Anda di halaman 1dari 5

Asyári Alfin Giovany

11-7 / 12

Dakwah Tentang Keutamaan Menuntut Ilmu

Assalamu’alaikum wr.wb

ُ‫صالَةُ للُِ ْال َح ْمد‬ َ ‫بَ ْع َدهُ أ َ َّما للاُ َعبْدُ بْنُ م َح َّمدُ َو َم ْوالَنَا‬
َّ ‫سيدنَا للاُ َرس ْولُ َعلَى َوال‬
َّ ‫سالَمُ َوال‬
Puji dan Syukur tak henti kita panjatkan kepada Allah SWT yang tiada henti memberikan nikmat,
berkah, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Karena nikmat dan hidayah dari Allah berupa
keimanan dan keislaman-lah yang membuat kita tetap kokoh berjalan di atas jalan Allah. Dan
nikmat kesehatan dan kesempatan dari Allah pula sehingga hari ini kita dapat berkumpul di tempat
ini dalam rangka melaksanakan salah satu aktivitas yang merupakan kewajiban kita sebagai umat
Islam, yakni menuntut ilmu.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang
diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini sebagai rahmatan lil alamiin, yang telah menggempur
kesesatan dan mengibarkan panji-panji kebenaran, serta memperjuangkan islam hingga sampai
kepada kita sebagai rahmat tak terperi dari allah SWT.

Para hadirin yang juga saya hormati dan semoga alloh mulyakan. Saya berada di podium ini
bukanlah untuk menyombongkan diri namun hanya untuk melatih diri dan ingin membagi ilmu yang
saya miliki, jadi jangan heran atau di salahkan jika nanti banyak kata kata saya yang tidak
dimengerti dan tidak dipahami. Saya saat ini akan membahas tema mengenai “Keutamaan
menuntutIlmu”.

Kita lahir di bumi ini dalam keadaan tak berilmu. Oleh karena itu, setiap orang tua berkewajiban
mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anaknya. Karena manusia lahir ke dunia
dalam keadaan tak berilmu, maka Allah SWT memerintahkan kepada semua manusia, terutama
umat islam untuk belajar atau menuntut ilmu sebagai bekal untuk menjalani hidup. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasul “Belajarlah karena seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan pandai, dan
pemilik ilmu itu tidak sama dengan orang yang bodoh.”

Dalam pandangan islam, ilmu adalah sesuatu yang tergolong suci. Ilmu bagaikan pelita
atau cahaya di malam yang gelap. Seseorang tak kan dapat berjalan dengan baik di malam yang
gelap tanpa cahaya atau pelita, demikian pula halnya tak dapat seseorang membedakan yang
benar dan salah, kecuali dengan ilmu. Mengenai perintah menuntut ilmu, Allah SWT
memerintahkan secara tersirat dalam wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW,

QS Al-Alaq ayat 1 – 5:

Yang artinya:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Wahyu pertama ini, sebagai tanda pengangkatan Muhammad menjadi utusan Allah,
memerintahkan “Iqro’= bacalah”. Meski tak secara langsung mengatakan “belajarlah”, namun
perintah Allah dalam ayat ini untuk membaca adalah perintah tersirat kepada manusia untuk
belajar, karena membaca merupakan salah satu cara untuk belajar. Membaca yang dimaksudkan
disini tak sekedar membaca buku atau materi pelajaran, tetapi juga bermakna sebagai perintah
untuk membaca dan memahami tanda-tanda kebesaran Allah.

Tidakkah kita sadari bahwa wahyu pertama ini, yang memerintahkan untuk membaca
mengandung makna yang luas tentang pentingnya belajar? Allah tidak menurunkan wahyu
pertama berupa perintah untuk shalat, puasa, sedekah, zakat dan sebagainya, tetapi perintah
“Iqro’ = bacalah” yang dapat kita tafsirkan sebagai perintah untuk belajar. Ini menunjukkan bahwa
sebelum kita beramal, kita wajib berilmu, yang insya Allah akan mengantarkan pada kebahagiaan
dunia akhirat. Islam tidak menghendaki umatnya sengsara di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu
perintah menuntut ilmu tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan.

Tegasnya, menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, meskipun di tempat yang jauh dari
negerinya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:

“Tuntutlah ilmu walaupun di negeri China karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena
ridha terhadap ilmu yang dituntutnya.’ (HR ibnu Abdi Al-bar).
Dari ayat dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menuntut ilmu pada dasarnya
adalah wajib/fardhu. Ada yang hukumnya fardhu ‘ain seperti menuntut ilmu agama, terutama yang
berkaitan dengan ibadah kepada Allah seperti cara berwudhu, shalat, dan sebagainya. Ada pula
yang hukumnya fardu kifayah, seperti ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk mendukung urusan-urusan
dunia, seperti ilmu kedokteran karena ilmu ini menjadi sesuatu yang penting untuk memelihara
tubuh, atau ilmu hitung karena ini menjadi sesuatu yang penting didalam muamalah (jual beli),
pembagian wasiat, harta waris dan lainnya. Selain itu, hukum menuntut ilmu bisa berubah menjadi
haram jika ilmu yang dipelajari dapat mendatangkan mudharat bagi diri sendiri maupun orang lain,
atau menyesatkan dan membahayakan, seperti ilmu hitam, ilmu sihir, ilmu santet dan sebagainya.

Allah mewajibkan manusia menuntut ilmu bukan tanpa sebab. Ada banyak sekali
keutamaan menuntut ilmu yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Allah SWT akan
mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-
Mujaadilah ayat 11:

َُّ َُ‫َد َر َجاتُ ْالع ْل َُم أوتوا َوالَّذينَُ م ْنك ُْم َءا َمنوا الَّذين‬
ُ‫ّللا يَ ْرفَع‬
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang
yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat." (Al-Mujaadilah:11)

Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas besarnya keutamaan, dan
ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di dunia dengan tingginya kedudukan dan
bagusnya suara (artinya dibicarakan orang dengan kebaikan) dan mencakup pula ketinggian
hissiyyah (yang dirasakan oleh tubuh dan panca indera) di akhirat dengan tingginya kedudukan di
jannah.

Satu hal lagi yang harus diketahui, bahwa orang yang berilmu memiliki pendirian yang teguh, tidak
mudah terombang-ambing, serta tidak mudah tergoda oleh bujukan syaitan. Bahkan dalam
sabdanya Rasulullah menyebutkan bahwa seorang yang berilmu (alim) lebih sulit digoda oleh
syaitan dari pada 1000 ahli ibadah yang tidak berilmu : “Seorang yang alim lebih sulit digoda oleh
syaitan dari pada 1000 ahli ibadah (yang tidak berilmu)” (HR. Tirmidzi)

Selanjutnya, yang tak kalah pentingnya untuk direnungkan adalah bahwa pada suatu saat
nanti, yang kita tak ketahui kapan datangnya, entah hari ini, esok, lusa atau kapan saja Allah
berkehendak, malaikat maut akan datang menjemput kita untuk menjalani kehidupan lain di alam
berbeda. Ketika masa itu tiba, tak ada lagi yang dapat kita lakukan untuk menambah isi pundi-
pundi pahala kita, terputuslah kita dari kehidupan dunia, kecuali 3 hal yaitu shadaqoh jariyah, ilmu
yang bermanfaat, serta anak sholeh yang selalu mendoakan, sebagaimana sabda Rasul :
‫ات إ َذا‬ َ َ‫الَّ َع َملهُ ا ْنق‬
َُ ‫ط َُع آ َد َُم ابْنُ َم‬ ُ‫نإ‬ َ ُ‫ َجاريَة‬، ‫بهُ ي ْنتَفَعُ ع ْلمُ أ َ ُْو‬، ‫َولَدُ أ َ ُْو‬
ُْ ‫ثَالَثُ م‬: ُ‫ص َدقَة‬
ُ‫صالح‬ َ ‫لَهُ يَ ْدع ُْو‬
"Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga
hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau seorang anak shalih yang
mendo'akannya." (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai investasi masa depan.
Dengan sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak soleh yang selalu mendoakan, kita
tetap mendapat tambahan pahala meski kita tak lagi menjalani kehidupan di alam fana ini. Hadits
ini juga menyiratkan perintah untuk ‘memanfaatkan’ ilmu yang kita miliki. Tak hanya sekedar
mengetahui suatu ilmu, tetapi perlu pengamalan dalam kehidupan. Kata orang bijak ‘ilmu tanpa
pengamalan ibarat pohon tanpa buah”. Ada pula yang menyebutkan, ilmu tanpa amal, pincang,
dan amal tanpa ilmu, buta. Oleh karena itu harus ada kesesuaian antara ilmu dan amal.

Selain mengamalkan ilmu yang kita miliki, kita juga diperintakan berbagi ilmu atau mengajarkan
ilmu yang kita miliki kepada orang lain. Berbagi ilmu dengan orang lain tak sama dengan berbagi
harta. Jika kita memberikan harta kita kepada orang lain, maka secara otomatis kita akan
kehilangan harta itu atau dengan kata lain kita tak lagi memilikinya. Berbeda halnya dengan
memberikan ilmu. Jika kita mengajarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain, kita tidak akan
kehilangan ilmu pengetahuan yang kita miliki, tetapi malah semakin menambah penguasaan kita
terhadap ilmu tersebut.

Yang harus kita ingat adalah ilmu yang dimiliki hendaknya tidak membuat kita tinggi hati dan
merasa lebih hebat dari orang lain. Niat menuntut ilmu hendaknya didasari keikhlasan karena Allah
SWT. Orang yang menuntut ilmu dengan niat untuk membanggakannya di hadapan manusia
diancam akan dimasukkan ke dalam neraka. Sabda rasul yang artinya: “Janganlah kalian
menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di
kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk
penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang
kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)”

Ilmu pengetahuan berkembangan seiring dengan perkembangan zaman. Jika kita berhenti
belajar, sementara ilmu pengetahuan semakin berkembang, maka kita akan tertinggal. Oleh
karena itu, proses belajar manusia tak hanya berhenti ketika kita menyelesaikan studi di bangku
pendidikan. Menuntut ilmu tak hanya dilakukan di bangku sekolah atau kuliah. Sejatinya, dunia ini
adalah laboratorium pendidikan. Setiap elemennya adalah sarana untuk menambah wawasan dan
mengambil pelajaran. Karena itulah, proses belajar manusia seharusnya berawal sejak manusia
dilahirkan hingga kematian menjemput. Rasulullah SAW bersabda: “Tuntutlah ilmu sejak dari
buaian sampai liang lahat”

Hadits tersebut menjadi dasar dari ungkapan “Long life education” atau pendidikan seumur hidup.
Berdasar dari hadits itu pula, kita seharusnya termotivasi aga r tak pernah lelah untuk belajar. Kita
niatkan perjuangan menuntut ilmu ini sebagai ibadah kepada Allah, dengan niat suatu hari kelak
akan kita bagi kepada orang lain, agar ilmu yang kita miliki tak hanya bermanfaat buat diri kita,
tetapi juga makhluk Allah yang lain. Jangan pernah berhenti belajar hal-hal bermanfaat, selama
kita masih diberi kesempatan oleh Allah. Dengan niat ikhlas karena Allah, mudah-mudahan kita
semua memperoleh keutamaan menuntut ilmu seperti yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Aamiin.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika
ada kekurangan itu datangnya dari diri saya sebagai makhluk dhoif yang tak luput dari khilaf, dan
atas semua kesalahan itu mohon dimaafkan dan dimohonkan ampun kepada Allah SWT. Semua
kebenaran yang terucap datangnya dari Allah SWT sebagai sang Khalik yang Maha Sempurna,
semoga dapat dijadikan pelajaran dan bahan renungan.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai