮ اﻟﻄﺎﻟﺐ‬،‫أﻻ ﯾﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻛﺘﺎب ﻧﺘﻔﺔ‬
‫ و ﻫ ﻜ ﺬ ا ﻓ ﻲ‬، ‫ و ﻣ ﺮ ة ﻓ ﻲ ﺷ ﺮ ح ا ﻟ ﻤ ﻬ ﺬ ب‬، ‫ و ﻣ ﺮ ة ﻓ ﻲ ا ﻟ ﻤ ﻐ ﻨ ﻲ‬، ‫ و ﻣ ﺮ ة ﻓ ﻲ ﻋ ﻤ ﺪ ة ا ﻟ ﻔ ﻘ ﻪ‬، ‫ ﻣ ﺮ ة ﻓ ﻲ ز ا د ا ﻟ ﻤ ﺴ ﺘ ﻘ ﻨ ﻊ‬: ‫ و ﻛ ﺬ ﻟ ﻚ ﻓ ﻲ ا ﻟ ﻔ ﻘ ﻪ‬.. . ‫ و ﻣ ﺮ ة ﻓ ﻲ ا ﻷ ﻟ ﻔ ﯿ ﺔ‬، ‫و ﻣ ﺮ ة ﻓ ﻲ ﻣ ﺘ ﻦ ﻗ ﻄ ﺮ ا ﻟ ﻨ ﺪ ي‬
‫ وﻟﻮ ﺣﺼﻞ ﻋﻠﻤًﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﯾﺤﺼﻞ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻻ أﺻﻮًﻻ‬،‫ ﻫﺬا ﻓﻲ اﻟﻐﺎﻟﺐ ﻻ ﯾﺤﺼُﻞ ﻋﻠﻤًﺎ‬، ‫ وﻫﻠﻢ ﺟﺮا‬،‫ﻛﻞ ﻛﺘﺎب‬

“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian
meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,
2/3
Misalnya:

Sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke
Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah. Demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar
Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan
seterusnya. Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak
memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[5]

Demikian semoga bermanfaat

@ Di antara bumi dan langit Allah, Pesawat Yogya-Pontianak-Sintang

@Yogyakarta Tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen


Artikel Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] HR. Muslim


[2] Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal. 18, Darul Aqidah, Koiro, cet.I, 1422 H
[3] Al-Adab Asy-Syar’iyyah 2/45, Muhammad Al-Maqdisy, Syamilah
[4] Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah
[5] Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah

Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih
dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya

Bidah, Hukum Isbal, Hukum Cadar, Qunut Nazilah, Syarat Puasa, Wahabi Adalah, Puasa Bulan Sya'ban , Wahabi Itu
Apa, Hukum Asuransi Dalam Islam , Cara Adzan , Imam Al Ghazali , Hasad, Shalat Sunnah Fajar , Tayammum, Keutamaan
Membaca Alquran, Islam Itu Indah, Syukur, Ayyamul Bidh, Munafik, Doa Minum Air Zamzam

© 2015 Yayasan Pendidikan Islam Al Atsary, Yogyakarta

Kembali ke atas

3/3

Anda mungkin juga menyukai