Disusun Oleh:
Air secara mekanik dan kimiawi berperan dalam proses pelapukan, erosi dan
sedimentasi dari material kulit bumi. Proses proses tersebut berjalan terus sepanjang masa
dan akan menghasilkan perubahan bentuk bentang alam yang sebelumnya ada. Sistem
Fluviatil adalah sekumpulan alur-alur sungai yang membentuk jaringan yang komplek dan
luas dimana air yang berasal dari permukaan daratan mengalir. (Noor.2010). Bentuk lahan
proses fluvial adalah bentuk lahan yang dihasilkan oleh kerja aliran sungai, dalam hal ini
tertuama pada daerah-daerah deposisi seperti lembah sungai besar dan dataran aluvial. Proses
kerja aliran sungai yang menghasilkan bentuklahan fluvial meliputi tiga bagian yang saling
berkaitan yaitu erosi, transportasi, dan sedimentasi. Karena saling berhubungan, ketiga
proses ini sering disebut tiga tahap dari aktivitas tunggal (Heru, dkk, 2013)
Bentang alam ini terdapat di bagian timur laut dan barat daya daerah penelitian yang
di bedakan dengan fluvial 1 (barat daya) dan fluvial 2 (timur laut). Pada Daerah fluvial 1
Memiliki beda tinggi sebesar 25 meter. Pola penyaluran yang terbentuk di satuan ini adalah
pola dendritik, di mana pola ini memang umum dijumpai pada daerah dengan perbedaan
elevasi yang rendah. Terdapat dua litologi yang menyusun satuan ini, yaitu batulanau
karbonatan dan juga wackestone. Kedua litologi ini sama-sama berupa batuan sedimen
dengan ukuran butir yang relatif halus, sehingga keduanya bersifat kurang resisten dan
mudah tererosi. Lalu pada daerah Fluvial 2 yang terletak di sisi timur laut daerah penelitian,
Satuan ini terletak di sisi selatan sumbu antiklin, di mana sumbu antiklin itu sendiri terletak
di utara daerah penelitian, dan berorientasi NW - SE. Sehingga satuan ini juga memiliki
kedudukan perlapisan batuan yang miring ke arah selatan, dengan besar kemiringan 10° -
15°. Satuan ini memiliki beda tinggi sekitar 37,5 meter, dan memiliki banyak sungai
dendritik. Litologi yang menyusun satuan ini adalah batupasir karbonatan, floatstone dan
juga sedikit sisipan batulanau karbonatan di beberapa tempat. Litologi yang menyusun satuan
ini cenderung kurang resisten dibandingkan litologi pada bentang alam struktural. Hal
tersebut diakibatkan litologinya berupa batupasir karbonatan, yang kadar semen karbonatnya
tidak setinggi pada batugamping. Akibatnya satuan ini mengalami proses erosi yang sangat
intensif, sehingga menyisakan morfologi.
Bentang alam fluvial adalah salah satu bentang alam yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan dalam kehidupan manusia, daerah dengan bentang alam ini sangat baik sebagai
penyedia air maka sangat baik dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai lahan bercocok
tanam. Karena daerah ini memiliki suplai air yang cukup baik dari sungai perennial, sehingga
pengairan pun tetap dapat berjalan meskipun di musim kemarau, dan tanah tetap basah.
Namun adapula dampak negatif yang teradapat pada bentang alam ini dengan daerah ini
dekat dengan aliran sungai menjadikan daerah ini rentan terhadap bencana seperti banjir dan
tanah longsor. Selain itu jika masyarakat sekitar tidak bisa menjaga lingkungan sungai
dengan baik maka sangat memungkinkan mencemari lingkungan di sekitarnya.
Pola Penyaluran
Terdapat dua pola penyaluran utama yang berkembang pada daerah penelitian seperti
yang bisa dilihat pada peta diatas. Yang pertama adalah pola penyaluran dendritik yang
berkembang diarah barat daya, dan yang kedua, merupakan pola sub-parallel yang
berkembang di sisi utara kaveling, di mana perbedaan elevasi lebih drastis dibanding sisi
selatan, di mana faktor perbedaan elevasi memang merupakan faktor utama yang mengontrol
pola penyaluran ini. Pola penyaluran dendritik ini terletak di seluruh bagian selatan daerah
penelitian dan sedikit di bagian timur laut kaveling. Pada persebaran di sisi selatan, dibatasi
oleh punggungan cuesta di sisi utara. Selain itu, tepat di sisi utara punggungan cuesta juga
ditemukan pola penyaluran ini, yaitu pada daerah fluvial 2 tepat berbatasan dengan
punggungan cuesta dan pola penyaluran ini merupakan pola penyaluran yang mendominasi.
Lalu pola penyaluran yang berkembang kedua adalah sub-parallel, Pola penyaluran sub-
parallel terdapat pada satuan geomorfologi punggungan cuesta. Pola penyaluran ini tersebar
di bagian tengah kaveling, melampar dari timur ke barat, mengikuti orientasi punggungan
cuesta. Litologi yang menyusun pola penyaluran ini adalah packstone, floatstone, dan juga
batugamping kristalin. Dari sifak fisiknya, batuan tersebut lebih kompak daripada batulanau
karbonatan dan wackestone yang menyusun pola penyaluran dendritik. Batuan ini tentu saja
juga lebih resisten terhadap proses eksogenik, sehingga morfologi yang dihasilkan menonjol
serta memiliki elevasi yang tinggi, serta nilai beda elevasi yang besar. Perbedaan elevasi atau
nilai kelerengan ini lah yang mengontrol pembentukan pola penyaluran sub-parallel. Untuk
stadia sungai, pola penyaluran ini menunjukan stadia muda. Erosi yang dihasilkan aliran air
menggerus batuan dasar secara vertikal, tidak horizontal, sehingga sungai yang terbentuk pun
relatif tidak lebar.
Daftar Pustaka
Cooke, R.U., Dorrkamp, J.C. 1994. Geomorphology in Environmental Management An
Introduction. Oxford: Clavendon Press
Heru, Pramono, dkk. 2013. Geomorfologi dasar. Yogyakarta: UNY PRESS