Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI

ACARA 3
POLA PENGALIRAN

NAMA : DIVO DWI BRAMANTYO


NIM : 2009086008
KELOMPOK : 8 (DELAPAN)
ASSISTEN : MUHAMMAD FARDIANSYAH R.
NIM : 1709085027

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEI


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsi secara genetis bentuk lahan dan proses-
proses yang mengakibatkan terbentuknya bentuk lahan tersebut serta mencari hubungan
antara bentuk lahan dengan proses-proses dalam susunan keruangannya. Ada
kecenderungan pada masa akan datang perkembangan konsep dan aplikasi
Geomorfologi akan lebih cepat. Morfologi sendiri memiliki pengertian adalah ilmu
yang membahas tentang roman muka bumi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya.
Tenaga yang bekerja disebut denagan tenaga geomorfologi yaitu semua media alami
yang mampu mengikis dan mengangkut material di permukaan bumi seperti air
menagalir, air tanah, gletser, angin, penyinaran oleh matahari..

Pola pengaliran adalah bentuk dari suatu aliran yang membentuk suatu pola tertentu.
Pola pengaliran ada banyak macam, salah satunya adalah pola pengaliran dendritik dan
pola pengaliran paralel. Pola pengaliran dendritik adalah Pola pengaliran dengan bentuk
seperti pohon, dengan anak-anak sungai dan cabang-cabangnya mempunyai arah yang
tidak beraturan.Umumnya berkembang pada batuan yang resistensinya seragam, batuan
sedimen datar, atau hampir datar, daerah batuan beku masif, daerah lipatan, daerah
metamorf yang kompleks. Kontrol struktur tidak dominan di pola ini, namun biasanya
pola aliran ini akan terdapat pada daerah punggungan suatu antiklin.

Pola pengaliran paralel adalah pola pengaliran yang sejajar arah alirannya. Pola ini
sering dijumpai pada daerah yang lerengnya mempunyai kemiringan yang nyata, dan
berkembang pada batuan yang bertekstur halus dan homogen.

Oleh karena itu, pada praktkum geomorfologi yang berjudul pola pengaliran ini
bertujuan untuk membuat para praktikan memahami cara membuat pola aliran dan
memahami pola pola aliran yang ada pada peta topografi.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan praktikum peta pengaliran yaitu:
- Untuk mengetahui proses terbentuknya pola aliran dendritik.
- Untuk mengetahui fungsi dari kegunaan diagram kipas
- Untuk mengetahui apa itu pola aliran rectangular
BAB II

DASAR TEORI

Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola
pengaliran tertentu diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan
pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai
dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola berkembang
dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi bawah permukaannya. Saluran-
saluran sungai berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan
dasarnya kurang resisten terhadap erosi (Djauhari Noor, 2012).

Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran
sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya
disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola
pengaliran sungai disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh
perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran
yang umum dikenal adalah sebagai berikut:
1. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi
batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan
sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir
diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur
sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan
membentuk tekstur kasar (renggang).

Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih
mudah di-erosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai
yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan
sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten
akan membentuk tekstur kasar.

2. Pola Aliran Radial


Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir
intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah
(domes) dan laccolith. Pada bentangalam ini pola aliran sungainya kemungkinan
akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.
3. Pola Aliran Rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap
erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah
dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap
erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar
membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti
sistem kekar.

Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-


sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat
dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut
tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola
aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi,
seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan
oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.

4. Pola Aliran Trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar
yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai
yang mengalir lurus disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari
lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya
membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis
adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur
geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-
saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus
dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah se arah dengan sumbu lipatan.

Gambar 2.1 Pola Aliran Sungai Dendritik, Rectangular, Radial, dan Trellis

5. Pola Aliran Centripetal


Pola aliran centripetal merupakan pola aliran yang berlawanan dengan pola radial,
dimana aliran sungainya mengalir kesatu tempat yang berupa cekungan (depresi).
Pola aliran centripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat
dan baratlaut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu
cekungan, dimana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering
ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.

6. Pola Aliran Annular


Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah downstream aliran kembali
bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi
loccolith.

7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)


Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang
curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran
sungainya akan berbentuk luruslurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang
sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng
dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala meng-
indikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan
dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat
terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.
(Djauhari Noor, 2012).

Kegiatan erosi dan tektonik yang menghasilkan bentuk - bentuk lembah sebagai tempat
pengaliran air, selanjutnya akan membentuk pola - pola tertentu yang disebut sebagai
pola aliran. Pola aliran ini sangat berhubungan dengan jenis-jenis batuan, struktur
geologi kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem pengaliran yang bisa berkembang
pada permukaan bumi secara regional itu dapat dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis
dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan kerapatan vegetasi serta
kondisi iklim. (Van Zuidam, 1985).

Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, terutama pada
skala yang besar. Percabangan – percabangan dan erosi yang kecil pada permukaan
bumi akan tampak dengan jelas, sedangkan pada skala menengah akan menunjukkan
pola yang menyeluruh sebagai cerminan jenis batuan, struktur geologi dan erosi. Pola
pengaliran pada batuan yang berlapis sangat tergantung pada jenis, sebaran, ketebalan
dan bidang perlapisan batuan serta geologi struktur seperti sesar, kekar, arah dan bentuk
perlipatan. (Van Zuidam, 1985).
Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola
pengaliran modifikasi. Definisi pola pengaliran yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah
yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran tetap
pengali. Biasanya pola pengaliran yang demikian disebut sebagai pola
pengaliran permanen (tetap).
2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dari pola
dasar lainnya.
3. Perubahan (modifikasi) pola dasar adalah salah satu perbedaan yang dibuat dari
pola dasar setempat. (Van Zuidam, 1985).

Hubungan pola dasar dan pola perubahan (modifikasi) dengan jenis batuan dan struktur
geologi sangat erat, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat ditambah atau
dikurangi.Van der Weg (1968) membuat klasifikasi pola pengaliran menjadi pola
erosional, pola pengendapan dan pola khusus. Pola alimpses (sub alimpses), radial,
angular (sub angular), alimp dan alimpsest termasuk pola erosional, sedangkan pola –
pola lurus (elongate) , menganyam ( braided), berkelok (meandering), yazoo, rektikular
dan pola dikhotomik termasuk pola pengendapan. Klasifikasi pola khusus dibagi
menjadi pola pe-ngaliran internal seperti pola “sinkhole” pada bentuklahan karst
(gamping) dan pola “palimpset" atau "berbed" untuk daerah yang dianggap khusus.
(Van Zuidam, 1985).

Tabel 2.1 Pola pengaliran dan karakteristiknya (Van Zuidam, 1985)

Pola Pengaliran Dasar Karakteristik

Perlapisan batuan sedimen relatif


datar atau paket batuan kristalin
yang tidak seragam dan memiliki
Dendritik ketahanan terhadap pelapukan.
Secara regional daerah aliran
memiliki kemiringan landai, jenis
pola pengaliran membentuk
percabangan menyebar seperti
pohon rindang.
Pada umumnya menunjukkan
daerah yang berlereng sedang
sampai agak curam dan dapat
ditemukan pula pada daerah
bentuklahan perbukitan yang
memanjang. Sering terjadi pola
Paralel peralihan antara pola dendritik
dengan pola paralel atau tralis.
Bentuklahan perbukitan yang
memanjang dengan pola pengaliran
paralel mencerminkan perbukitan
tersebut dipengaruhi oleh
perlipatan.
Baruan sedimen yang memiliki
Trallis kemiringan perlapisan (dip) atau
terlipat, batuan vulkanik atau
batuan metasedimen derajat rendah
dengan perbedaan pelapukan yang
jelas. Jenis pola pengaliran
biasanya berhadapan pada sisi
sepanjang aliran subsekuen.
Kekar dan / atau sesar yang
memiliki sudut kemiringan, tidak
Rektangular memiliki perulangan lapisan batuan
dan sering memperlihatkan pola
pengaliran yang tidak menerus.
Daerah vulkanik, kerucut (kubah)
intrusi dan sisa - sisa erosi. Pola
pengaliran radial pada daerah
vulkanik disebut sebagai pola
pengaliran multi radial. Catatan :
pola pengaliran radial memiliki dua
Radial sistem yaitu sistem sentrifugal
(menyebar ke luar dari titik pusat),
berarti bahwa daerah tersebut
berbentuk kubah atau kerucut,
sedangkan sistem sentripetal
(menyebar kearah titik pusat)
memiliki arti bahwa daerah tersebut
berbentuk cekungan.
Annular Struktur kubah / kerucut, cekungan
dan kemungkinan retas (stocks)
Endapan berupa gumuk hasil
longsoran dengan perbedaan
penggerusan atau perataan batuan
Multibasinal dasar, merupakan daerah gerakan
tanah, vulkanisme, pelarutan
gamping dan lelehan salju
(permafrost)
Sub Dendritik Umumnya struktural
Pinnate Tekstur batuan halus dan mudah
tererosi
Anastomatik Dataran banjir, delta atau rawa
Mengayam (Dikhotomik) Kipas aluvium dan delta
Lereng memanjang atau dikontrol
Sub Paralel oleh bentuklahan perbukitan
memanjang
Kolinier Kelurusan bentuklahan bermaterial
halus dan beting pasir
Sub Trallis Bentuklahan memanjang dan
sejajar
Direksional Trallis Homoklin landai seperti beting
gisik
Trallis Berbelok Perlipatan memanjang.
Trallis Besar Percabangan menyatu atau
berpencar , sesar paralel
Angulate Kekar dan / atau sesar pada daerah
miring
Karst Batugamping

Tahapan perkembangan suatu sungai dapat dibagi menjadi 5 (tiga) stadia, yaitu stadia
sungai awal, stadia muda, stadia dewasa, stadia tua, dan stadia remaja kembali
(rejuvination). Adapun ciri-ciri dari tahapan sungai adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Awal
Tahap awal suatu sungai seringkali dicirikan oleh sungai yang belum memiliki orde
dan belum teratur seperti lazimnya suatu sungai. Air terjun, danau, arus yang cepat
dan gradien sungai yang bervariasi merupakan ciri-ciri sungai pada tahap awal.
Bentangalam aslinya, seringkali memperlihatkan ketidakteraturan, beberapa
diantaranya berbeda tingkatannya, arus alirannnya berasal dari air runoff ke arah
suatu area yang masih membentuk suatu depresi (cekungan) atau belum membentuk
lembah.

Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai (coastal
plain) yang mengalami pengangkatan atau diatas permukaan lava yang masih baru /
muda dan gunungapi, atau diatas permukaan pediment dimana sungainya
mengalami peremajaan (rejuvenation).

2. Tahapan Muda
Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktivitas
aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran sungai yang menmpati seluruh
lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil lembahnya membentuk seperti huruf
“V”. Air terjun dan arus yang cepat mendominasi pada tahapan ini.

3. Tahapan Dewasa
Tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya pembentukan dataran
banjir secara setempat setempat dan semakin lama semakin lebar dan akhirnya terisi
oleh aliran sungai yang berbentuk meander, sedangkan pada sungai yang sudah
masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai sudah membentuk aliran yang berbentuk
meander, penyisiran kearah depan dan belakang memotong suatu dataran banjir
(flood plain) yang cukup luas sehingga secara keseluruhan ditempati oleh jalur-jalur
meander. Pada tahapan ini aliran arus sungai sudah memperlihatkan keseimbangan
antara laju erosi vertikal dan erosi lateral dan profil sungainya sudah berubah dari
bentuk “V” kebentuk “U”.

4. Tahapan Tua
Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander dan lebar dari dataran
banjir akan beberapa kali lipat dari luas meander belt. Sungai pada tahapan ini
dicirikan oleh arah erosi lateral yang dominan serta banyaknya rawa-rawa. Profil
sungai pada sungai tahapan tua membentuk seperti huruf “U”.

5. Peremajaan Sungai (Rejuvenation)


Setiap saat dari perkembangan suatu sungai dari satu tahap ke tahap lainnya,
perubahan mungkin terjadi dimana kembalinya dominasi erosi vertikal sehingga
sungai dapat diklasifikasi menjadi sungai dalam tahapan muda. Sungai dewasa dapat
mengalami pengikisan kembali ke arah vertikal untuk kedua kalinya karena adanya
pengangkatan dan proses ini disebut dengan perenajaan sungai. Proses peremajaan
sungai adalah proses terjadinya erosi ke arah vertikal pada sungai berstadia dewasa
akibat pengangkatan dan stadia sungai kembali menjadi stadia muda.
(Djauhari Noor, 2010).

Stadia Awal Stadia Muda


Stadia Muda Stadia Dewasa

Stadia Tua Stadia Rejuvenation


Gambar 2.2 Stadia Awal, Muda, Dewasa, Tua, Rejuvenation. (Djauhari Noor, 2010).

