0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
21 tayangan13 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang adab mahasiswa dalam menuntut ilmu, meliputi adab terhadap diri sendiri seperti bertanggung jawab, disiplin, memiliki sifat wara', sabar, dan bekerja keras. Juga ada tentang adab terhadap dosen dan teman seperti mempersiapkan diri sebelum kuliah, menghormati ruang kuliah, dan sabar dalam belajar.
Dokumen tersebut membahas tentang adab mahasiswa dalam menuntut ilmu, meliputi adab terhadap diri sendiri seperti bertanggung jawab, disiplin, memiliki sifat wara', sabar, dan bekerja keras. Juga ada tentang adab terhadap dosen dan teman seperti mempersiapkan diri sebelum kuliah, menghormati ruang kuliah, dan sabar dalam belajar.
Dokumen tersebut membahas tentang adab mahasiswa dalam menuntut ilmu, meliputi adab terhadap diri sendiri seperti bertanggung jawab, disiplin, memiliki sifat wara', sabar, dan bekerja keras. Juga ada tentang adab terhadap dosen dan teman seperti mempersiapkan diri sebelum kuliah, menghormati ruang kuliah, dan sabar dalam belajar.
2011011112 Kelas C S1 Keperawatan Adab Dan Akhlaq Penuntut Ilmu Dosen : Ns. Dwi Yunita Haryanti, S.Kep., M.Kes.
Adab Mahasiswa Terhadap Diri Sendiri
1. Bertanggung Jawab Dan Disiplin Tidak boleh tidak, pelajar harus dengan kontinyu sanggup dan mengulangi pelajaran yang telah lewat. Hal itu dilakukan pada awal waktu malam, akhir waktu malam. Sebab waktu diantara maghrib dan isya, demikian pula waktu sahur puasa adalah membawa berkah. 2. Memiliki Sifat Wara’ Wara’ merupakan sifat yang harus diterapkan dalam menuntut ilmu. Secara sederhana, wara’ adalah menjauhi atau meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanallah ta’ala atau perbuatan haram. Dalam masalah waro’, sebagian ulama meriwayatkan hadist dari Rasulullah saw. : “Barang siapa tidak berbuat waro’ waktu belajarnya, maka Allah memberinya ujian dengan salah satu tiga perkara : dimatikan masih berusia muda, ditempatkan pada perkampungan orang-orang bodoh atau dijadikan pengabdi sang pejabat”. Jikalau mau membuat waro’ maka ilmunya lebih bermanfaat, belajarpun mudah dengan banyak-banyak berfaedah. 3. Sabar,Tangguh Dan Bekerja Keras Sabar dan tabah itu pangkal keutamaan dalam segala hal, tetapi jarang yang bisa melakukan. Ada dikatakan : “Keberanian ialah sabar sejenak.” Maka sebaiknya pelajar mempunyai hati tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari suatu kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari, dalam satu bidang ilmu jangan sampai berpindah bidang lain sebelum memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan sampai berpindah kelain daerah kecuali karena terpaksa. Kalau hal ini di langgar, dapat membuat urusan jadi kacau balau, hati tidak tenang, waktupun terbuang dan melukai hati sang guru. Sebaiknya pula, pelajar selalu memegangi kesabaran hatinya dalam mengekang kehendak hawa nafsunya. Selain itu, seorang pelajar harus tangguh dan bekerja keras. Belajar lebih bagus bersuara kuat dengan penuh semangat. Namun jangan terlalu keras, dan jangan pula hingga menyusahkan dirinya yang menyebabkan tidak bisa belajar lagi. Segala sesuatu yang terbaik adalah yang cukupan. 4. Meminimalkan Adab Dalam Bepakaian Pakaian harus halal, dalam kitab dijelaskan : memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu. 5. Meminimalkan Adab Dalam Pergaulan Harus meninggalkan pergaulan, karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan jenis khususnya jika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan akal pikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri kesempatan. Bahaya dari pergaulan adalah menyia nyiakan umur tanpa guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak beragama. Jika ia membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah, wira’i, bersih hatinya, banyak berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memilki harga diri yang baik, sedikit perselisihannya. Jika ia lupa, maka temannya mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah menolongnya. 6. Menjaga Kesucian Jiwa/Hati Harus mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia pantas untuk menerima ilmu, menghalalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang tersirat. 