Anda di halaman 1dari 16

BAB III

STRATIGRAFI
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan, dan
kejadian (genesa) macam-macam batuan didalam ruang dan waktu sedangkan dalam
arti sempit ialah ilmu-ilmu pemerian lapisan batuan (Sandi Stratigrafi
Indonesia,1996).
Dalam pemetaan ini penulis menggunakan satuan litostratigrafi tidak resmi
yang merupakan penggolongan batuan menjadi satuan menurut ciri-ciri litologi,
tetapi belum memenuhi syarat Sandi yaitu diterbitkan dalam suatu penerbitan ilmiah
berkala dan tidak cukup luas dipetakan pada skala 1:25.000 menurut Sandi Stratigrafi
Indonesia (1996). Pembahasan stratigrafi dalam daerah pemetaan akan dibahas
secara detail dalam subbab selanjutnya.
3.1
Stratigrafi Regional

Gambar 3.1 Stratigrafi Pegunungan Selatan oleh Sarono et al. 1992

28

Berdasarkan pembagian fisiografi oleh Van Bemmelen 1949, maka daerah


pemetaan merupakan bagian dari Rangkaian Pegunungan Selatan. Rangkaian
Pegunungan ini terletak membujur barat timur sepanjang pantai Pulau Jawa.
Formasi yang ada pada stratigrafi Stratigrafi Pegunungan Selatan secara
regional telah diteliti oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan
Ismoyowati (1975), Sartono (1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta
Wartono dan Surono dengan perubahan (1994). Berdasarkan stratigrafi regional
rangkaian Pegunungan Selatan dari beberapa peneliti terdahulu dari tua ke muda
adalah sebagai berikut :
3.1.1

Formasi Kebo Butak


Formasi ini secara umum terdiri dari konglomerat, batupasir dan
batulempung yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid
maupun
pengendapan gaya berat yang lain. Di bagian bawah, yang oleh
Bothe
disebut
sebagai Kebo beds tersusun atas perselang selingan antara batupasir, batulanau dan
batulempung yang khas menunjukkan struktur
turbidit, dengan perselingan
batupasir konglomeratan yang mengandung klastika lempung. Bagian bawah ini
diterobos oleh sill batuan beku.
Bagian atas dari Formasi ini, yang disebut sebagai Anggota Butak, tersusun
oleh perulangan batupasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau
lanau, ketebalan total dari Formasi iin kurang lebih 800 m.
Urutan batuan yangmembentuk Formasi Kebo-Butak ini ditafsirkan terbentuk
pada lingkungan lower submarine fan dengan beberapa interupsi pengendapan
tipe mid fan (Rahardjo, 1983), yang terbentuk pada akhir Oligosen (N2-N3)
(Sumarso & Ismoyowati, 1975; van Gorsel et al., 1987).
3.1.2

Formasi Mandalika
Pada umumnya Formaasi Mandalika merupakan batuan leleran batuan leleran
dan batuan piroklastik, namun setempat berupa retas. Kearah Timur (di lembar
Pacitan) Formasi ini bercampur dengan sedimen klastika yang terbengaruh arus
turbid (Nahrowi, drr, 1978). Tuff dasitnya mengandung kuarsa heksagonalbipiramid
bergaris tengah hingga 1,5m.
Fosil penunjuk umur satuan tidak di temukan, Sartono 1964) menasabahkan
formasi ini dengan bagian tengah dan atas Formasi Kebo Butak yang berumur
Oligosen Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya adaah darat dan yang ke arah
timur berangsur berubah menjadi laut yang dipengaruhi oleh arus turbit.
Nama Formasi Mandalika diperkenalkan oleh Samodra dan Gafoer (1990)
dengan lokasi tipe di daerah S. Mandalika, lembar Pacitan.

29

3.1.3

Formasi Semilir
Secara umum Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat
tufan, ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Fragmen yang
membentuk breksi maupun batupasir pada umumnya berupa fragmen batuapung
yang bersifat asam. Di lapangan pada umumnya menunjukkan
perlapisan yang
baik, struktur-struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya
kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapanya berlangsung
secara cepat atau pengendapan tersebut terjadi pada lingkungan yang sangat dalam,
berada di bawah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan
sudah mengalami korosi sebelum dapat mencapai dasar pengendapan.
Umur dari Formasi ini diduga adalah Awal Miosen (N4) berdasarkan atas
terdapatnya Globigerinoides primordius pada bagian yang bersifat lempungan dari
formasi ini di dekat Piyungan (van Gorsel, 1987).
Ketebalan satuan ini di duga lebih dari 460 m. Formasi Semilir ini
menumpang secara selaras di atas Anggota Butak dari Formasi Kebo-Butak, namun
secara setempat tidak selaras (Van Bemmelen, 1949). Tersingkap secara baik di
wilayah tipenya yaitu di tebing gawir baturagung di bawah puncak Semilir.
3.1.4 Formasi Jaten
Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa, batupasir tuffa, batulanau, napal, dan
batugamping napalan. Bagian bawah Formasi Jaten berupa batupasir sangat kasar
disisipi konglomerat yang menghalus keatas sehingga menjadi batupasir halus dan
batulanau di bagian tengahnya. Bagian atas terdiri dari batulempung setempat
napalan batugamping napalan. Sisipan lignt yang mengandung kristal pirit ditemukan
pada bagian bawah dan tengah Formasi. Diendapkan pada lingkungan transisi
neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 N10). Bagian bawahnya terendapkan
dalam lingkungan Fluviatil Paralik, bagian tengahnya di lingkunga Paralik
Epineritik, dan bagian atasnya di bagian Epineritik (Sartono, 1964).
Formasi Jaten dijumpai di bagian hulu Bengawan Solo, bagian tenggara
lembar. Ketebalan satuan di duga 20 150 m dan menebal ketimur (lembar Pacitan).
Formasi ini menindih takselaras Forasi Mandalika dan tertindih selaras Formasi
Wuni (Sartono, 1964)
Penamaan Formasi Jaten disusulkan oleh Sartono, 1964. Dengan lokasi tipe
di S.jaten kurang lebih 4 Km sebelah timur Donorojo di lembar Pacitan.
3.1.5 Formasi Wuni
Formasi ini tersusun oleh Anglomerat dengan sisipan batupasir tufaan dan
batupasir kasar. Dibagian bawah Formasi Wuni dijumpai breksi anglomeratan,
bongkahan tuff terkresikan. Komponen anglomerat terdiri dari andesit dan basal yang
berukuran 10 15 cm, namun setempat sampai 2 m. Bagian tengahnya disisipi
batupasir tuffaab, batulanau, konglomerat, setempat lapisan tipis batubara. Di bagian
atasnya dijumpai batugamping koral. Di sekitar batugamoing koral ini batuannya

