Anda di halaman 1dari 6

BAB 3

STRATIGRAFI

3.1 Stratigrafi Regional


Stratigrafi regional daerah penelitian termasuk dalam stratigrafi regional
Pegunungan Selatan Bagian Barat, tepatnya secara administrasi berada Desa
Badean dan sekitarnya, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah
dikemukakan oleh beberapa peneliti, yaitu Bothe (1929), Van Bemmelen (1949),
P. Marks (1956), Surono, B. Toha, I. Sudarno dan S. Wiryosujono (1992) dan
Gendut Hartono (2010). Perbedaan ini terutama antara wilayah bagian barat
(Parangtritis-Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari-Pacitan). Urutan
stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat diusulkan diantaranya oleh Bothe
(1929) dan Surono (1989), dan di bagian timur diantaranya diajukan oleh Sartono
(1964), Nahrowi (1979) dan Pringgoprawiro (1985), sedangkan Samodra (1989),
mengusulkan tatanan stratigrafi di daerah peralihan antara bagian barat dan timur.
Secara umum geologi regional daerah penelitian dibagi menjadi lima formasi
dengan urutan dari tua ke muda yiatu:
1. Formasi Kebo-butak
Formasi Kebo-Butak ini berumur Miosen Awal yang disusun oleh
batupasir, batulempung, dan serpih. Litologi tersebut terletak di bagian bawah,
sedangkan bagian atas tersusun oleh batulanau, batupasir kerikilan, dan batupasir
tufan. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas andesit-basal dan di bagian
atasnya dijumpai breksi andesit. Batuan penyusun utama formasi ini adalah
endapan piroklastik yang berasal dari hasil erupsi gunungapi bawah laut. Pada
formasi ini disisipi oleh sill dan lava andesitik basaltik dengan ketebalan
diperkirakan 500-1000 m (Surono dkk, 1992).
2. Formasi Semilir
Formasi ini berumur Miosen Awal dengan ketebalan kurang lebih 1000 m
yang terletak selaras diatas Formasi Kebo-Butak. Formasi Semiilir tersusun atas
batuan gunungapi yang terdiri dari tuff, breksi batuapaung dasitan, batupasir
tufan dan serpih. Bagian bawah dari satuan ini berlapis baik, berstruktur sedimen

16
17

perairan, silang siur berskala menengah dan berpermukaan erosi. Dibagian


tengahnya dijumpai lignit dan berasosiasi dengan batupasir tufan gampingan dan
kepingan koral pada breksi gunungapi. Dibagian atasnya ditemukan batu
lempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15 cm dan berstruktur
longsoran bawah laut lingkungan pengendapannya berkisar dari laut dangkal
yang berarus kuat hingga laut dalam yang dipengaruhi arus turbidid (Surono
dkk, 1992).
3. Formasi Nglanggran
Formasi Nglanggran berumur Miosen bawah bawah bagian atas hingga
Miosen Tengah bagian bawah yan terdiri dari Breksi gunung api, aglomeret, lava
andesit-basa dan tuf. Breksi gunugapi dan aglomerat yang mendominasi Formasi
Nglanggran umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan
sedikit basa, berukuran butir 2-50 cm. Dibagian tengah pada breksi gunugapi
ditemukan batugamping koral yang membentuk lensa atau kepingan. Setempat
satuan ini disisipi batupasir gunungapi klastika dan tuf yang berlapis baik.
Struktur sedimen yang dijumpai berupa perlapisan sejajar, perlapisan bersusun,
dan cetakan beban (load cast) menunjukkan adanya alian longsor (debrist flow).
Pada bagian atasnya ditemukan permukaan erupsi yang menunjukkan adanya
pengaruh arus kuat pada waktu pengendapan. Adanya batugamping koral
lingkungan laut. Sehingga secara umum lingkungan pengendapannya adalah laut
yang disertai longsoran bawah laut. Formasi ini terletak selaras dengan Formasi
Semilir, dan ketebalannya kurang lebih 300 m (Surono dkk, 1992).
4. Formasi Sambipitu
Formasi ini berumur Miosen Tengah, tersusun atas tuf, batulanau,
batupasir, dan serpih berfosil Lepidocylin, Myogipsina, dan Cicloclype. Formasi
ini terletak diatas Formasi Nglanggran dasn diendapkan pada cekungan laut
yang tidak stabil pada kedalaman outer sublitoral sampai bathyal dan terdapat
pengaruh yan cukup kuat dari pengendapan arus turbidit, ketebalannya kurang
lebih 1000 m.
Dibagian bawah Formasi Sambipitu terdiri dari batupasir kasar, terutama
batupasir sela yang tidak berlapis dan batupasir halus yang setempat diselingi
18

serpih dan batulanau gampingan. Setempat dijumapai lensa breksi andesit


klastik, lempung, dan kepingan arang kayu. Struktur sedimen yang ditemukan
berupa perlapisan bersusun, perlapisan sejajar dan pelembur gelombang (current
ripple), yang menunjukkan adanya arus turbidit.
5. Formasi Oyo
Formasi ini diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Sambipitu.
Formasi ini tersusun atas batugamping, konglomerat, tuf andesitan, dan napal
tufan. Formasi ini dibedakan menjadi dua fasies, yaitu fasies napal yang
merupakan sedimen klastik dan fasies tuf yang merupakan fasies piroklastik.
Hubungan kedua fasies ini saling menjari, umur formasi ini diperkirakan Miosen
Tengah dan mempunyai ketebalan kurang lebih 350 m,
6. Formasi Wonosari
Formasi Wonosari. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan
sekitarnya, membentuk morfologi karts, terdiri dari batugamping terumbu,
batugamping bioklastik berlapis dan napal. Satuan batuan ini merupakan
endapan karbonat paparan (carbonate plateform) pada Miosen Tengah hingga
Miosen Akhir (N9-N18). Formasi Wonosari ini mempunyai hubungan selaras di
atas Formasi Oyo, akan tetapi di beberapa tempat, bagian bawah formasi ini
saling berhubungan silang jari dengan Formasi Oyo.
7. Formasi Kepek
Formasi Kepek. Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek, tersusun oleh
batugamping dan napal dengan ketebalan mencapai 200 meter. Litologi satuan
ini nenunjukkan ciri endapan paparan laut dangkal dan merupakan bagian dari
sistem endapan karbonat paparan pada umur Miosen Akhir (N15-N18). Formasi
ini mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping terumbu
Formasi Wonosari. Diatas batuan karbonat tersebut, secara tidakselaras terdapat
satuan batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter. Satuan ini menunjukkan
ciri sebagai endapan danau di daerah Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu,
daerah setempat terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan
sebagai endapan terrarosa, yang pada umumnya menempati uvala pada
19

morfologi karst. Di lokasi lainnya, hubungan antara sedimen volkanoklastik dan


sedimen karbonat tersebut berubah secara berangsur

Gambar 3.1. Stratigrafi pegunungan selatan menurut Surono, dkk., (1992)


(Anonim, 2019)

3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian


Dalam menyusun stratigrafi daerah penelitian, penyusun berpedoman pada
data yang diperoleh di lapangan berupa ciri-ciri fisik batuan, variasi litologi, dan
dominasi litologi di lapangan, dan didasarkan atas konsep litostratigrafi yang
dikembangkan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI) tahun 1996. Kemudian
dikelompokkan menjadi beberapa satuan batuan.
Penamaan satuan batuan didasarkan pada susunan batuan yang dominan,
kedudukan stratigrafi dan ciri khas yang terdapat pada satuan batuan tersebut.
Daerah penelitian tersusun dari 3 Satuan litologi yang tersusun dari tua ke muda,
yaitu satuan breksi vulkanik Nglanggran, dan satuan batupasir karbonatan
Sambipitu, dan satuan batugamping Wonosari.
1. Satuan batupasir sedang karbonatan Sambipitu
a. Litologi penyusun.
Satuan batupasir sedang karbonatan Sambipitu pada daerah penelitian
memiliki warna kuning kecoklatan, struktur perlapisan, tekstur ukuran butir
20

pasir sedang, bentuk butir membulat tanggung, sortasi baik, kemas tertutup,
komposisi matrik pasir sedang, semen karbonat. Satuan ini menempati ±30%
dari total luas area penelitian serta dimanfaatkan sebagai pemukiman warga
dan perkebunan.
b. Hubungan stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan batupasir sedang karbonatan
Sambipitu dengan satuan kalkarenit Wonosari adalah tidak selaras secara
disconformity.
2. Satuan kalkarenit Wonosari
a. Litologi penyusun
Satuan kalkarenit Wonosari ini memiliki ciri berwarna putih
kekuningan, struktur perlapisan, tekstur ukuran butir arenit, bentuk butir
membulat tanggung, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi mikrit arenit,
sparit karbonat. Satuan ini menempati ±50% dari total luas area penelitian
serta dimanfaatkan sebagai pemukiman warga dan pertanian.
b. Hubungan stratigrafi
Hubungan antara satuan satuan kalkarenit Wonosari dengan satuan
batupasir sedang karbonatan Sambipitu yaitu tidak selaras secara
disconformity dan dengan satuan batugamping terumbu Wonosari adalah
selaras menjari.
3. Satuan batugamping terumbu Wonosari
a. Litologi penyusun
Satuan batugamping terumbu pada daerah penelitian memiliki ciri
berwarna putih kekuningan, struktur masif, tekstur berfosil, komposisi fosil-
fosil terumbu. Satuan ini menempati ±20% dari total luas area penelitian serta
dimanfaatkan sebagai pemukiman warga dan pertanian
b. Hubungan stratigrafi
Hubungan antara satuan batugamping terumbu Wonosari dengan satuan
kalkarenit Wonosari yaitu selaras menjari
21

3.3 Kesebandingan Daerah Penelitian Dengan Stratigrafi Regional


Jika dilihat dari litologi yang ada pada daerah penelitian, yaitu batupasir
sedang karbonatan Sambipitu, kalkarenit Wonosari dan batugamping terumbu
Wonosari, maka dapat disebandingkan dengan stratigrafi regional menurut Surono
dkk (1992). Batupasir sedang karbonatan masuk dalam Tersier Miosen Sambipitu,
kalkarenit masuk dalam Tersier Miosen Wonosari dan batugamping terumbu
masuk dalam Tersier Miosen Wonosari. Jadi, berdasarkan kesebandingan tersebut
dapat diketahui bahwa lokasi daerah penelitian merupakan bagian dari stratigrafi
regional Pegunungan Selatan.

Gambar 3.2. Gambar kesebandingan litologi daerah penelitian dengan stratigrafi regional
(Penyusun, 2020)

Anda mungkin juga menyukai