7. Qona’ah, Tidak Boros Dan Berlebihan Harus menerima apa adanya (qana’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa makanan atau pakaian dan sabar atas kehudipan yang berada dibawah garis kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnyahati akibat terlalu banyaknya angan angan dan keinginan, sehingga sumber&sumber hikmah akan mengalir kedalam hati. Imam Al Syafi’i telah berkata “orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama, dialah orang yang bisa merasakan kebahagiaan. Tidak boros dan berlebihan seperti yang dijelaskan : harus mempersedikit makan dan minum, karena apabila perut dalam keadaan kenyang maka akan menghalangi semangat ibadah dan badan menjadi berat. Salah satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum. Harus berusaha untuk mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari 'dua puluh empat jam. Jika keadaannya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya waktu dalam sehari semalam maka ia dipersilahkan untuk melakukannya. Apabila ia merasa terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat terhadap dirinya, hatinya dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ke tempat tempat hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak menyia nyiakan waktu. 8. Niat Yang Baik Untuk Menuntut Ilmu Harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi batin dan mendekatakn diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta benda, mengalahkan teman saingan, biar dihormati masyarakat dan sebagainya 9. Menjauhkan Diri Dari Sifat Sombong Orang berilmu itu hendaklah jangan membuat dirinya sendiri menjadi hina lantaran tamak terhadap sesuatu yang tidak semestinya, jangan sampai terjerumus ke dalam lembah kehinaan ilmu dan ahli ilmu. Ia supaya berbuat tawadu’ (sikap tengah-tengah antara sombong dan kecil hati), berbuat iffah, yang keterangan lebih jauhya bisa kita dapati dalam kitab akhlaq. Syaikhul imamil ajal ustadz ruknul islam yang terkenal sebagai sasterawan ternama mengemukakan gubahan syi’irnya: Tata kerama, benar-benar budi orang taqwa Ia menanjak tinggi, dengan sikap Ajaib, ajaiblah orang tidak tahu dirinya sendiri Bahagiakah nanti, apa malah celaka diri? Bagaimana waktu meninggalkan dunia, pungkasan umur nyawanya. Suul khatimah, apa husnul khatimah? Keagungan, itu khusus sifat ar-rahman Singkirlah, waspadalah! 10. Menjaga Diri Untuk Tetap Istiqomah Harus berusaha sesegera mungkin memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya. Jangan sampai tertipu dengan menunda nunda belajar dan terlalu banyak berangan angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar. Seorang pelajar harus memutuskan urusan urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara perkara yangbisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahkan segenap kemampuan dan bersungguh sungguh dalam menggapai keberhasilan. Maka sesungguhnya hal itu akan menjadi pemutus jalan proses belajar. Adab Mahasiswa Terhadap Dosen Dan Teman 1. Adab Mencari Ilmu Mempersiapkan Diri Sebelum Hadir Di Majelis Ilmu Tidak Membatasi Dalam Mengambil Sumber Ilmu Menghormati Majelis Ilmu Menjaga Semangat Untuk Ingin Tahu Menumbuhkan Semangat Litrasi Senantiasa bersemangat dalam mencapai perkembanagn keilmuan dirinya dan berusaha dengan bersungguh sungguh dalam setiap akitifitas ibadahnya, misalnya membaca, membacakan orang lain, muthala’ah, mengingat-ingat pelajaran, memberi makna kitab, menghafalkan, dan berdiskusi dan tidak menyia-nyiakan umurnya dan waktunya sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali dalam kerangka thalabul ilmi, kecuali hanya sekedar untuk keperluan ala kadarnya (hajatul basyariyah) seperti makan, minum, tidur, istirahat karena bosan atau penat, melaksanakan kewajiban suami istri, menemui orang yang bersilatur rahim, mencari maisyah, kebutuhan hidup yang diperlukan oleh setiap manusia, sakit, dan sebagainya serta aktifitas-aktifitas diperbolehkan . Sabar Dalam Belajar Ketahuilah! Sabar dan tabah itu pangkal keutamaan dalam segala hal, tetapi jarang yang bisa melakukan. Sebagaimana syaiir dikatakan: Segala sesuatu, maunya tinggi yang di tuju Tapi jarang, hati tabah di emban orang Ada dikatakan : “Keberanian ialah sabar sejenak.” Maka sebaiknya pelajar mempunyai hati tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari suatu kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari, dalam satu bidang ilmu jangan sampai berpindah bidang lain sebelum memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan sampai berpindah kelain daerah kecuali karena terpaksa. Kalau hal ini di langgar, dapat membuat urusan jadi kacau balau, hati tidak tenang, waktupun terbuang dan melukai hati sang guru. Tawadhu’, Tidak Sombong Syaikh junaidi menyatakan bahwa, tawadlu’ adalah merendahkan diri terhadap makhluq dan melembutkan diri kepada mereka , atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah , hukum, dan kebijaksaan. 