Anda di halaman 1dari 20

Prinsip Stratigrafi

Dinda Novita W
113140098
Hukum Stratigrafi – Fokus : Original Continuity
Hukum Stratigrafi
 Tujuan :
1. Menentukan umur relatif (memperkirakan batuan mana yang
terbentuk lebih dahulu dan yang terakhir terbentuk) suatu batuan.
2. Menentukan umur absolut (kapan tepatnya suatu batuan
terbentuk) suatu batuan.
 Hal tersebut dapat diketahui melalui metode radiometri atau datting
yaitu mengukur kadar unsur radioaktif batuan sehingga diketahui
umur batuan secara tepat.
1. Hukum Superposisi (Steno, 1669)
“In a series of layers and interfacial features, as originally created,
the upper units of stratification are younger and the lower are older,
for each must have been deposited on, or created by the removal of, a
pre-existing mass of archaeological stratification.”
Hukum ini berarti bahwa secara stratigrafi, lapisan batuan sedimen
bagian atas memiliki umur geologi yang relatif lebih muda
dibandingkan dengan lapisan batuan sedimen yang berada dibawah.
Hukum ini menyatakan bahwa urutan perlapisan batuan terjadi
berdasar urutan pengendapan batuan dengan mempelajari struktur
sedimennya, bukan dari komposisi batuannya.
2. Hukum Horizontalitas (Steno, 1669)
“Any archaeological layer deposited in an unconsolidated from will
tend towards a horizontal position. Strata which are found with titled
surfaces were originally deposited thet way, or lie in conformity with
the contours of a pre-existing basin of deposition.”
Hukum ini berarti bahwa terbentuknya perlapisan batuan sedimen
cenderung ke arah horizontal pada mulanya. Apabila perlapisan
batuan sedimen sudah membentuk sudut dengan bidang
horizontal atau memiliki kedudukan perlapisan batuan yang miring
menunjukkan bahwa perlapisan tersebut sudah mengalami perubahan
atau deformasi sebagai akibat tenaga endogen ataupun eksogen.
Awalnya proses sedimentasi Perlapisan terlihat miring
terendapkan secara horizontal. setelah terjadi deformasi.
3. Original Continuity (Steno, 1669)
“Any archaeological deposit, as originally laid down, or any
interfacial feature, as originally created, will be bounded by a basin of
deposition, or may thin down to a feather-edge. Therefore, if any
edge of a deposit or interfacial feature is exposed in a vertical view, a
part of its original extent must have been removed by excavation or
erosion, and its continuity must be sought, or its absence explained.”
Hukum ini berarti bahwa pada perlapisan batuan yang telah terputus
karena cekungan atau erosi, menunjukkan perlapisan dengan jalur
yang sama pada bagian lain sehingga lapisan batuan tidak terputus.
Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan bersinambungan
(continuity), sampai batas cekungan sedimentasinya. Lapisan sedimen
tidak mungkin terpotong secara tiba-tiba, dan berubah menjadi batuan
lain dalam keadaan normal. Pada dasarnya hasil suatu pengendapan
yakni bidang perlapisan, akan menerus walaupun tidak kasat mata.
Dalam proses sedimentasi akan dihasilkan perlapisan batuan yang
sama tebal, dan apabila perlapisannya tidak sama tebal, maka pada
cekungan sedimentasi tersebut dipastikan telah mengalami gangguan
yaitu berhentinya perlapisan yang disebabkan oleh ketidakselarasan,
erosi, dan morfologi.
Hukum ini berhubungan dengan hukum horizontalitas. Salah satu
contohnya seperti pada gambar. Dilihat secara vertikal, bagian batas
aslinya dapat diasumsikan hancur karena perlapisan sedimen dari
kedua sisi ini berkelanjutan dan dapat berkorelasi.
4. Uniformitarianism (Hutton, 1785)
Uniformitarianisme adalah peristiwa yang terjadi pada masa geologi
lampau dan dikontrol oleh hukum-hukum alam yang mengendalikan
peristiwa pada masa kini. Hukum ini lebih dikenal dengan
semboyannya yaitu “The Present is the key to the past.” Maksudnya
adalah bahwa proses-proses geologi alam yang terlihat sekarang ini
dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa lampau.
Dengan demikian, bila saat ini terjadi gempa tektonik, vulkanisme,
banjir, tanah longsor, dan kejadian geologi lainnya, maka peristiwa
yang sama pernah terjadi pada masa lampau.
5. Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie,
1778)
Pada setiap lapisan yang berbeda umur geologinya akan ditemukan
fosil yang berbeda pula. Secara sederhana bisa juga dikatakan bahwa
fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda dengan fosil di
lapisan atasnya. Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan
digantikan (tertindih) dengan fosil yang ada sesudahnya, dengan
kenampakan fisik yang berbeda (karena evolusi). Perbedaan fosil ini
bisa dijadikan sebagai pembatas satuan formasi dalam lithostratigrafi
atau dalam koreksi stratigrafi.
6. Strata Identified by Fossils (Smith,
1816)
Perlapisan batuan dapat dibedakan antara satu dengan yang lain
dengan melihat kandungan fosilnya yang khas. Hal ini terjadi karena
adanya evolusi makhluk hidup, sehingga akan menunjukkan
perlapisan batuan karena terjadi pengendapan. Jika pada dua atau
lebih perlapisan batuan terdapat fosil yang sama, hal itu disebabkan
oleh proses evolusi yang lama, sehingga akan menghasilkan fosil
yang sama walau dengan umur pengendapan yang berbeda.
7. Facies (Greesly, 1836)
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan
struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh
batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya. Dalam
prakteknya, istilah ini juga dipakai untuk menyatakan konsep yang
berbeda-beda oleh para ahli geologi Amerika Utara dan ahli geologi
Eropa sejak pertama kali diperkenalkan oleh Greesly (1838). Walau
demikian, para ahli sedimentologi ini umumnya menggunakan istilah
fasies untuk menyatakan satu satuan batuan dengan ciri-ciri tertentu
(misalnya besar butir, geometri, dan struktur) yang membedakannya
dari satuan batuan lain.
8. Cross-Cutting Relationship & Law of
Inclusion
 Cross-cutting Relationship
Apabila terdapat penyebaran lapisan batuan (satuan lapisan
batuan), dimana salah satu dari lapisan tersebut memotong
lapisan yang lain, maka satuan batuan yang memotong
umurnya relatif lebih muda dari pada satuan batuan yang di
potongnya. Batuan yang diintrusi (oleh batuan beku) umurnya
relatif lebih tua dibandingkan dengan batuan yang mengintrusi.
Hukum ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk
kenampakan geologi yang mempunyai kejadian sejenis
Cross-cutting Relationship
 Law of Inclusion
Inklusi terjadi bila magma bergerak ke atas menembus kerak,
menelan fragmen-fragmen besar disekitarnya yang tetap
sebagai inklusi asing yang tidak meleleh. Jadi jika ada fragmen
batuan yang terinklusi dalam suatu perlapisan batuan, maka
perlapisan batuan itu terbentuk setelah fragmen batuan.
Dengan kata lain batuan/lapisan batuan yang mengandung
fragmen inklusi, lebih muda dari batuan/lapisan batuan yang
menghasilkan fragmen tersebut.
9. Walther’s Law
Hukum ini disebut juga sebagai hukum korelasi fasies. Hukum ini
menyatakan bahwa suksesi vertikal mencerminkan suksesi lateral
dalam satu fasies. Perubahan fasies secara vertikal akan diikuti oleh
perubahan fasies secara lateral atau sebaliknya. Hukum Walther
berlaku untuk lingkungan transgresi dan regresi. Fasies yang pada
dasarnya berarti perbedaan ciri paleontologi dan batuan pada umur
yang sama, dalam praktek pengenalannya di lapangan sulit dikerjakan
pada daerah tropis.
Sumber :
 C. Harris, Edward. 2014. Principles of Archaeological Stratigraphy
 Materi singkat tentang Hukum-hukum Stratigrafi Bu Umi
 www.academia.edu/8744240/Hukum_Stratigrafi
 https://hujungdestinasi.wordpress.com/2013/01/26/257/
 http://rabeljazzholic.blogspot.co.id/2009/04/penghianat-
persahabatan.html

Anda mungkin juga menyukai