30

agak napalan dan mengandung fosil Sismandia sp., Cyprea sp. Dan cetakan dalam
(Internak cast) dari Pelisipoda dan Gastropoda.
Satuan ini tersebar di bagian tenggara lembar di sekitar hulu Bengawan Solo,
dan ketebalannya diduga kurang lebih 150 m. Satuan ini ke arah barat beruba
menjadi Formasi Nglarangan. Namun di beberapa tempat keduanya sulit dibedakan.
Formasi ini menindih selaras Formasi Jaten dengan Formasi Wonosari Punung.
Nama Formasi Wuni diperkenalkan oleh Sartono (1964) dengan lokasi tipe di
kali Wuni, Lembar Pacitan.
3.1.6 Formasi Nampol
Satuan batuan pada Formasi Nampol yaitau bagian bawah terdiri dari
konglomerat, batupasir tufan, dan bagian atas terdiri dari perselingan batulanau,
batupasir tufan, dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit.
Diendapkan pada Kala Miosen Awal (Sartono,1964) atau Nahrowi (1979),
Pringgoprawiro (1985), Samodaria & Gafoer (1990) menghitungnya berumuri
Miosen Awal Miosen Tengah.
Formasi Nampol terendapkan dalam lingkungan sungai hingga tepi pantai
(Sartono, 1964). Satuan ini terdapat pada bagian tenggara lembar sekitar Desa
Donorojo. Ketebalan Formasi Nampol di duga sekita 60 km dan menebal kearah
timur. Formasi Nampol menindih selaras Formasi Wuni dan Menjemari dengan
Formasi Wonosari Punung (Sartono, 1964).
Formasi Nampol pertama kali di perkenalkan oleh sartono (1964) dengan
belokasi tipe di S. Nampol, cabang sungai Basoka sebelah tenggara Punung di
lembar Pacitan.
3.1.7 Formasi Oyo
Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya, terdiri dari
perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping pasiran dan napal
dengan sisipan konglomerat batugamping. Pada bagian atas secara berangsur
dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai
kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Menurut Suyoto dan
Santoso (1986) menentukan umur satuan ini di daerah Manyaran dengan hasil
Miosen Tengah (N9 N13). Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal yang
dipengaruhi oleh kegiatan Gunung api.
Formasi Oyo terhampar luas di sepanjang S. Oyo mulai dari batas lembbar
barat menyebar ke Timur sampai ke Desa Senini dan Sambang. Ketebalan satuan ini
lebih dari 140 m. Formasi Oyo menindih takselaras dengan Formasi Semilir dan
Formasi Ngalanggaran, serta menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari.
Formasi Oyo diperkenalkan oleh Bothe (1929) dengan lokasi tipe di sepanjang S.
Oyo sebelah utara Wonosari.

31

3.1.8

Formasi Wonosari Punung

Formasi ini terdiri atas satuan batugamping, batugamping napalan tufaan,


batugamping konglomeratan, batupasir tufaan, dan batulanau. Batugamping yang
mendominasi satuan ini adalah batugamping berlapis dan batugamping terumbu.
Sedangkan di daerah Punung berupa batugamping berlapis, batugampin terumbu, dan
batugamping napalan yang menjemari dengan batupasir tufaan, lempung,
batugamping dan napal konglomeratan. Terlihat adanya perbedaan pada kedua
daerah tersebut, yaitu di daerah Punung ditemukan Klastika kasar dan tufaan,
sedangkan pada daerah Wonosari tidak ditemukan. Namun kenyataannya di lapangan
keduanya sulit di tandai.
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung
yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit
untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini
tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam
Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini
diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari
dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek.
3.1.9

Formasi Kepek

Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Formasi Kepek


umumnya berlapis dengan kemiringan kurang dari 100 dan kaya akan fosil foram
kecil. Bedasarkan fosil yang terkandung didalamnya, maka umur dari Formasi Kepek
adalah Miosen Akhir Pliosen dan terendapkan dalam lingkungan Neritik (Samodra
1984).
Formasi Kepek terhampar di hulu S. Rambatan sebelah barat Wonosari yang
membentuk Sinklin. Tebal satuan ini diduga lebih kurang 200 m. Formasi Kepek
menjemari dengan bagian atas Formasi Wonosari Punung.
Penamaan Formasi Kepek diusulkan oleh Bothe (1929) dengan tipe lokasi di
Desa Kepek, 11 km sebelah barat Wonosari.
3.1.10 Alluvium
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai
padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan
ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa). Sumber
bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, batuan Tersier
Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi. Endapan aluvium ini membentuk

32

Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran di sekeliling Bayat. Satuan Lempung


Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan di bawahnya. Tersusun oleh litologi
lempung hitam, konglomerat, dan pasir, dengan ketebalan satuan 10 m.
Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan Wonogiri. Di Baturetno, satuan
ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat
secara setempat laterit (warna merah kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang
umumnya menempati uvala pada morfologi karst.
3.2

Stratigrafi Daerah Pemetaan


Penyatuan batuan pada daerah penelitian didasarkan pada litostratigrafi tak
resmi menurut Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI, 1996). Satuan batuan dibagi
berdasarkan batuan yang dominan.aBatas satuan dilakukan berdasarkan kontak
batuan yang terdapat di beberapa tempat pada lapangan penelitian dan kedudukan
lapisan. Konsep litostratigrafi mengacu pada litologi dominan sebagai ciri litologi.
Penamaan satuan adalah penamaan satuan secara tak remi sesuai dengan Sandi
Stratigrafi Indonesia (SSI, 1996). Dalam penggunaan kesebandingan, penulis
menggunakan penamaan batuan oleh Sukendar Asikin (1992). Sedangkan untuk
penentuan umur dan bathymetri satuan batuan dengan cara analisa fosil dari sampel
data lapangan.Satuan batuan dikelompokkan atas dasar pengamatan pada berbagai
lintasan yang dilalui di daerah pemetaan.
Berdasarkan atas ciri-ciri litologi di lapangan dan analisa sayatan tipis batuan
yang dapat terpetakan dalam peta topografi 1:12.500, maka stratigrafi pada daerah
pemetaan, dibagi menjadi tiga satuan batuan yang meliputi dari urutan muda ke tua
berdasarkan litostratigrafi tak resmi:
(1) Satuan Batugamping Kasar
(2) Satuan Batugamping Halus
(3) Satuan Batugamping Terubu
Pembahasan yang akan dikemukakan antara lain meliputi penyebaran dan
ketebalan, jenis litologi, umur, lingkungan pengendapan dan hubungan stratigrafi
dengan satuan batuan yang lain berdasarkan data-data di lapangan serta hasil analisis
laboratorium.
Lingkungan pengendapan merupakan tempat endapan terkumpul yang
dikarakteristikkan oleh rangkaian unsur biologi, fisik dan kimia, hubungan dari
parameter ini akan mengidentifikasikan lingkungan pada saat pengendapannya.
Didalam penafsiran juga digunakan suatu model lingkungan pengendapan
yang digunakan sebagai dasar penafsiran untuk memahami lingkungan pengendapan
pada lokasi penelitian.
Dalam penentuan umur dan lingkungan pengendapan, penulis melakukan
analisis mikropaleontologi Foraminifera Planktonik digunakan untuk penentuan
umur satuan batuan berdasarkan kisaran umur yang dibuat oleh Blow (1969).

33

Foraminifera Bentonik digunakan untuk penentuan paleoenvironment, berdasarkan


Adi P. Kadar, dkk (1996).
3.2.1

Satuan Batugamping Kasar


Penamaan satuan batuan ini berdasarkan litologi yang mendominasi di daerah
penelitian, yaitu batuan sedimen klastik berupa Batugamping Kasar.
a. Pemerian Litologi
Secara megaskopik, batuan ini di temukan dalam keadaan relatif lapuk.
Warna lapuk pada batuan ini adalah cream, coklat, hingga abu-abu kehitaman
dan pada warna segar memiliki warna putih tulang hingga cream dengan ukuran
butir pasir kasar pasir sedang menurut klasifikasi Wentworth 1922 dan bentuk
butir yang rounded sampai subrounded. Kemas berupa grain supported, dengan
semen yang mengandung karbonat karena bereaksi saat di tetesi larutan HCL.
Sortasi tergolong baik, porositas yang baik sampai sedang.
Secara mikroskopik, bauan sedimen batugamping kasar, berwarna
kecoklatan, sortasi buruk, kemas terbuka. Butiran (76%) terdiri dari foraminifera
besar, alga dan pecahan koral dan pecahan cangkang pelecypoda, bentuk butir
membundar, terdapat matriks (19%) berupa lumpur karbonat, semen (5%)
berupa semen kalsit dan terdapat mineral opak yang mengisi rongga, porositas
(10%). Nama Batuan ini adalah Bioclastic Packstone (Dunham, 1962)
(Lampiran Petrografi 1).
b. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan ini menempati 55% pada peta dengan arah penyebaran vertikal
relatif Utara ke Tengah (center) dan penyebaran horizontal dari Barat ke Timur
daerah penelitian yang mencakup Desa Pringkuku, Desa Ngadirejan, Jodok,
Blimbing, Bulu, Salam, Tlogo Tumangan, Pagutan, Kali Sebrok, dan Pindul.
Satuan ini menempati satuan geomorfologi berbukit bergelombang karst.
Ketebalan satuan ini tidak bisa ditentukan secara pasti karena tidak
ditemukannya kontak pada satuan batuan bagian atasnya yang berumur lebih
muda, maupun batas kontak antara satuan batuan dibawahnya yang berumur
lebih tua. Namun, ketebalan satuan ini dapat dihitung dengan merekonstruksi
penampang geologi, hasil pengukurannya adalah 355 m.

