Anda di halaman 1dari 32

BATU SALURAN KEMIH

Disusun untuk memenuhi mata kuliah


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Yang dibina oleh Ns. M Ali Hamid, M.Kes

OLEH:

LINTANG DINASTI HERMAFIAH (2011011015)


MOCH TRIFANIS SALSABILA (2011011019)
ACTRICIA MEISY WANDANI (2011011031)
RATIH NURFIANA SETYAWATI (2011011036)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH JEMBER
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan seluruh
rangkaian pembuatan makalah dengan tema Batu Saluran Kemih secara baik dan
tepat waktu sehingga dapat terselesaikan dengan lancar. Pada kesempatan ini kami
ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami
juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini. Kami sangat jauh dari kata sempurna dan ini
merupakan langkah yang baik dari studi sesungguhnya. Karena keterbatasan
waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa
kami harapkan agar kelak makalah ini dapat berguna bagi kami pada khususnya
dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain.

Jember, 21 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 1
I.KONSEP DASAR MEDIS ........................................................................................... 1
A.DEFINISI ................................................................................................................ 1
B.ETIOLOGI .............................................................................................................. 1
C.PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS .................................................................. 2
D.MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................ 5
E.PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................................ 5
F.PENATALAKSANAAN MEDIS ........................................................................... 9
II.KONSEP DASAR KEPERAWATAN ......................................................................... 12
A.PENGKAJIAN ...................................................................................................... 12
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN ........................................................................... 13
C.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................... 14
BAB II TINJAUAN KASUS ........................................................................................... 15
A.Pengkajian ................................................................................................................. 15
B.Diagnosis Keperawatan ............................................................................................. 19
C.Rencana Tindakan ..................................................................................................... 19
D.Implementasi ............................................................................................................. 20
E.Evaluasi ..................................................................................................................... 23
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 25
A.Pengkajian ................................................................................................................. 25
B.Diagnosis Keperawatan ............................................................................................. 25
C.Rencana Asuhan Keperawatan .................................................................................. 26
D.Implementasi ............................................................................................................. 26
E.Evaluasi ..................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 28
LAMPIRAN...................................................................................................................... 29

ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I.KONSEP DASAR MEDIS

A.DEFINISI
Batu saluran kemih (BSK) atau Urolithiasis adalah suatu kondisi
dimana dalam saluran kemih individu terbentuk batu berupa kristal yang
mengendap dari urin. Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya
penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau daerah ginjal.
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang terbentuk karena factor presipitasi endapan dan
senyawa tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari berbagai senyawa,
misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin
(1%) (Silalahi, 2020).
Batu saluran kemih merupakan penyakit dimana didapatkan masa
keras di sepanjang daerah saluran kemih, batu saluran kemih dapat
ditemukan pada sistem saluran kemih bagian atas dan saluran kemih
bagian bawah, yang dapat menimbulkan rasa nyeri, penyumbatan
saluran kemih dan dapat menyebabkan perdarahan. Terdapat dua faktor
yang membentuk penyakit batu saluran kemih yaitu faktor internal dan
faktor eksternal .faktor internal yang di pengaruhi pada diri seseorang,
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang didapat dari luar. Faktor
eksternal lebih banyak mempengaruhi kejadian penyakit batu saluran
kemih diantaranya faktor geografi, pola hidup, pekerjaan, cuaca, dan
kebiasaan (Haryadi et al., 2020).

B.ETIOLOGI
Menurut dr. Karina Sutanto di Alomedika, sebagian besar penelitian
mengenai etiologi urolithiasis dikaitkan dengan peningkatan kadar
kalsium, oksalat dan asam urat, serta penurunan kadar sitrat urin.
1. Batu Kalsium
• Hiperkalsiuria akibat peningkatan penyerapan kalsium di usus.

1
• Hiperurikosuria akibat pola diet, produksi asam urat berlebih,
atau gangguan ekskresi
• Hiperoksaluria akibat faktor genetik produksi oksalat berlebihan,
pola diet berlebih, atau meningkatkanya absorpsi oksalat pada
saluran gastrointestinal
• Hipositraturia akibat asidosis tubulus renal distal, sindrom diare
kronik, hipokalemia diinduksi thiazide, dan idiopatik
2. Batu Struvite (Magnesium, Amonium, Fosfat)
Batu struvite dikaitkan dengan infeksi saluran kemih kronik akibat
bakteri gram negatif (Proteus sp., Pseudomonas sp., dan Klebsiella
sp.), urease-positif yang mengubah urea menjadi amonium yang
kemudian bila bergabung dengan fosfat dan magnesium akan
mengkristal membentuk batu.
3. Batu Asam Urat
Pembentukan batu asam urat dikaitkan dengan pH urin >5,5, diet
tinggi purin, atau keganasan. Sekitar 25% penderita batu asam urat
mengalami gout. Gangguan metabolik, neoplasma tertentu, dan diare
kronik juga berhubungan dengan terjadinya batu asam urat.
4. Batu Sistin
Batu sistin dapat terjadi akibat defek metabolik sehingga terjadi
gangguan reabsorpsi senyawa sistin, ornitin, lisin, dan arginin pada
renal. Kelainan bawaan yang menyebabkan mutasi pada SLC3A1
dan SLC7A9 menyebabkan gangguan metabolisme dan transpor
sistin, sehingga terjadi sistinuria dan pembentukan batu