2. Adab Kepada Dosen Jujur Amanah Berbaik Sangka Tidak Membicarakan Kekurangannya Menghargai Ilmu Yang Diberikan Selalu Mendoakan Dan apabila pelajar mendoakan ustadnya, maka hendaklah ia mengucapkan kata-kata mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua, guru-guru kami, pemimpin kami dan sebaginya. Dan semua doa yang dipanjatkan oleh santri semuanya dikhusukan untuk gurunya. Apabila santri telah selesai belajar, hendaknya ia juga mendoakan terhadap ustadnya. Apabila santri tidak memulai dengan hal hal yang telah disebutkan diatas, baik karena lupa atau karena kebodohannya sendiri, maka hendaknya ustad mengingatkan terhadap santri tersebut, mengajarinya, dan mengingatkannya, karena hal itu termasuk etika, akhlak yang paling penting Menaati Perintah Memuliakan Memandang guru dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna. Karena pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya Menjaga Haknya Dalam masalah ini saya kemukakan Syi’irnya : Keyakinanku tentang haq guru, hak paling hak adalah itu Paling wajib di pelihara, oleh muslim seluruhnya demi memulyakan, hadiah berhak di haturkan seharga dirham seribu, tuk mengajar huruf yang Satu Bersabar Dengan Semua Sikapnya Pelajar harus mengekang diri , untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka atau budi pekerti, prilaku beliau yang kurang diterima oleh santrinya. Berterima Kasih Atas Perhatian Yang Diberikan Adab Berbicara Saat Pelajaran Berlangsung Adab Mendengar Dalam Majelis Adab Berkomunikasi Adab Berkhidmat Adab Berjalan Bersama Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti diluar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Adab Meminta Ijin Adab Duduk Bersama Apabila pelajar duduk dihadapan kyai, maka hendaklah ia duduk dihadapannya dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya 'seperti duduk pada tahiyatawal( atau duduk seperti duduknya orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan rasa tawadlu’ , rendah diri, thumakninah 'tenang dan khusu’. Sang santri tidak diperbolehkan melihat kearah gurunya 'kyai ( kecuali dalam keadaan dharurat, bahkan kalau memungkinkan sang santri itu harus menghadap kearah gurunya dengan sempurna sambil melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia harus berfikir, meneliti dan berangan-angan apa yang beliau sampaikan sehingga gurunya tidak perlu lagi untuk mengulagi perkataannya untuk yang kedua kalinya. Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan, arah kiri atau melihat kearah atas kecuali dalam keadaan dlarurat, apalagi gurunya sedang membahas, berdiskusi tentang berbagai macam persoalan. Pelajar tidak diperbolehkan membutat keaduhan sehingga sampai didengar oleh sang kyai dan tidak boleh memperhatikan beliau, santrijuga tidak boleh mempermainkan ujung bajunya, tidak boleh membuka lengan bajunya sampai kedua sikutnya, tidak boleh mempermainkan beberapa anggota tubuhnya , kedua tangan, kedua kaki atau yang lainya, tidak boleh membuka mulutnya, tidak boleh menggerak-gerakkan giginya, tidak boleh memukul tanah atau yang lainya dengan menggunakan telapak tanganya ayau jari-jari tanganya, tidak boleh mensela-selai kedua tangannya dan bermain-main dengan mengunakan sarung dan sebagainya. Santri ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tidak diperbolehkan menyandarkan dirinya ketembok, ke bantal, juga tidak boleh memberikan sesiuatyu kepada nya dari arah samping atau belakang, tidak boleh berpegangan pada sesuatu yang berada diselakangnya atau sampingnya. Santri juga tidak diperkenankan untuk menceritakan sesuatu yang lucu, sehingga menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan kepada sang guru, berbicara dengan menggunakan kata& kata yang sangat jelek, dan menampakkan prilaku dan budi pekerti yang kurang baik dihadapan gurunya. Santri juga tidak boleh menertawakan sesuatu kecuali hal-hal yang kelihatan sangat menggelikan, lucu dan jenaka, ia tidak boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada dihadapan gurunya. Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. Juga tidak boleh membuang ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun apabila tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya dengan santun. Tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan riya dari mulutnya, namun yang paling baik adalah seharusnya itu dilakukan dengan menggunakan sapu tangan atau menggunkana ujung bajunya untuk dipakai sebagai tempat riya’ tersebut. Diwaktu belajar, hendaklah jangan duduk terlalu mendekati gurunya, selain bila terpaksa. Duduklah sejauh antar busur panah. Karena dengan begitu, akan terlihat mengagungkan sang guru. 3. Adab Berteman Mencari Teman Yang Baik Tentang memilih teman, hendaklah memilih yang tekun, waro, bertabiat jujur serta mudah memahami masalah. Menyingkiri orang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah. Berkenalan Dengan Cara Yang Baik Setia Kawan, Saling Membantu Dan Meringankan No Bullying Apabila sebagian santri orang yang mencari ilmu itu berbuat hal hal yang idak kita inginkan (jelek) terhadap salah seorang , maka ia tidak boleh dimarahi, disentak&sentak, kecuali gurunya sendiri yang melakukan hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah isyarat kepada santri yang lain utnuk melakukannya. No Body Shaming firman Allah yang berbunyi : “ dan janganlah suatu kaum menghina terhadap kaum yang lain, barang kali kaum yang kedua itu lebih baik dari kaum pertama “. Adab Mahasiswa Di Majelis Ilmu 1. Adab Dengan Audience Dalam Majelis 2. Adab Bertanya Pelajar tidak boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada tempatanya, kecuali karena ia membutuhkannya atau ia mengerti dengan memberikan solusi kepada gurunya untuk bertanya. Apabila guru tidak menjawab, maka hendaknya ia jangan memaksannya, namun apabila belaiu menjawab dan kebetulan salah, maka santri tidak boloeh menolaknya seketika. Seharusnya yang dilakukan oleh pelajar adalah tidak malu&malu untuk bertanya, begitu juga hendaknya ia tidak malu mengucaokan kata&kata seperti ini : (Aku belum faham), apabila ia ditanya oleh gurunya , apakah engkau faham sedangkan ia sendiri belum faham. 3. Tidak Meyerobot Orang Lain Bila dalam belajar santri menggunakan sistem Sorogan, suatu metode belajar dengan maju satu persatu dan langsung disimak dan diperhatikan oleh ustadnya, maka ia harus harus menuggu gilirannya dengan tertib, tidak mendahului peserta yang lain kecuali apabila ia mengiinkannya. Dalam sebuah hadits telah diriwayatkan bahwasanya suatu ketika ada seorang lelaki dari sahabat anshar menjumpai rasulullah, sambil bertanya mengenai sesuatu, setelah itu datang lagi seorang laki-laki dari 0ani Tsaqib kepada beliau, juga bertujuan yang sama, menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi SAW menjawab: “Wahai saudaraku dari bani Tsaqif, duduklah, Aku akan memulai mengatakan sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi, sebelum kedatanganmu, Al khatib berkata bagi orang-orang yang datangnya lebih dulu disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya sendiri, karena untuk menghormatinya. Begitu juga bagi orang yang datang belakangan apabila mempunyai kebutuhan, keperluan yang sifatnya wajib dan orang yang lebih awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya ia didahulukan, diutamakan. Atau ustad memberikan sebuah isyarat untuk mengutamakannya karena adanya kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di dalamnya maka ia disunnahkan untuk diutamakan. 