Anda di halaman 1dari 23

BAB III

STRATIGRAFI

3.1 Stratigrafi Regional

Secara regional daerah penelitian termasuk dalam stratigrafi regional daerah

penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng, dan

Sinjai yang dipetakan oleh Rab. Sukamto (1982).

Stratigrafi regional daerah penelitian terdiri atas, Formasi Walanae (Tmpw)

dan Formasi Camba (Tmc).

Formasi Walanae (Tmpw): penselingan batupasir, konglomerat, dan tufa.

dngan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit; Batupasir

berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agak kompak,

berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak mengandung kuarsa;

tufanya benkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa kristal yang banyak

mengandung biotit; konglomerat berkomponen andesit, trakit dan basal, dengan

ukuran ½ - 70 cm. rata-rata 10 cm. Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai

lanjutan dari lembah S. Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone Bagian

Barat sebelah utaranya. Di daerah urara banyak mengandung tufa, di bagian tengah

banyak mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di P. Salayar

batuannya merjemari dengan batugamping Anggota Salayar (Tmps); kebanyakan

batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan antara 10o – 20o, dan

membentuk perbukitan dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas muka laut; tebal

Formasi ini sekitar 2500 m. Di P. Salayar Formasi ini terutama terdiri dari lapisan-

40
41

lapisan batupasir tufaan (10 - 65 cm) dengan sisipan. napal; batupasirnya

mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksen. Fosil dari Formasi Walanae yang

dikenali oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457

dan La,468, terdiri dari: Globigerina sp., Globorotalia menardi (D‘ORBIGN‘Y),

Gl. tumida (BRADY). Globoquadrina altispira (CUTSHMAN & JARVIS),

Globigerinoides immaturus LEROY, Gl. obliquus BOLLI dan Orbulina universa

D‘ORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen

Akhir sampai Pliosen, (N18 – N20). Lagi pula ditemukan jenis foraminifera yang

lain, ganggang, dan koral dalam Formasi ini.

Formasi Camba (Tmc) : batuan sedimen laut berselingan dengan batuan

gunungapi; batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau dan

batulempung; bersisipan dengan napal, batugamping konglomerat dan breksi

gunungapi, dan setempat dengan batubara, berwarna beraneka, putih, coklat, merah,

kuning, kelabu muda sampai kehitaman: umumnya mengeras kuat dan sebagian

kurang padat; berlapisan dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufanya berbutir

halus hingga lapili; tufa lempungan berwarna, merah mengandung banyak mineral

biotit; konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan

ukuran antan 2 cm dan 40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan

mengandung pecahan koral dan moluska: batulempung gampingan kelabu tua dan

napal mengandung foram kecil dan moluska; sisipan batubara setebal 40 cm

ditemukan di S. Maros. Pada umumnya berlapis baik, terlipat lemah dengan

kemiringan sampai 30°.


42

Fosil dari Formasi Camba telah dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis.

1971, 1973, 1974). A.F Malicoat (M.W. Kontz, hubungan tertulis, 1972), dan oleh

Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974), dari contoh batuan: B.27, B.73, B.134.

C.43, C.44. Ta.57. Ta.153. Ta.243. Ta.275, Ta.276, Tc.48. Tc.416. Td.46, Td.182.

Td.332, dan Ti.15. Fosil-fosil yang dikenali termasuk: Lepidocyclina cf. borneensis

PROVALE. Lephippioides JONES & CHAPMAN. L. sumatrensis (BRADY)

Iniogypsina sp., Globigerina venezuelana HEDBERG , Globorotalia

baroemoenensis LEROY. Gl. mayeri CUSHMAN & ELISOR, Gl menardii

(DORBIGNY. Gl lenguaensis BOLLI. Gl. lobata BERMUDEZ. G.l obesa BOLLI,

Gl. peripheroacuta BLOW & BANNER. Gl. praemenardii CUSHMANN &

STAINFORTH. Gl. siakensis (LEROY) Globoqudrina altispira (CUSHMAN

JARVIS,, Gn dehiscens (CHAPMAN PARR-COLLINS) Globerinaoides

immaturus LEROY. Gd. obliquas BOLLI, Gd. Sacculifer (BRADY, Gd.

Subquadratus BRONNIMANN. Gd. Trilobus (REUSS), Orbulina universa

D‘ORBIGNY, Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Operculina sp., Cycloclypeus

sp., Hastigerina Praesiphonifera BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina

(SCEWAGER), Sp. kochi (CAUDRIE), dan Sp. subdehiscens BLOW. Gabungan

fosil ini menunjukkan umur berkisar dari Miosen Tengah sampai Miosen Akhir

(N.9—N.15), dan lingkungan neritik.


43

Gambar 3.1 Geologi regional daerah penelitian termasuk dalam Lembar Ujung Pandang
Benteng dan Sinjai yang dipetakan oleh Rab Sukamto dan Supriatna (1982)
44

3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian

didasarkan atas litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan pada ciri-ciri litologi,

dominasi batuan, keseragaman gejala litologi, waktu pembentukan, hubungan

stratigrafi antara batuan yang satu dengan batuan yang lain dan dapat dipetakan

dalam skala 1:25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Secara umum litologi daerah penelitian terdiri dari batuan vulkanik. Hal ini

diketahui dari perbedaan antara karakteristik litologi di lapangan (karakteristik

litologi yang dimaksud adalah karakteristik fisik dan komposisi kimia) dan kontak

batuan, dimana batas kontak dapat ditempatkan pada bidang yang sebenarnya atau

jika tidak jelas berarti batas kontak diperkirakan.

Berdasarkan interpretasi, pengamatan dan laboratorium maka stratigrafi

daerah penelitian, dibagi menjadi tiga (3) satuan batuan, mulai dari yang termuda

hingga yang tertua yaitu sebagai berikut:

1. Satuan Tufa Kasar

2. Satuan Batugamping

3. Satuan Breksi Vulkanik

4. Satuan Tufa Halus

Pembahasan tiap-tiap satuan batuan akan dimulai dari yang tertua hingga

termuda, yang akan diuraikan mengenai dasar penamaan satuan batuan, penyebaran
45

dan ketebalan, ciri litologi, lingkungan pembentukan, dan umur serta hubungan

stratigrafi dengan satuan batuan lain yang ada disekitarnya.

3.2.1 Satuan Tufa Halus

Satuan Tufa Halus merupakan satuan tertua yang tersingkap pada daerah

penelitian. Dalam satuan ini akan dibahas mengenai dasar penamaan, penyebaran,

ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, lingkungan

pembentukan, umur satuan batuan, dan hubungan stratigrafinya dengan satuan

batuan yang ada disekitarnya.

3.2.1.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini didasarkan atas ciri litologi yang

penyebarannya mendominasi pada satuan batuan ini secara lateral. Litologi yang

menyusun satuan ini yaitu Tufa Halus.

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara yaitu

pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan secara

megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan

komposisi mineral yang bisa diamati oleh mata, dengan menggunakan klasifikasi

(Fisher, 1966).Secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi

untuk pengamatan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara

spesifik yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan Piroklastik

menurut (Pettijohn, 1975). Berdasarkan data lapangan, satuan ini disusun oleh

litologi Tufa Halus.


46

3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 47,06 % dari keseluruhan luas daerah

penelitian atau sekitar 16 Km2. Satuan ini tersebar secara vertikal yang berada

pada utara hingga selatan pada sisi Timur daerah penelitian mencakup daerah

Bonea Makmur dan Bonea Timur. Kedudukan batuan secara umum berarah

relatif timur laut - barat daya N 198°E/18° pada stasiun 30.

Penentuan ketebalan satuan ini berdasarkan pada perhitungan ketebalan

pada penampang geologi A-B yang berarah barat barat laut – timur dengan

mengukur batas bawah dan batas atas lapisan pada penampang geologi, maka

diperoleh ketebalan satuan Tufa Halus yaitu 890 meter.

3.2.1.3 Ciri Litologi

Berdasarkan pengamatan makroskopis di lapangan, pada stasiun 49 dalam

kondisi segar memperlihatkan ciri fisik berwarna putih keabu-abuan dan dalam

kondisi lapuk berwarna kecoklatan,tekstur piroklastik, struktur berlapis, sortasi

baik, kemas tertutup, ukuran butir Fine Ash (Debu Halus) (0,02 mm – 0,04 mm),

komposisi kimia karbonatan. Berdasarkan ciri fisiknya, maka nama batuan ini

adalah Tufa Halus (Fisher, 1966). Batuan ini dijumpai tersingkap dengan kondisi

segar pada daerah Bonea Makmur (Gambar 3.2).


47

Kenampakan mikroskopis dari pengamatan petrografis sayatan tipis Tufa

Kasar dengan nomor sayatan ST49/TFHLS memperlihatkan warna absorbsi

kuning kecoklatan, warna interferensi abu-abu kehitaman, struktur berlapis, bentuk

subhedral– anhedral. Komposisi material terdiri dari mineral biotit, kalsit, mineral

opak, dan gelas vulkanik. Ukuran mineral <0,02 mm – 0,25 mm. Komposisi mineral

Gambar 3.2 Singkapan Tufa Halus pada stasiun 49 di daerah Bonea Makmur difoto
relatif ke arah N 250° E.
terdiri dari mineral Biotit (15%), kuarsa (5%), mineral opak (5%), dan massa dasar

Gelas Vulkanik (75%). Berdasarkan sifat optik dan komposisi mineralnya maka

nama batuan pada stasiun 46 adalah Vitcric Tuff (Pettijohn, 1975) (Gambar 3.3

dan Gambar 3.4).


48
49

Gambar 3.3 Kenampakan mikroskopis nikol sejajar Tufa Halus pada sayatan
ST49/TFHLS dengan komposisi mineral mineral Biotit (Bt), kalsit (Cal),
mineral opaq (Op), dan Gelas Vulkanik (Gv).

Gambar 3.4 Kenampakan mikroskopis nikol silang Tufa Halus pada sayatan
ST49/TFHLS dengan komposisi mineral mineral Biotit (Bt), kalsit (Cal),
mineral opaq (Op), dan Gelas Vulkanik (Gv).
50

3.2.1.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Lingkungan pengendapan dari satuan Tufa ditentukan berdasarkan

kandungan fosil bentonik yang dijumpai. Adapun kandungan fosil bentonik yang

dijumpai dalam analisis mikropaleontologi yaitu Bathysiphon filiformis M. Sars

(A), Nodosarella tuckerae (Hadley) (B), Valvulina intermedia Applin and Jordan

(C), Marginulina sublituus (Nuttall) (D), Dentalina cooperensis Cushman (E) dan

Cibicides granulosus Bermudez (F). (Gambar 3.6).

A B C

D E F

Gambar 3.5 Kandungan fosil foraminifera bentonik yang dijumpai pada Satuan Tufa
yaitu pada stasiun 57 (Chusman, 1983)

Tabel 3.1 Tabel Lingkungan Pengendapan menurut Boltovskoy dan Wright (1976)
51

Berdasarkan klasifikasi menurut Boltovskoy dan Wright (1976), maka

lingkungan pengendapan dari Satuan Tufa berada pada Outer Neritic hingga Upper

Bathyal Zone dengan kedalaman 100-1000 meter (tabel 3.1).

Penentuan umur dari satuan tufa dilakukan dengan menggunakan umur

relatif yaitu berdasarkan analisis fosil foraminifera planktonik. Berdasarkan analisis

mikropaleontologi dijumpai fosil-fosil seperti Orbulina universa D'ORBIGNY

(A), Globigerinoides ruber (D’ORBIGNY) (B), Globorotalia menardii

(D’ORBIGNY) (C), Globorotalia tumida BRADY (D), Globoquadrina altispira

(CHAPMAN and JARVIS) (E), dan Globigerina nepenthes TODD (E).

A B C

D E F

Gambar 3.6 Kandungan fosil foraminifera planktonik yang dijumpai pada satuan Tufa
(Blow, 1969 dalam Postuma, 1971).
52

Tabel 3.2 Tabel Umur Satuan Tufa menurut Blow (1969)

Berdasarkan tabel di atas (tabel 3.2), umur relatif satuan Tufa ditandai

dengan pemunculan awal fosil Sphaeroidinella dehiscens dehiscens hingga

Globoquadrina altispira altispira (Zonasi Blow, 1969).

3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan Tufa Halus dengan batuan yang ada

diatasnya adalah hubungan keselasaran.. Penentuan hubungan stratigrafi satuan ini

didasarkan pada umur satuan Tufa Halus yang didasarkan pada keterdapatan

mikrofosil pada lokasi penelitian yang menunjukan umur satuan Tufa Halus adalah

Pliosen sedangkan umur satuan Breksi Vulkanik yang didasarkan pada

keterdapatan fosil makroforaminifera pada lokasi penelitian adalah Pliosen.

Kemudian ditunjang dengan data lapangan yang menunjukan adanya perselingan

di daerah Tugondeng antara tufa kasar dan batugamping. Berdasarkan hal tersebut,

dapat disimpulkan bahwa hubungan stratigrafi satuan Tufa dengan satuan

Batugamping adalah keselarasan menjemari.


53

3.2.2 Satuan Breksi Vulkanik

Pembahasan Satuan Breksi Vulkanik pada daerah penelitian meliputi dasar

penamaan, penyebaran, ciri litologi mencakup karakteristik megaskopis dan

petrografis, lingkungan pembentukan, umur satuan batuan, dan hubungan

stratigrafinya dengan satuan batuan yang ada disekitarnya.

3.2.2.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini didasarkan atas ciri litologi yang

penyebarannya mendominasi pada satuan batuan ini secara lateral. Litologi yang

menyusun satuan ini yaitu Breksi Vulkanik.

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terdiri atas dua cara yaitu

pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan secara

megaskopis ditentukan secara langsung di lapangan terhadap sifat fisik dan

komposisi mineral yang bisa diamati oleh mata, dengan menggunakan klasifikasi

(Fisher, 1966). Secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi

untuk pengamatan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara

spesifik yang kemudian penamaan bom menggunakan klasifikasi batuan beku

(Travis, 1955) dan matriks menggunakan klasifikasi menurut (Pettijohn, 1975).

Berdasarkan data lapangan, satuan ini disusun oleh litologi Breksi Vulkanik.

3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 8% dari keseluruhan luas daerah penelitian

atau sekitar 23,53 Km2. Satuan ini tersebar secara vertikal yang berada pada utara
54

hingga selatan pada sisi tengah daerah penelitian mencakup daerah Bonea Makmur

dan Buki Timur. Kedudukan batuan secara umum berarah relatif utara – selatan N

176°E/17° pada stasiun 26.

Penentuan ketebalan satuan ini berdasarkan pada perhitungan ketebalan

pada penampang geologi A-B yang berarah barat laut hingga tenggara dengan

mengukur batas bawah dan batas atas lapisan pada penampang geologi, sehingga

diperoleh ketebalan satuan Breksi Vulkanik yaitu 310 m.

3.2.2.3 Ciri Litologi

Berdasarkan pengamatan makroskopis di lapangan, pada stasiun 61 dalam

kondisi segar memperlihatkan ciri fisik berwarna hitam dan dalam kondisi lapuk

berwarna coklat kehitaman, tekstur klastik kasar, bentuk butir rounded –

subrounded, ukuran butir pasir sangat kasar – berangkal komposisi material matriks

berupa tufa dengan ciri fisik ; warna segar putih, warna lapuk putih kecoklatan,

tekstur klastik halus, bentuk butir angular – subangular, ukuran butir pasir kasar –

pasir sangat kasar dan fragmen berupa batuan beku basal porfiri dengan ciri fisik ;

kristanilitas hipokristalin, granularitas porfiritik, struktur massif, dengan komposisi

mineral piroksin dan massa dasar gelas. Berdasarkan ciri fisiknya, maka nama

batuan ini adalah Breksi Vulkanik (Fisher, 1966). Batuan ini dijumpai tersingkap

pada daerah Bonea Timur (Gambar 3.8).

Kenampakan mikroskopis dari pengamatan petrografis sayatan tipis

fragmen Breksi Vulkanik dengan nomor sayatan ST61/FRG/BSLT

memperlihatkan warna absorbsi kuning kecoklatan, warna interferensi abu-abu


55

kehitaman. Bentuk mineral subhedral – anhedral. Komposisi mineral terdiri dari

mineral piroksin (10%), mineral opak (20%), plagioklas (25%), olivin (10%) dan

massa dasar gelas (35%). Ukuran mineral <0,02 mm – 1 mm. Berdasarkan sifat

optik dan komposisi mineralnya maka nama batuan dari matriks Breksi Vulkanik

adalah Basalt porfiri (Travis, 1955) (Gambar 3.16).

Gambar 3.7 Singkapan Breksi Vulkanik pada stasiun 61 di daerah Bonea Timur difoto
relatif ke arah N 109° E.
56

Gambar 3.8 Kenampakan mikroskopis nikol sejajar fragmen Breksi Vulkanik pada
sayatan ST61/FRG/BSLT dengan komposisi mineral olivin (Ol),
plagioklas (Pl), piroksin (Px), mineral opaq (Op), dan Gelas Vulkanik
(Gv).

Gambar 3.9 Kenampakan mikroskopis nikol silang fragmen Breksi Vulkanik pada
sayatan ST61/FRG/BSLT dengan komposisi mineral olivin (Ol),
plagioklas (Pl), piroksin (Px), mineral opaq (Op), dan Gelas Vulkanik
(Gv).
57

Kenampakan mikroskopis sayatan tipis matriks dan semen Breksi Vulkanik

dengan nomor sayatan ST53/MTRX memperlihatkan warna absorbsi kuning

kecoklatan, warna interferensi abu-abu kehitaman, struktur berlapis, bentuk

subhedral – anhedral. Komposisi material terdiri dari mineral biotit (10%),

plagioklas (20%), mineral opak (15%), dan gelas vulkanik (55%). Ukuran mineral

<0,02 mm – 0,6 mm. Berdasarkan sifat optik dan komposisi mineralnya maka nama

batuan dari matriks Breksi Vulkanik adalah Vitric Tuff (Pettijohn, 1975) (Gambar

3.10 dan gambar 3.11).

Gambar 3.10 Kenampakan mikroskopis nikol sejajar matriks Breksi Vulkanik pada
sayatan ST53/MTRX dengan komposisi mineral mineral plagioklas (Pl),
biotit (Bt), mineral opaq (Op), dan Gelas Vulkanik (Gv).
58

Gambar 3.11 Kenampakan mikroskopis nikol silang matriks Breksi Vulkanik pada
sayatan ST53/MTRX dengan komposisi mineral mineral plagioklas (Pl),
biotit (Bt), mineral opaq (Op), dan Gelas Vulkanik (Gv).

3.2.2.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Penentuan lingkungan pengendapan dari satuan batugamping didasarkan

pada kandungan fosil bentonik berupa foraminifera besar yang menunjukkan

lingkungan pengendapan berada pada Forereef Shelf. (Boudagher-Fadel, 2008).


59

Gambar 3.10 Lingkungan Pengendapan menurut Boudhager-Fadel (2008).

Umur satuan batugamping pada daerah penelitian didasarkan pada

kandungan fosil foraminifera besar berupa Amphistegina lesson D’ORBIGNY

(A)(Plate 7.16 Figure 3, Boudhagher-Fadel, 2008), Alveolinella quoyi Sp.

(B)(Plate 373 Figure 3, Tappan), Cycloclypeus carpenteri BRADY (C)(Plate 806

Figure 3, Tappan, 1988), Asanoina globosa YABE AND ASANO (D)(Plate 768

Figure 7, Tappan, 1988) dan Marginopora Sp. (E)(Figure 7.3, Boudhagher-Fadel,

2008) (Gambar 3.11). Berdasarkan penarikan umur menurut Klasifikasi Huruf

Indonesia menurut P. Baumann (1971), maka umur satuan batugamping, yaitu Tg-

Th (Pliosen Bawah hingga Pliosen Atas).


60

A B C

D E

Gambar 3.11 Kenampakan beberapa fosil foraminifera besar pada sayatan tipis
batugamping (P. Boumann, 1971).

Tabel 3.3 Penarikan umur fosil foraminifera besar pada stasiun 32 yang
dokorelasikan dengan Zonasi P. Baumann,1971.

3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan Batugamping dengan batuan yang ada

dibawahnya adalah hubungan keselasaran menjemari. Penentuan hubungan

stratigrafi satuan ini didasarkan pada umur satuan Tufa yang didasarkan pada

keterdapatan mikrofosil pada lokasi penelitian yang menunjukan umur satuan Tufa

adalah Pliosen sedangkan umur satuan Batugamping yang didasarkan pada

keterdapatan fosil makroforaminifera pada lokasi penelitian adalah Pliosen.

Kemudian ditunjang dengan data lapangan yang menunjukan adanya perselingan

di daerah Tugondeng antara tufa kasar dan batugamping. Berdasarkan hal tersebut,
61

dapat disimpulkan bahwa hubungan stratigrafi satuan Tufa dengan satuan

Batugamping adalah keselarasan menjemari. Sedangkan pada batuan diatasnya

memiliki hubungan ketidakselarasan. Penentuan hubungan stratigrafi satuan ini

didasarkan pada kesebandingan pada formasi lompobattang adalah Pleistosen.

Berdasarkan Hal tersebut, dapat di simpulkan bahawa hubungan stratigrafi satuan

Batugamping (yang lebih tua) terhadap satuan Breksi Vulkanik adalah

ketidakselarasan.
40

Anda mungkin juga menyukai