C.PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Menurut dr. Karina Sutanto di Alomedika, Patofisiologi Urolithiasis
melibatkan proses nukleasi, pertumbuhan, agregasi, dan retensi kristal.
Proses pembentukan batu bergantung pada volume urin, konsentrasi ion
kalsium, fosfat, oksalat, dan natrium. Tingkat ion yang tinggi, volume

2
urin yang rendah, pH rendah, dan kadar sitrat yang rendah menyebabkan
pembentukan urolithiasis.
1. Nukleasi
Nukleasi merupakan pembentukan kristal padat dalam larutan. Fase
nukleasi kristal menjadi langkah pertama pembentukan batu dengan
terbentuknya kristal batu yang tersusun dari supersaturasi urin yang
berada dalam konsentrasi tinggi dan mengkristal dalam parenkim
ginjal.
2. Pertumbuhan Kristal
Setelah itu, akan terjadi pertumbuhan kristal. Pertumbuhan kristal
dimediasi secara epitaksial, yakni proses menumbuhkan kristal
dengan orientasi tertentu di atas kristal lain, di mana orientasi
ditentukan oleh kristal yang mendasarinya. Pertumbuhan kristal
ditentukan oleh ukuran, bentuk molekul, sifat fisik material, pH, dan
kecacatan yang mungkin terbentuk pada struktur kristal.
3. Agregasi
Selanjutnya, terjadi proses agregasi di mana inti kristal terikat satu
sama lain untuk membentuk partikel yang lebih besar. Jarak antar
partikel yang kecil akan meningkatkan gaya tarik dan agregasi
partikel. Agregat akan membesar dan menghalangi aliran keluar urin
dari tubulus renal, sehingga dapat mendorong pembentukan batu
yang lebih kecil.
4. Retensi
Proses selanjutnya yang dapat menyebabkan urolithiasis adalah
retensi kristal. Retensi kristal disebabkan oleh asosiasi kristal dengan
lapisan sel epitel dan tergantung pada komposisi permukaan sel
epitel tubulus ginjal. Apabila batu menyebabkan penyumbatan dan
tidak memungkinkan keluarnya urin melalui ureter, akan terjadi
hidronefrosis. Terdapat dua area penyempitan, antara lain di dekat
ureteropelvic junction (UPJ) dan di persimpangan ureterovesical
junction (UVJ).

3
Pathways
Faktor Instrinsik : Faktor Idiopatik : Faktor Ekstrinsik :

-Herediter -Gangguan metabolic -Geografis

-Umur -Infeksi saluran kemih -Iklim & temperatur

-Jenis kelamin -Dehidrasi -Asupan air

-Obstruksi -Diet

-Pekerjaan

Defisiensi kadar magnesium ,sitrat


prifosfor ,mukoprotein dan peptide

Resiko kristalisasi mineral

Peningkatan konsistensi larutan urine

Penupukan kristal

Pengendapan

Batu Saluran Kemih

Sumbatan saluran kemih Farmakologi

Ketidakpatuhan
Spesme batu Batu merusak Kencing
regimen teraupetik
saat turun dinding setempat tidak tuntas
dari ureter

Perubahan pola
Hematuria
Nyeri eliminasi urin Kurang
pengetahuan
Hb turun

Anemia

Intoleransi aktivitas
Insufisiensi O2

4
D.MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada Urolithiasis diantaranya :
1) Nyeri pinggang, yaitu nyeri tumpul dan tidak spesifik yang
dirasakan pada pinggang akibat adanya peregangan pada kapsul
ginjal, dapat bersifat akut maupun kronik, namun tidak sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari.
2) Nyeri kolik, yaitu nyeri yang hilang timbul yang dirasakan oleh
pasien disebabkan oleh adanya peregangan pada ureter dan adanya
Gerakan peristaltic ureter
3) Nausea, yaitu perasaan mual
4) Muntah, yaitu mengeluarkan Sebagian isi lambung melalui mulut
5) Dysuria, yaitu rasa tidak nyaman hingga rasa nyeri yang dirasakan
oleh pasien
6) Hematuria, yaitu adanya darah atau sel eritrosit dalam urin baik
yang tampak secara makroskopik maupun mikroskopik (Hidayah
et al., 2013).

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering
dikerjakan pada kasus-kasus urologi. Urine mempunyai pH yang
bersifat asam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5. Jika didapatkan pH yang
relatif basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri pemecah urea,
sedangkan jika pH yang terlalu asam kemungkinan terdapat asidosis
pada tubulus ginjal atau ada batu asam urat (Purnomo, 2003).
b. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan
paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam
urat bersifat non opak (radio-lusen) (Purnomo, 2014).

5
Gambar 1. Terlihat gambaran radioopak membentuk pelvis renalis yang
membesar. Menandakan batu pada kalix minor dan kalix mayor. Pada
gambaran radiologis disebut dengan Batu Staghorn

Gambar 2. Terlihat gambaran radioopak setinggi vertebra lumbal 4


menandakan adanya batu di ureter

Gambar 3. Terlihat radio – opak di daerah vesica urinaria menandakan


adanya batu di vesica urinaria

6
c. BNO-IVP
Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang dapat
menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras
radioopak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan
anatomi dan kelainan fungsi ginjal. Indikasi dari BNO – IVP yaitu
nefrolithiasis, nefritis adanya keganasan, kista dll. Kontraindikasi
dari penggunaan BNO – IVP adalah ureum yang meningkat, adanya
riwayat hipertensi, diabetes mellitus dll (Haque and Roekmantara,
2014). Sebelumnya pasien harus dilakukan skin test terlebih dahulu
untuk mengetahui apakah ada alergi pada bahan kontras.
Pemeriksaan faal ginjal juga diperlukan untuk mempersiapkan
pasien menjalani pemeriksaan foto BNO-IVP yang bertujuan untuk
mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal (Purnomo,
2003).
Teknik pelaksanaannya, yaitu pertama kali dibuat foto polos
abdomen (sebagai kontrol). Setelah itu bahan kontras disuntikkan
secara intra vena, dan dibuat foto serial beberapa menit hingga satu
jam, dan foto setelah miksi. Jika terdapat keterlambatan fungsi
ginjal, pengambilan foto diulangi setelah jam ke-2, jam ke-6, atau
jam ke 12 (Purnomo, 2014).
• Fase Ekskresi (3-5 menit)
Melihat apakah ginjal mampu mengekskresikan kontras yang
dimasukkan.
• Fase Nefrogram (5-15 menit)
Fase dimana kontras menunjukkan nefron ginjal, pelvis
renalis, ureter proximal.
• Fase Uretrogram (30 menit)
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis
renalis dan ureter proksimal terisi maksimal dan ureter distal
mulai mengisi kandung kemih.
• Fase Vesica Urinaria Full Blast (45 menit)

7
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, pelvis
renalis, ureter hingga kandung kemih.
• Pasca miksi
Menilai sisa kontras (residu urine) dan divertikel pada buli-
buli.
d. Ultrasonografi
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang
bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang
berbeda kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak invasif dan tidak
menimbulkan efek radiasi. USG dapat membedakan antara massa
padat (hiperekoik) dengan massa kistus (hipoekoik), sedangkan batu
non opak yang tidak dapat dideteksi dengan foto ronsen akan
terdeteksi oleh USG sebagai echoic shadow (Purnomo, 2003).
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras,
faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil (Dhar
and Denstedt, 2009). Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal (Tubagus, 2017).
Pada kalkulus USG didiagnosis ketika area hiperekoik (karena
pengasifikasi) terlihat dengan bayangan akustik. USG tidak dapat
membedakan pengasifikasian dari penyebab lain (misalnya
haematoma terkalsifikasi) dari kalkulus. Namun opasitas terkalsinasi
dalam sinus ginjal biasanya dari kalkulus. USG juga dapat
mendeteksi batu ginjal USG dapat menunjukkan bayangan akustik,
USG juga dapat mengungkapkan hidronefrosis (Mittermayer, 1986).
e. CT Scan
Merupakan pemeriksaan gold standart pada pasien dengan
urolithiasis. Sensitivitas dan spesifitasnya paling baik (Sandhu et al.,
2018). CT scan spiral non kontras sekarang menjadi modalitas
pencitraan pilihan pada pasien yang hadir dengan kolik ginjal akut.

8
Ini cepat dan sekarang lebih murah daripada pyelogram intravena
(IVP). Ini gambar struktur peritoneal dan retroperitoneal lainnya dan
membantu ketika diagnosis tidak pasti. Itu tidak tergantung pada
teknisi radiologi yang berpengalaman untuk mendapatkan
pandangan miring yang tepat ketika ada kebingungan dengan gas
usus yang terlalu berlebihan di perut yang tidak disiapkan
(Mittermayer, 1986).
Batu asam urat divisualisasikan tidak berbeda dari batu kalsium
oksalat. Kalkulumi matriks memiliki jumlah kalsium yang memadai
untuk divisualisasikan dengan mudah oleh CT scan. HU dapat
membantu memprediksi jenis dan kekerasan batu. Batu kalsium
oksalat monohidrat, misalnya, sering memiliki HU > 1000,
sedangkan batu asam urat sering memiliki HU < 500. Peningkatan
penggunaan CT scan juga telah meningkatkan paparan radiasi
terhadap pasien batu, terutama yang memiliki penyakit berulang. CT
scan harus digunakan ketika diagnosis ragu dan tidak boleh
digunakan secara rutin untuk diagnosis (Dhar and Denstedt, 2009) .