Morfologi sungai adalah bentuk bentuk bentangalam yang terbentuk oleh aktivitas dan
proses fluviatil. Material material yang berukuran pasir kasar hingga kerikil akan
terakumulasi disepanjang saluran sungai, yaitu disepanjang aliran air yang terdalam atau
disepanjang aliran/arus yang terkuat karena pada kecepatan arus yang tinggi butiran-
butiran sedimen yang lebih halus akan terbawa arus. Endapan material tersebut dikenal
sebagai Gosong Pasir (Bar). Ke arah bagian tepi saluran sungai, kecepatan arus
melemah dan butiran-butiran material yang lebih halus akan terakumulasi dan
terendapkan sebagai endapan Tekuk Sungai (Point bar). Selama banjir, dataran banjir
akan digenangi air yang memungkinkan butiran-butiran sedimen yang lebih halus
diendapkan dan semakin jauh dari alur sungai butiran sedimen yang diendapkan
semakin halus lagi, daerah dataran banjir dikenal sebagai bentangalam Dataran Banjir
(Flood plain). Kebanyakan dari daerah dataran banjir tersusun dari endapan pasir dan
lumpur, sedangkan pasir yang kasar diendapkan ditepi saluran sungai utama dan dikenal
sebagai Tanggul-alam (Levees), yaitu akumulasi endapan yang sejajar dengan arah
saluran sungai. (Djauhari Noor, 2010).

Morfologi Kipas Aluvial, adalah bentangalam yang menyerupai bentuk kipas, umumnya
terbentuk dibagian kaki lereng suatu perbukitan dan biasanya berada di daerah yang
beriklim arid. Kipas alluvial terbentuk pada sungai yang mengalir dari suatu berbukitan
dengan gradien lereng yang curam ke arah lereng yang landai dari suatu dataran dan
material material lepas yang diangkut oleh air sungai diendapkan. (Djauhari Noor,
2010).

Morfologi Sungai Bersirat, merupakan bentuk bentangalam hasil dari proses


pengendapan yang disebabkan oleh saluran air sungai yang berpindah-pindah. Sungai
teranyam umunya berkembang di daerah tekuk lereng dan terjadi karena adanya
perubahan kecepatan arus dari arah lereng yang kuat berubah menjadi lambat ketika
sampai kemedan yang relatif datar. Hal ini yang membuat saluran air selau berpindah
pindah sesuai dengan perkembangan arusnya. (Djauhari Noor, 2010).

Morfologi Point Bar, adalah bentuk bentangalam yang berada pada kelokan sungai
bagian dalam yang merupakan hasil pengendapan sungai pada bagian dalam dari suatu
kelokan sungai (meander). (Djauhari Noor, 2010).

Morfologi Danau Tapal Kuda adalah bentangalam yang berupa danau yang bentuknya
menyerupai tapal kuda. Bentuk tapal kuda berasal saluran air sungai yang telah
ditinggalkan dikarenakan terjadinya pemotongan meander sungai. Akibat dari
pemotongan ini menyebabkan meander terisolasi dari saluran utamanya dan pada
akhirnya membentuk danau. (Djauhari Noor, 2010).

Morfologi Gosongpasir merupakan bentangalam yang berbentuk daratan disepanjang


suatu saluran sungai sebagai hasil pengendapan material yang diangkut sungai.
Pengendapan yang terjadi di tengah saluran sungai disebabkan oleh ukuran dan masa
jenis material yang diangkut air sungai dengan kecepatan arus air. Ketika kecepatan
arus air melemah maka material sedimen yang bermasa jenis lebih besar akan
diendapkan didalam saluran yang pada akhirnya akan membentuk daratan. (Djauhari
Noor, 2010).

Morfologi Undak Sungai terjadi oleh erosi vertikal yang lebih dominan dibandingkan
erosi lateral. Undak undak sungai dapat terjadi pada sungai yang mengalami
pengangkatan kembali sehingga gaya erosi vertikal kembali bekerja. Undak sungai
tersusun dari endapan aluvial yang membentuk morfologi datar. (Djauhari Noor, 2010).

Morfologi Tanggul Alam adalah bentangalam yang berbentuk tanggul dan sejajar
dengan arah saluran sungai, merupakan akumulasi dari endapan material berbutir kasar
saat air sungai melimpah keluar saluran. (Djauhari Noor, 2010).