4. Adab Membacakan Ilmu Didepan Guru 5. Adab Dengan Sesama Penuntut Ilmu 6. Adab Duduk Dimajelis Ilmu Pelajar tidak boleh memindah tempat duduknya orang lain atau berdesak- desakan dengan sengaja, apabila ada orang lain yang mempersilahkan santri itu untuk menempati tempat duduknya, maka janganlah ia menerimanya kecuali ada kemaslahatan, kebaikan yang diketahui oleh orang lain, atau orang banyak yang memproleh dan mendapatkan man1aat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan bersama sama dengan gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri) termasuk orang yang mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan. Pelajar tidak boleh mengambil tempat duduk ditang-tengah pertemuan, disepan seseorang kecuali dalam keadaan darurat, duduk diantara dua orang yang bersahabat kecuali mereka merelakannya, duduk di atas orang yang lebih mulia di bandingkan dengan dia sendiri. Hendaknya pelajar berkumpul dengan para sahabatnya ketika membahas sebuah pelajaran, atau membahas beberap pelajaran dri satu arah supaya ketika seorang guru mneyampaiakn penjelasan sebauh persoalan, materi pelajaran bisa utuh dan tidak terganggu. 7. Memulai Dengan Yang Penting Dan apabila memungkinkan santri tidak boleh mengadakan diskusi, halaqah dengan gurunya hanya untukmendengarkan pelajarannya saja, bahkan ia harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya, dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian , apabila hal itu bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga setiap pelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik. Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan, maka hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih dahulu kemudian baru pelajaran yang lain. 8. Menjauhi Berdebat Apabila di dalam pembahasan itu dimaksudkan untuk sekedar mengobarkan perang lidah, maka tidak diperbolehkan menurut agama. Yang diperbolehkan adalah dalam rangka mencari kebenaran. Bicara berbelit-belit dan membuat alasan itu tidak diperkenankan, selama musuh bicaranya tidak sekedar mencari kemenangan dan masih dalam mencari kebenaran. Bila kepada Muhammad bin Yahya diajukan suatu kemuskilan yang beliau sendiri belum menemukan pemecahannya, maka ia katakan : “pertanyaan anda saya catat dahulu untuk kucari pemecahannya. Diatas orang berilmu, masih ada yang lebih banyak ilmunya.” 9. Membetulkan Apa Yang Dipelajari Sebelum Menghafalkan Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada orang seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah ia mengha1alkannya dengan baik dan bagus. Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering mungkin dan menjadikan kegitan taqrar sebagai ,adhi0ah, kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan sesuatu sebelum diteliti, ditashih oleh seorang kyai atau orang yang mempunyai kemampuan dalam bidang itu, karena akan mengakibatkan , menimbulkan ekses yang negatif. Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat tersebut. Dan telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan itu tidak di ambul dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh dari seorang guru karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya. Ketika sedang mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya pelajar mempersiapkan tempat tinta, pulpen dan pisau untuk memperbaiki dan membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik dalam segi bahasa atau I’rab. 10. Memulai Topic Dengan Yang Ringan Sebaiknya dimulai dengan pelajaran-pelajaran yang dengan mudah telah bisa di fahami. Syaikhul Islam Ustadz Syarifuddin Al-Uqaili berkata; “Menurut saya, yang benar dalam masalah ini adalah seperti yang telah dikemukakan oleh para guru kita. Yaitu untuk murid yang baru, mereka pilihkan kitab-kitab yang ringkas/kecil. Sebab dengan begitu akan lebih mudah di fahami dan di hapal, serta tidak membosankan lagi pula banyak terperaktekan. 11. Berdiskusi Dengan Baik Dan Bijak Seorang pelajar seharusnya melakukan Mudzakarah (forum saling mengingatkan), munadharah (forum saling mengadu pandangan) dan mutharahah (diskusi). Hal ini dilakukan atas dasar keinsyafan, kalem dan penghayatan serta menyingkiri hal-hal yang berakibat negatif. Munadharah dan mudzakarah adalah cara dalam melakukan musyawarah, sedang permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari kebenaran. Karena itu, harus dilakukan dengan penghayatan, kalem dan penuh keinsyafan. Dan tidak akan berhasil, bila dilaksanakan dengan cara kekerasan dan berlatar belakang yang tidak baik. 12. Adab Hadir Dimajelis Bersama Guru Adab Mahasiswa Dalam Penggunaan Alat Komunikasi, Teknologi Dan Sosial 1. Adab Mahasiswa Menggunakan Alat Komunikasi a. Saat Dikelas b. Saat Komunikasi Dengan Dosen c. Saat