F.PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada urolithiasis diantaranya
Konservatif, Medikamentosa, Intervensi Medis, dan Pembedahan.
1. Konservatif
Penatalaksanaan lini pertama yang diberikan pada urolithiasis
dengan nyeri kolik adalah hidrasi, analgesik, dan antiemetik. Obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti metamizole dipyrone
dapat diberikan dengan dosis oral tunggal maksimum 1000 mg dan
dosis harian total sampai dengan 5000 mg. Pilihan analgesik lain
adalah paracetamol dan natrium diklofenak. Golongan opioid dapat
menjadi pilihan untuk nyeri derajat berat atau yang refrakter. Selain
itu, pada pasien dengan keluhan mual dan muntah dapat diberikan
antiemetik seperti ondansetron, metoklopramid, atau promethazine.
2. Medikamentos

9
Ukuran batu berkontribusi terhadap keluarnya batu secara spontan.
Sekitar 86% batu akan keluar secara spontan dalam 30-40 hari.
Medical expulsive therapy (MET) dapat dipilih pada pasien dengan
ukuran batu yang kecil dan tidak ada komplikasi. MET harus
dihentikan jika terjadi komplikasi berupa infeksi, nyeri yang
refrakter, dan penurunan fungsi ginjal.
Indikasi untuk pemberian MET adalah batu dengan besar 5–10 mm.
Regimen yang umum digunakan antara lain:
• Alpha-blocker: direkomendasikan untuk ekspulsi batu ureter
bagian distal. Contohnya tamulosin, terazosin, dan doxazosin
• Calcium channel blocker: nifedipine extended release
• Kortikosteroid sebagai monoterapi atau kombinasi dengan
alpha-blocker: prednison, methylprednisolone
• Phosphodiesterase-5 inhibitors: tadalafil
3. Intervensi Medis
Ukuran batu yang besar atau presentasi klinis yang konsisten dengan
gagal ginjal akut, oliguria, anuria, systemic inflammatory response
syndrome (SIRS), atau hanya memiliki satu ginjal, kemungkinan
akan perlu intervensi segera :
• Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) adalah
teknik minimal invasif menggunakan energi gelombang
suara yang tinggi untuk memecah batu menjadi fragmen-
fragmen yang lebih kecil agar dapat keluar melalui urine.
Indikasinya adalah batu ukuran ≤ 2 cm yang terdapat di
pelvis, kaliks atas dan tengah. Cedera jaringan renal,
perdarahan, dan sisa fragmen batu menjadi komplikasi yang
dapat terjadi.
• Flexible Ureteroscopy (URS)
Flexible Ureteroscopy (URS) adalah metode intervensi
menggunakan endoskopi melalui traktus urinarius bagian

10
bawah ke dalam ureter dan kaliks untuk visualisasi dan
pengambilan batu. Metode ini menjadi pilihan yang baik
untuk lower pole stones ukuran 1,5-2 cm dan pada pasien
yang mengonsumsi antikoagulan atau antiplatelet.
4. Pembedahan
Menurut pedoman American Urological Association (AUA),
indikasi dilakukannya pembedahan, antara lain:
a. Batu ureter > 10 mm
b. Batu ureter distal tanpa komplikasi ≤ 10 mm yang tidak
keluar secara spontan setelah 4–6 minggu
c. Batu ginjal yang menimbulkan obstruksi
d. Gejala simptomatik dengan penyebab lain yang telah
disingkirkan
e. Pasien anak dengan batu ureter yang gagal terapi sebelumnya
f. Kehamilan dengan batu ureter atau ginjal yang gagal sembuh
setelah observasi
• Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) adalah Modalitas lain
untuk fragmentasi dan ekstraksi batu dengan membuat insisi di
belakang dan dilatasi menggunakan nefroskop untuk akses batu
pada renal pyelocalyceal system dan ureter proksimal. Indikasi
dilakukan PCNL antara lain batu ukuran > 2 cm di pelvis renal
atau kaliks, batu multipel, dan kontraindikasi terhadap ESWL
dan URS.
• Operasi Laparoskopi
Laparoskopi untuk urolithiasis membutuhkan 3-4 sayatan.
Tindakan ini diindikasikan pada kasus urolithiasis terkait
kelainan renal atau komplikasi lain dimana teknik minimal
invasif tidak dapat dilakukan.
• Operasi Terbuka

11
Nefrostomi terbuka semakin jarang dilakukan karena
memerlukan sayatan tunggal besar untuk akses batu, sehingga
memiliki risiko komplikasi lebih besar. Komplikasi dapat berupa
perdarahan, nyeri berlebihan, dan pemanjangan durasi rawat inap
dan pemulihan. Umumnya, tindakan ini dilakukan pada kasus
sulit, pasien obesitas, atau tidak terdapat pilihan modalitas lain.

II.KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Keluhan pasien mengenai batu saluran kemih dapat bervariasi, mulai
dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan hingga berat (kolik),
disuria, hematuria, retensi urine, dan anuria. Keluhan tersebut dapat
disertai dengan penyulit seperti demam dan tanda gagal ginjal.
Selain itu, perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu yang
berhubungan dengan penyakit batu saluran kemih seperti obesitas,
hiperparatiroid primer, malabsorbsi gastrointestinal, penyakit usus
atau pankreas. Riwayat pola makan juga ditanyakan sebagai
predisposisi batu pada pasien, antara lain asupan kalsium, cairan
yang sedikit, garam yang tinggi, buah dan sayur kurang, serta
makanan tinggi purin yang berlebihan, jenis minuman yang
dikonsumsi, jumlah dan jenis protein yang dikonsumsi. Riwayat
pengobatan dan suplemen seperti probenesid, inhibitor protease,
inhibitor lipase, kemoterapi, vitamin C, vitamin D, kalsium, dan
inhibitor karbonik anhidrase. Apabila pasien mengalami demam atau
ginjal tunggal dan diagnosisnya diragukan, maka perlu segera
dilakukan pencitraan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK sangat bervariasi mulai tanpa
kelainan fisik sampai adanya tanda-tanda sakit berat, tergantung

