Anda di halaman 1dari 17

INTERPRETASI CITRA GEOLOGI

Konsep Dasar Penginderaan Jarak Jauh


Inderaja mempunyai 3 (tiga) konsep dasar yaitu; Spektral, Spatial dan Temporal (Lillesand dan

Kiefer, 1979).

1. Spektral adalah sifat objek didalam kemampuan benda untuk menyerap dan memantulkan

tenaga elektromagnetik / cahaya (berdasarkan rona dan warna).

2. Spatial adalah sifat objek yang berbeda karena perbedaan aspek ruang atau dimensi

(3Dimensi).

3. Temporal adalah sifat suatu objek yang berbeda karena waktu.

Hal tersebut di atas juga ditunjang oleh empat komponen utama yang berperan dalam

penginderaan jarak jauh yaitu :

Radiasi sinar matahari

Jalur transmisi sinar matahari terhadap obyek

Obyek yang berupa kenampakan bumi

Sensor
Unsur-unsur Dasar Interpretasi
Dalam Geologi citra penginderaan jarak jauh dikenal 2 unsur dasar interpretasi (USGS

School of Photogeology, 1959 dalam Turus Soejtno, 1994) yaitu :

1. Unsur Dasar Interpretasi Geologi

2. Unsur Dasar Interpretasi Citra

Untuk memahami kedua unsur dasar tersebut di atas dengan baik, harus memahami dan

menguasai dasar-dasar pengetahuan geologi dan memiliki pengalaman geologi di lapangan.

Dengan melakukan interpretasi citra geologi, dapat diperoleh batas penyebaran satuan

batuan, struktur geologi dan geomorfologi secara garis besar. Kondisi geologi detail, baru dapat

diketahui setelah melakukan survey atau melakukan penelitian lapangan atau pemetaan geologi.

Ciri litologi yang berbeda dapat dikenali pada citra foto, misalnya endapan pasir pantai

dan bukit-bukit pasir (sand-dunes), batugamping bertopografi karst, batuan hasil gunung api,

endapan aluvial, batuan beku, maupun batuan malihan.

Pemanfaatan interpretasi citra geologi dapat dilakukan untuk pengembangan wilayah,

hidrogeologi, penentuan daerah bencana, kehutanan, transmigrasi, pengembangan daerah wisata,

geologi lingkungan, dan lain sebagainya.


Unsur Dasar Interpretasi Geologi
Unsur dasar interpretasi geologi dapat dibagi menjadi :

a. Bentang Alam Land form

b. Pola Aliran / Drainage pattern

c. Tumbuh-tumbuhan Vegetation

d. Kebudayaan Alam / Culture

Bentang Alam Land form

Bentang alam menurut Turus Soejitno (1994) merupakan unsur penafsiran geologi yang

sangat penting. Bentang alam sangat erat hubunganya dengan geomorfologi, struktur geologi,

daya tahan batuan terhadap erosi, daya pelapukan, dan lain-lain. Bentang alam yang sekarang

terdapat di muka bumi ini bisa baru sekali mengalami siklus geomorfologi, atau mingkin sudang

berulang kali. Suatu bentang alam berupa dataran memberi gambaran umum bahwa batuan nya

adalah lunak atau mungkin merupakan endapan batuan sedimn yang masih lepas, Misalnya

endapan aluvium pantai di dataran pantai utara Jawa Barat. Suatu bentang alam merupakan

daerah yang bergelombang hampir datar memberi gambaran bahwa batuan daerah itu sedikit

agak keras, misalnya batulempung. Kalau hal ini terjadi di daerah kompleks gunung berapi,

mungkin menunjukkan adanya tuf atau lahar. Bentang alam daerah berbatuan gamping yang

cukup air bisa sangat khusus. Mungkin bentuk-bentuk dolina dan sungai di bawah tanah dapat

tampak pada foto udara.

Suatu bentang alam berupa tonjolan-tonjolan memberi kesan bahwa batuan ditempat itu

adalah keras dan tahan erosi, misalnya batupasir, breksi, batubeku, dan lain-lain. Bentang alam
batuan granit didaerah Lampung, Sumatra pada umumnya berupa lekukan, relatif lebih rendah

dari sekitarnya yang berbatuan dasit, sedangkan daerah berbatuan malihan di Kalimantan Tengah

berupa daerah perbukitan dengan puncak agak tumpul.

Bentang alam batuan hasil gunung berapi belum lanjut erosinya pada umumnya berupa

suatu gunung dengan hasil bahan letusan di endapkan pada lereng-lerengnya, dengan permukaan

yang agak rata, dan tampak seolah-olah ada kesan aliran pada permukaannya. Apabila batuan

tersebut sudah tererosi amat kuat, morfologinya akan menjadi kasar dengan puncak-puncak

runcing, tetapi kesan bahwa batuan tersebut mengalir dari satu titik pada umumnya tetap tampak.

Bentang alam dapat pula memberi petunjuk adanya struktur geologi. Suatu topografi kasar

mendadak menjadi halus dengan batas yang jelas dan hampir lurus ada kemungkinan terdapat

patahan pada batas kedua morfologi tersebut. Sebagai contoh adalah lembah Palu, Sulawesi

Tengah diapit oleh tebing yang curam. Diduga lembah Palu ini merupakan suatu terban

Graben. Suatu pergantian bentang alam yang tiba-tiba seperti yang tersebut di atas selain

disebabkan oleh adanya patahan, dapat pula disebabkan oleh suatu usia erosi yang berbeda yang

disebabkan oleh umur batuan yang berbeda, perubahan jenis batuan, adanya ketidakselarasan,

dan lain-lain (Turus Soejitno, 1994).

Pola Aliran / Drainage Pattern

Pola aliran menurut Turus Soejitno (1994) merupakan unsur penafsiran geologi yang

amat penting. Untuk mempelajari pola aliran harus tahu dasar dari prinsip-prinsip perkembangan

geomorfologi. Sebelum dibicarakan lebih lanjut mengenai jenis pola aliran , akan dibicarakan

terlebih dahulu mengenai kepadatan aliran Drainage Density. Kepadatan aliran adalah

perbandingan antara jumlah panjang dari sungai dan anak anak sungai dari suatu tempat
dengan luas tempatnya. Kepadatan aliran ini dipengaruhi oleh kemampuan batuan untuk

melewatkan air Permeability dan daya tahan batuan terhadap erosi. Batuan lempung dan serpih

mempunyai daya tahan yang lemah terhadap erosi, dan kemampuan melewatkan air adalah kecil.

Pada daerah berbatuan demikian akan berkembang sungai-sungai yang kecil tetapi amat rapat

dengan demikian kepadatan alirannya akan tnggi sekali. Batuan pasir dan breksi atau

konglomerat mempunyai daya tahan yang kuat terhadap erosi, tetapi pada umumnya mempunyai

kemampuan yang agak besar melewatkan air. Pada daerah demkian pada umumnya mempunyai

kepadatan aliran yang sedang. Pasir, breksi, atau konglomerat lepas mudah sekali melewatkan

air. Batuan demikian mudah digerakkan air, Daerah berbatuan demikian pada umumnya

mempunyai kepadatan aliran yang rendah. Batuan beku secara umum mempunyai daya tahan

yang kuat terhadap erosi dan tidak mudah dilewati air. Daerah bebatuan demikian pada

umumnya mempunyai kepadatan aliran sungai yang diutarakan disini adalah secra mum. Selain

kepadatannya, yang penting juga polanya.

Pola aliran sungai adalah komposisi letak dan arah dari sungai-sungai, bisa terdiri dari

sungai konsekuen (searah dengan arah kemiringan lapisan), sungai resekuen atau rekonsekuen

(berkembang setempat tetapi searah dengan kemiringan lapisan utama), sungai obsekuen

(berlawanan arah dengan arah kemiringan lapisan), dan sungai insekuen (tidak behubungan

dengan struktur geologi atau tidak diketahui asalnya). Beberapa jenis pola aliran menurut Turus

Soejitno (1994)adalah sebagai berikut :

1. Pola Aliran Dendritik

Pola aliran dendritik dibentuk oleh sungai dan anak sungai insekuen, perkembangannya

tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lereng, struktur geologi, dan perbedaan mencolok

dari jenis batuan. Aliran-aliran sungainya yang berpola menyerupai tulang-tulang daun.
Syarat utama untuk perkembangan pola aliran ini adalah adanya keseragaman kekerasan

batuan. Pola aliran ini dapat berkembang pada batuan sedimen, batuan beku, ataupun

batuan ubahan.

Gambar 2.1 Pola Aliran Dendritik (Turus


Soejitno, 1994)

2. Pola Aliran Trelis

Pola aliran trelis pada umumnya berkembang di daerah-daerah di mana struktur geologi

mempengaruhi pertumbuhan sungai. Batuan sedimen terlipat dimana perlapisan batuan

mempunyai kekerasan dan daya tahan terhadap erosi yang tidak sama, atau batuan apa

saja yang mengalami patah menjadi blok-blok paralel, sangat ideal untuk berkembangnya

pola aliran ini.

Gambar 2.2 Pola Aliran Trelis (Turus


Soejitno, 1994)
3. Pola Aliran Radier

Pola aliran ini perkembangannya dapat dipengaruhi oleh struktur geologi atau tidak.

Sungai-sungai mengalir terpencar dari satu titik atau menuju satu titik (centrifugal),

sangat umum terdapat di daerah gunung berapi, atau daerah yang terlipat berbentuk

kubah (dome).

Gambar 2.3 Pola Aliran Radier Sentrifugal


(Turus Soejitno, 1994)

4. Pola Aliran Annular

Pola aliran annular pada umumnya berkembang pada daerah berstruktur kubah yang

lanjut erosinya. Sungai-sungai besar mengalir ke luar adalah sungai konsekuen, sungai

menengah yang melengkung adalah subsekuen, sungai-sungai kecil bisa resekuen atau

obsekuen.

Gambar 2.4 Pola Aliran Annular (Turus


Soejitno, 1994)
5. Pola Aliran Rectangular

Pola aliran rectangular berkembang sepanjang patahan-patahan yang saling berpotongan.

Patahan ini pada umumnya jarang berpotongan secara tegak. Pola aliran ini pada

umumnya berkembang pada daerah berbatuan beku atau mungkin juga pada batuan

ubahan.

Gambar 2.5 Pola Aliran Rectangular


(Turus Soejitno, 1994)

6. Pola Aliran Paralel

Pola aliran paralel pada umumnya berkembang pada suatu lereng punggungan bukit atau

pada sayap suatu perlipatan. Sungai-sungai besar pada garis besarnya adalah sejajar,

sedang anak-anak sungainya bisa mendekati dendritik. Ada kemungkinan pula pola aliran

ini berkembang di daerah berbatuan lepas yang terletak pada daerah yang sedikit miring.

Gambar 2.6 Pola Aliran Paralel (Turus


Soejitno, 1994)
Tumbuh-tumbuhan Vegetation

Menurut Turus Soejitno (1994) setiap tumbuh-tumbuhan memerlukan unsur kimia yang

termasuk macronutrient (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S) dan sedikit micronutrient (Fe, Mn, B,

Mo,Cu, Zn, Cl, Co). Unsur-unsur kimia ini sebagian besar datangnya dari pelapukan batu yang

merupakan tanah. Jadi ada hubungan yang sangat erat antara unsur kimia tanah dan batu asalnya.

Unsur K dapat berasal dari mineral K-feldspar, Muscovit, dan Biotit. Unsur Ca dapat berasal dari

mineral plagioklas, piroksen, dan amphibol. Unsur Fe dan Mg dapat berasal dari mineral biotit,

amphibol, piroksen, olivin. Unsur P dari mineral apatit, sedangkan B dari mineral turmalin. Di

Amerika Serikat sudah banyak dilakukan percobaan untuk mengetahui adanya hubungan antara

tumbuhan penutup dengan batuan di bawahnya. Hasil dari percobaan ini memberikan hasil yang

positif. Beberapa ahli geologi berhasil memetakan jenis batuan-batuan atas indikasi tumbuh-

tumbuhan yang hidup di atasnya. Di daerah-daerah yang tinggi angka curah hujannya. Banyak

terjadi perpindahan unsur-unsur kimia dari satu tempat ke tempat lain oleh air tanah dan air

permukaan. Dengan demikian unsur kimia tanah ada kemungkinan menjadi seragam walaupun

batuan induknya berbeda. Di daerah-daerah kering hubungan antara tumbuh-tumbuhan dengan

batuan di bawahnya kemungkinan bisa lebih jelas.

Di daerah pantai utara Jawa Barat pernah dilakukan penafsiran foto udara dalam

hubungan mencari bukti adanya hubungan antara litologi batuan dengan tumbuhan penutup. Di

daerah dekat laut terdapat contoh adanya hubungan antara kerapatan dan jenis tumbuh-tumbuhan

dengan sifat batuannya. Di atas daerah berbatuan pasir pematang pantai hidup pohon-pohon

kelapa dengan subur dan rapat. Tanaman kelapa ini lebih subur dari tanaman sejenis disekitarnya

yang berbatuan lempung. Selain itu di daerah berbatuan lempung terdapat tumbuh-tumbuhan lain

yang kecil dan pendek. Pohon kelapa yang tumbuh di atas pasir pematang pantai tampak tersebar
sempit memanjang. Batuan endapan aluvium biasanya dibedakan selain dari rona foto, juga

terutama atas dasar tumbuh-tumbuhan penutupnya. Tumbuh-tumbuhan penutup daerah berbatuan

pasir pada umumnya lebih jarang daripada di daerah berbatuan lempungan. Tanaman pada

umumnya berkumpul di lembah-lembah, sehingga dapat dikenal pada foto sebagai kelurusan-

kelurusan (lineaments) yang mungkin sekali memberi tanda adanya rekahan dan patahan.

Tanaman juga dapat tumbuh subur di daerah kontak antara batuan lulus air dan batuan kedap air

yang menimbulkan mata air-mata air (Turus Soejitno, 1994).

Kebudayaan / Culture

Kebudayaan alam ini menurut Turus Soejitno (1994) adalah bentuk-bentuk alam yang

terjadi oleh pekerjaan manusia. Kebudayaan alam oleh hasil pekerjaan manusia, misalnya adanya

sawah atau tambak ikan di dekat pantai. Kebudayaan ini pada umumnya terjadi pada batuan

aluvium yang terdiri dari lempung atau pasir lempungan. Kebudayaan alam secara alami,

misalnya adanya undak-undak sungai. Adanya undak-undak sungai yang berpasangan, pada

umumnya menunjukkan adanya suatu proses pengangkatan di daerah itu. Oxbow

menunjukkan adanya suatu meander yang terpotong. Pada waktu melakukan penafsiran untuk

mencari bahan bangunan, adanya oxbow ini adalah penting, karena di tempat ini ada

kemungkinan dapat di temukan endapan pasir dan kerikil halus. Adanya triangular facets dan

talus alluvial fans dapat merupakan indikasi adanya patahan. Adanya aliran sungai yang tidak

seimbang dengan lebar lembahnya dapat menunjukkan kalau tidak karena perubahan musim,

dapat disebabkan oleh adanya proses geologi.


Unsur Dasar Interpretasi Citra
Dalam interpretasi Inderaja dikenal ada 7 (tujuh) unsur dasar pengenalan citra (Sutanto,

1986), yaitu;

Rona = tona / Tone

Tekstur / Texture

Pola / Pattern

Hubungan dengan keadaan sekitarnya / Relation to the sorronding=site

Bentuk / Shape

Ukuran / Size

Bayangan / Shadow

Rona = tona / Tone


Rona menurut Lillsand and Kiefer (1979) adalah warna atau kecerahan relatif obyek pada

foto. Rona menurut Sutanto (1986) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada

citra. Rona dipengaruhi oleh : letak objek terhadap matahari, warna objek yang dibuat citranya,

kasar-halusnya permukaan objek, musim atau iklim, macam film atau filter yang dipergunakan

dan proses pencetakan film. Benda yang banyak memantulkan cahaya matahari akan tampak

cerah, sedangkan yang menyerap cahaya matahari akan menghasilkan rona abu-abu atau gelap

atau hitam sama sekali. Secara relatif rona dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu cerah, abu-abu

dan hitam. Kadang-kadang rona masih diperinci lagi menjadi amat cerah, cerah, cerah abu-abu,

abu-abu cerah, abu-abu gelap, gelap abu-abu, gelap dan amat gelap (hitam). Dalam studi
kuantitatif, penggunaa alat pengukur rona yang disebut densitometer sangat baik untuk

mengukur rona yang disebabkan oleh kenampakan-kenampakan geologi tertentu. Rona yang

nampak pada citra dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain batuan, sesar, tanah hasil

pelapukan batuan, tanaman penutup dan kandungan air serta budaya.

Soil atau tanah hasil pelapukan batuan yang mengandung oksida besi mewakili warna

merah atau merah tua. Pada citra foto akan nampak rona abu-abu atau abu-abu gelap. Batuan

yang komposisinya berbeda dapat menghasilkan soil yang berwarna sama, sehingga pada foto

ronanya akan tampak sama. Sebagai contoh batulempung atau serpih yang mengandung karbon

dan batu gamping dapat menghasilkan soil berwarna hitam. Sekis mika, diorit atau andesit,

breksi vulkanik, batu rijang berlapis berseling dengan batu gamping merah dapat memberikan

soil berwarna merah. Kekasaran permukaan batuan dapat menyebabkan pembauran cahaya yang

dapat menghasilkan rona abu-abu. Tumbuhan alam maupun buatan manusia dapat

mempengaruhi rona foto. Bagian-bagian yang berklorofil, pada foto udara pankromatik

menimbulkan rona abu-abu sampai gelap, sedangkan foto udara infra merah menimbulkan rona

cerah. Seringkali pada foto udara terlihat rona gelap yang berbentuk garis-garis lurus, garis-garis

lengkung atau garis-garis berpotongan. Ini antara lain disebabkan karena, pada umumnya di

daerah lunak terdapat sesar atau kekar yang membentuk lembah-lembah yang merupakan tempat

terkumpulnya soil yang relatif tebal dan menghasilkan rona gelap. Gejala ini penting untuk

analisis struktur geologi daerah yang diinterpretasikan. Pada batuan yang segar dan tidak tertutup

vegetasi atau budaya manusia ada hubungan yang erat antara komposisi batuan dengan ronanya

pada foto. Pada umumnya batuan yang lebih banyak mengandung kuarsa akan mempunyai rona

yang lebih cerah pada foto. Batuan beku yang lebih asam seperti granit memperlihatkan rona

yang lebih cerah dari pada andesit atau basal yang berkomposisi lebih basah. Batuan sedimen
yang sedikit mengandung kuarsa seperti batulempung vulkanik atau serpih memperlihatkan rona

lebih gelap dari pada batupasir kuarsa. Batugamping yang berwarna putih, batulempung vulkanik

atau batupasir vulkanik yang berwarna putih, memperlihatkan rona cerah pada foto. Makin kotor

batuan tersebut karena tercampur oleh lempung, maka ronanya akan semakin gelap pada foto

(Sutanto, 1986).

Tekstur / Texture
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillsand dan Kiefer, 1979) atau

pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes

dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Menurut Sutanto (1986) Tekstur sangat berkaitan

dengan rona foto, bentuk, ukuran dan pola. Tekstur bisa dinyatakan dengan halus, sedang dan

kasar. Tekstur halus biasanya dihasilkan oleh batuan yang homogen, misalnya batulempung.

Tektur kasar dapat dibedakan oleh batuan konglomerat atau breksi.

Pola / Pattern
Menurut Lillsand and Kiefer (1979) Pola adalah hubungan susunan spasial obyek.

Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek

alamiah maupun bangunan, dan akan memberikan suatu pola yang membantu penafsir untuk

mengenali obyek tersebut. Penyebaran tumbuh-tumbuhan yang berbentuk garid-garis lurus

mungkin disebabkan oleh sesar, kekar atau batas perlapisan batuan. Pola penyebaran batuan yang

melengkung menunjukkan antiklin dan sinklin yang menunjam. Pola pengaliran pada umumnya

berkaitan dengan morfologi atau struktur geologi daerah tersebut.


Hubungan dengan Keadaan Sekitarnya /

Relation to the Surrounding=Site


Menurut Sutanto (1986) dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu

dengan obyek lain. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering

merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.

Menurut Turus Soejitno (1994) Menafsirkan geologi dari foto udara suatu daerah yang

sempit, yang tidak diketahui hubungannya dengan keadaan sekitarnya pada umumnya sangat

sukar. Kesukaran itu sangat mungkin akan dapat diatasi apabila hubungannya dengan sekitarnya

dapat terlihat. Penafsiran penyebaran hasil gunung berapi dapat diambil sebagai contohnya. Hasil

letusan gunung berapi, misalnya lahar dan lava biasanya tersebar memancar dari satu titik, yaitu

lubang kepundan. Apabila kita harus menafsir foto udara daerah demikian, tetapi dalam hal ini

lubang kepundanya sendiri tidak tampak pada foto udara, mungkin kita tidak langsung dapat

mengenalnya. Tetapi bila hubungan nya dengan kepundannya tampak, maka penafsirannya akan

jauh lebih mudah. Penafsiran yang menyangkut struktur, misalnya patahan pada daerah

berbatuan gamping. Apabila suatu daerah sudah diketahui berbatuan gamping dan di situ terdapat

lekukan sempit yang memanjang, maka bentuk demikian kemungkinan sebagai patahan, bukan

hanya sekedar retas.


Bentuk / Shape
Menurut Lillsand and Kiefer (1979) Bentuk adalah konfigurasi atau kerangka suatu obyek.

Bentuk beberapa obyek demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung

hanya berdasarkan kriteria ini.

Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangkas suatu

obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali

berdasarkan bentuknya saja (Lo, 1976 dalam Sutanto, 1986).

Sedangkan menurut Turus Soejitno (1994) Beberapa bentuk tertentu pada foto udara sangat

erat hubungannya dengan keadaan geologinya. Suatu sumbat kepundan gunung berapi pada

umumnya dapat dikenal pada foto udara dari bentuknya yang menyerupai kerucut yang

tertelungkup. Demikian pula misalnya suatu dolina yang menyerupai kerucut terlentang pada

suatu daerah dengan curah hujan cukup tinggi dapat menunjukkan adanya batuan gamping.

Suatu bidang lapisan kadang-kadang tampak pada foto udara sebagai beberapa garis yang pada

umumnya saling sajajar. Bentuk garis-garis yang sejajar ini kadang-kadang tampak melengkung

menyerupaisetengah lingkaran yang oval. Bentuk lengkungan yang oval ini disebabkan hinge

dari perlipatan tersebut menunjam. Di sampingbentuk oval tersebut dapat menunjukkan bahwa

hinge perlipatan tersebut menunjam, puncak dari bentuk oval ini menunjukkan letak yang tepat

dari sumbu lipatanya. Arah kemiringan bidang lapisan batuan dapat ditentukan dengan melihat

bentuk V dari perpotongan lapisan tersebut dengan sungai atau cekungan lembah lainnya.

Apabila ujung runcing dari bentuk V searah dengan aliran sungai menunjukkan bahwa arah

kemiringan bidang perlapisan batuan adalah searah dengan arah aliran sungai. Sebaliknya

apabila arah ujung runcing bentuk V berlawanan arah dengan arah sungai, menunjukkan bahwa
arah bidang perlapisan batuan itu berlawanan arah denganarah sungai. Suatu bidang perlapisan

batuan yang tidak terlipat, masih mendatar, tampak pada foto udara di bagian yang memotong

lembah-lembah sebagai garis ketinggian (garis Kontur).

Bentuk penampang melintang suatu sungai atau anak sungai kecil pada umumnya dapat memberi

gambaran batuan di tempat itu. Penampang sungai berbentuk V biasanya terjadi pada daerah

berbatuan berbutir kasar, misalnya breksi atau pasir kasar. Penampang sungai berbentuk U

biasanya terjadi pada daerah berbatuan lempung pasiran yang tidak terlalu kompak. Penampang

Berbentuk V yang dangkal biasanya terdapat pada daerah berbatuan lempung.

Ukuran / Size
Ukuran menurut Sutanto (1986) adalah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas,

tinggi, lereng dan volume. Karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala,maka di

dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.

Sedangkan menurut Turus Soejitno (1994) Ukuran bentuk-bentuk geologi kadang-kadang

sangat menolong penafsir geologi. Misalnya suatu batuan sedimen tampak pada suatu pasangan

foto udara mempunyai rona foto gelap. Kebetulan singkapan batuan tersebut sangat jelas,

sehingga dapat diukur baik sudut kemiringan lapisan dan ketebalannya. Pada pasangan foto lain

tampak ada batuan yang serupa tetapi mempunyai rona foto yang terang. Untuk mengkorelasikan

bahwa batuan yang kedua adalah serupa dengan batuan yang pertama perlu data penguat

misalnya tebal lapisan. Apabila hasil pengukuran batuan di tempat kedua sama dengan hasil

pengukuran ditempat pertama maka ada kemungkinan bahwa batuan dikedua tempat itu dapat

dipersamakan. Suatu pelurusan pada foto udara dapat menunjukkan adanya patahan. Pelurusan
demikian pada umumnya berukuran panjang. Pelurusan-pelurusan pendek yang saling

berpotongan mungkin merupakan retas dari batuan tersebut.

Bayangan / Shadow
Menurut Sutanto (1986) Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang

berada di daerah gelap. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang

penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangan.

Sedangkan menurut turus Soejitno (1994) Bayangan pada foto udara sebenarnya hanya

banyak dipergunakan dalam penafsiran di bidang pertanian dan geografi, misalnya untuk

mengukur tinggi pohon dan mengenal jenis bangunan. Dalam bidang geologi foto bayangan

kadang-kadang dapat untuk mengenal suatu sumbat gunung berapi. Sumbat gunung berapi

biasanya berupa kerucut. Kerucut demikian kadang-kadang bisa tampak bayangannya pada foto

udara. Masih dalam penafsiran daerah gunung berapi, adanya gawir batas kaldera juga bisa

tampak dari bayangannya. Kegunaan utama unsur bayangan di dalam geologi foto adalah untuk

menafsir geologi daerah yang hampir rata. Perbedaan ketingian yang sebenarnya sedikit sekali,

oleh karena adanya bayangan ini, perbedaan tersebut dapat lebih dipertegas. Ini sangat penting

untuk penafsiran struktur geologi daerah yang demikian . Apabila tidak terdapat bayangan sama

sekali, efek bentuk stereo daerah demikian kurang baik. Apabila pemotretan dilakukan pada

waktu sinar matahari datangnya masih terlalu miring, akibatnya akan terdapat banyak bayangan

pada daerah yang berbukit-bukit. Bayangan-bayangan ini kadang-kadang menutupi data geologi

yang sangat penting. Ditinjau dari segi bayangan, pemotretan yang paling baik dilakukan pada

waktu sinar datang antara 20 sampai 300.

Anda mungkin juga menyukai