Dimasjid Menggunakan Teknologi a. Kuliah Daring b. Bermedia Social c. Menghindari Pornografi Dalam Bentuk Apapun d. Packaging Dalam Bermasyarakat a. Saat Dikost-An b. Saat Dikontrakan c. Menjaga Nama Baik Almamater Adab Terhadap Lingkungan 1. Menjauhi Rokok Da Narkoba 2. Menggunakan Papan Pamphlet 3. Saat Dikelas 4. Saat Dikantin 5. Saat Ditempat Parker 6. Saat Diperpustakaan 7. Menjaga Kebersihan 8. Menjaga Kesehatan 9. Etika Saat Batuk, Bersin Dan Meludah Adab Interaksi Dengan Buku 1. Mengumpulkan Buku Referensi Seyogyanya bagi pelajar berusaha dalam memperoleh buku-buku yang dibutuhkannya, apabila memungkinkan dengan cara membeli dan apabila tidak maka dengan cara menyewa atau meminjam karena itu semua merupakan salah satu alat dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, janganlah menganggap bahwa menghasilkan buku-buku tersebut dan juga karena banyaknyakoleksi- koleksi buku itu sebagian dari ilmu dan mengumpulkannya akan menambah kepahaman. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh kebanyakan pelajar pada masa ini. 2. Mempertimbangkan Kulalitas Referensi 3. Menjaga Buku Dan Sumber Referensi Lainnya 4. Adab Meminjamkan Buku Dan Meminjamnya Bagaimana meminjamkan buku kepada orang yang tidak menyebabkan buku tersebut rusak dalam pinjaman tersebut dari orang yang membahayakan, dan sebaiknya bagi orang yang dipinjami berterimakasih kepada orang yang meminjami tersebut. Dan tidak boleh memperlama jangka pinjaman itu dari pada orang yang dipinjami, selain ada kebutuhan bahkan mengembalikannya dengan cepat- cepat apabila peminjam memerlukannya. Dan tidak boleh memperbaiki sesuatu apapun dari kitab tersebut tampa ijin pemiliknya dan mengoreksinya. Dan tak boleh menulis sesuatu apapun pada lembaran putih (kosong) dipermulaan buku dan juga tak boleh pada akhiran kitab. Kecuali jika pemiliknya merelakannya. Dan tak boleh mencoret-coretnya dengan tinta hitam dan juga tak boleh meminjamkan pada orang lain. Dan tak boleh menitipkannya pada orang lain kecuali pada saat dhorurot (terpaksa). Dan tak boleh menyalinnya tampa seizin pemiliknya. Jika pemiliknya mengijinkannya untuk menyalinnya, maka menyalinnya tersebut pada kertas didalam buku tersebut atau diatas buku tersebut. Dan tak boleh meletakkan tempat tinta diatas buku tersebut. 5. Adab Menyalin/Copy Jika kita menyalin dari buku tersebut atau muthola’ah (membaca ulang) maka janganlah meletakkan dalam tanah dalam keadaan terbentang (terbuka). Tapi meletakkannya antara dua buku atau antara dua sesuatu atau juga pada rak-rak buku yang telah diketahui (untuk umum keberadaannya). Dengan tujuan agar tidak terputus jilidannya (bentuknya) dengan cepat. Dan jika meletakkannya pada tempat berjajar dirak-rak buku, maka jangan pada atas atau dibawahnya terdapat kayu atau sesuatu yang lain yang sama. Dan jangan meletakkannya pada tanah agar tidak menjadi lembab atau basah. Dan jika meletakkannya pada kayu atau yang lainnya maka penempatannya diatas atau bawahnya terdapat sesuatu yang dapat membenturinya pada tembok atau yang lain. 6. Membaguskan Tulisan Termasuk pula arti mengagungkan, hendak menulis kitab sebaik mungkin. Jangan kabur, jangan pula membuat catatan penyela/penjelas yang membuat tulisan kitab tidak jelas lagi, kecuali terpaksa harus dibuat begitu. Abu hanifah pernah mengetahui seorang yang tidak jelas tulisannya, lalu ujarnya: “Jangan kau bikin tulisanmu tidak jelas, sedang kau kalau ada umur panjang akan hidup menyesal, dan jika mati akan dimaki.” Maksudnya, jika kau semakin tua dan matamua rabun, akan menyesali perbuatanmua sendiri itu. Diceritakan dari Syaikhul Imam Majduddin Ash-Shorhakiy pernah berkata: “Kami menyesal;I tulisan yang tidak jelas, catatan kami yang pilih-pilih dan pengetahuan yang tidak kami bandingkan dengan kitab lain.” Sebaiknya format kitab itu persegi empat, sebagaimana format itu pulalah kitab-kitab Abu Hanifah. Dengan format tersebut, akan lebih memudahkan jika dibawa, diletakkan dan di muthalaah kembali. Sebaiknya pula jangan ada warna merah didalam kitab, karena hal itu perbuatan kaum filsafat bukan ulama salaf. Lebih dari itu ada diantara guru-guru kita yang tidak suka memakai kendaraan yang berwarna merah. 7. Adab Membaca Buku 8. Penulisan Judul, Bab Dan Sub Bab 9. Adab Dengan Media Elektronik