Anda di halaman 1dari 7

Tugas Akhir

Disusun Oleh:

Chaka Dentya Izzulhaq


185090707111017
Geomorfologi A
Faridha Aprilia , S.T., M.Eng.

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
Daerah yang di ambil mencakup enam desa, yaitu Tunjungan dan Sambongrejo yang
termasuk bagian dari Kecamatan Tunjungan, serta Ngiyono, Sumberejo, Wotbakah, dan
Bogorejo yang termasuk bagian dari Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa
Tengah. Daerah yang di jadikan daerah penelitian memiliki batas koordinat yang dinyatakan
dalam UTM dengan datum WGS 1984 49S adalah 534100 - 538100 dan 9233300 – 9238300.
Dengan Skala 1:25.000 terdapat 2 jenis bentang alam yang terdapat pada daerah penelitian
yaitu bentang alam fluvial dan bentang alam struktural. pada peta juga bisa dilihat terdapat 2
sesar yaitu sesar sinistrial nguyono (sebelah barat laut) dan sesar dextral sumburejo (tengah
peta).
Menurut Van Bemmelen, geomorfologi regional Zona Rembang berupa daerah
dataran berundulasi dengan jajaran perbukitan berarah barat - timur dan berselingan dengan
dataran alluvial. Lebar rata-rata zona ini adalah 50 km dengan puncak tertinggi 515 m
(Gading) dan 491 m (Tungangan). Terdiri dari banyak pegunungan lipatan yang memanjang
dengan arah relatif Barat – Timur. Zona Rembang ini mencakup beberapa kota, meliputi kota
Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai pulau Madura. Van Bemmelen juga
membagi satuan geomorfologi di Zona Rembang menjadi tiga satuan utama, yaitu : Satuan
dataran rendah, Satuan perbukitan, bergelombang Satuan perbukitan berlereng terjal.

Jenis Bentang Alam dan Proses Pembentukan

1. Bentang Alam Fluvial

Air secara mekanik dan kimiawi berperan dalam proses pelapukan, erosi dan
sedimentasi dari material kulit bumi. Proses proses tersebut berjalan terus sepanjang masa
dan akan menghasilkan perubahan bentuk bentang alam yang sebelumnya ada. Sistem
Fluviatil adalah sekumpulan alur-alur sungai yang membentuk jaringan yang komplek dan
luas dimana air yang berasal dari permukaan daratan mengalir. (Noor.2010). Bentuk lahan
proses fluvial adalah bentuk lahan yang dihasilkan oleh kerja aliran sungai, dalam hal ini
tertuama pada daerah-daerah deposisi seperti lembah sungai besar dan dataran aluvial. Proses
kerja aliran sungai yang menghasilkan bentuklahan fluvial meliputi tiga bagian yang saling
berkaitan yaitu erosi, transportasi, dan sedimentasi. Karena saling berhubungan, ketiga
proses ini sering disebut tiga tahap dari aktivitas tunggal (Heru, dkk, 2013)
Bentang alam ini terdapat di bagian timur laut dan barat daya daerah penelitian yang
di bedakan dengan fluvial 1 (barat daya) dan fluvial 2 (timur laut). Pada Daerah fluvial 1
Memiliki beda tinggi sebesar 25 meter. Pola penyaluran yang terbentuk di satuan ini adalah
pola dendritik, di mana pola ini memang umum dijumpai pada daerah dengan perbedaan
elevasi yang rendah. Terdapat dua litologi yang menyusun satuan ini, yaitu batulanau
karbonatan dan juga wackestone. Kedua litologi ini sama-sama berupa batuan sedimen
dengan ukuran butir yang relatif halus, sehingga keduanya bersifat kurang resisten dan
mudah tererosi. Lalu pada daerah Fluvial 2 yang terletak di sisi timur laut daerah penelitian,
Satuan ini terletak di sisi selatan sumbu antiklin, di mana sumbu antiklin itu sendiri terletak
di utara daerah penelitian, dan berorientasi NW - SE. Sehingga satuan ini juga memiliki
kedudukan perlapisan batuan yang miring ke arah selatan, dengan besar kemiringan 10° -
15°. Satuan ini memiliki beda tinggi sekitar 37,5 meter, dan memiliki banyak sungai
dendritik. Litologi yang menyusun satuan ini adalah batupasir karbonatan, floatstone dan
juga sedikit sisipan batulanau karbonatan di beberapa tempat. Litologi yang menyusun satuan
ini cenderung kurang resisten dibandingkan litologi pada bentang alam struktural. Hal
tersebut diakibatkan litologinya berupa batupasir karbonatan, yang kadar semen karbonatnya
tidak setinggi pada batugamping. Akibatnya satuan ini mengalami proses erosi yang sangat
intensif, sehingga menyisakan morfologi.
Bentang alam fluvial adalah salah satu bentang alam yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan dalam kehidupan manusia, daerah dengan bentang alam ini sangat baik sebagai
penyedia air maka sangat baik dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai lahan bercocok
tanam. Karena daerah ini memiliki suplai air yang cukup baik dari sungai perennial, sehingga
pengairan pun tetap dapat berjalan meskipun di musim kemarau, dan tanah tetap basah.
Namun adapula dampak negatif yang teradapat pada bentang alam ini dengan daerah ini
dekat dengan aliran sungai menjadikan daerah ini rentan terhadap bencana seperti banjir dan
tanah longsor. Selain itu jika masyarakat sekitar tidak bisa menjaga lingkungan sungai
dengan baik maka sangat memungkinkan mencemari lingkungan di sekitarnya.

