PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
ACARA 3
POLA PENGALIRAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Pola pengaliran adalah bentuk dari suatu aliran yang membentuk suatu pola tertentu.
Pola pengaliran ada banyak macam, salah satunya adalah pola pengaliran dendritik dan
pola pengaliran paralel. Pola pengaliran dendritik adalah Pola pengaliran dengan bentuk
seperti pohon, dengan anak-anak sungai dan cabang-cabangnya mempunyai arah yang
tidak beraturan.Umumnya berkembang pada batuan yang resistensinya seragam, batuan
sedimen datar, atau hampir datar, daerah batuan beku masif, daerah lipatan, daerah
metamorf yang kompleks. Kontrol struktur tidak dominan di pola ini, namun biasanya
pola aliran ini akan terdapat pada daerah punggungan suatu antiklin.
Pola pengaliran paralel adalah pola pengaliran yang sejajar arah alirannya. Pola ini
sering dijumpai pada daerah yang lerengnya mempunyai kemiringan yang nyata, dan
berkembang pada batuan yang bertekstur halus dan homogen.
Oleh karena itu, pada praktkum geomorfologi yang berjudul pola pengaliran ini
bertujuan untuk membuat para praktikan memahami cara membuat pola aliran dan
memahami pola pola aliran yang ada pada peta topografi.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan praktikum peta pengaliran yaitu:
- Untuk mengetahui proses terbentuknya pola aliran dendritik.
- Untuk mengetahui fungsi dari kegunaan diagram kipas
- Untuk mengetahui apa itu pola aliran rectangular
BAB II
DASAR TEORI
Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola
pengaliran tertentu diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan
pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai
dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola berkembang
dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi bawah permukaannya. Saluran-
saluran sungai berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan
dasarnya kurang resisten terhadap erosi (Djauhari Noor, 2012).
Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran
sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya
disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola
pengaliran sungai disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh
perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran
yang umum dikenal adalah sebagai berikut:
1. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi
batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan
sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir
diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur
sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan
membentuk tekstur kasar (renggang).
Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih
mudah di-erosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai
yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan
sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten
akan membentuk tekstur kasar.
Gambar 2.1 Pola Aliran Sungai Dendritik, Rectangular, Radial, dan Trellis
Kegiatan erosi dan tektonik yang menghasilkan bentuk - bentuk lembah sebagai tempat
pengaliran air, selanjutnya akan membentuk pola - pola tertentu yang disebut sebagai
pola aliran. Pola aliran ini sangat berhubungan dengan jenis-jenis batuan, struktur
geologi kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem pengaliran yang bisa berkembang
pada permukaan bumi secara regional itu dapat dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis
dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan kerapatan vegetasi serta
kondisi iklim. (Van Zuidam, 1985).
Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, terutama pada
skala yang besar. Percabangan – percabangan dan erosi yang kecil pada permukaan
bumi akan tampak dengan jelas, sedangkan pada skala menengah akan menunjukkan
pola yang menyeluruh sebagai cerminan jenis batuan, struktur geologi dan erosi. Pola
pengaliran pada batuan yang berlapis sangat tergantung pada jenis, sebaran, ketebalan
dan bidang perlapisan batuan serta geologi struktur seperti sesar, kekar, arah dan bentuk
perlipatan. (Van Zuidam, 1985).
Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola
pengaliran modifikasi. Definisi pola pengaliran yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah
yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran tetap
pengali. Biasanya pola pengaliran yang demikian disebut sebagai pola
pengaliran permanen (tetap).
2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dari pola
dasar lainnya.
3. Perubahan (modifikasi) pola dasar adalah salah satu perbedaan yang dibuat dari
pola dasar setempat. (Van Zuidam, 1985).
Hubungan pola dasar dan pola perubahan (modifikasi) dengan jenis batuan dan struktur
geologi sangat erat, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat ditambah atau
dikurangi.Van der Weg (1968) membuat klasifikasi pola pengaliran menjadi pola
erosional, pola pengendapan dan pola khusus. Pola alimpses (sub alimpses), radial,
angular (sub angular), alimp dan alimpsest termasuk pola erosional, sedangkan pola –
pola lurus (elongate) , menganyam ( braided), berkelok (meandering), yazoo, rektikular
dan pola dikhotomik termasuk pola pengendapan. Klasifikasi pola khusus dibagi
menjadi pola pe-ngaliran internal seperti pola “sinkhole” pada bentuklahan karst
(gamping) dan pola “palimpset" atau "berbed" untuk daerah yang dianggap khusus.
(Van Zuidam, 1985).
Tahapan perkembangan suatu sungai dapat dibagi menjadi 5 (tiga) stadia, yaitu stadia
sungai awal, stadia muda, stadia dewasa, stadia tua, dan stadia remaja kembali
(rejuvination). Adapun ciri-ciri dari tahapan sungai adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Awal
Tahap awal suatu sungai seringkali dicirikan oleh sungai yang belum memiliki orde
dan belum teratur seperti lazimnya suatu sungai. Air terjun, danau, arus yang cepat
dan gradien sungai yang bervariasi merupakan ciri-ciri sungai pada tahap awal.
Bentangalam aslinya, seringkali memperlihatkan ketidakteraturan, beberapa
diantaranya berbeda tingkatannya, arus alirannnya berasal dari air runoff ke arah
suatu area yang masih membentuk suatu depresi (cekungan) atau belum membentuk
lembah.
Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai (coastal
plain) yang mengalami pengangkatan atau diatas permukaan lava yang masih baru /
muda dan gunungapi, atau diatas permukaan pediment dimana sungainya
mengalami peremajaan (rejuvenation).
2. Tahapan Muda
Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktivitas
aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran sungai yang menmpati seluruh
lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil lembahnya membentuk seperti huruf
“V”. Air terjun dan arus yang cepat mendominasi pada tahapan ini.
3. Tahapan Dewasa
Tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya pembentukan dataran
banjir secara setempat setempat dan semakin lama semakin lebar dan akhirnya terisi
oleh aliran sungai yang berbentuk meander, sedangkan pada sungai yang sudah
masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai sudah membentuk aliran yang berbentuk
meander, penyisiran kearah depan dan belakang memotong suatu dataran banjir
(flood plain) yang cukup luas sehingga secara keseluruhan ditempati oleh jalur-jalur
meander. Pada tahapan ini aliran arus sungai sudah memperlihatkan keseimbangan
antara laju erosi vertikal dan erosi lateral dan profil sungainya sudah berubah dari
bentuk “V” kebentuk “U”.
4. Tahapan Tua
Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander dan lebar dari dataran
banjir akan beberapa kali lipat dari luas meander belt. Sungai pada tahapan ini
dicirikan oleh arah erosi lateral yang dominan serta banyaknya rawa-rawa. Profil
sungai pada sungai tahapan tua membentuk seperti huruf “U”.
Morfologi sungai adalah bentuk bentuk bentangalam yang terbentuk oleh aktivitas dan
proses fluviatil. Material material yang berukuran pasir kasar hingga kerikil akan
terakumulasi disepanjang saluran sungai, yaitu disepanjang aliran air yang terdalam atau
disepanjang aliran/arus yang terkuat karena pada kecepatan arus yang tinggi butiran-
butiran sedimen yang lebih halus akan terbawa arus. Endapan material tersebut dikenal
sebagai Gosong Pasir (Bar). Ke arah bagian tepi saluran sungai, kecepatan arus
melemah dan butiran-butiran material yang lebih halus akan terakumulasi dan
terendapkan sebagai endapan Tekuk Sungai (Point bar). Selama banjir, dataran banjir
akan digenangi air yang memungkinkan butiran-butiran sedimen yang lebih halus
diendapkan dan semakin jauh dari alur sungai butiran sedimen yang diendapkan
semakin halus lagi, daerah dataran banjir dikenal sebagai bentangalam Dataran Banjir
(Flood plain). Kebanyakan dari daerah dataran banjir tersusun dari endapan pasir dan
lumpur, sedangkan pasir yang kasar diendapkan ditepi saluran sungai utama dan dikenal
sebagai Tanggul-alam (Levees), yaitu akumulasi endapan yang sejajar dengan arah
saluran sungai. (Djauhari Noor, 2010).
Morfologi Kipas Aluvial, adalah bentangalam yang menyerupai bentuk kipas, umumnya
terbentuk dibagian kaki lereng suatu perbukitan dan biasanya berada di daerah yang
beriklim arid. Kipas alluvial terbentuk pada sungai yang mengalir dari suatu berbukitan
dengan gradien lereng yang curam ke arah lereng yang landai dari suatu dataran dan
material material lepas yang diangkut oleh air sungai diendapkan. (Djauhari Noor,
2010).
Morfologi Point Bar, adalah bentuk bentangalam yang berada pada kelokan sungai
bagian dalam yang merupakan hasil pengendapan sungai pada bagian dalam dari suatu
kelokan sungai (meander). (Djauhari Noor, 2010).
Morfologi Danau Tapal Kuda adalah bentangalam yang berupa danau yang bentuknya
menyerupai tapal kuda. Bentuk tapal kuda berasal saluran air sungai yang telah
ditinggalkan dikarenakan terjadinya pemotongan meander sungai. Akibat dari
pemotongan ini menyebabkan meander terisolasi dari saluran utamanya dan pada
akhirnya membentuk danau. (Djauhari Noor, 2010).
Morfologi Undak Sungai terjadi oleh erosi vertikal yang lebih dominan dibandingkan
erosi lateral. Undak undak sungai dapat terjadi pada sungai yang mengalami
pengangkatan kembali sehingga gaya erosi vertikal kembali bekerja. Undak sungai
tersusun dari endapan aluvial yang membentuk morfologi datar. (Djauhari Noor, 2010).
Morfologi Tanggul Alam adalah bentangalam yang berbentuk tanggul dan sejajar
dengan arah saluran sungai, merupakan akumulasi dari endapan material berbutir kasar
saat air sungai melimpah keluar saluran. (Djauhari Noor, 2010).
Wilayah Pesisir adalah suatu wilayah yang berada pada batas antara daratan dan lautan
dan merupakan tempat pertemuan antara energi dinamis yang berasal dari daratan dan
lautan. Dengan demikian wilayah pesisir merupakan wilayah yang dipengaruhi oleh
proses-proses erosi, abrasi, sedimentasi, penurunan (submergence), dan pengangkatan
(emergence). (Djauhari Noor, 2010).
Morfologi pantai adalah bentukñbentuk bentangalam yang terjadi sebagai akibat dari
aktivitas air yang berada di wilayah pesisir. Berbagai macam bentuk bentangalam
dijumpai di wilayah pesisir, kebanyakan bentuk bentangalamnya hasil perubahan
gelombang air laut. Singkapan-singkapan batuan yang berada disepanjang pantai
dikenal sebagai muka daratan (headlands) ter-erosi, menghasilkan pasir yang kemudian
diangkut di sepanjang garis pantai dan diendapkan di wilayah pantai membentuk
bentuk-bentuk bentangalam tertentu. (Djauhari Noor, 2010).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.2 Bahan
Berdasarkan praktikum pola pengaliran yang telah dilakukan, bahan yang digunakan
yaitu:
- Kertas form peta
- Kertas kalkir
- Kertas HVS
0 – 10 I 1 181 – 190
11 – 20 191 - 200
21 – 30 I 1 201 – 210
31 – 40 I 1 211 – 220 I 1
41 – 50 I 1 221 – 230
51 – 60 231 – 240
71 – 80 I 1 251 – 260
0 – 10 I 1 181 – 190
11 – 20 191 - 200
21 – 30 201 – 210
31 – 40 211 – 220
41 – 50 221 – 230 I 1
51 – 60 231 – 240
61 – 70 241 – 250
71 – 80 I 1 251 – 260
81 – 90 261 – 270
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pola Aliran Dendritik
Pola Aliran dendritik adalah pola aliran yang percabangannya menyerupai struktur
pohon. Pada umumnya, pola aliran dendritik dikendalikan oleh litologi batuan yang
homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang
dikendalikan oleh jenis batuannya. Tekstur merupakan panjang sungai per satuan luas.
Resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh terhadap proses-proses
pembentukkan alur-alur sungai. Apabila sistem sungai terbentuk pada batuan yang tidak
resisten akan membentuk pola aliran sungai yang rapat (tekstur halus), sebaliknya
apabila resisten akan membentuk tekstur kasar.
Berdasarkan skala pada peta ,kenampakan pola aliran terlihat lebih sedikit dibandingkan
pola aliran rektangular yang mendominasi, pola aliran dendritik ini sendiri berkembang
di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan
sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang
homogen. Pada peta topografi daerah tundan menuju kearah utara serta pada wilayah
semali tengah ngadisari.
Pola aliran rectangular dapat dilihat memiliki beberapa arah yang notasinya adalah I
dengan frekuensi 1 dan 2 pada tabel yang telah dibuat. Dapat dilihat bahwa arah pola
aliran tersebut berada pada arah 0-10 dengan notasi II frekuensi 2, 10-20 dengan notasi I
frekuensi 1, 220-230 dengan notasi I frekuensi 1, 290-300 dengan notasi I frekuensi 1,
300-310 dengan notasi I frekuensi 1, 330-340 dengan notasi I frekuensi 1dan terakhir
adalah 340-350 dengan notasi I frekuensi 1. Pada pola aliran pinnate tersebut di analisis
pada bagian timur laut..
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini yaitu:
- Pola Aliran dendritik adalah pola aliran yang percabangannya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya, pola aliran dendritik dikendalikan oleh litologi
batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan
sungai yang dikendalikan oleh jenis batuannya. Tekstur merupakan panjang
sungai per satuan luas. Resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh
terhadap proses-proses pembentukkan alur-alur sungai. Apabila sistem sungai
terbentuk pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola aliran sungai
yang rapat (tekstur halus), sebaliknya apabila resisten akan membentuk tekstur
kasar.
- Diagram kipas adalah untuk mengetahui arah kelurusan umum dari usur-unsur
struktur yang datanya hanya satu unsur pengukuran saja. Tabulasi data:data
pengukuran di masukkan dalam suatu tabel sehingga mempermudah proses
pembuatan diagram.
- Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap
erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua
arah dengan sudut saling tegak lurus
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya diberikan berupa video pembelajaran untuk
praktikan agar dapat memahami dengan maksimal terutama untuk yang berada diluar
samarinda akan sangat terbantu dengan adanya video pembelajaran terserbut.
DAFTAR PUSTAKA
Bermana, Ike. 2006. Klasifikasi Geomorfologi Untuk Pemetaan Geologi yang Telah
Dibakukan. Semarang : Bulletin of Scientific Contribution, UNPAD.
Noor, Djauhari. 2010. Geomorfologi. Bogor : Universitas Pakuan.
Van Zuidam, et, al 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic Mapping. Enschede : International Institute for Geo-
Information
Science and Earth Observation.
LAMPIRAN