Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Sulewana merupakan salah satu daerah yang terletak di kabupaten
Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Daerah ini memiliki luas wilayah sekitar
11.265,80 km² dan terletak di antara 0°51’LU – 1°26’LU dan 121°26’BT –
122°36’BT. Daerah Poso memiliki topografi yang bervariasi, mulai dari
pegunungan, perbukitan, hingga dataran rendah.
Daerah Poso memiliki sejarah geologi yang kompleks. Daerah ini
terbentuk pada periode Eosen, daerah ini merupakan bagian dari laut dalam
yang kemudian terisi oleh sedimen. Sedimen yang terendapkan seperti
batupasir, batugamping, dan serpih. Jadi periode ini merupakan daerah
cekungan yang memungkinkan terjadi proses dari kerak oceanik, dan kerak
kontinen, kerak oceanik di tandai dengan batuan sedimen yang bertipe laut
dalam.
Permasalahan Sedimen di Daerah Poso, permasalahan Sedimen yang
berada di daerah poso merupakan salah satu komponen penting dalam
lingkungan alam. Dimana sedimen dapat berperan sebagai sumber daya alam,
dan menjadi sumber permasalahan seperti erosi. erosi merupakan proses
pengikisan tanah dan batuan oleh air, angin, atau es. Erosi dapat
menyebabkan sedimentasi pada sungai, danau dan laut. Erosi di wilayah
Poso dapat menyebabkan banjir, tanah longsor dan pencemaran air,
Pergerakan massa tanah. Pergerakan massa merupakan pergerakan massa
tanah dan batuan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Pergerakan besar
dapat terjadi dengan cepat seperti tanah longsor atau secara perlahan seperti
tanah longsor, sedimentasi sungai Penurunan sungai adalah proses
berkurangnya kedalaman sungai akibat pengendapan sedimen. Menyusutnya
sungai dapat menyebabkan banjir, menyempitnya muara dan mengganggu
transportasi air.
Sandi stratigrafi memberikan kemungkinan untuk tercapainya
keseragaman dalam tatanama satuan-satuan stratigrafi. Pada dasarnya, Sandi

1 PrIsIp StratIgrafi
Stratigrafi mengakui adanya satuan lithostratigrafi, satuan litodemik, satuan
biostratigrafi, satuan sekuen stratigrafi, satuan kronostratigrafi dan satuan
geokronologi. Sandi ini dapat dipakai untuk semua macam batuan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dalm praktikum kali ini yaitu:
1. Untuk mencapai atau memenuhi kelulusan dalam matakuliah praktikum
prinsip stratigrafi
2. Untuk menentukan satuan batuan dan untuk menjelaskan proses terjadinya
satuan batuan didaerah penelitian
1.3 Kesampaian Lokasi (Daerah)

Gambar 1.1 Peta lokasi


Praktikum prinsip stratigrafi dilakukan pada hari jumat tanggal 12 januari
2024, yang terletak di daerah Desa Sulewana Kecamatan Pamona Utara
Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Perjalanan untuk sampai pada
lokasi Fieltrib Prinsip Stratigrafi yaitu sekitar 6-7 jam. Dari stasiun 1 menuju
stasiun 2 dengan berjalan kaki dengan waktu 1 jam dan kegiatan ini
berlangsung sampai stasiun 2. Setelah sampai distasiun 2 kita melakukan

2 PrIsIp StratIgrafi
pengukuran stratigrafi dan kita mengambil data serta menyamping untuk
mengambil sampel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional

Gambar 2.1 Peta geologi regional Poso


2.1.1 Geomorfologi regional
Pulau Sulawesi yang mempunyai luas sekitar 107.000 km (fan
bemelend,1949). Dikelilingi oleh laut yang lebih dalam. sebagian besar
daratannya dibentuk oleh pegunungan yang ketinggiannya mencapai 3,44
om. Seperti yang telah diulaikan sebelumnya, pulau Sulawesi berbentruk
huruf k dengan 4 lengan. Lengan timur memanjangtimur laut sampai barat
daya, lengan utara memanjang barat sampai timur dengan ujung
daratannya membelok kearah utara sampai selatan, lengan tenggara
memanjang barat laut sampai tenggara dan lengan selatan membujur utara
sampai selatan. Keempat lengan tersebut bertemu pada bagian Sulawesi.

3 PrIsIp StratIgrafi
2.1.2 Stratigrafi Regional
Stratigrafi Regional Berdasarkan tatanan batuan daerah dalam
lembar Poso disusun oleh Batuan Sedimen, Mendala Geologi Sulawesi
Barat, Mendala Geologi Sulawesi Timur dan Pelataran (Platform) Banggai
Sula. TQpm Formasi NAPU terdiri atas batupasir, konglomerat, batulanau
dengan sisipan lempung dan gambut. Umur formasi ini berdasarkan
kandungan fosil adalah Pliosen Plistosen yang terendapkan di lingkungan
laut dangkal sampai payau. Tebal formasi ini diperkirakan sekitar 1000 m.
Satuan ini diduga menjemari dengan Formasi Puna dan ditindih tak selaras
oleh Endapan Danau.
1. FORMASI PUNA (TPPS) : konglomerat, batupasir, lanau, serpih,
batulempung gampingan dan batugamping. Konglomerat tersusun olch
komponen batugamping terdaunkan, sekis, genes, dan kuarsa susu, gan
semen karbonat, padat dan keras. Batupasir berwarna coklat kehijauan
sampai kehitaman, padat, keras, berlapis baik (30-200 cm). Lanau
berwarna kelabu sampai kelabu kehitaman, agak keras, berlapis baik
(10-30 cm). Serpih berwarna kelabu, agak keras dan padat, berlapis
baik: batulempung gampingan berwarna kuning kecoklatan sampai
kelabu, kurang padat. Batugamping umumnya berupa batugamping
koral. Fosil foraminifera dalam lempung gampingan menunjukkan
umur Pliosen, sedang lingkungan pengendapannya laut

dangkal. Tebal formasi sekitar 800 m. Formasi ini menindih tak


selaras Formasi Pompangeo.
2. BATUGAMPING MALIH (MTmm) : pualam dan batugamping
terdaunkan; berwarna kelabu muda sampai kelabu kehijauan, coklat
sampai merah kecoklatan. Satuan ini diduga berasal dari sedimen
pelagos laut dalam, sedang umurnya kemungkinan lebih tua dari Kapur
3. KOMPLEKS POMPANGEO (MTmp) : sekis, grafit, batusabak, genes,
serpentinit, kuarsit, batugamping malih dan setempat breksi. Sekis
terdiri atas sekis mika, sekis mika yakut, sekis serisit, sekis muskovit,
sekis klorit-serisit, sekis hijau, sekis glaukofan, sekis pumpelit dan

4 PrIsIp StratIgrafi
sekis yakut-amfibolit. Genes terdiri atas genes albit-muskovit, genes
kuarsa-biotit, dan genes epidot-muskovit- plagioklas. Umur satuan
diduga lebih tua dari Kapur, tebalnya diduga ribuan meter

2.1.3 Struktur Geologi Regional


Adanya beberapa tahapan tektonik yang terjadi selama dan setelah
menyatunya ketiga kedalaman geologi tersebut menyebabkan
terbentuknya struktur geologi yang cukup kompleks di daerah tersebut.
Sesar, lipatan, dan struktur geologi lainnya berkembang selama beberapa
generasi. Sesar naik yang paling penting yang diamati di daerah itu adalah
sesar dekat utara-selatan termasuk Mendala Sulawesi Barat dari Mendala
Sulawesi Timur (Sesar Poso) dan juga pemisahan Sesar Wekuli.Selain itu
juga terdapat zona sesar besar mendatar (Palu-Koro Fault) yang berarah
baratlaut-tenggara. Sesar ini diyakini masih aktif hingga saat ini. Lipatan-
lipatan yang ditemukan merupakan hasil dari berbagai tegangan sehingga
menghasilkan bentuk dan pola yang berbeda-beda, mulai dari lipatan
vertikal hingga telentang, lipatan tertutup hingga lipatan terbuka. Lipatan
itu mungkin membutuhkan setidaknya empat generasi untuk berkembang.
2.2 Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif
serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan
yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi
(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan.
Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku kata,
yaitu kata “ strati “ berasal dari kata “stratos“, yang artinya perlapisan dan
kata “grafi” yang berasal dari kata “graphic/graphos”, yang artinya gambar
atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat di nyatakan
sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang lebih luas,

5 PrIsIp StratIgrafi
stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aturan,
hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan di alam dalam
ruang dan waktu.
a. Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam “Sandi Stratigrafi”. Sandi
stratigrafi adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi
ataupun tidak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun
pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi,
Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
b. Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap lapis
batuan dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan batuan
tersebut. Hubungan antara satu lapis batuan dengan lapisan lainnya adalah
“selaras” (conformity) atau “tidak selaras” (unconformity).
c. Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis batuan
memiliki genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh, facies
sedimen marin, facies sedimen fluvial, facies sedimen delta, dsb.
d. Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau
diendapkan pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa
batuan sedimen: Darat (Fluviatil, Gurun, GlaSial), Transisi
(Pasang-surut/Tides, Lagoon, Delta), atau Laut (Marine: Lithoral, Neritik,
Bathyal, atau Hadal)
e. Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut dan
biasanya berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping formasi
Rajamandala terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa formasi
Bayah terbentuk pada kala Eosen Akhir. (Anggraeni, R., Sutikno, S., &
Sutarto, S. 2016).
2.2.1 Sandi Stratigrafi
Sandi stratigrafi dimaksudkan untuk memberikan pengarahan kepada
para ahli geologi yang bekerja mempunyai persepsi yang sama dalam cara
penggolongan stratigrafi. Sandi stratigrafi memberikan kemungkinan untuk
tercapainya keseragaman dalam tatanama satuan-satuan stratigrafi. Pada
dasarnya, Sandi Stratigrafi mengakui adanya satuan lithostratigrafi, satuan

6 PrIsIp StratIgrafi
litodemik, satuan biostratigrafi, satuan sekuen stratigrafi, satuan
kronostratigrafi dan satuan geokronologi. Sandi ini dapat dipakai untuk
semua macam batuan.
Berikut ini pengertian pengertian mengenai Sandi Stratigrafi sebagai
berikut:
a. Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut
berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan
batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut diatas
dikenal sebagai satuan stratigrafi.
b. Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri
satuan tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas satuan Stratigrafi jenis
tertentu tidak harus berimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain,
bahkan dapat memotong satu sama lain.
c. Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi,
baik resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam
nama maupun pengertian nama nama tersebut seperti misalnya:
Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
d. Tatanama Satuan Stratigrafi Resmi dan Tak Resmi. Dalam Sandi
Stratigrafi diakui nama resmi dan tak resmi. Aturan pemakaian satuan
resmi dan tak resmi masing-masing satuan stratigrafi, menganut batasan
satuan yang bersangkutan. Penamaan satuan tak resmi hendaknya jangan
mengacaukan yang resmi.
e. Stratotipe atau Pelapisan Jenis adalah tipe perwujudan alamiah satuan
stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan
stratigrafi. Tipe ini merupakan sayatan pangkal suatu satuan stratigrafi.
Stratotipe hendaknya memberikan kemungkinan penyelidikan lebih
lanjut.
1. Stratotipe Gabungan ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh
kombinasi beberapa sayatan komponen
2. Hipostratotipe ialah sayatan tambahan (stratotipe sekunder) untuk
memperluas keterangan pada stratotipe;

7 PrIsIp StratIgrafi
3. Lokasitipe ialah letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula
ditentukannya satuan stratigrafi.
f. Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau
penghubungan satuan satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan
kesamaan waktu.
g. Horison ialah suatu bidang (dalam praktek, lapisan tipis di muka bumi
atau dibawah permukaan) yang menghubungkan titik-titik kesamaan
waktu. Horison dapat berupa: horison listrik, horison seismik, horison
batuan, horison fosil dan sebagainya. Istilah istilah seperti: datum,
marker, lapisan pandu sebagai padanannya dan sering dipakai dalam
keperluan korelasi.
h. Facies adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam
kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang
sama dikatakan berbeda facies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri
fisik, kimia atau biologinya. (1996, Sandi Stratigrafi Indonesia. Jakarta:
IAGI Indonesia.)
2.2.2 Prinsip-prinsip Dasar Stratigrafi
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan kejadian
geologi adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Superposisi, Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi
tempat diendapkannya sedimen, lapisan yang paling tua akan
diendapkan paling bawah, kecuali pada lapisan-lapisan yang telah
mengalami pembalikan.
2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality), Prinsip ini menyatakan
bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi akan membentuk
lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini adalah
lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses
pengendapan. Kecuali pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai,
batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang disebut
Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform.

8 PrIsIp StratIgrafi
3. Azas Pemotongan (Cross Cutting), Prinsip ini menyatakan bahwa sesar
atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih muda dari batuan yang
diterobosnya.
4. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity), Lapisan sedimen
diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas cekungan
sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang
kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi.
Dalam keadaan normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong
secara lateral dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang
menyebabkan terhentinya kesinambungan lateral, yaitu :
- Pembajian Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan
sedimentasinya - Perubahan Fasies Perbedaan sifat litologi dalam suatu
garis waktu pengendapan yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada
umur yang sama (menjemari).
- Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan Dijumpai pada
jenis ketidakselarasan Angular Unconformity di mana urutan batuan di
bawah bidang ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan
diatasnya. Pemancungan atau pemotongan terjadi pada lapisan batuan di
bawah bidang ketidakselarasan.
- Dislokasi karena sesar Pergeseran lapisan batuan karena gaya tektonik
yang menyebabkan terjadinya sesar atau patahan.
5. Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions), Penggunaan fosil dalam
penentuan umur geologi berdasarkan dua asumsi dalam evolusi organik.
Asumsi pertama adalah organisme senantiasa berubah sepanjang waktu dan
perubahan yang telah terjadi pada organisme tersebut tidak akan terulang
lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi
adalah jumlah dari seluruh kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi
kedua adalah kenampakan-kenampakan anatomis dapat ditelusuri melalui
catatan fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi primitif organisme
tersebut.

9 PrIsIp StratIgrafi
6. Teori Katastrofisme (Catastrophism), Teori ini dicetuskan oleh Cuvier,
seorang kebangsaan Perancis pada tahun 1830. Ia berpendapat bahwa flora
dan fauna dari setiap zaman itu berjalan tidak berubah, dan sewaktu
terjadinya revolusi maka hewan-hewan ini musnah. Sesudah malapetaka itu
terjadi, maka akan muncul hewan dan tumbuhan baru, sehingga teori ini
lebih umum disebut dengan teori Malapetaka.
7. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism) Teori ini dicetuskan oleh
James Hutton, teori ini berbunyi “The Present is The Key to The Past “,
yang berarti kejadian yang berlangsung sekarang adalah cerminan atau hasil
dari kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang ada
sekarang ini, terjadi dengan jalan yang lambat dan proses yang
berkesinambungan seragam dengan proses – proses yang kini sedang
berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian pegunungan – pegunungan
besar, lembar serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang
tiba – tiba, akan melalui proses alam yang berjalan dengan sangat lambat.
Kesimpulan dari teori uniformitarianisme adalah :
- Proses-proses alam berlangsung secara berkesinambungan.
- Proses-proses alam yang terjadi sekarang ini, terjadi pula pada masa
lampau namun dengan intensitas yang berbeda.
8. Siklus Geologi Siklus ini terdiri dari proses Orogenesa (Pembentukan
Deretan Pegunungan), proses Gliptogenesa (Proses-proses Eksogen/
Denudasi) dan proses Litogenesa (Pembentukan Lapisan Sedimen). Bumi
tercatat telah mengalami sembilan kali siklus geologi, dan yang termuda
adalah pembentukan deretan pegunungan Alpen. (Ir. Djauhari Noor, M.Sc
2016)
2.2.2 Unsur-unsur Stratigrafi
Stratigrafi terdiri dari beberapa elemen penyusun, yaitu :
1. Elemen Batuan, pada stratigrafi batuan yang lebih diperdalam untuk
dipelajari adalah batuan sedimen, karena batuan ini memiliki perlapisan,
terkadang batuan beku dan metamorf juga dipelajari dalam kapasitas yang
sedikit.

10 P r I s I p S t r a t I g r a f i
2. Unsur Perlapisan (Waktu), merupakan salah satu sifat batuan sedimen
yang disebabkan oleh proses pengendapan sehingga menghasilkan bidang
batas antara lapisan satu dengan yang lainnya yang merepresentasikan
perbedaan waktu/periode pengendapan.

Gambar 2.2 Perlapisan


Bidang perlapisan merupakan hasil dari suatu proses sedimentasi yang berupa: -
Berhentinya suatu pengendapan sedimen dan kemudian dilanjutkan oleh
pengendapan sedimen yang lain. - Perubahan warna material batuan yang
diendapkan. - Perubahan tekstur batuan (misalnya perubahan ukuran dan bentuk
butir). - Perubahan struktur sedimen dari satu lapisan ke lapisan lainnya. -
Perubahan kandungan material dalam setiap lapisan (komposisi mineral,
kandungan fosil, dll) Pada suatu bidang perlapisan, terdapat bidang batas antara
satu lapisan dengan lapisan yang lain. Bidang batas itu disebut sebagai kontak
antar lapisan. Terdapat dua macam kontak antar lapisan, yaitu :
- Kontak Tajam, yaitu kontak antara lapisan satu dengan lainnya yang
menunjukkan perbedaan sifat fisik yang sangat mencolok sehingga dapat
dengan mudah diamati perbedaannya antara satu lapisan dengan lapisan lain.
Perbedaan mencolok tersebut salah satu contohnya berupa perubahan litologi.

11 P r I s I p S t r a t I g r a f i
- Kontak Berangsur, merupakan kontak lapisan yang perubahannya bergradasi
sehingga batas kedua lapisisan tidak jelas dan untuk
menentukannya mempergunakan cara–cara tertentu. Terdapat dua jenis kontak
berangsur, yaitu :
a. Kontak Progradasi
b. Kontak Interkalasi
- Kontak erosional, merupakan kontak antar lapisan dengan kenampakan bidang
perlapisan yang tergerus/tererosi baik oleh arus maupun oleh material yang
terbawa oleh arus. Untuk skala yang lebih luas, kontak antar formasi ataupun
antar satuan batuan yang memiliki karakteristik yang sama, dikenal dengan
istilah hubungan stratigrafi. Kontak / hubungan stratigrafi ini terdiri dari dua
jenis, yaitu kontak selaras dan kontak tidak selaras.
- Kontak Selaras atau disebut Conformity yaitu kontak yang terjadi antara dua
lapisan yang sejajar dengan volume interupsi pengendapan yang kecil atau tidak
ada sama sekali. Jenis kontak ini terbagi dua, yaitu kontak tajam dan kontak
berangsur.
- Kontak Lapisan Tidak Selaras atau disebut Unconformity yaitu merupakan
suatu bidang ketidakselarasan antar lapisan. Terdapat empat macam bidang
ketidakselarasan, yaitu:
1. Angular Unconformity, disebut juga ketidakselarasan sudut, merupakan
ketidakselarasan yang kenampakannya menunjukan suatu lapisan yang telah
terlipatkan dan tererosi, kemudian di atas lapisan tersebut diendapkan lapisan
lain.

12 P r I s I p S t r a t I g r a f i
2. Disconformity, kenampakannya berupa suatu lapisan yang telah tererosi dan
di atas bidang erosi tersebut diendapkan lapisan lain.

3. Paraconformity, disebut juga keselarasan semu, yang menunjukkan suatu


lapisan di atas dan di bawahnya sejajar, dibidang ketidakselarasannya tidak
terdapat tanda-tanda fisik untuk membedakan bidang sentuh dua lapisan
berbeda. Untuk menentukan perbedaannya harus dilakukan analisis
Paleontologi (dengan memakai kisaran umur fosil).

4. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang yang terjadi dimana


terdapat kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf

13 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Refferensi : https://theotherstorysofme.blogspot.com/2012/10/unsur-unsur-
stratigrafi.html
2.3 Satuan Lithostratigrafi
Pembagian Litostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan batuan di bumi
secara bersistem berdasarkan ciri-ciri litologi menjadi satuan-satuan bernama
yang bersendi pada ciri-ciri litologi. Pada Satuan Litostratigrafi penentuan
satuan didasarkan pada ciri-ciri batuan yang dapat diamati di lapangan.
Penentuan batas penyebaran tidak tergantung kepada batas waktu. Pembagian
litostratigrafi didasarkan pada keseragaman litologi yang menjadi dasar bagi
satuan-satuan bernama. Ciri-ciri litologi dijadikan dasar bagi pembagian
litostratigrafi dengan tujuan penggolongan batuan di Bumi secara sistematis.
Perubahan litologi menjadi dasar bagi penentuan batas satuan litostratigrafi,
dan kelanjutannya menjadi dasar bagi penyebaran satuan-satuan litostratigrafi

2.4 Satuan Biostartigrafi


 Azas Tujuan:
1. Pembagian biostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan lapisan-
lapisan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan satuan bernama
berdasar kandungan dan penyebaran fosil.
2. Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan batuan yang dipersatukan
berdasar kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi
pembeda terhadap tubuh batuan sekitarnya.
 Satuan Resmi dan Tak Resmi:

14 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Satuan biostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan
Sandi sedangkan satuan biostratigrafi tak resmi adalah satuan yang tidak
seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.
 Kelanjutan Satuan
Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran kandungan
fosil yang mencirikannnya.
 Tingkat dan Jenis Satuan Biostratigrafi
1. Zona ialah satuan dasar biostratigrafi
2. Zona adalah suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu
takson fosil atau lebih.
3. Urutan tingkat satuan biostratigrafi resmi, masing-masing dari besar
sampai kecil ialah: Super-Zona, Zona, Sub-Zona, dan Zenula,
4. Berdasarkan ciri paleontologi yang dijadikan sendi satuan biostratigrafi,
dibedakan: Zona Kumpulan, Zona Kisaran, Zona Puncak, dan Zona
Selang
 Zona Kumpulan

Gambar 2.2 Zona kumpulan


1. Zona Kumpulan ialah kesatuan sejumpah lapisan yang terdiri oleh
kumpulan alamiah fosil yang hkas atau kumpulan sesuatu jenis fosil.
2. Kegunaan Zona Kumpulan, selain sebagai penunjuk lingkungan
kehidupan purba dapat juga dipakai sebagai penciri waktu.
3. Batas dan kelanjutan zona Kumpulan ditentukan oleh batas terdapat
bersamaannya (kemasyarakatan) unsur-unsur utama dalam
kesinambungan yang wajar.

15 P r I s I p S t r a t I g r a f i
4. Nama Zona Kisaran harus diambil dari satu unsur fosil atau lebih yang
menjadi penciri utama kumpulannya.
 Zona Kisaran:

Gambar 2.3 Zona kisaran


1. Zona Kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran
stratigrafi untur terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada.
2. Kegunaan Zona Kisaran terutama ialah untuk korelasi tubuh-tubuh
lapisan batuan dan sebagai dasar untuk penempatan batuan batuan dalam
skala waktu geologi
3. Batas dan Kelanjutan Zona Kisaran ditentukan oleh penyebaran tegak dan
mendatar takson (takson-takson) yang mencirikannya.
4. Nama Zona Kisaran diambil dari satu jenis atau lebih yang menjadi ciri
utama Zona.
 Zona Kelimpahan:

Gambar 2,4 Zona kelimpahan


1. Zona kelimpahan ialah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan
perkembangan maksimum suatu takson tertentu.

16 P r I s I p S t r a t I g r a f i
2. Kegunaan Zona kelimpahan dalam hal tertentu ialah untuk menunjukkan
kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan batuan dan dapat dipakai
sebagai petunjuk lingkungan pengendapan purba, iklim purba
3. Batas vertikal dan lateral Zona kelimpahan sedapat mungkin bersifat
obyektif
4. Nama-nama Zona kelimpahan diambil dari nama takson yang
berkembang secara maksimum dalam Zona tersebut.
 Zona Selang:

Gambar 2.5 Zona selang


1. Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari
dua takson penciri.
2. Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi tubuh-tubuh
lapisan batuan
3. Batas atas atau bawah suatu Zona Selang ditentukan oleh pemunculan
awal atau akhir dari takson-takson penciri.
4. Nama Zona Selang diambil dari nama-nama takson penciri yang
merupakan batas atas dan bawah zona tersebut.

2.5 Seismik Stratigrafi

Adalah suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan penentuan hubungan


litologi dan stratigrafi bawah permukaan yang diperoleh dari data seismic
refleksi.

17 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Segala hal yang terkait data non geologi (noise) seperti artifact recording dan
processing dari pengaruh wave propagation yang tidak diinginkan dari
gambaran geologi sesungguhnya harus diantisipasi.
Seismic Facies adalah kumpulan refleksi seismik yang sifat-sifatnya
meliputi configuration, amplitude, frekwency dan interval velocity berbeda
dengan kumpulan refleksi seismik lain yang berdekatan dengannya.
Seismic Reflection Termination dalam sikuen stratigrafi seringkali terjadi
refleksi seismic cenderung menunjukkan permukaan strata yang sejajar dan
mempunyai arti chronostratigrafi yang sama dengan stratal surface. Tipe
terminasi tersebut adalah:
1. Toplap
Adalah suatu terminasi discordance up dip dari perlapisan
miring/menyudut terhadap suatu bidang permukaan diatasnya yang
terjadi karena adanya sedimen bypassing (terdeposisi) atau
pengendapan sangat tereduksi. Kenampakan toplap ini mirip dengan
foreset beds suatu pengendapan yang biasa. Terjadinya toplap biasa
dijumpai pada lingkungan pengendapan laut dangkal

Gambar 2.6 Toplap

2. Erotional Truncation
Adalah terminasi top discordant yang dihasilkan dari suatu
hubungan angularity suatu permukaan erosi terhadap perlapisan
dibawahnya. Erosional Truncation sering sulit dibedakan dengan
Toplap dimana permukaan uncounformitynya sub parallel terhapap
permukaan pengendapan dibawahnya.

18 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Gambar 2.7 Erosional truncation

3. Apperent Truncation
Suatu hubungan top diskordan yang terlihat terpotong akibat
penipisan. Terjadi karena pengendapan downdip bila suplay sedimen
kedalam cekungan yang luas menjadi berkurang. Apabila terjadi pada
Up dip biasanya karena pengendapan kearah daratan pada back
stepping parasequence yang terletak dibawah maximum floading
surface (Transgresif System Tract).

Gambar 2.8 Apperent truncation

4. Onlap
Adalah suatu terminasi diskordan perlapisan lebih muda yang lap
out secara progresif keatas terhadap suatu permukaan yang miring. On
Lap bias di interpretasi sebagai penunjuk hiatus non deposisi dalam
jangka waktu bertambah (arah updip/keatas) ketika perlapisan lebih
muda lap out terhadap suatu permukaan yang sudah ada sebelumnya.

19 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Gambar 2.9 Onlap

5. Downlap
Adalah terminasi downdip yang base diskordan dari suatu
perlapisan yang awalnya miring terhadap suatu permukaan yang lebih
tua dengan kemiringan lapisan yang lebih kecil. Downlap bisa
diinterpretasikan sebagai penunjuk suatu hiatus nondepositional dalam
jangka waktu bertambah (arah down dip) dimana perlapisan yang lebih
muda lap out terhadap permukaan yang sudah ada sebelumnya.

Gambar 2.10 Downlap

6.Baselap
Istilah hubungan base-diskordan yang umum digunakan apabila on
lap tidak dapat dibedakan dengnan downlap terutama disebabkan oleh
deformasi sesudah pengendapan.

20 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Gambar 2.11 Baselap

6. Internal Convergence
Terminasi non sistematik yang diakibatkan oleh penipisan
perlapisan karena refleksi seismic

7. Offlap
Adalah suatu hubungan top diskordan yang mana lapisan tua
terpotong oleh lapisan yang muda contohnya pada on lap dan
erosional truncation tetapi dapat dapat pula diartikan sebagai suatu
permukaan refleksi pada suatu lingkungan progradation biasa disebut
dengan clinoform, Hubungan keatas perlapisan offlapping yang jauh
lebih muda terhadap lapisan lapisan lebih tua yang berada dibawahnya
berupa (paralel atau diskordan) begitupula dengan kebawah atau
sebaliknya.

Gambar 2.13 Offlap

21 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Offlap break yaitu adalah titik pada suatu permukaan lapisan
yang off lap dimana kecepatan slopenya maksimum titik ini bisa
berimpit dengan shelf break atau depositional shore line break.

Gambar 2.14 Offlap break

2.6 Satuan Kronostartigrafi


Satuan kronostratigrafi adalah Penggolongan lapisan batuan secara
bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan interval waktu geologi.
Interval waktu geologi ini dapat ditentukan berdasarkan geokronologi atau
metode lain yang menunjukkan kesamaan waktu. Pembagian kronostratigrafi
ialah penggolongan lapisan batuan secara bersistem menjadi satuan bernama
berdasarkan interval waktu geologi. Interval waktu geologi ini dapat
ditentukan berdasarkan geokronologi atau metode lain yang menunjukkan
kesamaan waktu. Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan
peristiwa geologi secara lokal, regional dan global.

22 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Stratotipe Satuan adalah sayatan (penampang) selang stratigrafi yang
dibatasi oleh stratotipe batas atas dan bawah di tempat asal nama satuan
Stratotipe Batas ialah tipe batas bawah dan atas satuan.

Gambar 2.15 Perbedaan satuan kronostartigrafi

2.7 Satuan Sikuen Stratigrafi


Pembagian sikuenstratigrafi ialah penggolongan lapisan batuan secara
bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan satuan genesa yang dibatasi,
di bagian bawah dan atasnya oleh bidang ketidakselarasan atau keselarasan
padanannya. Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan
peristiwa geologi. Satuan sikuenstratigrafi ialah suatu tubuh lapisan batuan
yang terbentuk dalam satuan waktu pada satu daur perubahan muka-
laut relatif. Tujuannya untuk menjelaskan dan menafsirkan kejadian,
pelamparan dan geometri facies sedimenter. Kegunaannya sebagai alat bantu
dalam pengenalan dan penafsiran fasies reservoir, batuan tudung dan batuan
induk yang akhirnya akan mengurangi resiko eksplorasi dan memperbaiki
korelasi satuan-satuan reservoir untuk eksploitasi

23 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Gambar 2.16 Sikuen stratigrafi

24 P r I s I p S t r a t I g r a f i
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat & Bahan
Adapun alat dan bahan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut:
1. Kompas Geologi
2. Palu Geologi
3. GPS
4. Alat tulis lengkap (pensil, penghapus, pulpen, mistar dll)
5. Buku Lapangan
6. Pensil warna
7. Kantong Sampel
8. HCL 0.1 M
9. LUP
10. Tabel MS
11. Milimeterblock A3
12. Jas Hujan
13. Komprator
14. Obat pribadi
15. pakaian lapangan ( Sepatu traking, baju lapangan dan toi)
16. Jas Hujan\
17. Kertas A4
3.2 Cara pelaksanaan
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini ditempuh dalam dua bagian yaitu studi literatur dan
studi pustaka, administrasi persuratan dan persiapan perbekalan,
perlengkapan dan peralatan. Studi pustaka dan literatur dilakukan para
peserta, untuk mempersiapkan dan membekali diri dengan teori, data
penelitian terdahulu, interpretasi peta dasar dan sebagainya, yang
berhubungan dengan daerah penelitian dan dapat mendukung praktek
lapangan ini. Bagian adininistrasi dan persuratan dilakukan untuk
melengkapi segala persuratan dan perizinan yang ada hubungannya

25 P r I s I p S t r a t I g r a f i
dengan penelitian lapangan, agar tidak memperoleh hambatan pada saat
penlitian. Selanjutnya persiapan perbekalan, perlengkapan dan
peralatan ke lapangan.
2. Tahap pengumpulan data
Tahapan penelitian yaitu proses pengambilan data di lapangan
yang dapat dituangkan dalam tabel Measuring Section dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut:
1. Plotting peta, merupakan langkah paling awal pada saat berada di
lapangan agar kita mengetahui lokasi tepat kita berdiri dan daerah
tempat kita melakukan pengambilan data-data (stasiun).
2. Mengamati singkapan yang baik diawali dengan memperhatikan
singkapan dari jarak jauh sehingga seluruh singkapan dapat teramati
dengan pandangan luas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
gambaran struktur secara lebih utuh dan yang terpenting adalah untuk
menentukan pada singkapan mana yang perlu mendapat perlakuan
khusus. Langkah pengamatan yang kedua adalah mengamati
singkapan dari jarak dekat. Pengamatan singkapan dari jarak dekat ini
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran struktur yang lebih detail.
3. Melakukan pengamatan secara Litostratigrafi dengan melihat dan
memperhatikan bentuk perlapisan.
4. Melaksanakan pengukuran strike/dip dan slope.
5. Mencatat, merupakan tahapan dimana mahasiswa/praktikan mencatat
data-data yang mereka jumpai pada daerah tertentu terutama pada
singkapannya. Data yang dicatat berupa data singkapan, data litologi,
data geomorfologi, dan data struktur, selain data-data tersebut
mahasiswa/praktikan juga mencatat data-data measuring section
berupa arah, slope, strike/dip, kandungan fosil (jika ada) serta
keterangan apakah litologi-litologi pada daerah penelitian bereaksi
atau tidak dengan larutan HCI.

26 P r I s I p S t r a t I g r a f i
6. Mengambil sampel, setelah mencatat setiap data-data yang kita
butuhkan, selanjutnya kita mengambil sampel sebagai hal utama
dalam penelitian ini.
7. Pembuatan sketsa/pengambilan foto, untuk memudahkan dalam
analisis perlu kiranya kita membuat sketsa singkapan. Kelebihan dari
membuat sketsa ini adalah dapat menggambarkan sesuatu yang
sifatnya detail dan secara langsung memberikan keterangan
gambarnya. Foto diperlukan sebagai bahan analisis dan untuk
dokumentasi dalam pembuatan laporan.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah melaksanakan pengukuran dan mengambil data-data yang
cukup di lapangan, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data-data
tersebut, untuk dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan MS dan kolom
stratigrafi serta penentuan satuan batuan.
4. Tahap Analisis Data
Analisis sementara, setelah dilakukan observasi singkapan dan
membuat sketsa singkapan, selanjutnya dilakukan analisis sementara
khusus di lokasi tersebut. Analisis ini berupa penentuan nama batuan,
pemecahan masalah, serta menyimpulkan pembentukannya, sehingga
memudahkan untuk analisis selanjutnya.

27 P r I s I p S t r a t I g r a f i
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Data Singkapan
Berdasarkan hasi pengamatan dan pengukuran dengan menggunakan
metode Measuring section yang kami lakukan dilapangan berlokasi Desa
Sulewana, Kecamatan Pamuna Utara, Kabupaten Poso, pada tanggal 12-14
Januari 2024 terdapat 2 stasiun pengamatan.
4.1.1 Lintasan 1

Gambar 4.1 Singkapan lintasan 01 di sungai


Pada lintasan 1 memiliki koordinat 1°39.278’ S, 120º37.968’E,
arah singkapan N280ºE, azimuth 180º, slope 5º arah penyebaran timur
ke barat dimensi P x L 60 x 2 m yang merupakan singkapan yang
memiliki hubungan berupa perlapisan dan ditumbuhi berupa vegetasi.
Relief perbukitan, tipe morfologi perbukitan rendah, kemiringan lereng
4º, tingkat pelapukan sedang – tinggi, sungai permanen, soil abu
kehitaman, tata guna lahan semak belukar, stadia daerah dewasa dan
memiliki struktur sedimen berlapis.

28 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Gambar 4.2 Sketsa struktrur sedimen st 01
Batupasir dengan warna segar abu-abu kehitaman, warna
lapuk abu-abu, ukuran butir 1/2-1/16 mm sortasi baik, kemas
terbuka, permeabilitas sedang, porositas buruk, dan mengandung
fosil planktonik.

Gambar 4.3 Litologi batupasir

29 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Batulanau dengan warna segar abu-abu hitam, warna lapuk
abu-abu, ukuran butir 1/6-1/256 mm, sortasi buruk, kemas tertutup,
porositas buruk, terdapar struktur sedimen berlapis dan mengandung
fosil bentonik.

Gambar 4.4 Litologi batulanau

Batulempung dengan warna segar abu-abu kehitaman, warna


lapuk hitam, ukuran butir 1/256 mm sortasi terpilah buruk, kemas
tertutup, permeabilitas buruk, porositas baik.

Gambar 4.5 Litologi batulempung

30 P r I s I p S t r a t I g r a f i
4.1.2 Lintasan 02

Gambar 4.6 Singkapan lintasan 02 di gunung


Pada lintasan 02 memiliki koordinat 1°38.538’ S,
120º39.130’E, arah singkapan N150ºE, azimuth 60º, slope 12º
arah penyebaran timur ke barat dimensi P x L 40 x 6 m yang
merupakan singkapan ebaikksitu memiliki hubungan berupa
perlapisan dan ditumbuhi berupa vegetasi. Memiliki relief, tipe
morfologi perbukitan tinggi, kemiringan lereng 20º tingkat
pelapukan tinggi, tipe erosi land slid, soil berwarna coklat, tata
guna lahan jalan tradisional dan perkebunan, stadia daerah dewasa
dan memiliki struktur sedimen ripple beds, laminasi, laminasi non
paraler, wavy beds, hommocky beds.

Gambar 4.7 Sketsa struktur sedimen st 02

31 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Batupasir dengan warna segar kehitaman, warna lapuk abu-
abu ukuran butir 1/8-1/16, sortasi baik, kemas terbuka,
permeabilitas baik, porositas.

Gambar 4.8 Litologi batupasir


Batulanau dengan warna segar abu-abu hitam, warna lapuk
abu-abu, ukuran butir 1/16-1/156, sortasi baik, kemas tertutup,
permeabilitas baik, dan poroositas buruk

Gambar 4.9 Litologi batulanau

32 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Batulempung dengan warna segar abu-abu kehitaman,
warna lapuk hitam, ukuran butir 1/256 mm, sortasi terpilah buruk,
kemas tertutup, permeabilitas buruk, porositas baik.
Gambar 4.10 Litologi batulempung

Konglomerat dengan warna segar coklat, warna lapuk coklat


keabuan ukuran butir 2-64 mm, kemas tertutup, sortasi baik,
fragmen ultrabasa,matriks batupasir sedang.
Gambar 4.11 Litologi konglomerat

33 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Struktur sedimen laminasi

Gambar 4.12 struktur sedimen pada batuan

34 P r I s I p S t r a t I g r a f i
4.2 Penentuan Satuan Batuan
Pembagian dan penamaan satuan batuan di daerah penelitian dilakukan
berdasarkan ciri-ciri litologinya meliputi jenis, kombinasi, dan ciri fisik
batuan yang diamati di lapangan. Identifikasi satuan batuan dilakukan secara
megaskopis pada batuan yang tersingkap di lapangan. stratigrafi daerah
penelitian dibagi menjadi 2 satuan batuan yaitu:

4.2.1 Satuan Batupasir Konglomeratan


Satuan ini disebut satuan batupasir karbonatan demikian karena
satuan tersebut terutama terdiri dari batuan sedimen klastik yang tersusun
oleh butiran-butiran pasir. Butiran-butiran pasir tersebut dapat terdiri dari
berbagai macam mineral, seperti kuarsa, feldspar, dan mineral-mineral
lainnya. Satuan batupasir ini tersusun oleh litologi batupasir sangat halus
hingga kasar, batupasir karbonatan, batupasir konglomeratan, batupasir
sisipan konglomerat, batulanau, dan batupasir sisipan batu bara dengan
ketebalan masing-masing lapisan antara 6 cm — 2,4 meter.
Litologi batupasir pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna
kuning kecoklatan hingga abu gelap, ukuran butir pasir sangat halus-kasar,
sortasi terpilah baik, terdiri dari matriks lempung hingga pasir halus,
kemas tertutup, kompak, porositas baik. Satuan batupasir terdiri dari
perselingan batupasir, batulanau, batulempung, konglmerat dan sisipan
batu bara. Satuan batupasir sangat kasar dengan warna segar cklat
kekuningan, warna lapuk cklat dengan ukuran butir 2-1/16mm srtasi baik,
kemas tertutup, permeabilitas sedang dan porositas sedang serta memiliki
umr yaitu pliosen atas karena memiliki umur perkiraan 0.7 tahun.
Lingkungan pengendapan pada satuan batupasir yaitu neritik dalam dan
hubungan stratigrafi satuan batupasir dibawah batulanau yaitu
keselarasan( conformity).
4.2.2 Satuan Batulanau
Satuan Batulanau merupakan satuan batuan yang mremiliki ukuran
butir dengan partikel skitar 0,004 dan 0,063mm. batulanau dominan

35 P r I s I p S t r a t I g r a f i
butiran kuarsa bersudut, berasosiasi dengan butiran kecil seperti serpihan
felspar dan mika hingga 33% kempug. Batulanau memiliki ketebalan
masing-masing sekitar 4 cm- 5,7 meter.pada satuan batu lanau memiliki
ciri fisik warna segar Abu-abu, memiliki tekstur klastik memiliki butir
1/16 - 1/256 mm, permeabilitas buruk, kebundaran subrounded, porositas
baik, sortasi buruk, kemas tertutup, batuan sedimen ini adalah Batulanau
(wentworth, 1922). Satuan batulanau.ini tersusun oleh litologi batulanau,
batulempung, batupasir sedang sampai batupasir sangat halus. Batulanau
memiliki warna segar abu-abu, srtasi buruk, kemas tertutup, porositas
buruk, permeabilitas buruk, tekstur berlapis dengan kedudukan N 70 0 E
dan mengadung fosil bentonik.
Batulempung , penamaan pada batu lempung yaitu kitab isa lihat
dari hari ukuran butir pada batulempung tersebut serta memiliki perlapisan
yang tipis sekitar 1-3 cm. batulempung memiliki ciri fisik warna segar
abu-abu kehitaman, warna lapuk hitam dengan ukuran butir <1/256 sortasi
buruk kemas tertutup dan prsitas buruk. Dan batu pasir sedang hingga
halus memiliki ciri fisik yaitu warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu
dengan ukuran butir yaitu ½-1/16 m sortasi terpilah baik, kemas terbuka,
permeabilitas sedang dan porositas buruk. Satuan batulanau memilikir
umur yaitu pliosen akhir, serta lingkungan pengendapannya yaitu neritic
Tengah sampe luar dan memiliki hubungan stratigrafi batulanau diatas
batupasir yaitu keselarasan (conformity).
4.3 Sejarah Pembentukan Cekungan Sedimen

Cekungan sedimen di desa Sulewana, Poso, Cekungan sedimen


Sulewana-Poso merupakan cekungan sedimen yang terletak di bagian
timur Pulau Sulawesi terbentuk pada zaman Eosen hingga Oligosen, pada
periode Kapur hingga Tersier. Pada periode Tersier, kegiatan tektonik di
Cekungan Sulewana-Poso semakin intensif. Hal ini menyebabkan
terjadinya sedimentasi yang lebih cepat dan beragam. Sedimen yang
terendapkan pada periode Tersier ini terdiri dari batugamping, batupasir,
batulempung, dan batubara.

36 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Sekitar 56-33 juta tahun yang lalu. Pembentukan Cekungan
Sulewana-Poso dimulai pada periode Kapur Akhir, cekungan ini terbentuk
akibat aktivitas tektonik, yaitu pergerakan lempeng bumi, Pergerakan
lempeng bumi menyebabkan terjadinya cekungan di kerak bumi, ketika
terjadi subduksi lempeng Laut Maluku di bawah lempeng Sunda. Subduksi
ini menyebabkan terbentuknya palung laut yang kemudian terisi oleh
sedimen. Sedimen yang terendapkan pada periode Kapur Akhir ini terdiri
dari batugamping, batupasir, dan serpih. Sedimen yang mengisi cekungan
tersebut berasal dari berbagai sumber, seperti vulkanik, fluvial, dan marin.
Pada zaman Eosen, periode Tersier, cekungan ini masih berupa
cekungan dangkal yang terisi oleh sedimen fluvial. Sedimen fluvial ini
berupa pasir, lumpur, dan batu gamping. Pada zaman Oligosen, cekungan
ini mengalami penurunan sehingga menjadi cekungan yang lebih dalam.
Cekungan yang lebih dalam ini kemudian terisi oleh sedimen marin.
Sedimen marin ini berupa batugamping, serpih, dan batupasir.
Sedimen yang terisi di cekungan ini kemudian mengalami proses
diagenesis, yaitu proses perubahan batuan sedimen menjadi batuan yang
lebih keras. Proses diagenesis ini terjadi akibat adanya tekanan dan
temperatur yang tinggi. Kegiatan tektonik di Cekungan Sulewana-Poso
semakin intensif. Hal ini menyebabkan terjadinya sedimentasi yang lebih
cepat dan beragam. Sedimen yang terendapkan pada periode Tersier ini
terdiri dari batugamping, batupasir, batulempung, dan batubara.

Umur sedimen di Cekungan Sulewana-Poso dapat dibagi menjadi tiga


kelompok, yaitu:
 Kelompok Kapur Akhir (90-66 juta tahun lalu)
 Kelompok Miosen Awal (23-16 juta tahun lalu)
 Kelompok Miosen Akhir-Pliosen (16-2,6 juta tahun lalu)

Cekungan sedimen di desa Sulewana, Poso, memiliki potensi


ekonomi yang besar. Cekungan ini mengandung berbagai mineral, seperti
emas, dan nikel. Cekungan ini juga memiliki potensi sebagai sumber air.
Berikut adalah beberapa proses pembentukan cekungan sedimen di
desa Sulewana, Poso:

37 P r I s I p S t r a t I g r a f i
1. Aktivitas tektonik menyebabkan terjadinya cekungan di kerak bumi.

2. Sedimen yang berasal dari berbagai sumber, seperti vulkanik, fluvial,


dan marin, kemudian mengisi cekungan tersebut.

Sedimen yang terisi di cekungan ini kemudian mengalami proses


diagenesis, yaitu proses perubahan batuan sedimen menjadi batuan yang
lebih keras. (Syamsudin, H., dan Sutardi, S., 1992).

38 P r I s I p S t r a t I g r a f i
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu:

1. Berdasarkan hasi pengamatan dan pengukuran dengan menggunakan


metode
Measuring sectionyang kami lakukan dilapanganberlokasi Desa Sulewana,
Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, pada tanaggal 12-14 Januari
2024 terdapat 2 stasiun pengamatan dan litologi batuan yang
dijumpaimerupakan jenis batuan sedimen Batupasir, Konglomerat, Batulan
au, Batulempung, dan Batubara (sisipan).

2. Berdasarkan analisis pola pengendapan sedimen terdapat dua


lingkungan pengendapan yaitu upper fan dan lower fan, dimana upper fan
ditandaidengan pola pengendapan Tipe 1, dimana CU (mengkasar ke atas)
terjadi penurunan muka air laut dan daerah lower fan dimana proses
pengendapan sedimen pola (menghalus kea atas atas) termasuk
golongan pengendapan Tipe 2, dan terjadikenaikan muka air laut.

5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian dengan waktu yang sangat cukup agar
dapat diperoleh data stratigrafi pada daerah penelitian yang lebih detail dan
tepat. Sehingga hasil pengamatan yang kita dapat itu sangat memuaskan dan
dapat menghasilkan laporan yang sangat lengkap serta laporan yang kita
amati berguna menjadi referensi untuk praktikan selanjutnya.

39 P r I s I p S t r a t I g r a f i
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, R., Sutikno, S., & Sutarto, S. (2016). Petrografi dan stratigrafi batuan
sedimen Miosen-Pliosen di daerah Sulewana, Kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah. Jurnal Geologi Indonesia, 11(2), 101-114.
Hartono, H., Sutikno, S., & Sutarto, S. (2015). Karakteristik litologi dan potensi
sumber daya alam batuan sedimen Miosen-Pliosen di daerah Sulewana,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Jurnal Geologi Indonesia, 10(2), 107-
116.
Rahayu, S., dan Astuti, E. (2020). "Karakteristik Sedimen dan Kemungkinan
Potensi Sumber Daya Alam di Cekungan Sulewana-Poso, Sulawesi
Tengah." Jurnal Geologi Indonesia, 45(3), 151-163.
Sutardi, S., dan Arifin, T., 2006. Stratigrafi dan Sedimentasi Cekungan Sedimen
Sulewana-Poso. Jurnal Geologi Indonesia, 41(1), 1-18.
Syamsudin, H., dan Sutardi, S., 1992. "Stratigrafi Cekungan Sedimen Sulewana-
Poso. Jurnal Geologi Indonesia", 27(1), 1-18.

40 P r I s I p S t r a t I g r a f i
BIODATA

Nama : Desy Pateesia

NIM : F121 21 016

Alamat : Jln. Untad 1 Bagian Perdos, Blok B

Tempat tanggal Lahir : Slametharjo, 22 Desember 2002

Asal daerah : Toili

Asal sekolah :

 SD/MI : SD NEGERI 1 SLAMETHARJO


 SMP/Mts : SMP NEGERI 4 TOILI
 SMA/SMK/Ma : SMAN NEGERI 2 TOILI

Hobi : Memasak

Makanam kesukaan : Bakso, Mie Ayam

Minuman kesukaan : Coffe

Tinggi badan : 161 CM

41 P r I s I p S t r a t I g r a f i
Berat badan : 50 Kg

42 P r I s I p S t r a t I g r a f i

Anda mungkin juga menyukai