2. Bentang Alam Struktural

bentangalam struktural adalah (structural landform) adalah bentangalam yang


proses pembentukannya dikontrol oleh gaya tektonik seperti perlipatan dan atau patahan.
Penilaian suatu Bentang Alam dapat dilihat dari unit geomorfologis yang dikategorikan
berdasarkan karakteristik seperti elevasi, kelandaian, orientasi, stratifikasi, paparan batuan,
dan jenis tanah. Beberapa faktor, mulai dari lempeng tektonik hingga erosi dan deposisi dapat
membentuk dan memengaruhi bentang alam. Struktur geologi berperan sangat penting dalam
pembentukan suatu bentukan wajah rupa bumi. Struktur Geologi yang paling
berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu
struktur yang terbentuk setelah batuan ada. Pada suat bentukan bentang alam yang memiliki
penampang struktur yang kompleks dan dominan pada area yang luas dapat digolongkan
pada Jenis Bentang Alam Struktural (Noor, 2011). Struktur geologi yang paling banyak
berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu
struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Biasanya terbentuk oleh adanya proses
endogen yaitu proses tektonik yang mengakibatkan adanya pengangkatan, patahan, dan
lipatan, yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Akibat gaya tersebut,
morfologi di permukaan bumi berubah. Bentuk relief ini akan berubah akibat proses eksternal
yang berlangsung kemudian. Macam-macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan
(dekomposisi dan disintegrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta gerakan massa (longsoran,
rayapan atau slump) (Cooke, 1994).
Satuan ini berupa perbukitan memanjang berarah timur - barat di bagian timur area
kerja, sepanjang 2 km, kemudian di sisi barat orientasi berbelok menjadi NW - SE, juga
sepanjang kurang lebih 2 km. Persebaran dari satuan punggungan cuesta ini mencakup 10%
dari area kerja, dan memiliki beda tinggi sebesar 50 meter. Pola penyaluran yang berkembang
pada stuan geomorfologi ini adalah pola penyaluran sub-parallel. Pola penyaluran ini
dikontrol oleh kemiringan lereng perbukitan, terutama kelerengan di sisi selatan.
Punggungan cuesta ini memiliki kedudukan perlapisan batuan yang miring relatif ke arah
selatan dengan nilai kemiringan sebesar 10° - 15°. Batuan yang menyusun perbukitan ini
adalah packstone dan batugamping kristalin. Apabila dilihat dari bentuk morfologi sekarang,
pegunungan ini tersusun atas batuan yang resisten. Faktor yang menyebabkan batugamping
ini menjadi resisten adalah proses diagenesis yang bekerja, berupa proses sementasi
Punggungan cuesta ini memiliki perubahan arah yang juga menyebabkan perbukitan
fmemanjang ini terpotong, yang diakibatkan oleh sesar dextral Sumberejo, yang berarah
NNE - SSW.
Secara umum bentang alam struktural berdampak positif terhadap lingkungan sekitar
bisa dari segi industri terutama pada sektor pertambangan karena dengan adanya patahan bisa
memperlihatkan pola pelapisan yang jelas dan jika cocok bisa langsung dimanfaatkan seperti
pada daerah penelitian yang sangat prospek sebagai tambang batu gamping, lalu bentang
alami ni juga sangat cocok dijadikan sebagai tempat menggali ilmu pengetahuan maupun
penelitian . Namun dengan dampak positif yang bisa di dapat pada bentang ala mini pasti
juga memilik dampak negative seperti rawan terjadinya gempa jika terdapat sesar yang masih
aktif dan juga yang sangat rentan adalah lonsor.

