Anda di halaman 1dari 5

MERAIH DUNIA DAN AKHIRAT DENGAN ILMU

Agama kita adalah agama yang ilmiah. Oleh karenanya, menuntut ilmu
menjadi sebuah keharusan bagi setiap muslim. Tidak mungkin seseorang
dapat menjalankan sesuatu tanpa tahu ilmunya, baik dalam urusan dunia
maupun akhirat. Untuk bisa meracik obat yang menyembuhkan, seorang
apoteker harus mempunyai ilmu yang mumpuni dan kompeten dalam bidang
meracik obat. Jika tidak, obat tidak bisa menyembuhkan, malah memperburuk
bahkan mematikan. Dalam hal duniawi saja harus dengan ilmu, apalagi dalam
hal agama yang sangkut pautnya tidak hanya masalah dunia tetapi juga
kehidupan akhirat yang abadi. Maka wajib bagi seorang muslim untuk
mengetahui ilmu agamanya.

Kedudukan seorang hamba terhadap ilmu terletak pada seberapa besar


perhatian seseorang dalam mengagungkan dan memuliakan ilmu. Barang
siapa yang tidak memuliakan ilmu maka ilmu tidak akan memuliakan orang
tersebut. Oleh karena itu, seorang penuntut ilmu hendaknya memperhatikan
segala perkara yang dapat membantunya dalam mengagungkan dan
memuliakan ilmu agar dapat meraih ilmu yang bermanfaat.

A. Meluruskan Niat

Niat diartikan sebagai al-qashdu (keinginan atau tujuan), sedangkan


secara istilah, niat adalah keinginan seseorang dalam hatinya untuk
melakukan sesuatu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ات َوإامَّنَا لا ُك ال ْام ار ٍئ َما نَ َوى‬


‫ال اِبلنايم ا‬
ُ ‫إمَّنَا اْأل َْع َم‬
Artinya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang akan dibalas berdasarkan apa yang
diniatkan.”

Apa yang Rasulullah sampaikan, menggambarkan begitu penting dan


esensinya niat terhadap status amal yang kita perbuat. Bayangkan saja,
amalan seseorang akan jadi tidak bernilai apa-apa, apabila tanpa disertai
niat yang benar atau tujuan yang jelas. Dan selanjutnya, balasan yang
seseorang peroleh dari amalnya, sangat tergantung pada niatnya. Di sini,
yang dimaksud sebagai amalan meliputi amalan hati, lisan, dan perbuatan.
Imam Nawawi kemudian menjelaskan niat itu disyariatkan untuk
beberapa hal sebagai berikut:

1. Membedakan antara ibadah dengan kebiasaan.


Misalnya saja, duduk dan berdiam diri di masjid. Kegiatan
tersebut dapat bernilai ibadah apabila diniatkan untuk I’tikaf.
Namun akan menjadi rutinitas belaka, apabila tujuannya untuk
istirahat. Mandi yang dilakukan sehari-hari, merupakan rutinitas.
Tapi lain halnya, ketika mandi tersebut diniatkan untuk mandi
junub, maka niat akan membedakan ibadah dan kebiasaan.
2. Membedakan ibadah yang satu dengan ibadah yang lain.
Misalnya, seseorang menunaikan ibadah puasa diluar bulan
Ramadhan. Belum tentu yang dikerjakan adalah puasa sunnah,
tapi mungkin saja untuk membayar hutang puasa di bulan
Ramadhan.

Maka dari itu, penuntut ilmu hendaknya mengikhlaskan niatnya dalam


belajar hanya berharap ridho Allah Ta’ala semata. Menuntut ilmu,
hendaknya didasari keinginan untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan
tubuh. Dalam menuntut ilmu, seseorang akan meraih ilmu sesuai dengan
kadar keikhlasannya.

Adapun ikhlas dalam menuntut ilmu dibangun atas empat perkara:

1. Berniat menghilangkan kebodohan dalam diri sendiri


2. Berniat untuk menghilangkan kebodohan orang lain
3. Berniat untuk menghidupkan ilmu dan menjaganya agar ilmu
tersebut tidak hilang
4. Berniat untuk mengamalkan ilmu tersebut

B. Kewajiban Menuntut Ilmu

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ضةٌ َعلَى ُك ال ُم ْسلاٍم َوُم ْسلا َم ٍة‬ ‫طَلَ ا‬


َ ْ‫ب الْع ْل ام فَ اري‬
ُ
Artinya: “Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim
perempuan.” (HR. Ibnu Abdil Barr)

Namun, seringkali yang menjadi orientasi adalah indeks prestasi.


Padahal menuntut ilmu haruslah diniatkan untuk Allah semata, sementara
indeks prestasi juga harus diperjuangkan sebagai wasilah (sarana) untuk
belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga yang ada kemudian adalah
sikap tenang dan sabar, meski hasil ujian belum sesuai harapan.

Dalam hadits ini, ilmu yang diwajibkan, bukanlah ilmu sains atau ilmu
terapan lainnya, melainkan ilmu agama. Sebab, ilmu agama hukumnya
fardhu ‘ain, artinya belajar ilmu agama wajib bagi tiap individu muslim, dan
konsekuensi dosa akan ditanggung masing-masing. Sebab dengan ilmu
agama ini, akan menunjang kesempurnaan seorang muslim dalam
beribadah. Kaidahnya, sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan
kewajiban, maka mempelajarinya menjadi wajib.

Sholat lima waktu misalnya, agar sholat menjadi sah, seorang muslim
wajib mengerti ilmu tata cara shalat yang benar, ilmu untuk mengetahui
kapan waktunya shalat, serta rukun dan syarat sah shalat. Bila seorang
muslim tidak mengetahui ilmu untuk melaksanakan sholat lima waktu, tentu
ibadah tersebut menjadi tidak sempurna, bahkan salah-salah bisa bernilai
dosa.

C. Ilmu sebelum Amal

Dalam hidup, kita diperintahkan oleh Allah untuk melakukan sebaik-


baiknya amal. Sehingga, bisa dikatakan, tingkat keberhasilan kita dalam
menjalani hidup, sangat tergantung dengan kualitas amal yang kita lakukan.

Ilmu adalah pemimpin dan amal adalah pengikutnya. Ilmu dan amal
ibarat pohon dan buah. Amal yang baik, meniscayakan pemahaman yang
baik tentang ilmu yang mendasari amal tersebut. Ilmulah yang
menyebabkan rasa takut kepada Allah dan mendorong manusia untuk
melakukan amal.

Ilmu pula, yang mampu membuat manusia bisa membedakan haq dan
bathil, antara benar dan salah, yang halal dan haram, yang terpuji dan hina.
Lewat ilmu juga, manusia dapat membedakan yang mana yang harus
didahulukan untuk dilakukan, dan yang mana yang bisa diakhirkan.

Karena itu, Umar bin Abdul Aziz berkata, “Barangsiapa melakukan


suatu pekerjaan tanpa ilmu pengetahuan tentang itu, maka apa yang dia
rusak lebih banyak dari apa yang dia perbaiki.”

D. Adab-Adab Menuntut Ilmu


Dalam menuntut ilmu, ada adab-adab yang perlu diperhatikan jika
ingin memperoleh keberkahan dalam prosesnya. Sebagaimana yang telah
dibahas sebelumnya, bahwa keberhasilan menuntut ilmu sebanding
dengan tingkat takwa kepada Allah.

Berikut beberapa adab menuntut ilmu yang dikutip dari kitab Ta’lim
Muta’allim:

1. Mempelajari ilmu dari guru


2. Sabar dan tekun
3. Berusaha melawan hawa nafsu
4. Memilih teman belajar yang baik
5. Menghormati ilmu dan guru
6. Tidak bosan dengan ilmu
7. Meninggalkan akhlak yang tercela
8. Bersungguh-sungguh dalam belajar
9. Selalu memohon pertolongan Allah

E. Kesalahan yang Wajib Dijauhi

Di antara kesalahan yang wajib dijauhi oleh penuntut ilmu yaitu:

1. Hasad
2. Berfatwa tanpa Ilmu
3. Kibr (sombong)
Sombong adalah menolak kebenaran. Bagi penuntut ilmu, termasuk
sombong adalah membantah ulama’, guru atau orang yang
mengajarinya, baik dengan memperpanjang pembicaraan atau
dengan adab yang jelek, juga menganggap rendah kepada orang
yang belajar kepadanya dari kalangan orang yang lebih rendah
darinya.
4. Merasa Mampu (‘Alim) sebelum Layak
Perkara ini wajib dihindari karena dapat menimbulkan rasa ujub, sulit
menerima kebenaran yang datang kepadanya dan menunjukkan
kurangnya pemahaman dan pengetahuan dirinya.
5. Buruk Sangka
Terlebih bila buruk sangka terhadap guru. Padahal, bisa jadi seorang
guru memutuskan sesuatu dengan banyak pertimbangan, yang
mungkin belum kita pahami.

F. Pentingnya Menguasai Ilmu yang Fardhu Kifayah


Berbeda dengan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain, suatu ilmu dihukumi
fardhu kifayah, apabila ilmu tersebut cukup dipelajari satu atau beberapa
orang saja di suatu daerah, dan yang lain bebas dari kewajiban tersebut.
Namun, bila di daerah tersebut tak ada seorangpun yang mempelajarinya,
maka semua orang di daerah tersebut mendapat dosa. Shalat jenazah
misalnya, hukumnya fardhu kifayah, sehingga ketika di suatu tempat sudah
ada Ustadz atau orang alim yang mengetahui ilmu tentang cara shalat
jenazah, maka yang lain telah gugur dari kewajiban untuk mempelajari ilmu
tentang shalat jenazah.

Mempelajari ilmu sains dan ilmu terapan, seperti ilmu dibidang


kesehatan, hukumnya juga bisa menjadi fardhu kifayah, apabila dengan
mempelajarinya dapat mencegah suatu daerah dari suatu mudarat atau
wabah penyakit berbahaya. Karena hal itu merupakan ikhtiar dan tidak ada
hubungannya dengan sihir, jimat dan klenik. Imam Syafi'i rahimahullah
berkata, "ilmu itu ada dua, yaitu ilmu fiqih untuk mengetahui hukum agama,
dan ilmu kedokteran untuk memelihara badan.”

Anda mungkin juga menyukai