34

BL

TG

Foto 3.1 Kenampakan Batugamping Kasar pada LP 11, Desa Pringkuku


c. Umur Relatif
Umur Satuan Batugamping kasar ditentukan dengan menganalisis kandungan
foraminifera planktonik (Tabel 3.1 Kisaran Umur Satuan Batugamping kasar
menurut zonasi Blow (1969)). Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa umur pengendapan Satuan Batugamping kasar yakni N18
hingga N19.
Tabel 3.1 Kisaran Umur Satuan Batugamping kasar menurut zonasi Blow (1969)

d. Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan satuan Batugamping kasar dilihat dari karakteristik
batuannya, satuan ini memiliki ukuran butir yang kasar hingga sedang, bentuk
butir rounded - subrounded menandakan bahwa materialnya terbawa relatif jauh
dari asalnya, dan semen karbonatan yang bereaksi dengan HCL 10%. Serta hasil
dari analisis mikropaleontologi di dapatkan foraminifera benthonik berupa
Bolivina goesii dan Uvigerina parvulus Maka dapat disimpulkan bahwa satuan ini
berasal dari lingkungan pengendapan berupa Laut Dangkal
e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Berdasarkan ciri endapan dan posisi stratigrafi, satuan batugamping ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Wonosari menurut kolom stratigrafi dari Samodra dkk,
1992.
35

Pengendapan Lingkungan

Fosil

Satuan batuan ini


dicirikan dengan warna
coklat muda,
kekompakannya adalah
sedang, komposisinya
adalah terdapat
organisme berupa
kerangka fosil yang
sudah terisi atau
tergantikan oleh
sparikalsit, ukuran
butirnya kasar hingga
sedang (Wenworth,
1922) semennya adalah

Laut Dangkal

Pemeriaan

Bolivina goesii dan Uvigerina parvulus

Tebal

Urutan Batuan
(Tanpa Skala)

..m

Satuan Batuan
Satuan Batugamping Kasar

Kesebandingan
Formasi Wonosari

Miosen Tengah - Pliosen

Umur

Tabel 3.2 Kolom Litologi Satuan Batugamping Kasar (Tanpa Skala)

3.2.2

Satuan Batugamping Halus


Penamaan satuan batuan ini berdasarkan litologi yang mendominasi di daerah
penelitian, yaitu batuan sedimen klastik berupa Batugamping Halus.
a. Pemerian Litologi
Secara megaskopik, batuan ini di temukan dalam keadaan relatif sangat
lapuk. Warna lapuk pada batuan ini adalah coklat kekuningan, hingga abu-abu
kehitaman dan pada warna segar memiliki warna putih tulang hingga cream
dengan ukuran butir pasir sedang pasir halus menurut klasifikasi Wentworth
1922 dan bentuk butir yang subrounded. Kemas berupa grain supported, dengan
semen yang mengandung karbonat karena bereaksi saat di tetesi larutan HCL.
Sortasi tergolong baik, porositas yang baik sampai sedang.
Secara mikroskopik, bauan sedimen batugamping halus, berwarna
kecoklatan, sortasi buruk, kemas terbuka. Butiran (25%) terdiri dari foraminifera
besar, globigerina, orbulina, alga dan pecahan koral, bentuk butir subangular subrounded, terdapat matriks (66%) berupa lumpur karbonat, semen (5%)
berupa semen kalsit dan glaukonit, porositas (4%) merupakan porositas baik
(sekunder, vuggy), interpartikel. Nama Batuan ini adalah Wackstone (Dunham,
1962) (Lampiran Petrografi 2).
36

Secara mikroskopik, batuan sedimen batugamping halus, berwarna


kecoklatan, sortasi buruk hingga sedang, kemas grain supported. Porositas (7%)
sekunder, vuggy. Terdapat matrix berupa lumpur karbonat (68-70%) semennya
yaitu sparry calcite (3%), Butiran (18-20%) terdiri dari fosil, ooid, pellet, dan
terdapat mineral kuarsa. Nama Batuan ini adalah Mudstone (Dunham, 1922)
(Lampiran Petrografi 3).
b. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan ini menempati 25% pada peta dengan arah penyebaran relatif
Barat ke Utara daerah penelitian yang mencakup Desa Sobo, Desa Soko,
kedungmenjangan, Mudal, Temulawak, Tinatah, Bendo, Sobo Wean, Kali
Kladen, dan Geblas. Satuan in berada pada satuan geomorfologi berbukit
tersayat tajam karst.
Ketebalan satuan ini tidak bisa ditentukan secara pasti karena tidak
ditemukannya kontak pada satuan batuan bagian atasnya yang berumur lebih
muda, maupun batas kontak antara satuan batuan dibawahnya yang berumur
lebih tua. Namun, ketebalan satuan ini dapat dihitung dengan merekonstruksi
penampang geologi, hasil pengukurannya adalah 355 m.
B

Gambar 3.2 Kenampakan Batugamping Halus pada LP 44, Daerah


Kedungmenjangan

c. Umur Relatif
Umur Satuan Batugamping kasar ditentukan dengan menganalisis kandungan
foraminifera planktonik (Tabel 3.3 Kisaran Umur Satuan Batugamping halus
menurut zonasi Blow (1969)). Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa umur pengendapan Satuan Batugamping kasar yakni N17
hingga N19.
37

Tabel 3.3 Kisaran Umur Satuan Batugamping halus menurut zonasi Blow (1969)

d. Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan satuan Batugamping kasar dilihat dari karakteristik
batuannya, semen karbonatan yang bereaksi dengan HCL 10%. Serta hasil dari
analisis mikropaleontologi di dapatkan foraminifera benthonik berupa Bolivina
goesii, Planorbulina mediterrimensis, dan Bolivina fragilis. Maka dapat
disimpulkan bahwa satuan ini berasal dari lingkungan pengendapan berupa Laut
Dangkal.
e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Berdasarkan ciri endapan dan posisi stratigrafi, satuan batugamping ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Wonosari menurut kolom stratigrafi dari Samodra dkk,
1992.

38

3.3.3

Fosil

Pengendapan Lingkungan
Laut dangkal

Satuan batuan ini


dicirikan dengan warna
coklat muda,
kekompakannya adalah
sedang, berfragmen
fosil, semennya berupa
lumpur karbonat,
ukuran butirnya pasir
sedang hingga halus
(Wenworth, 1922),
bentuk butirnya adalah
subangular hingga
subrounded.

Bolivina goesii, Planorbulina

Pemeriaan

mediterrimensis, dan Bolivina fragilis

Tebal

Urutan Batuan
(Tanpa Skala)

..m

Satuan Batuan
Satuan Batugamping Halus

Formasi Wonosari

Miosen Akhir - Pliosen

Umur

Kesebandingan

Tabel 3.4 Kolom Litologi Satuan Batugamping Halus (Tanpa Skala)

Satuan Batugamping Terumbu


Penamaan satuan batuan ini berdasarkan litologi yang mendominasi di daerah
penelitian, yaitu batuan sedimen klastik berupa Batugamping Halus.
a. Pemerian Litologi

Secara megaskopik, batuan ini di temukan dalam keadaan relatif segar. Warna
luar pada batuan ini adalah coklat hingga abu - abu dan pada warna segar
memiliki warna putih tulang dengan bentuk butir yang angular hingga
subangular. Semennya mengandung karbonat karena bereaksi saat di tetesi
larutan HCL 10%.
Secara mikroskopik, bauan sedimen batugamping terumbu, berwarna coklat
pada nikol sejajar dan abu abu pada nikol bersilang. Sayatan ini terususn oleh
komposisi koral dengan struktr masif dan laminasi pada jejak tubuh yang masih
tampak berkembang. Butiran (73%) dikuasai oleh tubuh koral, butiran lain hadir
hanya mengisi porositas pada tubuh koral berupa mineral opak dan kuarsa halus
kristalin. Matriks (14%) yang hadir berupa lumpur karbonat. Semen (5%)
berupa semen kalsit fibrous dan blocky yang mengikat rongga antar butiran dan
39

matriks Porositas (6%) merupakan porositas vug, interpartikel, moldic. Nama


batuan ini adalah Coraline Boundstone (Dunham, 1922) (Lampiran Petrografi
4).
b. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan ini menempati 20% pada peta dengan arah penyebaran Selatan
ke Barat Daya dibagian bawah dan penyebaran ke Utara pada bagian atas,
daerah penelitian yang mencakup Desa Jlubang, Desa Pringkuku, Barong Wetan,
Barong Kulon, Kali sebrok, Seso. Satuan ini menempati satuan geomorfologi
berbukit bergelombang karst. Penyebaran batugamping terumbu ini berada di
sebelah Utara peta pada bagian atas yaitu berada pada daerah Krajan, dan pada
bagian bawah arah penyebarannya adalah dari Center ke Selatan dan Barat
Daya peta.
Ketebalan satuan ini tidak bisa ditentukan secara pasti karena tidak
ditemukannya kontak pada satuan batuan bagian atasnya yang berumur lebih
muda, maupun batas kontak antara satuan batuan dibawahnya yang berumur
lebih tua. Namun, ketebalan satuan ini dapat dihitung dengan merekonstruksi
penampang geologi, hasil pengukurannya adalah 355 m.
Gambar 3.3 Kenampakan Singkapan Batugamping Terumbu pada LP 56
T

BL

Gambar 3.3 Kenampakan Singkapan Batugamping Terumbu pada LP 56


Daerah Gondang

40

Gambar 3.4 Kenampakan Cangkang Fosil pada LP 56, Desa Pringkuku


c. Umur Relatif
Umur Satuan Batugamping kasar ditentukan dengan menganalisis kandungan
foraminifera planktonik (Tabel 3.5 Kisaran Umur Satuan Batugamping terumbu
menurut zonasi Blow (1969)). Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa umur pengendapan Satuan Batugamping kasar yakni N13
hingga N19.
Tabel 3.5 Kisaran Umur Satuan Batugamping terumbu
menurut zonasi Blow (1969)

d. Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan satuan Batugamping kasar dilihat dari karakteristik
batuannya, satuan ini memiliki ukuran butir yang kasar hingga sedang, bentuk
butir rounded - subrounded menandakan bahwa materialnya terbawa relatif jauh
dari asalnya, dan semen karbonatan yang bereaksi dengan HCL 10%. Maka
dapat disimpulkan bahwa satuan ini berasal dari lingkungan pengendapan laut
dangkal.
e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Berdasarkan ciri endapan dan posisi stratigrafi, satuan batugamping ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Wonosari menurut kolom stratigrafi dari Samodra dkk,
1992.

41

Tabel 3.1 Tabel Stratigrafi Daerah Pemetaan (tanpa skala)

42

Pengendapan Lingkungan

Satuan batuan ini


dicirikan dengan warna
coklat muda,
kekompakannya adalah
sedang, komposisinya
adalah terdapat
organisme berupa
kerangka fosil yang
sudah terisi atau
tergantikan oleh
sparikalsit, ukuran
butirnya kasar hingga
sedang (Wenworth,
1922) semennya adalah

Laut Dangkal

Pemeriaan

Fosil

Tebal

Urutan Batuan
(Tanpa Skala)

..m

Satuan Batuan
Satuan Batugamping

Kesebandingan
Formasi Wonosari

Miosen Akhir - Pliosen

Umur

Tabel 3.1 Kolom Litologi Satuan Batugamping Kasar (Tanpa Skala)

43

Anda mungkin juga menyukai