Anda di halaman 1dari 9

HADIS HADIS TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR

MAKALAH

DOSEN PENGAMPU
Dr. Nurul Iman Lc. M.HI.

Disusun Oleh:
Memo Valentino Hutagaol
NIM: 23160330

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2023
1. PENDAHULUAN

Belajar atau menuntut ilmu merupakan hal yang sangat penting untuk mewujudkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tanpa ilmu, manusia tidak dapat melakukan segala hal.
Untuk mencari nafkah perlu ilmu, beribadah perlu ilmu, bahkan makan dan minumpun perlu
ilmu. Dengan demikian belajar merupkan sebuah kemestian yang tidak dapat ditolak apalagi
terkait dengan kewajiban seorang sebagai hamba Allah swt. Jika seorang tidak mengetahui
kewajibannya sebagai hamba bagaimana bisa dia dapat memperoleh keselamatan di dunia dan
akhirat. Selanjutnya, amal menjadi ma`mum kepada ilmu. Tidak sah amal tanpa ilmu. Jadi
dalam makalah yang sederhana ini akan dibahas mengenai kewajiban menuntut ilmu atau
kewajiban belajar dari sudut pandang kajian hadis tematik.
Oleh sebab itu dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa hadis tentang kewajiban
menuntut ilmu. Ada 50 hadis yang diriwayatkan dari Rasul saw terkait mengenai kewajiban
menuntut ilmu. Namun, dalam makalah ini akan dibahas bebera saja dari hadis tersebut karena
pada dasarnya isi dan pesannya sama. Sebelum membahas mengenai kewajiban menuntut ilmu
dalam hadis ini akan dibahas pula mengenai pengertian wajib belajar setelah itu baru dibahas
mengenai kewajiban belajar sebagaimana tertuang dalam hadis-hadis Rasul saw. Untuk lebih
memperjelas topik ini dipaparkan selanjutnya mengenai definisi ilmu, klasifikasinya serta
keutamaannya. Dengan demikian jelaslah bagaimana kewajiban menuntut ilmu, apa itu ilmu,
pembagian ilmu dan keutamaan menuntut ilmu. Makalah ini dapat lebih memotivasi untuk giat
belajar dan mendalami ilmu terutama ilmu-ilmu agama. Dewasa ini, semua bangsa-bangsa
menyadari pentingnya ilmu.
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam sangat menekankan
terhadap pentingnya ilmu. Al-qur‟an dan As-sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari
dan mendapatkan ilmu, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat
yang tinggi. Kemampuan untuk belajar merupakan sebuah karunia Allah yang mampu
membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia
untuk mampu belajar dan menjadi pemimpin di dunia ini. Maka dari itu manusia diwajibkan
untuk belajar dan mengajar. Akan tetapi, terkadang seseorang membutuhkan dalil sebelum
percaya dengan perintah kewajiban belajar mengajar. Karena itulah, penulis ingin membahas
hadits tentang kewajiban belajar mengajar (Sagala, 2022).
2. EKSISTENSI BELAJAR DALAM PESFEKTIF ISLAM

Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup,
baik didunia maupun akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah mengajarkan kepada Adam dan
semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya
dalam kehidupan ini, baik tugas khilafah maupun tugas ubudiah. Oleh karena itu, Rasulullah
menyuruh, dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu pengetahuan Perintah menuntut ilmu
yang disampaikan Rasulullah Saw sejalan dengan perintah Allah Swt. Dalam Alquran
ditemukan ayat-ayat yang memerintahkan untuk menuntu ilmu dan petunjuk-petunjuk dan
urgensinya. Ayat-ayat itu antara lain sebagai berikut:

Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya. (QS.‘Alaq : 1–5)
Ayat ini dapat dijadikan sebagai alasan bahwa ilmu pengetahuan itu penting dalam
kehidupan manusa. Allah memeritahkan manusia agar membaca sebelum memerintahkan dan
melakukan pekerjan lain. Ayat ini juga menunjukkan karunia Allah Swt kepada manusia, sebab
dia dapat mememukan kemampuan belajar bahasa. Tambahan lagi, manusia juga dapat
mempelajari baca tulis, ilmu pengetahuan, keterampilan yang beragam, petunjuk dan keimanan
serta hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia sebelum diajarkan kepadanya.
Betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia tidak diragukan lagi.
Dalam melaksanakan pekerjaan dari yang sekeci-kecilnya sampai kepada yang sebesar-
besaarnya, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan. Hal itu dimaksudkan agar Adam mampu
mengemban tugasnya sebagai khalifah (Rika Kumala Sari, 2017).
3. KEWAJIBAN BELAJAR

Kewajiban menuntut ilmu telah diterangkan dalam Al-Quran dan Hadits. Belajar
merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia, karena dengan belajar manusia bisa
meningkatkan kemampuan dirinya. Dengan belajar, manusia juga dapat mengetahui hal-hal yang
sebelumnya tidak ia ketahui. Selanjutnya, kita khususnya sebagai umat muslim haruslah lebih
memperhatikan lagi dalam hal belajar, karena di dalam agama Islam sudah dijelaskan keutamaan
bagi para penuntut ilmu.

Allah menerangkan anjuran untuk menuntut ilmu di dalam al-quran q.s. al-mujadalah ayat 11:

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإَذ ا ِقيَل َلُك ْم َتَفَّسُحو۟ا ِفى ٱْلَم َٰج ِلِس َفٱْفَس ُحو۟ا َيْفَس ِح ٱُهَّلل َلُك ْم ۖ َو ِإَذ ا ِقيَل ٱنُش ُز و۟ا َفٱنُش ُز و۟ا َيْر َف ِع ٱُهَّلل ٱَّل ِذ يَن َء اَم ُن و۟ا ِم نُك ْم‬
‫َو ٱَّلِذ يَن ُأوُتو۟ا ٱْلِع ْلَم َد َر َٰج ٍتۚ َو ٱُهَّلل ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َخ ِبيٌر‬

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam


majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kutipan ayat tersebut menerangkan bahwa betapa Allah akan mengangkat derajat mereka
yang menuntut ilmu beberapa kali lebih tinggi daripada yang tidak menuntut ilmu. Isyarat ini
menandakan bahwa dengan ilmu lah manusia bisa menjadi lebih mulia, tidak dengan hartanya
apalagi nasabnya. Dalam sebuah Hadis pun disebutkan tentang keutamaan mempelajari
ilmu pengetahuan dalam Islam, Rasulullah SAW bersabda:

‫َو َم ْن َس َلَك َطِر يًقا َيْلَتِم ُس ِفيِه ِع ْلًم ا َس َّهَل ُهَّللا َلُه ِبِه َطِريًقا ِإَلى اْلَج َّنِة‬

Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya
jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Dari kedua dalil di atas menerangkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk menuntut
ilmu, karena Allah telah berjanji di dalam Al-Qur’an bahwa barang siapa yang pergi untuk
menuntut ilmu maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan Rasulullah juga menjelaskan bahwa
dengan belajar atau berjalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya menuju
surga.

Di dalam kata-kata mutiara orang Arab juga menjelaskan tentang belajar:

‫ُأْطُلِب اْلِع ْلَم ِم َن اْلَم ْهِد ِإَلى الَّلْح ِد‬

Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian (bayi) hingga liang lahat.”

Bahwa kewajiban menuntut ilmu itu sepanjang hidup kita dimulai dari kita dilahirkan sampai
akhir hayat kita. Kewajiban ini akan terus ada dan tidak akan terlepas hingga akhir hayat kita.
Semoga kita dapat menjadi muslim yang dimuliakan Allah dengan ilmu kita. (Nihayati &
Ponandi, 2020)

4. MOTIVASI AGAR MUSLIM BELAJAR

Motivasi Belajar dalam Perspektif Islam Dalam perspektiktif Islam para penganutnya
sangat dianjurkan untuk mimiliki motivasi belajar yang tinggi, sehingga dengan adanya
motivasi belajar yang tinggi, ilmu pengetahuan akan mudah didapat oleh penganutnya. Dalam
menuntut ilmu, Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, sebagai mana Hadits
Rasulullah SAW : “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim” (HR. Baihaqi). Dari
hadits di atas jelaslah, Islam ingin menekankan kepada umatnya bahwa memiliki semangat
belajar yang tinggi sangat baik dan harus dilakukan.

Di hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda : “Apabila manusia telah mati, maka
putuslah pahala amalnya selain dari tiga yaitu : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan
anak yang sholeh yang mendoakan” (HR. Muslim). Dari Hadits ini dapat dipahami bahwa
seorang muslim yang berilmu pengetahuan dan mampu memfaatkan ilmunya sesuai dengan
tuntunan agama Islam, maka dia akan mendapat reward dunia dan akhirat, dimana di dunia
akan mendapat segala kemudahan dalam urusan dunia dan di akhirat mendapat amal yang
mengalir dari orang lain yang telah mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat darinya.
Sebagai seorang muslim yang baik sudah selayaknya untuk selalu memiliki semangat belajar
yang tinggi dan penuh perhatian dalam menggali dan mencari ilmu pengetahuan yang
berkuantitas dan berkualitas tinggi. Dalam petunjuk dan ajaran Islam sangat mengutamakan
dan memuliakan orang-orang yang melakukan aktivitas belajar dengan tujuan akan
meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuannya. Dapat dipahami bahwa sebagai orang
yang beragama Islam mesti memiliki semangat dan motivasi yang tinggi untuk selalu
melakukan aktivitas belajar dalam meningkatkan kualitas diri baik itu berhubungan dengan
ilmu agama maupun ilmu umum (Harmalis, 2019).

5. ANCAMAN BAGI YANG TIDAK MAU BELAJAR

Mesti Sadar bahwa Belajar Agama itu Penting Baik selaku orang tua dan anak, kita mesti
sadar bahwa mempelajari ilmu agama itu amat penting. Kita bisa jadi terjerumus dalam syirik
karena tidak tahu bahwa jimat, rajah, dan azimat termasuk kesyirikan karena adanya
ketergantungan hati pada selain Allah pada sebab yang tidak terbukti dengan dalil dan bukti
eksperimen. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َم ْن َع َّلَق َتِم يَم ًة َفَقْد َأْش َر َك‬

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR.
Ahmad, shahih).

Begitu pula shalat yang tidak beres seperti terlalu ‘ngebut’ (alias: cepat), akhirnya menjadikan
shalat tidak sah karena tidak adanya thuma’ninah. Dari Zaid bin Wahb, ia berkata bahwa
Hudzaifah pernah melihat seseorang yang tidak sempurna ruku’ dan sujudnya. Hudzaifah
lantas berkata,
‫ َو َلْو ُم َّت ُم َّت َع َلى َغْيِر اْلِفْطَرِة اَّلِتى َفَطَر ُهَّللا ُمَحَّم ًدا – صلى هللا عليه وسلم‬، ‫– َم ا َص َّلْيَت‬

“Engkau tidaklah shalat. Seandainya engkau mati, maka engkau mati tidak di atas fitroh yang
Allah fitrohkan pada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Bukhari). Shalat
orang yang ngebut-ngebutan, inilah yang dikatakan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai orang yang mencuri dalam shalatnya. Disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َال ُيِتُّم ُر ُك وَع َها َو َال ُسُجوَدَها‬: ‫ َيا َر ُسوَل ِهللا َو َكْيَف َيْس ِر ُقَها ؟ َقاَل‬: ‫ َقاُلوا‬، ‫ اَّلِذ ي َيْس ِر ُق َص َالَتُه‬، ‫ِإَّن َأْس َو َأ الَّناِس َس ِرَقًة‬.

“Sejelek-jelek manusia adalah pencuri yaitu yang mencuri shalatnya.” Para sahabat lantas
bertanya pada Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka bisa
dikatakan mencuri shalatnya?” “Yaitu mereka yang tidak menyempurnakan ruku’ dan
sujudnya”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Ahmad,hasan). Sayang seribu
sayang, hanya sedikit yang tahu kalau thuma’ninah (bersikap tenang dalam shalat, tidak cepat-
cepat) merupakan bagian dari rukun shalat yang jika tidak terpenuhi akan membuat shalat
menjadi batal.

Fenomena lain, sebagian pria begitu bangga dapat berhias diri dengan emas. Ketika
ditanya kenapa menggunakan emas, malah dijawab, “Apa salahnya menggunakan emas? Emas
itu sah-sah saja untuk cowok.” Padahal telah disebutkan dengan tegas dalam hadits Abu Musa,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ُأِح َّل الَّذ َهُب َو اْلَح ِريُر ِإِل َناِث ُأَّمِتي َو ُحِّر َم َع َلى ُذ ُك وِرَها‬

“Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para
pria.” (HR. An Nasai dan Ahmad, shahih). Kenapa emas hanya boleh untuk wanita?
Jawabnya, karena wanita lebih butuh berhias dibanding pria.

Ini semua di antara akibat dari tidak paham agama. Kita selaku seorang muslim mesti
paham akan agama kita sendiri yang kita butuhkan setiap harinya. Kita seharusnya bukan
hanya sekedar mengekor orang-orang atau membangun ibadah bukan di atas pijakan dalil atau
sekedar mengekor budaya non muslim. (Muslim.or.id)

6. IMPLIKASI DARI TIDAK BELAJAR

Ketidakpedulian dan ketidakmampuan orang tua dalam proses pengajaran anak di rumah
membuat proses pembelajaran di rumah tidak memiliki suaana belajar yang seharusnya.
Sehingga anak-anak di rumah merasa kurang terbimbing yang padaakhirnya merasa
kurang bersemangat belajar bahkan merasa jenuh dalam prosesbelajar. Kejenuhan
dilatari oleh kurangnya bimbingan baik dari orang tua maupun orang dewasa lainnya di
rumah yang diharapkan mampu menjadi sosok pengganti seorang guru yang nyata
berhadapan dengan siswa.

Kejenuhan secara harfiah menurut Suhayadi memiliki arti padat atau penuh sehingga
tidak mampu lagi memuat apa pun. Kejenuhan dalam belajar adalahrentang waktu yang
digunakan untuk belajar akan tetapi tidak mendatangkan hasil.Menurut Cherniss dalam
Ramadhani menyebutkan kejenuhan belajar adalahsuatu keadaan kelelahan fisik, mental,
sikap dan emosi indiviu atau pekerjaan karena keterlibatan yang intensif dengan pekerjaan
dalam jangka waktu yang panjang.Selanjutnya Cherniss menjelaskan kelelahan fisik akan
berdampak pada kemandegan pencapaian prestasi individu baik secara pribadi,
akademik, sosial maupun professional (KURNIA, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Harmalis, H. (2019). Motivasi Belajar Dalam Perspektif Islam. Indonesian Journal of


Counseling and Development, 1(1), 51–61. https://doi.org/10.32939/ijcd.v1i1.377
KURNIA, D. (2021). Dinamika Gejala Kejenuhan Belajar Siswa Pada Proses Belajar Online
Faktor Faktor Yang Melatarbelakangi Dan Implikasinya Pada Layanan Bimbingan
Keluarga. TEACHING : Jurnal Inovasi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 1(1), 1–10.
https://doi.org/10.51878/teaching.v1i1.70
Nihayati, & Ponandi, O. (2020). Internalisasi Nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
Dalam Aktivitas Belajar Internalization of Muhammadiyah and Islamic Values in Learning
Activities. Journal of Islamic and Muhammadiyah Study, 1(1), 1.
https://jims.umsida.ac.id/index.php/jims/article/download/224/203/
Rika Kumala Sari. (2017). Kewajiban Belajar dalam Hadis Rasulullah SAW. Sabilarrasyad,
II(02), 120–137.
Sagala, A. H. (2022). Kewajiban Belajar Mengajar Perspektif Hadis Nabi. Pena Cendikia, 5(1),
32–38.

Anda mungkin juga menyukai