12
pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan (komplikasi).
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan antara lain:
Pemeriksaan fisik umum : Hipertensi, demam, anemia, syok
Pemeriksaan fisik urologi :
• Sudut kostovertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran
ginjal
• Supra simfisis : Nyeri tekan, teraba batu, buli kesan penuh
• Genitalia eksterna : Teraba batu di uretra
• Colok dubur : Teraba batu di buli-buli (palpasi bimanual)

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis banding urolithiasis antara lain pyelonephritis, appendicitis
akut, dan kehamilan ektopik.
1. Pyelonephritis
Pada pyelonephritis didapatkan tanda dan gejala infeksi saluran
kemih, demam, dan nyeri pinggang. Pada pemeriksaan fisik, dapat
ditemukan nyeri ketuk CVA. Pada pemeriksaan penunjang urinalisis
atau kultur urin dapat ditemukan tanda ISK, serta pada pencitraan
bisa tampak tanda infeksi renal dengan hidronefrosis.
2. Appendicitis Akut
Pada appendicitis akut didapatkan nyeri perut kanan bawah, demam,
dan bisa tampak tanda peritonitis. Pemeriksaan penunjang urinalisis
normal atau ditemukan jejak sel darah putih maupun eritrosit.
Pencitraan seperti USG atau CT scan abdomen bisa menunjukkan
dilatasi apendiks.
3. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik bisa menyebabkan nyeri abdomen di area sekitar
panggul dengan atau tanpa perdarahan vagina. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai nyeri goyang serviks positif. Pemeriksaan penunjang
akan menunjukkan kadar hCG meningkat dan USG menunjukkan
adanya hasil konsepsi ekstrauterus.

13
C.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Rencana Asuhan Keperawatan adalah suatu metode yang
sistematis dan terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, yang
difokuskan pada reaksi dan respon unik individu pada suatu kelompok
dan perseorangn terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik aktual
maupun potensial.

14
BAB II TINJAUAN KASUS

A.Pengkajian
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri saat buang air kecil skala 4 dan buang air kecil
keluar tidak tuntas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan kurang lebih 1 minggu yang lalu nyeri pinggang dan
tiba-tiba nyeri saat buang air kecil dan saat buang air kecil merasa
keluarnya tidak tuntas, oleh keluarga klien dibawa ke IGD RSUD
Bangil dan dokter menyarankan untuk di rawat.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami saat seperti saat ini.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan didalam anggota kelurga tidak ada yang menderita
penyakit seperti klien.
5. Pola Management Kesehatan
Di Rumah : Klien ketika sakit hanya minum obat dari warung atau
jamu keliling.
Di Rumah sakit : Klien mematuhi semua yang dianjurkan oleh dokter
6. Pola Nutrisi
Di Rumah : Klien mengatakan makan 3 x/sehari dengan porsi sedang
napsu makan baik dengan lauk pauk dan sayur. Minum kurang lebih
1000 cc/hari.
Di Rumah sakit : Klien mengatakan nafsu makan menurun, makan
3x/hari dengan porsi diit dari Rumah sakit
7. Pola Eliminasi
Minum kurang lebih 700 cc/hari.
Di Rumah : Klien mengatakan buang air besar 1 kali/hari setiap pagi
dengan konsistensi normal, bau khas feses, konstipasi (-), tidak ada
keluahan buang air besar. Buang air kecil 5-4 kali/hari dengan warna
urine jernih, bau khas amonik, tidak ada keluhan Buang air kecil.

15
Di Rumah sakit : Klien mengatakan buang air besar 1 kali selama di
Rumah sakit dengan konsistensi sedikit dan keras. Buang air kecil
menggunakan selang cateter bau khas amonik dan warna kuning keruh
kehitaman kurang lebih 500 cc/hari.
8. Pola Istirahat Tidur
Di Rumah: Klien mengatakan tidur normal sekitar 7-8 jam/hari, tidak
ada gangguan tidur.
Di Rumah sakit: Selama sakit klien mengatakan sulit tidur, ± 3-4
jam/hari karena merasa tidak nyaman dengan tubuhnya yang sakit dan
suasana di rumah sakit.
9. Pola Aktivitas
Di Rumah: Klien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas
secara mandiri.
Di Rumah sakit: Klien mengatakan semua aktivitas dibantu oleh
keluarga.
10. Pola Reproduksi
Klien mengatakan memiliki 4 orang anak dan 6 cucu.
11. Pola Management Stress
Klien mengatakan saat sakit mengalami stress karena sebelumnya
tidak pernah mengalami saat seperti ini.
12. Pemeriksaan Fisik
❖ Keadaan umum : k/u lemah
❖ Kesadaran : Composmentis
❖ TTV
TD : 140/100
Nadi : 82x/menit
Suhu : 36,2°C
RR : 24x/menit
❖ Pemeriksaan Fisik
• Kepala

16
✓ Inspeksi : bentuk kepala normal, rambut tebal sedikit
beruban, tidak ada benjolan dan lesi, wajah simetris
✓ Palpasi : tidak ada nyeri tekan disekitar luka, tidak ada
krepitasi
• Mata
✓ Inspeksi : mata simetris, alis mata tebal, pupil isokor,
sclera normal, konjungtiva pucat, strabismus (-),
pergerakan bola mata normal, reflek cahaya (+),
pandangan sedikit berkurang.
• Hidung
✓ Inspeksi : hidung simetris, fungsi penciuman baik,
peradangan tidak ada, polip (-), nafas spontan.
• Mulut dan Tenggorokan
✓ Inspeksi : mukosa bibir kering, lidah kotor, karies gigi
(+), nafsu makan menurun, nyeri telan (-), stomatitis (+),
gusi tidak berdarah.
• Leher
✓ Inspeksi : tidak ada benjolan atau massa pada leher. Tidak
ada lesi .
✓ Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
• Thorax, Paru, dan Jantung
✓ Inspeksi : bentuk dada simetris. Pergerakan dinding dada
simetris, pola nafas iramaregular.
✓ Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
✓ Perkusi : Sonor (paru kiri dan paru kanan)
✓ Auskultasi : Suara nafas vesikuler, suara jantung normal ,
tidak ada bunyi tambahan.
• Abdomen
✓ Inspeksi : Asites (-), perut simetris, mual (+), muntah (-)
✓ Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada area epigastrik, tidak
ada pembesaran liver dan organ lain.

17
✓ Perkusi : Timpani
✓ Auskultasi : Bising usus normal 10-12 x/mnt
• Ekstremitas dan Persendian
✓ Inspeksi : tidak ada lesi Palpasi :tidak ada nyeri tekan
• Genetalia
✓ Inspeksi : Distensi kandung kemih (-), DC (+)
✓ Palpasi : ada nyeri tekan pada kandung kemih, Keluhan:
nyeri saat BAK
❖ Pemeriksaan Diagnostik
• Kalium : 2,50
• Hematologi Darah Lengkap :
✓ Leukosit (WBC) : 24,37
✓ Neutrofil : 18,7
✓ Limfosit : 2,2
✓ Monosit : 0,6
✓ Eosinofil : 0,7
✓ Basofil : 0,1
✓ Neutrofil % : H 84,3
✓ Limfosit % : L 9,6
✓ Monosit % : L 2,5
✓ Eosinofil % : 3,1
✓ Basofil% : 0,5
✓ Eritrosit (RBC) : 5,530
✓ Hemoglobin (HGB) : 14,77
✓ Hematokrit (HCT) : 42,58
✓ MCV : L 76,99
✓ MCH : L 26,71
✓ MCHC : 34,69
✓ RDW : L 9,90
❖ Terapi
• Infus NS 1000 cc/24 jam 20 tpm

18
• Injeksi cefftriaxon 2x1mg
• Injeksi Asam tranexsamat 3x50 mg
• Injeksi ranitidin 2x1mg
• Injeksi Antrain 2x1 mg

No Pengelompokan Data Masalah Kemungkinan


Penyebab

1 DS : Klien mengatakan nyeri saat Nyeri Akut Agen cedera


buang air kecil skala 4 dan buang bilogis (Trauma
air kecil keluar tidak tuntas pada traktus
urinarius)
DO : k/u : lemah, Kesadaran :
Composmentis, GCS : 4-5-6, TD :
140/100 mmhg, Nadi : 82 x/mnt,
Suhu : 36,2 ºC, RR : 24 x/mnt

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan klien asuhan keperawatan dengan batu saluran
kemih yaitu :
Nyeri Akut b.d Agen Pencedera biologis (trauma pada traktus urinarius d.d
nyeri saat buang air kecil

C.Rencana Tindakan
Intervensi Keperawatan
❖ Observasi
• Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
• Identifikasi skala nyeri
• Identifikasi respons nyeri non verbal
• Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

19
• Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
• Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
• Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
• Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
• Monitor efek samping penggunaan analgetik
❖ Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik ,biofeedback , terapi pijat ,
aromaterapi , teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
• Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
• Fasilitasi istirahat dan tidur
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
❖ Edukasi
• Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
• Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
❖ Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

D.Implementasi
Diagnosis Tgl/Jam Implementasi Paraf
Keperawatan
Nyeri akut b.d agen 05-03-2020 Lakukan pengkajian nyeri
pencedera biologis 15.00 P:Nyeri muncul saat berkemih
(trauma pada Q:Nyeri seperti di tusuk- tusuk
traktus urinarius) R: Nyeri timbul dari abdomen

20
bawah sampai ke punggung
S: Skala nyeri 4
T: Nyeri hilang timbul selama 5-15
menit

15.30 Mengobservasi reaksi non verbal


dari ketidaknyamanan: tampak
wajah pasien menahan nyeri

16.00 Mengajarkan teknik non


farmakologi: meminta pasien untuk
relaksasi
Memberikan analgetik untuk
mengurangi nyeri: Injeksi ranitidin
2x1mg, Injeksi Antrain 2x1 mg
16.30
Mengobservasi TTV: TD 130/90
mmhg N 82 x/mnt S 36 ºC RR 24
x/mnt

21
06-03-2020 Mengobservasi reaksi non verbal
07.00 dari ketidaknyamanan: tampak
wajah pasien menahan nyeri

Melakukan pengkajian nyeri


P:Nyeri muncul saat berkemih
Q:Nyeri seperti di tusuk- tusuk
R: Nyeri timbul dari abdomen
bawah sampai ke punggung
S: Skala nyeri 2
T: Nyeri hilang timbul selama 5-15
menit

08.00 Memberikan analgetik untuk


mengurangi nyeri: Injeksi ranitidin
2x1mg, Injeksi Antrain 2x1 mg

10.00 Mengajarkan teknik non


farmakologi: meminta pasien untuk
relaksasi

10.30 Mengobservasi TTV:TD 130/90


mmhg N 82x/mnt S 36,4 ºC RR
22x/mnt
07-03-2020 Mengobservasi reaksi non verbal
18.00 dari ketidaknyamanan: wajah
pasien tidak menampakkan
menahan nyeri

Melakukan pengkajian nyeri: klien


mengatakan sudah tidak saat saat
berkemih

19.00 Mengontrol lingkungan yang dapat


mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan: Mengatur pencahayaan
ruangan dan memperlakukan jam
besuk klien

22
20.00 Meningkatkan istirahat:
Menganjurkan pasien untuk
beristirhat

Mengobservasi TTV:TD 120/90


mmhg N 80x/mnt S 36 ºC RR 22
x/mnt

E.Evaluasi
Diagnosis Tgl/Jam Evaluasi Paraf
Keperawatan
Nyeri akut b.d agen 05-03-2020 S : Klien mengatakan nyeri saat
pencedera biologis 20.00 BAK skala 4 dan BAK keluar tidak
(trauma pada tuntas
traktus urinarius) O:
• k/u: lemah,
• kesadaran: komposmentis,
• GCS : 4-5-6
• TD : 130/90 mmhg
• Nadi : 80 x/mnt
• Suhu : 36,2 ºC
• RR : 24 x/mnt
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Keperawatan
1. Pain Management
2. Analgesic Administrati on

23
06-03-2020 S:
20.00 Klien mengatakan nyeri saat BAK
sudah berkurang skala 2 dan BAK
keluar lumayan banyak
O:
• k/u lemah,
• kesadaran : komposmentis,
• GCS : 4-5-6
• TTV : TD 130/90 mmhg,
Nadi 82x/mnt, Suhu 36,4
ºC, RR 22 x/mnt

A : Masalah Teratasi Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi
Keperawatan

1. Pain Management
2. Analgesic Adminis tration

07-030-2020 S : Klien mengatakan sudah tidak


20.15 nyeri saat BAK dan BAK keluar
sudah normal O:
k/u lemah,
kesadaran: komposmentis,
GCS : 4-5-6
TTV : TD 120/90 mmhg, Nadi
80x/mnt, Suhu 36 ºC, RR 22 x/mnt
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : lanjutkan Intervensi
Keperawatan 1. Pain Managemen
2. Analgesic Administrati on

24
BAB III PEMBAHASAN

A.Pengkajian
Berdasarkan data pengkajian didapatkan pada klien mengatakan
nyeri saat buang air kecil skala 4 dan buang air kecil keluar tidak tuntas
data objektif: k/u: lemah, kesadaran: komposmentis, GCS : 4-5-6 TTV:
tensi darah 130/90 mmhg nadi 80 x/menit suhu 36,2 ºC respirasi 24
x/menit. P:Nyeri muncul saat berkemih Q:Nyeri seperti di tusuk- tusuk R:
Nyeri timbul dari abdomen bawah sampai ke punggung S: Skala nyeri 4 T:
Nyeri hilang timbul selama 5-15 menit.
Menurut Brunner & Suddarth (2016) batu saluran kemih dapat
menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat infeksi
dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Penelitian Shang et.al. (2017)
dan Kittanamongkolchai et.al. (2017) mendapatkan hasil batu ginjal secara
signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko hipertensi. dan infeksi
(Silla, 2019).
Menurut peneliti berdasarkan data-data fakta dan teori tersebut
tidak terjadi kesenjangan dimana kedua klien mengeluh nyeri saat BAK
dan saat BAK tidak normal hal ini merupakan tanda gejala klien menderita
batu saluran kemih.

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien yaitu nyeri akut b.d agen cedera
biologis ditegakkan berdasarkan data keluhan yang didapat oleh peneliti
pada saat pengkajian.
Pada klien yang mengalami batu saluran kemih terdapat masa
keras berbentuk batu kristal di sepanjang saluran kemih sehingga
menimbulkan rasa nyeri (Silla, 2019). Nyeri merupakan tanda gejala
utama yang dirasakan apabila batu masuk ke dalam ureter, dan nyeri yang
terjadi secara mendadak, intensitas tinggi dan terjadi dibawah tiga bulan
disebut sebagai nyeri akut (Fadlilah, 2019). Nyeri akut atau pengalaman
sensori dan emosional tidak menyenangkan muncul akibat kerusakan
jaringan aktual atau potensial atau yang di gambarkan sebagai kerusakan

25
(internasional association for the studi of pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atu diprediksi (NANDA, 2018). Nyeri yang tidak tertangani
dengan bernar akan berefek pada mobility dan lama penyembuhan (Silla,
2019). Menurut peneliti Nyeri akut muncul akibat kerusakan jaringan
aktual atau potensial yang disebabkan oleh kristal atau batu yang ada
disaluran kemih.

C.Rencana Asuhan Keperawatan


Intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu Pain Management dan
Analgesic Administration.
Penatalaksanaan nyeri akut karena ureterolithiasis dapat dilakukan
dengan memberikan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan untuk
mengatasi nyeri adalah salah satunya dengan menggunakan teknik
distraksi (Ramadani & Setiyaningsih, 2018). Selain itu, terapi relaksasi
dan musik merupakan satu dari banyaknya tindakan keperawatan yang
dapat digunakan untuk menurunkan nyeri (Risnah, et al., 2019).

D.Implementasi
Implementasi keperawatan klien diberikan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang dibuat, akan tetapi ada perbedaan dalam pemberian
terapi medias yaitu pada klien 1: Injeksi cefftriaxon 2x1mg, Injeksi Asam
tranexsamat 3x50 mg, Injeksi ranitidin 2x1mg, Injeksi Antrain 2x1 mg.
Penatalaksanaan nyeri akut karena ureterolithiasis dapat dilakukan
dengan memberikan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan untuk
mengatasi nyeri adalah salah satunya dengan menggunakan teknik
distraksi. Berdasarkan hasil penelitian, setelah dilakukan tindakan
keperawatan distraksi (membaca buku cerita) selama 3 hari masalah nyeri
akut teratasi. Hasil penelitian menunjukkan penurunan skala nyeri rata-rata
adalah 4 bahkan hilang (Ramadani & Setiyaningsih, 2018). Selain itu,
terapi relaksasi dan musik merupakan satu dari banyaknya tindakan

26
keperawatan yang dapat digunakan untuk menurunkan nyeri. Nyeri akut
dapat diturunkan dengan terapi kombinasi yaitu relaksasi dan musik.
Terapi kombinasi yang dilakukan ini dapat membantu melemaskan otot,
pengalihan, memunculkan emosi positif dan menenangkan, sehingga nyeri
teralihkan (Risnah, et.al., 2019).
Menurut peneliti impelentasi yang diberikan kedua klien sudah
disesuaikan dengan kebutuhan klien yang membedakan hanya dalam
pemberian terapi medis yang disesuikan resep dari dokter.

E.Evaluasi
Evaluasi keperawatan berdasarkan tiga hari pelaksanan tindakan
didapatkan hasil pada hari ke tiga yaitu klien mengatakan sudah tidak
nyeri saat buang air kecil dan buang air kecil keluar sudah normal.
Evaluasi untuk penderita batu saluran kemih yang mengalami nyeri
akut dapat berkurang dan teratasi dengan dilakukan tindakan pain
management dan analgesic administration (Fatonah, et al. 2016). Tindakan
keperawatan untuk mengatasi nyeri adalah salah satunya dengan
menggunakan teknik distraksi. Berdasarkan hasil penelitian, setelah
dilakukan tindakan keperawatan distraksi (membaca buku cerita) selama 3
hari masalah nyeri akut teratasi. Hasil penelitian menunjukkan penurunan
skala nyeri rata-rata adalah 4 bahkan hilang (Ramadani & Setiyaningsih,
2018)
Menurut peneliti evaluasi keperawatan selama tiga hari pada klien
menunjukan perkembangan yang signifikan dengan dibuktikan data
subjektif dan objektif yang sudah tidak merasakan nyeri saat buang air
kecil.

27
DAFTAR PUSTAKA

Haryadi, H., Kaniya, T. D., Anggunan, A., & Uyun, D. (2020). Ct-Scan Non
Kontras Pada Pasien Batu Saluran Kemih. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 11(1), 284–291. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.272
Hidayah, I. D., Nugroho, & T Widianto, A. (2013). Hubungan Lokasi Batu Ureter
dengan Manifestasi Klinis pada Pasien Ureterolithiasis di RSKB An Nur
Yogyakarta. In Jkki (Vol. 5, Issue 2, pp. 97–105).
PERMATASARI, A. A. (2021). DIAGNOSTIK UROLITHIASIS. MEDFARM:
Jurnal Farmasi Dan Kesehatan, 10(1), 35–46.
https://doi.org/10.48191/medfarm.v10i1.53
Silalahi, M. K. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Penyakit Batu Saluran Kemih Pada di Poli Urologi RSAU dr. Esnawan
Antariksa. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 12(2), 205–212.
https://doi.org/10.37012/jik.v12i2.385
Sutanto, dr. Karina. 2020. Urolithiasis.
https://www.alomedika.com/penyakit/urologi/urolithiasis/etiologi#:~:text
Terbentuknya%20kalsium%20oksalat%2C%20kalsium%20fosfat,urat%2
berlebih%2C%20atau%20gangguan%20ekskresi Diakses pada tanggal 24
Maret 2021.

28
LAMPIRAN

29

Anda mungkin juga menyukai