Wilayah Pesisir adalah suatu wilayah yang berada pada batas antara daratan dan lautan
dan merupakan tempat pertemuan antara energi dinamis yang berasal dari daratan dan
lautan. Dengan demikian wilayah pesisir merupakan wilayah yang dipengaruhi oleh
proses-proses erosi, abrasi, sedimentasi, penurunan (submergence), dan pengangkatan
(emergence). (Djauhari Noor, 2010).

Morfologi pantai adalah bentukñbentuk bentangalam yang terjadi sebagai akibat dari
aktivitas air yang berada di wilayah pesisir. Berbagai macam bentuk bentangalam
dijumpai di wilayah pesisir, kebanyakan bentuk bentangalamnya hasil perubahan
gelombang air laut. Singkapan-singkapan batuan yang berada disepanjang pantai
dikenal sebagai muka daratan (headlands) ter-erosi, menghasilkan pasir yang kemudian
diangkut di sepanjang garis pantai dan diendapkan di wilayah pantai membentuk
bentuk-bentuk bentangalam tertentu. (Djauhari Noor, 2010).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Berdasarikan praktikum pola pengaliran yang telah dilakukan, alat yang digunakan
yaitu:
- Pensil mekanik
- Drawing pen 0,2 0,3 0,5
- Penghapus
- Penggaris sablon
- Spidol warna biru
- Busur 360°

3.1.2 Bahan
Berdasarkan praktikum pola pengaliran yang telah dilakukan, bahan yang digunakan
yaitu:
- Kertas form peta
- Kertas kalkir
- Kertas HVS

3.2 Prosedur Percobaan


Adapun prosedur percobaan dalam praktikum kali ini sebagai berikut:
- Disiapkan alat dan bahan.

Gambar 3.1 Disiapkan alat dan bahan


- Diambil dan dilakukan tracing pada peta topografi yang menunjukkan adalanya
aliran sungai berdasarkan kontur yang ada menggunakan spidol biru.
Gambar 3.2 Ditracing pada peta topografi
- Disalin ke kalkir peta topografi beserta pola aliran yang telah dibuat sebelumnya.

Gambar 3.3 Disalin ke kalkir peta topografi beserta pola aliran


- Dibuat tabel untuk menulis arah dan aliran sungai dan dibuat satu tabel untuk
setip satu pola pengaliran sungai.

Gambar 3.4 Dibuat table untuk menulis arah dan aliran


- Dibuat diagram kipas berdasarkan tabel yang telah dibuat. Satu diagram untuk satu
tabel pola aliran sungai.

Gambar 3.5 Dibuat diagram kipas berdasarkan tabel


BAB IV
TABEL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel Pola Aliran Dendritik

Arah Notasi Frekuensi Arah Notasi Frekuensi

0 – 10 I 1 181 – 190

11 – 20 191 - 200

21 – 30 I 1 201 – 210

31 – 40 I 1 211 – 220 I 1

41 – 50 I 1 221 – 230

51 – 60 231 – 240

61 – 70 III 3 241 – 250 I 1

71 – 80 I 1 251 – 260

81 – 90 III 3 261 – 270

91 – 100 271 – 280

101 – 110 I 1 281 – 290

111 – 120 291 – 300

121 – 130 301 – 310

131 – 140 311 – 320

141 – 150 321 – 330

151 – 160 331 – 340

161 – 170 341 – 350

171 – 180 II 351 - 360

4.1.1 Tabel Pola Aliran Rectangular


Arah Notasi Frekuensi Arah Notasi Frekuensi

0 – 10 I 1 181 – 190

11 – 20 191 - 200

21 – 30 201 – 210

31 – 40 211 – 220

41 – 50 221 – 230 I 1

51 – 60 231 – 240

61 – 70 241 – 250

71 – 80 I 1 251 – 260

81 – 90 261 – 270

91 – 100 III 3 271 – 280 I 1

101 – 110 281 – 290

111 – 120 291 – 300

121 – 130 301 – 310

131 – 140 311 – 320

141 – 150 321 – 330

151 – 160 331 – 340

161 – 170 341 – 350

171 – 180 I 1 351 - 360

4.2 Diagram Kipas


4.2.1 Diagram Kipas Dendritik
Gambar 4.1 Diagram kipas dendritik
4.2.2 Diagram Kipas Rectangular

Gambar 4.2 Diagram kipas rectangular

4.3 Gambar Pola Aliran


4.3.1 Pola Aliran Dendritik

Gambar 4.3 Pola Aliran Dendritik


4.3.2 Pola Aliran Rectangular

Gambar 4.4 Pola Aliran Rectangular

4.4 Pembahasan
4.4.1 Pola Aliran Dendritik
Pola Aliran dendritik adalah pola aliran yang percabangannya menyerupai struktur
pohon. Pada umumnya, pola aliran dendritik dikendalikan oleh litologi batuan yang
homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang
dikendalikan oleh jenis batuannya. Tekstur merupakan panjang sungai per satuan luas.
Resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh terhadap proses-proses
pembentukkan alur-alur sungai. Apabila sistem sungai terbentuk pada batuan yang tidak
resisten akan membentuk pola aliran sungai yang rapat (tekstur halus), sebaliknya
apabila resisten akan membentuk tekstur kasar.

Berdasarkan skala pada peta ,kenampakan pola aliran terlihat lebih sedikit dibandingkan
pola aliran rektangular yang mendominasi, pola aliran dendritik ini sendiri berkembang
di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan
sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang
homogen. Pada peta topografi daerah tundan menuju kearah utara serta pada wilayah
semali tengah ngadisari.

4.4.2 Pola Aliran Rectangular


Pola rektangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya
mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan
sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga
memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu
pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus lurus mengikuti sistem kekar. Pola
aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya
mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana
singkapan batuannya lunak. Cabang cabang sungainya membentuk sudut tumpul
dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran
rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti
struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-
saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.

4.4.3 Diagram Roset


Untuk pola aliran dendritik dapat dilihat memiliki beberapa arah yang notasinya adalah
I dengan frekuensi yang dominan juga satu. Dapat dilihat bahwa arah pada pola aliran
tersebut berada pada arah 61-70 dengan notasi III frekuensi 3, 81-90 dengan notasi III
frekuensi 3, 0-10 dengan notasi I dan frekuensi 1, 21-30 notasi I dengan frekuensi 1 dan
terakhir adalah 241-250 notasi I dengan frekuensi 1. Pada pola aliran dendritik tersebut
dianalisi pada bagian arah selatan

Pola aliran rectangular dapat dilihat memiliki beberapa arah yang notasinya adalah I
dengan frekuensi 1 dan 2 pada tabel yang telah dibuat. Dapat dilihat bahwa arah pola
aliran tersebut berada pada arah 0-10 dengan notasi II frekuensi 2, 10-20 dengan notasi I
frekuensi 1, 220-230 dengan notasi I frekuensi 1, 290-300 dengan notasi I frekuensi 1,
300-310 dengan notasi I frekuensi 1, 330-340 dengan notasi I frekuensi 1dan terakhir
adalah 340-350 dengan notasi I frekuensi 1. Pada pola aliran pinnate tersebut di analisis
pada bagian timur laut..

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini yaitu:
- Pola Aliran dendritik adalah pola aliran yang percabangannya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya, pola aliran dendritik dikendalikan oleh litologi
batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan
sungai yang dikendalikan oleh jenis batuannya. Tekstur merupakan panjang
sungai per satuan luas. Resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh
terhadap proses-proses pembentukkan alur-alur sungai. Apabila sistem sungai
terbentuk pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola aliran sungai
yang rapat (tekstur halus), sebaliknya apabila resisten akan membentuk tekstur
kasar.
- Diagram kipas adalah untuk mengetahui arah kelurusan umum dari usur-unsur
struktur yang datanya hanya satu unsur pengukuran saja. Tabulasi data:data
pengukuran di masukkan dalam suatu tabel sehingga mempermudah proses
pembuatan diagram.
- Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap
erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua
arah dengan sudut saling tegak lurus

5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya diberikan berupa video pembelajaran untuk
praktikan agar dapat memahami dengan maksimal terutama untuk yang berada diluar
samarinda akan sangat terbantu dengan adanya video pembelajaran terserbut.

DAFTAR PUSTAKA
Bermana, Ike. 2006. Klasifikasi Geomorfologi Untuk Pemetaan Geologi yang Telah
Dibakukan. Semarang : Bulletin of Scientific Contribution, UNPAD.
Noor, Djauhari. 2010. Geomorfologi. Bogor : Universitas Pakuan.
Van Zuidam, et, al 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic Mapping. Enschede : International Institute for Geo-
Information
Science and Earth Observation.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai