Anda di halaman 1dari 10

STRATIGRAFI DAERAH TODANAN DAN SEKITARNYA, KECAMATAN

TODANAN, KABUPATEN GROBOGAN, PROVINSI JAWA TENGAH.


Hengky Pratama1, Undang Mardiana1, Winantris1
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
SARI
Secara geografis, daerah penelitian terletak pada 111 08' 13,56" BT - 111 13' 13,56" BT dan 6 58' 2,19" LS 6 53' 2,19" LS, dan secara administratif terletak pada Kecamatan Todanan, Kabupaten Todanan, Propinsi Jawa Tengah.
Daerah penelitian termasuk dalam peta rupabumi digital (BAKOSURTANAL) Lembar TODANAN NO. 1902-112 . Luas
dari daerah penelitian adalah 100 km2
Berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1973), maka daerah penelitian dibagi
menjadi empat satuan batuan, dengan urutan dari tua ke muda,yaitu Satuan Batupasir Sedang Kuarsa, Satuan Batugamping
Kalkarenit , Satuan Batupasir Halus Karbonatan , Satuan Batupasir Kasar Kuarsa.
Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala Miosen Tengah, pada kala itu diendapkan satuan Batupasir
Sedang Kuasa pada lingkungan pengendapan beach. Setalah itu pada kala yang sama tepatnya N9-N10 diendapkan Satuan
Batugamping Kalkarenit dengan lingkungan pengendapan forereef. Pada umur N11-N12 diendapkan Satuan Batupasir Halus
Karbonatan dengan lingkungan pengendapan neritik luar. Setelah itu pada kala N13-N17 terjadi pendakalan air laut (regresi )
dan terjadi erosi. Pada kala N17 diendapkan satuan Batupasir Kasar Kuarsa dengan lingkungan pengendapan litoral.
Kata kunci: : satuan litostratigrafi, geologi sejarah
ABSTRACT
According to geographically study area located at Longitude 111 08' 13,56" E longitude 111 13'
13,56" E and Latitude 6 58' 2,19" S -latitude 6 53' 2,19"S and administratively it was located at Todanan district,
Todanan regency, Middle Java. The study area is included in the topographic feature digital map (BAKOSURTANAL)
Todanan sheet, No.1902-112. Total area of study is 100

km

Based on unofficial litostratigrafi (Sandi Startigrafi Indonesia 1973) the area was divided into four rock units,
with the sequence from old to young: Medium Quartz Sandstone Unit, Limestone Calcarenite Unit, Fine Karbonatan
Sandstone Unit, Rough Quartz Sandstone Unit.
The area geological history was begin in Middle Miocene epoch, medium quarts sandstone unit was deposited at
beach depositional environment. In the same epoch precisely N9-N10, Limestone Calcarenite unit was deposited by forereef
depositional environment. In N11-N12, Fine Karbonatan Sandstone unit was deposited by outer neritic depositional
environment. Then in N13-N17 epoch occurs regression and erosion. Rough Quartz Sandstone was deposited with litoral
depositional environment at the epoch N17.
Key words: lithostratigraphic units, geological history

1
1 Universitas Padjadjaran

PENDAHULUAN
Pemetaan Geologi di daerah Todanan
dan sekitarnya, Kabupaten Grobogan, Propinsi
Jawa Tengah dilakukan karena daerah tersebut
memiliki kondisi geologi yang menarik untuk
dipelajari, hal ini terbukti dengan banyaknya
calon geologist muda dari wilayah pulau jawa
yang rutin mendatangi daerah ini untuk
mendalami ilmu geologi yang mereka
dapatkan saat kuliah. Secara regional, terdapat
patahan-patahan
yang
berpotensi
menyebabkan
dan/atau
menyalurkan
gelombang gempa bumi di daerah penelitian,
juga beberapa bentukan morfologi perbukitan
curam dekat pemukiman warga di daerah
penelitian
mungkin
akan
berpotensi
mengakibatkan bencana geologi, oleh karena
itu untuk mengetahui aspek-aspek geologi
berupa sebaran litologi dan struktur geologi
dan kaitannya dengan sebaran bahan galian
maupun mineral berharga atau potensi
terjadinya bencana geologi di daerah penelitian
dibutuhkan pemetaan geologi yang lebih detil.
TUJUAN PENELITIAN
Adapaun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Menentukan keadaan geomorfologi daerah
penelitian beserta aspek-aspek yang terdapat
didalamnya dan faktor-faktor geologi yang
mempengaruhinya.
2. Memnentukan
jenis
litologi,
umur,
lingkungan
pengendapan,
dan
penyebarannya dan bagaimana hubungan
stratigrafinya.
3. Menentukan struktur geologi apa yang
berkembang di daerah penelitian
4. Menentukan
sejarah geologi daerah
penelitian.
5. Menentukan potensi sumber daya geologi
atau kebencanaan daerah penelitian.
METODE PENELITIAN
1.

Studi pustaka, pembuatan peta dasar,


pembuatan peta geologi tentatifpembuatan
peta kelurusan sungai dan pembuatan
kelurusan morfometri.

2.

Pengambilan data lapangan.

3.

Pembuatan peta kerangka dan penampang

4.

Analisis laboratorium
paleontologi.

5.

Pembuatan peta pola jurus, dan peta


geologi

petrologi

dan

TINJAUAN PUSTAKA
GEOLOGI REGIONAL
Situmorang (1992) dalam Peta Geologi
Regional Lembar Jatirogo, menyebutkan bahwa
secara stratigrafi daerah penelitian tersusun atas :
1. Formasi Tawun
2. Formasi Ngrayong
3. Formasi Bulu
4. Formasi Wonocolo
5. Formasi Ledok
6. Formasi Mundu
7. Formasi Paciran
1. Formasi Tawun (Darwin dan Sudijono 1993)
Formasi ini terdiri dari: Napal pasiran
berselingan dengan batugamping bioklastika.
Napal pasiran, coklat kekuningan; berbutir
halus sedang, berlapis antara 5 dan 10 cm.
Batugamping bioklastika, coklat, kelabu;
berlapis antara 20 dan 40 cm, mengandung banyak
foraminifera besar.
Foraminifera besar yang dapat dikenali di
antaranya Lepidocyclina sp, Cycloclypeus sp, dan
Miogypsina cushmani VAUGHAN, menunjukkan
umur Miosen Awal dan terendapkan dalam
lingkungan laut agak dangkal.
2. Formasi Ngrayong (Darwin dan Sudijono
1993)
Formasi ini tediri dari: batupasir kuarsa
berselingan batugamping dan batulempung.
Batupasir kuarsa, putih hingga kuning
kecoklatan; berbutir halus hingga sedang,ukuran
butiran semakin kasar kea rah atas, menyudut
tanggung, kurang kompak hingga lepas; dibentuk
oleh kuarsa, feldspar, mika dan mineral hitam.
Perlapisan yang kurang baik, berstruktur perairan
bersilang. Setempat dijumpai lapisan batubara
setebal 20 50 cm.
Batugamping, coklat kekuningan; kompak,
berlapis 10 50 cm, mengandung foraminifera
besar. Di bagian bawah batugamping ini
merupakan lensa dan ke arah atas semakin tebal
dan semakin rapat.
Batulempung, kelabu, coklat hingga ungu;
merupak selingan di bagian tengah dan bagian atas,
kurang kompak hingga kompak, setempat
menyerpih, mengandung mika dan foraminifera
kecil. Setempat dijumpai kepingan gypsum dan sisa
tumbuhan.

3. Formasi Bulu (Darwin dan Sudijono 1993)


Formasi ini terdiri dari: batugamping
pasiran dengan sisipan napal pasiran.
Batugamping pasrian, putih, kelabu, coklat
kekuningan; berbutir halus hingga kasar,
menunjukkan struktur pelat (platy) setebal 5-20 cm,
perlapisan silang-siur, kompak, setempat pejal;
mengandung kuarsa, foraminifera, moluska dan
koral.
Napal
pasiran,
coklat
kekuningan;
mengandung foraminifera dan cangkang moluska.
4. Formasi Wonocolo (Darwin dan Sudijono
1993)
Formasi ini terdiri dari: Napal pasiran
berselingan dengan batugamping pasiran dan
batupasir karbonatan.
Napal pasiran, kelabu, kehijauan, coklat
kekuningan; mengandung foraminifera kecil
melimpah, setempat ditemukan bekas galian
cacing. Di samping foraminifera kecil (plangton),
juga mengandung kuarsa, glaukonit dan mika.
Batugamping pasiran, berselingan secara
teratur dengan napal pasiran; kelabu, coklat;
mengandung kuarsa, glaukonit dan foraminifera
kecil, tebal lapisan 15-20 cm. foraminifera yang
dapat diamati diantaranya Globorotalia aff. Mayeri
CUSHMAN & ELLISOR, Globigerina cf.
nephentes TODD, Orbulina sp, Globorotalia
menardii DORBIGNY, Globigerinoides cf.
obliquus BOLLI, Globigerina acostaensis BLOW,
dan Globigerinoides extremus BOLLI.
Batu pasir berbutir halus, berwana abu abu,
kelabu, berselingan secara teratur dengan napal
pasiran.
Mengandung kuarsa, glaukonit, dan
foraminifera kecil
5. Formasi Ledok (Darwin dan Sudijono 1993)
Formasi ini terdiri dari: Batupasir
glaukonitan berselingan dengan batugamping
pasiran dan batupasir kuarsa..
Batupasir glaukonitan, kelabu kehijauan;
gampingan, kurang kompak hingga kompak,.
Pembentuk utama terdiri dari kepingan kuarsa dan
glaukonit, berukuran halus hingga kasar, menyudut
tanggung hingga membundar tanggung, terpilah
sedang, tersemen karbonat, berlapis baik, tebal
lapisan 20-40 cm, menunjukkan struktur silangsiur. Secara berangsur le arah atas ukuran butiran
makin kasar dan jumlah glaukonit semakin banyak.
Batupasir berbutir sedang- kasar, menyudut
tanggung- membudar tanggung, coklat kekuningan,
coklat kemerahan, mengandung galukonit dan
kepingan kuarsa. Semakin ke atas semakin berbutir
kasar.
Batugamping pasiran, kelabu muda;
kompak, berlapis baik dengan tebal 15-20 cm;
mengandung kuarsa, glaukonit dan foraminifera
kecil dalam jumlah cukup banyak. Perselingan

antara kedua jenis batuan tersebut


menyeluruh dalam satuan ini.

terdapat

6. Formasi Mundu (Darwin dan Sudijono 1993)


Formasi ini terdiri dari: napal, batulempung
lanauan dan batugamping napalan. Napal, putih,
kelabu, kehijauan; kompak hingga kurang kompak,
perlapisan
hampir
mendatar,
permukaan
menunjukkan
rekahan.
Bagian
bawah
umumnyablempungan dan pasiran, kaya akan
foraminifera kecil (plangton) dan moluska,
setempat ditemukan jejak galian cacing.
Batulempung lanauan, kelabu kehitaman;
merupakan lensa dan konkresi di dalam napal.
Batugamping
napalan,
lempungan,
mengandung kuarsa glaukonit dan foraminifera.
Batuan ini merupakan sisipan dalam napal, dan
sebarannya tidak merata.
7. Formasi Paciran (Darwin dan Sudijono 1993)
Formasi ini terdiri dari: Batugamping
pejal dan batugamping dolomitan.
Batugamping pejal dan batugamping
dolomitan umumnya berupa terumbu. Organisma
pembentuknya
adalah
gang-gang,
koral,
litotamnium dan foraminifera. Berwarna putih,
kelabu, coklat, merah daging; pelapukannya
berwarna merah; sangat kompak, sebagian
terhablur terutama di bagian atas; setempat
dolomitan dan oolitan, tidak berlapis, permukaan
batuan umunya berongga dan tajam. Formasi nini
menindih scara tidak selaras Formasi Ledok,
Formasi Wonocolo, Formasi Mundu, Formasi
Ngrayong. Formasi Paciran terendapkan dalam
lingkungan laut terbuka, tenang dan hangat.
Struktur Geologi Regional
Struktur yang berkembang di Pulau Jawa
terdiri dari sesar - sesar dan perlipatan. Perlipatan
ini yang terjadi mempunyai arah sumbu timurlaut baratdaya dan barat - timur.
Pada periode tektonik yang sangat
mempengaruhi Pulau Jawa, yaitu tektonik yang
berumur Intra Miosen dan Plio Plistosen (Van
Bemmelen, 1949). Pada periode tektonik Intra
Miosen berlangsung pembentukan Geantiklin jawa
di bagian Selatan Pulau Jawa yang menyebabkan
gaya gaya mengarah ke utara sehingga
tern\bentuk lipatan dan sesar pada batuan sedimen
di sebelah utara. Pada periode tektonik Pliosen
Plistosen terjadi pensesaran dan perlipatan yang
diakibatkan oleh gaya gaya kompresi dari arah
selatan. Gaya yang bekerja pada periode ini
diperkirakan lebih kuat disbanding tektonik Intra
Miosen.
Situmorang dkk. (1976) telah memberikan
suatu pola struktur lipatan yang terdapat di Pulau
Jawa berdasarkan analisa data gaya berat, dan
membuat beberapa kesimpulan mengenai kejadian

kejadian sesar sesar di Pulau Jawa berdasarkan


konsep tektonik sesar ulir, yang mana arah arah
lipatan membentuk karakteristik sebagai berikut:
1.
Sistem rekahan meridian (meridional shear
system) yang ditaksir muncul di Jawa, sebagai
hasil kompresi lateral utara selatan yang
sangat erat hubungannya dengan pergerakan
realtif Lempeng Samudera Hindia (Indian
Ocean Plate) ke arah utara terhadap Lempeng
Asia (Asia Plate).
2.
Uliran (Wrenches) ordo pertama, kedua dan
ketiga dapat dijumpai di Jawa. Lipatan pada
umumnya mengikuti system lipatan primer,
dimana hanya beberapa lipatan disekitar Jakarta
dianggap bersala dari seretan ordo yang kedua
(second order drag). Berdasarkan pengukuran
berates-ratus arah jurus di Laut Jawa Madura,
dapat disimpulkan bahwa arah umum dari
seluruh gaya yang bekerja adlah baratdaya
timurlaut.
Daerah penelitian merupakan bagian
Antiklinorium Rembang (Van Bemmelen, 1949)
dengan sumbu antiklin dan sinklin yang berarah
Barat Timur dan Baratlaut Tenggara. Jurus
sesar umumnya berarah Baratdaya Timurlaut.
Beberapa diantaranya berarah Barat Timur.
HASIL PENELITIAN
STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN
Stratigrafi daerah penelitian, dibahas
menggunakan tata nama litostratigrafi tidak resmi,
yaitu satuan batuan. Penamaan satuan batuan
tersebut berdasarkan pada ciri-ciri fisik batuan
yang diamati di lapangan meliputi, jenis batuan,
keseragaman jenis batuan, serta posisi stratigrafi
antar batuan.
Berdasarkan hal tersebut, satuan batuan
pada daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan
batuan (Lembar Peta 4), secara berurutan dari tua
ke muda yaitu :
1. Satuan Batupasir Sedang Kuarsa
2. Satuan Batugamping Kalkarenit
3. Satuan Batupasir Halus Karbonatan
4. Satuan Batupasir Kasar Kuarsa

1.Satuan Batupasir Sedang Kuarsa


A. Litologi dan Penyebaranya
Satuan Batupasir Sedang Kuarsa ini
tersusun oleh batupasir kuarsa dan batugamping
kalkarenit. Batupasir kuarsa bersifat dominan
sehingga dijadikan sebagai nama satuan
litostratigrafinya. Penyebaran satuan ini kurang
lebih sekitar 30% yang tersebar di bagian tengah
daerah pemelitian yang melampar relati ke arah
barat timur. daerah penelitian. Satuan ini melalui
Desa Candi, Desa Karanganyar, dan Desa
Gondorio.
Secara megaskopis batupasir kuarsa pada
satuan Batupasir Sedang Kuarsa ini memiliki
karakteristik Berwarna segar kuning kecoklatan,
coklat coklat kekuningan, coklat kemerahan, dan
putih. Ukuran butir pasir halus pasir sedang.
Bentuk butir angular sub angular, terpilah baik
sedang, permeabilitas baik, porositas baik.
Kekerasan keras- agak keras, tidak karbonatan,.
Memiliki kontak tegas dengan batugamping
kalkarenit dan massif di beberapa tempat., dan
kandungan mineral kuarsa, ampibol.
Secara mikroskopis dilakukan dua
pengamatan yaitunya pada stasuin ST 96 dan ST
107. Hasil analisis menunjukan bahwa batupasir
pada stasiun ST 107 memiliki komposisi matriks
mineral lempung (47%) dan mineral karbonat
(8%), fragmen batupasir (5%), fragmen kuarsa
(38%), fragmen k-feldspar (2%). Berdasarkan data
tersebut serta mengacu pada klasifikasi Pettijohn
(1975), maka sampel tersebut diklasifikasikan
sebagai Quartz Wacke (Pettijohn , 1975).
Untuk analisis mikroskopis pada stasiun
ST 96, komposisi matriks mineral lempung (42%)
dan mineral karbonat (8%), fragmen batupasir
(8%), fragmen kuarsa (40%), fragmen k-feldspar
(2%). Berdasarkan data tersebut serta mengacu
pada klasifikasi Pettijohn (1975), maka sampel
tersebut diklasifikasikan sebagai Quartz Wacke
(Pettijohn , 1975).
B. Umur dan Lingkungan Pengendapan
Untuk penentuan umur sebelumya telah
dilakukan analisis paleontologi pada stasiun ST 96

dan ST 107. Dari hasil tersebut tidak ditemukannya


fosil foraminifera bentonik maupun foraminera
planktonik, yang digunakan sebagai acuan
penentuan umur dan lingkungan pengendapan.
Karena tidak ditemukannya fosil pada
satuan ini maka penulis mengacu pada kedudukan
satuan terhadap satuan diatasnya. Satuan Batupasir
Sedang Kuarsa ini lebih tua dari satuan batuan batu
gamping kalkarenit yang dilihat dari nilai stikedip
pada masing masing litologi pada satuan tersebut.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa umur Satuan
Batupasir Sedang Kuarsa ini lebih tua dari N9,
karena batugamping kalkarenit berumur N9 N10.
Hal ini didukung oleh kesebandingan regional
dengan Formasi Ngerayong (Darwin dan Sudijono
1993), yang diendapkan pada Miosen Tengah
bagian bawah.
Untuk penentuan lingkungan pengendapan
penulis mengaju pada peneliti terdahulu yang
dicantumkan pada geologi regional lembar
rembang ( Darwin dan Sudijono 1993). Menurut
penulis satuan ini dapat di sebandingkan dengan
Formasi Ngerayong dan Formasi Ngerayong ini
(Darwin dan Sudijono 1993) diendapkan pada laut
dangkal (litoral).
Dari keterdapatan struktur sedimen dan
analisis ukuran butir pada satuan ini penulis
menemukan struktur sedimen cross lamination dan
besar butir pasir sedang. Mengacu pada (Nichols
2009)
penulis menyimpulkan satuan ini
diendapkan pada sistem pengendapan beach
dengan lingkungan pengendapan transisi.
Satuan Batupasir Sedang Kuarsa ini
merupakan satuan batuan yang paling tua di daerah
penelitian. Satuan batuan ini memiliki hubungan
yang selaras dengan Satuan Batugamping
Kalkarenit yang berada di atasnya.
C. Hubungan Stratigrafi
Satuan Batupasir Sedang Kuarsa ini
merupakan satuan batuan yang paling tua di
daerah penelitian. Satuan batuan ini memiliki
hubungan yang selaras dengan Satuan
Batugamping Kalkarenit yang berada di
atasnya.
2.Satuan Batugamping Kalkarenit
A. Litologi dan Penyebaranya
Satuan Batugamping Kalkarenit ini
tersusun
oleh
batugamping
kalkarenit,
batubatupasir kuarsa, batugamping kalsirudit dan
batulempung. Batugamping kalkarenit bersifat
dominan sehingga dijadikan sebagai nama satuan
litostratigrafinya. Penyebaran satuan ini kurang
lebih sekitar 30% yang tersebar di bagian Utara dan
tengah daerah pemelitian yang melampar relatif ke
arah Barat Timur daerah penelitian. Satuan ini
melalui Desa Candi, Desa Karanganyar, Desa
Lumbung Mas, Desa Gondorio, dan Desa
Ngumbul.

Secara
megaskopis
batugamping
kalkarenit pada Satuan Batugamping Kalkarenit ini
memiliki karakteristik berwarna segar kuning
kecoklatan, coklat muda, putih, putih kecokltan,
dan coklat kekuningan. Warna lapuk abu abu
kehitaman, coklat kekuningan, coklat, abu-abu,
abu-abu kekuningan, dan hitam keabuan. Terpilah
baik sedang. Permeabilitas baik sedang, kemas
terbuka. Kekerasan keras agak keras. Memiliki
kontak tajam dengan batugamping kalsirudit,
batugamping terumbu dan massif di beberapa
tempat.
Memiliki kandungan skeletal berupa
butiran cangkang, dan kandungan butiran non
skeletal berupa mineral kalsit.
Secara mikroskopis dilakukan dua
pengamatan yaitunya pada stasuin ST 1, ST 32, ST,
dan ST 63. Hasil analisis menunjukan bahwa
batugamping pada stasiun ST 1 komposisi fragmen
skeletal 10%, dengan foram beasr (6%) dan alga
(4%). komposisi matriks ( 76%) dengan matriks
mineral lempung ( 10% ) dan matriks mineral
karbonat (66%). Komposisi mineral lainnya (9%)
dan mineral opak (5%). Dari komposisi diatas
batugamping ini termasuk pada klasifikasi
Mudstone (Dunham, 1982).
Untuk analisis mikroskopis pada stasiun
ST 32, komposisi fragmen skeletal 20%, dengan
foram beasr (13%) dan alga (7%). komposisi
matriks ( 72%) dengan matriks mineral lempung
(10% ) dan matriks mineral karbonat (62%).
Komposisi mineral kuarsa (5%), dan mineral opak
(3%). Dari komposisi diatas batugamping ini
termasuk pada klasifikasi Wackstone ( Dunham,
1982).
Untuk analisis mikroskopis pada stasiun
ST 63, komposisi fragmen skeletal 11%, dengan
foram besar (6%) dan alga (5%). komposisi
matriks ( 85%) dengan matriks mineral lempung
(10% ) dan matriks mineral karbonat (75%).
Komposisi mineral opak (4%). Dari komposisi
diatas batugamping ini termasuk pada klasifikasi
mudstone (Dunham, 1982).
B. Umur dan Lingkungan Pengendapan
Untuk penentuan umur sebelunmya telah
dilakukan analisis paleontologi pada stasiun ST 1
dan ST 58. Dari hasil analisis stasiun ST 1
didapatkan fosil foraminifera planktonik dan
foraminifera bentonik. Untuk penentuan umur
relatif ditentukan dari kumpulan forminifera
palnktonik dan untuk penentuan lingkungan
pengendapan
ditentukan
dari
kumpulan
foraminifera bentonik. Untuk analisis forminifera
planktonik didapatkan sebagai berikut:
1. Globorotalia archaoimendi Bolli
2. Globorotalia scitula giganteca Cushman
dan Jarvis
3. Globorotalia obesa Bolli

4. Globigerinoides trilobus immaturus


Leroy
5.

Orbulina universa DOrbigny

Untuk analisis foraminifera bentonik didapatkan


sebagai berikut :
1. Textularia sagittula Zheng
2.

Loxostomum limbatum Brady

3.

Amphicorina scalaris DOrbigny

4.

Galndulina laevigata DOrbigny

5.

Cancris auriculus Fichtchel and Moll

Berdasrkan tabel kisaran batimetri maka


didapatkan lingkungan pengendapan batuan ini
adalah 30,6 108,2 M ( neritik tengah)
Untuk analisis palentologi stasiun ST 58
didapatkan forominifera palanktonik dan bentonik.
Fosil foraminifera palnktonik didapatkan sebagai
berikut:
1. Globorotalia archaoimenardi Bolli
2. Globogerinoides ruber DOrbigny
3.

Globigerinoides
Leroy

trilobus

immaturus

4.

Globorotalia siakensis Leroy

5.

Globigerinoides sacculiferus Bhady

6.

Sphaeroinellopsis disjuncta Finlay

Dari kumpulan fosil diatas didapatkan kisaran


umur relatif batuan ini adalah N9-N10 ( Miosen
Tengah)

Sedangkan untuk foraminifera bentonik didapatkan


:
1. Bolivina arta Williamson
2. Dentalina communis DOrbigny
3.

Lenticulina lota Cushman

4.

Nonion scapthum Fichel dan Moll

5.

Cicbicinoides mediocris Finlay

Dari analisis kumpulan foraminifera bentonik


di atas didapatkan bahwa batuan ini dienpakan
pada kedalaman 78 m ( Neritik Tengah )
Dari kedua analisis fosil diatas didapatkan
bahwa satuan ini diendapkan pada umur N9-N10
pada lingkungan neritik tengah dengan sistem
pengendapan forereef dengan batimetri 78 108,2
m. Hal ini di buktikan dengan banyaknya fosil fosil
kunci seperti Amphistegina Dorbigny, Coralline
Algae, Cycloclypeus Carpenter, Neorotalia nuttal,
Operculina Dorbigny. Semua fosil di atas
merupakan fosil fosil penciri daerah forereef.
C.Hubungan Stratigrafi
Satuan Batugamping Kalkarenit ini lebih
muda dari satuan batupasir kuarsa dan lebih tua
dari Satuan Batupasir Karbonatan. Memiliki kontak
yang selaras dengan satuan batuan yang berada di
atas dan dibawah satuan batuan ini. Hal ini
dibuktikan dengan terdapanya kontak antara
batupasir kuarsa dengan batugamping kalkarenit
pada stasiun ST 64 dan ST 96. Selain itu perbedaan
umur relatif dengan satuan batupasir karbonatan
yang selaras juga.
3.Satuan Batupasir Halus Karbonatan
A. Litologi dan Penyebaranya
Satuan Batupasir Halus Karbonatan ini
tersusun oleh batupasir karbonatan. Karena hanya

batupasir karbonatan yang terdapat pada satuan ini


maka penamaan litostratigrafinya sesuai dengan
litologinya yaitu Satuan Halus Batupasir
Karbonatan. Penyebaran satuan ini kurang lebih
sekitar 10% yang tersebar di bagian utara daerah
pemelitian yang melampar relatif ke arah Barat
Timur
satuan
ini
melewati
Desa
Kedungmenjangan, Desa Grasak, dan Desa Sepat.
Secara megaskopis batupasir karbonatan
pada Satuan Batupasir Karbonatan Halus ini
memiliki karakteristik berwarna segar coklat muda,
coklat kekuningan, abu abu. Warna lapuk coklat
kehitaman, coklat, coklat kekuningan. Ukuran butir
pasir halus. Bentuk butir angular sub angular,
terpilah sedang baik. Permeabilitas baik, kemas
terbuka, kekerasan agak keras keras. Memiliki
kandungan karbonat. Memiliki kandungan mineral
kalsit, amphibol. Memiliki kontak tajam dengan
batugamping kalkarenit dan terdapat massif di
beberapa tempat.
Secara mikroskopis dilakukan satu
pengamatan yaitunya pada stasuin ST 11. Hasil
analisis menunjukan bahwa batupasir pada stasiun
ST 11 komposisi matriks mineral lempung (19%)
dan mineral karbonat (9%), fragmen batupasir
(15%), fragmen fosil (3%) fragmen kuarsa (10%),
fragmen k-feldspar (40%),
dan opak (4%)
Berdasarkan data tersebut serta mengacu pada
klasifikasi Pettijohn (1975), maka batupasir
tersebut diklasifikasikan sebagai feldspatic Wacke
(Pettijohn , 1975).

Analisis foraminifera bentonik pada batuan ini


didapatkan sebagai berikut:
1. Amphycorinaseparans Brady
2. Ammonia becarri Llinnacus
3. Bolivina spatulata Williamson
4. Heterolepa ornate Cushman

B. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Pemnetuan
umur
dan
lingkungan
pengendapan pada satuan ini dilakukan dengan
analisis fosil foraminifera palnktonik dan
foaraminifera bentonik. Foraminifera palnktonik
untuk penentuan umur relatif dan foraminifera
bentonik
untuk
penentuan
lingkungan
pengendapan. Analisis paleontologi untuk satuan
ini dilakukan pada stasiun ST 11.
Analisis
foraminifera
palnktonik
didapatkan sebagai berikut:
1. Globorogerinoides trilobus immaturus
Leroy
2. Globorotalia siakensis Leroy
3. Globorotalia obesa Bolli
4. Globorotalia foshilobata Bermudez

4.Satuan Batupasir Kasar Kuarsa


A. Litologi dan Penyebaranya
Satuan Batupasir Kasar Kuarsa ini
tersusun oleh batupasir kuarsa dan batugamping.
Karena hanya batupasir kuarsa
kasar yang
dominan pada satuan ini maka penamaan
litostratigrafinya sesuai dengan litologinya yaitu
Satuan Batupasir Kasar Kuarsa. Penyebaran satuan
ini kurang lebih sekitar 30% yang tersebar di
bagian Selatan daerah pemelitian yang melampar
relatif ke arah Barat Timur, satuan ini melewati
Desa Cokrowati dan Desa Kajengan.
Secara megaskopis batupasir kuarsa pada
Satuan Batupasir Kasar Kuarsa ini memiliki
karakteristik Berwarna segar kuning kecoklatan
dan coklat kemerahan,. Ukuran butir pasir kasar.
Bentuk butir angular sub angular, terpilah baik
sedang, permeabilitas baik, porositas baik.
Kekerasan agak keras, tidak karbonatan,.
Berkarakterisitk masif, dan kandungan mineral
kuarsa, ampibol.

Dari hasil kumpulan foraminifera palnktonik di


atas didapatkan kisaran umur relatif batuan ini
adalah N11-N12.

Dari hasil analisis foraminifera bentonik


didapatkan satuan ini diendapkan pada kedalaman
108,2 171 M (Neritik Luar )
Dari analisis diatas didapatkan bahwa
satuan ini diendapkan pada umur N11-N12 pada
lingkungan neritik luar.
C.Hubungan Stratigrafi
Satuan Batupasir Halus Karbonatan ini
memiliki hubungan yang selaras dengan Satuan
Batugamping Kalkarenit dibuktikan dengan
analisis foraminifera palnktonik pada masing
masing satuan, yang memprlihatkan jarak yang
runtut yaitunya dari N11- N12 ke N9- N10. Ini
memperlihatkan tidak adanya jeda pengendapan
yang membuktikan hubungan selaras diantara dua
satuan ini.

Secara mikroskopis dilakukan dua


pengamatan pada stasuin ST 102. Hasil analisis
menunjukan bahwa batupasir pada stasiun ST 102
komposisi matriks mineral lempung (48%) dan
mineral karbonat (7%), fragmen batupasir (5%),
fragmen kuarsa (38%), fragmen k-feldspar (2%).

Berdasarkan data tersebut serta mengacu pada


klasifikasi Pettijohn (1975), maka batuan tersebut
diklasifikasikan sebagai Quartz Wacke (Pettijohn ,
1975).
B. Umur dan Lingkungan Pengendapan
Untuk penentuan umur sebelumya telah
dilakukan analisis fosil paleontologi pada stasiun
ST 102. Dari hasil tersebut tidak ditemukannya
fosil foraminifera bentonik maupun foraminera
planktonik, yang digunakan sebagai acuan
penentuan umur dan lingkungan pengendapan.
Karena tidak ditemukannya fosil pada
satuan ini maka penulis mengacu pada kedudukan
satuan terhadap satuan diatasnya. Satuan batupasir
kuarsa kasar ini lebih muda dari satuan
batugamping kalkarenit, setelah itu dilihat dari
kedudukan stratigrafinya satuan ini lebih muda
juga dari umur singkapan 103 yang didapatkan
umur relatifnya N16- N17. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa umur Satuan Batupasir Kasar
Kuarsa ini lebih muda dari N17, karena
batugamping kalkarenit berumur N9 N10 dan
singkapan ST 103 berumur N16- N17. Hal ini
didukung oleh kesebandingan regional dengan
Formasi Ledok menurut (Darwin dan Sudijono
1993), yang diendapkan pada Miosen akhir.
Untuk penentuan lingkungan pengendapan
penulis mengaju pada peneliti terdahulu yang
dicantumkan pada geologi regional lembar
rembang (Darwin dan Sudijono 1993). Menurut
penulis satuan ini dapat di sebandingkan dengan
Formasi Ledok dan Formasi Ledok ini (Darwin
dan Sudijono 1993) diendapkan pada laut dangkal
(litoral ).
C.Hubungan Stratigrafi
Satuan Batupasir Kasar Kuarsa ini
merupakan satuan paling muda pada daerah
penelitian. Satuan ini memiliki hubungan yang
tidak selaras dengan Satuan Batugamping
Kalkarenit dan tidak selaras pula dengan Satuan
Batupasir Karbonatan halus, dibuktikan dengan
adanya batas sesar naik antara Satuan Batupasir
Kasar Kuarsa dengan Satuan Batugamping
Kalkarenit, dan adanya sesar normal mendatar
antara Satuan Batupasir Kasar Kuarsa dengan
Satuan
Batupasir
Sedang
Kuarsa.
Jenis
ketidakselarasan
pada
jenis
ini
adalah
paraconformity.

Sejarah geologi daerah penelitian dimulai


pada kala Miosen Tengah, pada kala itu daerah
penelitian merupakan cekungan sedimen berada
pada sub lingkungan pengendapan beach. Dimana
pada waktu itu diendapkan material pasir yang
mengandung banyak kuarsa dan disisipkan juga
endapan gamping klastik . Karena berada pada
zona laut dangkal, material juga ikut terbentuk baik
yang berupa cangkang foraminifera maupun sisasisa terumbu ikut mengendap. Akibat adanya
tekanan material sedimen tersebut mengalami
litifikasi menjadi Satuan Batupasir Sedang Kuarsa.
Sesaat setelah material pasir sedang dan
sisipan material gamping diendapkan terendapkan
adanya pertumbuhan reef yang cukup signifikan
dan reef yang tumbuh ini tererosi sehingga
diendapkan material gamping yang terjadi sekitar
kala miosen tengah tepatnya pada kala N9 N110.
Pada kala ini, cekungan sedimen mengalami
kenaikan muka air laut yang menyebabkan
terjadinya perubahan lingkungan sedimen menjadi
zona neritik tengah atau pada kedalaman sekitar 78
108,2 meter dengan sistem pngendapan foreref.
Setelah material gamping pada kala
miosen tengah yaitu tepatnya pada kala N9- N110
terjadi pula sedimentasi pada kala N11- N12. Pada
kala ini material yang banyak diendapkan adalah
material pasir halus . Dari hasil analisis
foraminifera bentonik diketahui lingkungan
pengendapan pada kala ini terjadi kenaikan muak
air laut menjadi zona neritik luar (108,2 171 M).
Kemudian material tersebut mengalami litifikasi
menjadi satuan Batupasir Halus Karbontan.
Selama kala N13 - N17 diperkirakan
terjadinya penurunan muka air laut dan muka air
laut sama posisinya dengan equilibrium profile
sehingga tidak ada material yang terendapkan
(Baypassing) Hal ini disebabkan karena tidak
ditemukanya batuan yang berumur N13-N17 dan
tidak ditemukannya bidang erosi.
Pada kala miosen akhir tepatnya pada kala
N17 kembali terjadi pengendapan material
sedimen. Material yang terendapkan pada masa ini
adalah material pasir kasar yang memiliki banyak
kandungan kuarsa. Pada kala ini muka air laut naik
kembali menjadi zona litoral dan material pasir
kasar yang memiliki banyak kandungan kuarsa
terendapkan . kemudian material tersebut
mengalami litifikasi menjadi Satuan Batupasir
Kasar Kuarsa.

Sejarah Geologi Daerah Penelitian


Sejarah geologi daerah penelitian terjadi
sejak kala Miosen Tengah hingga Pliosen. Selama
kurun waktu tersebut, telah berlangsung beberapa
kejadian geologi. Kejadian yang terekam pada
batuan didaerah penelitian memperlihatkan adanya
proses sedimentasi dan dilanjutkan oleh aktifitas
tektonik pada cekungan sedimen.

-Blow, W.H. 1969.Late Middle Eocene to Recent


Planktonic Foraminifera Biostratigraphy Cont.
Plantonic Microfossil, Geneva, 1967.
-Grimsdale & Van Markhoven. 1955. The Ratio
Between Pelagic and Benthonic Foraminifera As a
means of Estimating Depth of Deposition of
Sedimentary Rocks.Proceedings of the 4thWorld
Petroleum Congress.The Hauge. Italy.
-Howard, A.D., 1967, Drainage Analysis In
Geologic Interpretation, Stanford, California.
-.Nichols, Gary. 1999. Sedimentology
Stratigraphy. Blackwell Science Ltd, London.

and

-Pettijohn, F. J. 1975. Sedimentary Rock. Harper


and Row, Publishers, New York, Evanston, San
Francisco, and London, 628h.
-Phleger, F.B., and Parker, F.L. 1951. Ecology of
Foraminifera, Northwest Gulf of Mexico, Part 2 :
Foraminifera Species, Geology Society America.
-Postuma, J.A. 1971. Manual of Planctonic
Foraminifera.Erenier. The Hague, Amsterdam.
-Shanmugam, G 2006. Deepwater Processes and
Facies Model: Implication for Sanstrone Petroleum
Reservoir. Department of Earth and Environment
Sciences The University of Texas at Arlington,
USA
-Van Zuidam. 1983.Guide to Geomorphologic
Aerial Photographic Interpretation and Mapping.
International Institute for Aerial Survey and Earth
Science (ITC), Enschede, The Netherlands.
DAFTAR PUSTAKA

-Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of


Indonesia, volume I.A. The Hague Martinus
Nijhoff, Netherland.

-Arif, A. Fachrudin. 1992. Petunjuk Penulisan


Laporan Pemetaan Geologi, Laporan Pemetaan
Geologi Pendahuluan, Usulan Penelitian, Skripsi,
dan Tugas Akhir. Program Studi Teknik Geologi,
Jurusan Geologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran,
Jatinangor, Tidak Diterbitkan, 99 h.

-Walker, R. G. & James, N. P. (eds) 1992. Facies


Models. Response to Sea Level Change. v + 409
pp.
Geological
Association
of
Canada,
Publications, Department of Earth Sciences,
Memorial University of Newfoundland, St John's,
Canada.

-Anonim. 1996.Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan


Ahli Geologi Indonesia, Bandung,25 h.
-BAKOSURTANAL, 2000. Peta Rupabumi
Lembar Todanan 1309-112, BAKOSURTANAL.
Bogor.
-Boggs, Sam, Jr. 1995. Principles of Sedimentology
and Stratigraphy, second edition. Prentice Hall
Englewood Cliffs, New Jersey.

-Tucker, Maurice E.1982.Sedimentary Rocks In


The
Field.
Department
of
Geological
Sciences,University of Durbam, UK
-Zakaria, Zulfialdi. 2008. Manajemen Pemetaan
Geologi, Teori dan Latihan Pemetaan Geologi.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik
Geologi. Universitas Padjadjaran. Bandung.

10

Anda mungkin juga menyukai