Pola Penyaluran

Terdapat dua pola penyaluran utama yang berkembang pada daerah penelitian seperti
yang bisa dilihat pada peta diatas. Yang pertama adalah pola penyaluran dendritik yang
berkembang diarah barat daya, dan yang kedua, merupakan pola sub-parallel yang
berkembang di sisi utara kaveling, di mana perbedaan elevasi lebih drastis dibanding sisi
selatan, di mana faktor perbedaan elevasi memang merupakan faktor utama yang mengontrol
pola penyaluran ini. Pola penyaluran dendritik ini terletak di seluruh bagian selatan daerah
penelitian dan sedikit di bagian timur laut kaveling. Pada persebaran di sisi selatan, dibatasi
oleh punggungan cuesta di sisi utara. Selain itu, tepat di sisi utara punggungan cuesta juga
ditemukan pola penyaluran ini, yaitu pada daerah fluvial 2 tepat berbatasan dengan
punggungan cuesta dan pola penyaluran ini merupakan pola penyaluran yang mendominasi.
Lalu pola penyaluran yang berkembang kedua adalah sub-parallel, Pola penyaluran sub-
parallel terdapat pada satuan geomorfologi punggungan cuesta. Pola penyaluran ini tersebar
di bagian tengah kaveling, melampar dari timur ke barat, mengikuti orientasi punggungan
cuesta. Litologi yang menyusun pola penyaluran ini adalah packstone, floatstone, dan juga
batugamping kristalin. Dari sifak fisiknya, batuan tersebut lebih kompak daripada batulanau
karbonatan dan wackestone yang menyusun pola penyaluran dendritik. Batuan ini tentu saja
juga lebih resisten terhadap proses eksogenik, sehingga morfologi yang dihasilkan menonjol
serta memiliki elevasi yang tinggi, serta nilai beda elevasi yang besar. Perbedaan elevasi atau
nilai kelerengan ini lah yang mengontrol pembentukan pola penyaluran sub-parallel. Untuk
stadia sungai, pola penyaluran ini menunjukan stadia muda. Erosi yang dihasilkan aliran air
menggerus batuan dasar secara vertikal, tidak horizontal, sehingga sungai yang terbentuk pun
relatif tidak lebar.

Daftar Pustaka
Cooke, R.U., Dorrkamp, J.C. 1994. Geomorphology in Environmental Management An
Introduction. Oxford: Clavendon Press
Heru, Pramono, dkk. 2013. Geomorfologi dasar. Yogyakarta: UNY PRESS

Noor, Djauhari. 2010. Geomorfologi. Bogor. Universitas Pakuan

Noor, Djauhari. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Graha Ilmu: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai