Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu geologi dikenal beberapa cabang ilmu yang salah satunya

adalah sedimentologi. Dimana sedimentologi merupakan studi yang membahas

proses pembentukan, transportasi dan pengendapan material yang terakumulasi

sebagai sedimen pada lingkungan darat dan laut yang pada akhirnya membentuk

batuan sedimen (Nichols, 2009). Dalam sedimentologi terdapat beberapa unsur

yang menjadi dasar pembahasan serta menjadi objek utama dalam studinya, yaitu

sedimen, proses pembentukan sedimen, mekanisme transportasinya, lingkungan

dan proses pengendapan sedimen (sedimentary deposit) adalah tubuh material

padat yang terakumulasi di permukaan bumi atau di dekat permukaan bumi, pada

kondisi tekanan dan temperatur yang rendah. Terdapat beberapa formasi penyusun

batuan pada tempat penelitian, Formasi penyusun utama batuan tersebut adalah

Formasi Mallawa sangat menarik untuk dikaji, dimana pada formasi ini terdiri atas

batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa, dimana batuannya berangsur menjadi

berbutir lebih halus dengan sisipan lapisan-lapisan batubara diikuti oleh batulanau

dan napal yang menunjukkan endapan laut, serta dijumpainya sisipan batugamping

yang memiliki fosil moluska. Pada bagian atas pada formasi ini ditindih selaras oleh

Formasi Tonasa yang terdiri dari endapan batugamping paparan.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mengetahui analisis granulometri praktikum ?


2. Bagaimana cara mengetahui analisis smearslide praktikum ?

3. Bagaimana cara mengetahui analisis spherecity praktikum ?

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui analisis granulometri praktikum

2. Mengetahui analisis smearslide praktikum

3. Mengetahui analisis spherecity praktikum

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian kali ini antara lain yaitu :

1. Memberikan saran terhadap pemilik tambang tentang material ekonomis

dalam lokasi penelitian.

2. Untuk mengklasifikasikan material sedimen yang terdapat pada sampel.

3. Untuk mengetahui ukuran butir dan derajat kebundaran dalam suatu

sampel batuan.

1.4 Kesampaian Daerah

Gambar 1.1 Peta Tunjuk Lokasi Penelitia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Pemetaan geologi di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat.

Sulawesi Selatan, di laksanakan dalam rangka Proyek Pemetaan Geologi dan

interpretasi Foto Udara, Pelita 1, oleh Subdirektorat Perpetaan, Direktorat Geologi

(sekarang Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi). Semula pemetaan

dilaksanakan secara tinjau dengan tujuan untuk melengkapi data geologi guna

kompilasi Peta Geologi Regional sekala 1:1000.000 yang sekarang sudah terbit

(Sukamto, 1975). Pemetaan selama dilakukan oleh R Sukamto, S. Supriatna. A

Yasin, Sukardi, dan dibantu oleh Y. Noya. I. Umar. R. L. Situmorang, A. Koswara

dan Sahardjo. Selama 1978 dan 1979 juga diperoleh data geologi setempat oleh R.

Sukamto dan S. Santosa yang dipakai untuk memperbaiki beberapa bagian dari peta

geologi ini (Sukamto dan Supriatna, 1982).

Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat terletak antara kordiniat

119° 05‘ - 120° 45‘ BT dan 4° – 5° LS; meliputi Daerah Tk. II Kabupaten Maros,

Pangkep, Barru Watansoppeng, Wajo, Watampone, Sinjai dan Kotamadya

Parepare: semuanya termasuk Daerah Tk. 1 Propinsi Sulawesi Selatan. Lembar peta

berbatasan dengan Lembar Majene-Palopo di utara, Lembar Ujung Pandang,

Benteng dan Sinjai di selatan, Selat Makasar d barat dan, Teluk Bone di timur.

Daerah ini mempunyai penduduk yang relatif lebih padat daripada bagian lain

Sulawesi Selatan bertempat tinggal di kota kabupaten dan kecamatan, penduduk

terdapat di desa dan kampung di sepanjang semua jalan utama yang menuju ke
daerah pedalaman. Sebagian besar penduduk bertani sawan sehingga membuat

daerah ini penghasil padi yang utama di Sulawesi. Penduduk di sepanjang pantai

kebanyakan nelayan yang di kota kebanyakan berniaga atau jadi karyawan

(Sukamto dan Supriatna, 1982).

Fisiografi lengan selatan sulawesi yang berarah utara-selatan

mempengaruhi keadaan iklimnya. Seperti di daerah lndonesia yang lain, di sini pun

ada dun musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Di bagian barat musim

berbeda waktunya dengan di bagian timur. Musim hujan di bagian barat

berlangsung dari Nopember sampai April, dan di bagian timur dan Mei sampai

Oktober. Hutan lebat hanya ditemukan di daerah berdongak tinggi, yaitu di

pegunungan sebelah barat dan timur (Sukamto dan Supriatna, 1982).

2.1.1 Geomorfologi

Di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat terdapat dua

baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utara-barat laut dan

terpisahkan oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan yang barat menempati

hampir setengah luas daerah, melebar di bagian selatan (50 km) dan menyempit di

bagian utara (22 km). Puncak tertingginya 1694 m, sedangkan ketinggian rata-

ratanya 1500 m. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat

dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi kras, penceminan adanya

batugamping. Di antara topografi kras di lereng barat terdapat daerah pebukitan

yang dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di baratdaya dibatasi oleh

dataran Pangkaiene-Maros yang luas sebagai lanjutan dari dataran di selatannya

(Sukamto dan Supriatna, 1982).


Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan lebih rerdah, dengan

puncaknya rata-rata setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m. Juga pegunungan ini

sebagian besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar 20 km dan lebih

tinggi, tetapi ke utara meyempit dan merendah, dan akhirnya menunjam ke bawah

batas antara Lembah Walanae dan dataran Bone. Bagian utara pegunungan ini

bertopografi kras yang permukaannya sebagian berkerucut. Batasnya di timurlaut

adalah dataran Bone yang sangat luas, yang menempati hampir sepertiga bagian

timur. Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut di bagian

utara selebar 35 Km. tetapi di bagian selatan hanya 10 km. Di tengah tendapat

Sungai Walanae yang mengalir ke utara Bagian selatan berupa perbukitan rendah

dan di bagian utara terdapat dataran aluvium yang sangat luas mengelilingi D.

Tempe (Sukamto dan Supriatna, 1982).

2.1.2 Stratigrafi

Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan

ularabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan dan

tergerus dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi dl sekitarnya berupa sesar

atau ketidselarasan. Penarikhan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta

tanun Kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman

Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi Balangbaru

dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur Kapur Akhir.

Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava

dalam flysch. Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5- 63,0 it), dan diendapkan

dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur Kapur
Akhir. Batuan sedimen Formasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh

endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan gunangai

Paleosen dan batuan flysch Kapur Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini secara

berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara

menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal Formasi

Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup luas mengalasi batuan

gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen klastika Formasi Salo Kalupang yang

Eosen sampai Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan gunungapi

Kalamiseng Miosen Awal di timur (Sukamto dan Supriatna, 1982).

Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur,

berbatuan gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga berumur

Miosen Awal bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi Kalamiseng Di

lereng timur bagian utara pegunungan yang barat, terdapat batuan Gunungapi

Soppeng yang diduga juga berumur Miosen Awal. batuan sedimen berumur Miosen

Tengah sampai Pliosen Awal berselingan dengan batuan gunungapi yang berumur

antara 8,93-9,29 juta tahun. Secara bersama batuan itu menyusun Formasi Camba

yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk

dari Formasi Camba ini yang menindih tak selaras Formasi Tonasa. Selama Miosen

akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi Lembah Walanae di endapkan

sedimen klastika Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar 4500 m, dengan

bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat (batugamping Anggota

Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan menjemari dengan bagian atas Formasi

Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir sampai Pliosen Awal


merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan gunungapi yang masih

terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan menghasilkan batuan gunungapi

Parepare (4,25-4,95 juta tahan) dan Baturape-Cindako, juga merupakan sumber

bagi formasi itu (Sukamto dan Supriatna, 1982).

Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya berkaitan erat

dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sill dan retas,

bersusunan beraneka dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit. dan berumur

berkisar dari 8.3 sampai 19 ± 2 juta tahun. Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak

terjadi pengendapan yang berarti di daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan

gunungapi. Endapan undak di utara Pangkajene dan di beberapa tempat di tepi

Sungai Walanae, rupanya terjadi selama Pliosen. Endapan Holosen yang luas

berupa aluvium terdapat di sekitar D. Tempe, 3 4 di dataran Pangkajene-Maros dan

di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone (Sukamto dan

Supriatna, 1982).

Tmc Formasi Camba : batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi;

batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau dan batulempung;

bersisipan dengan napal, batugamping konglomerat dan breksi gunungapi, dan

setempat dengan batubara, berwarna beraneka, putih , coklat, merah, kuning, kelabu

muda sampai kehitaman: umumnya mengeras kuat dan sebagian kurang padat;

berlapisan dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufanya berbutir halus hingga

lapili; tufa lempungan berwarna, merah mengandung banyak mineral biotit;

konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan

ukuran antan 2 cm dan 40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan


mengandung pecahan koral dan moluska: batulempung gampingan kelabu tua dan

napal mengandung foram kecil dan moluska; sisipan batubara setebal 40 cm

ditemukan di S. Maros. Pada umumnya berlapis baik, terlipat lemah dengan

kemiringan sampai 30° (Sukamto dan Supriatna, 1982).

Fosil dari Formasi Camba telah dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis. 1971,

1973, 1974). A.F Malicoat (M.W. Kontz, hubungan tertulis, 1972), dan oleh

Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974), dari contoh batuan: B.27, B.73, B.134.

C.43, C.44. Ta.57. Ta.153. Ta.243. Ta.275, Ta.276, Tc.48. Tc.416. Td.46, Td.182.

Td.332, dan Ti.15. Fosil-fosil yang dikenali termasuk: Lepidocyclina cf. borneensis

PROVALE. Lephippioides JONES & CHAPMAN. L. sumatrensis (BRADY)

Iniogypsina sp., Globigerina venezuelana HEDBERG, Globorotalia

baroemoenensis LEROY. Gl. mayeri CUSHMAN & ELISOR, Gl menardii

(DORBIGNY. Gl lenguaensis BOLLI. Gl. lobata BERMUDEZ. G.l obesa BOLLI,

Gl. peripheroacuta BLOW & BANNER. Gl. praemenardii CUSHMANN &

STAINFORTH. Gl. siakensis (LEROY) Globoqudrina altispira (CUSHMAN

JARVIS,, Gn dehiscens (CHAPMAN PARR-COLLINS) Globerinaoides

immaturus LEROY. Gd. obliquas BOLLI, Gd. Sacculifer (BRADY, Gd.

Subquadratus BRONNIMANN. Gd. Trilobus (REUSS), Orbulina universa

D‘ORBIGNY, Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Operculina sp., Cycloclypeus

sp., Hastigerina Praesiphonifera BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina

(SCEWAGER), Sp. kochi (CAUDRIE), dan Sp. subdehiscens BLOW. Gabungan

fosil ini menunjukkan umur berkisar dari Miosen Tengah sampai Miosen Akhir

(N.9—N.15), dan lingkungan neritic (Sukamto dan Supriatna, 1982).


Lagi pula ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain, ganggang dan koral dalam

formasi ini. Kemungkinan sebagian dari Formasi Camba diendapkan dekat daerah

pantai. Secara setempat ditemukan pula fosil berumur Pliosen Awal, seperti yang

di sebelah utara Ujung Pandang. Satuan ini tebalnya sekitar 5000 m, menindih tak

selaras batugamping dari Formasi Tonasa (Temt) dan batuan dari Formasi Malawa

(Tem), mendatar berangsur berubah jadi bagian bawah dari pada Formasi Walanae

(Tmpw); diterobos oleh retas, Sil dan stok bersusunan basal piroksen, andesit dan

diorit. Tmcv, Anggota Batuan Gunungapi; batuan gunungapi bersisipan batuan

sedimen laut; breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir

halus hingga lapili; bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, batulempung

mengandung sisa tumbuhan, batugamping dan napal. Batuannya bersusunan

andesit dan basal; umumnya sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan,

amigdaloidal dan berlubang-lubang diterobos oleh retas, sill dan stok bersusunan

basal dan diorit; berwarna kelabu muda, kelabu tua dan coklat (Sukamto dan

Supriatna, 1982).

Tmca: Basal di sekatar G. Gatarang yang dikelilingi tebing melingkar menyerupai

kaldera, dan juga di beberapa tempat yang lain, tercirikan oleh limpahan kandungan

leusit. Tmcl, Anggota Batugamping, batugamping, batugamping tufaan,

batugamping pasiran, setempat dengan sisipan tufa; sebagian kalkarenit, pejal dan

sarang, berbutir halus sampat kasar; putih, kelabu, kelabu kecoklatan, coklat muda

dan coklat; sebagian mengandung glaukonit: fosil terutama foraminifera, dan

sedikit moluska dan koral. Fosil yang dikenali oleh D. Radar (hubungan tertulis,

1973) dan contoh batuan Ta.37, Ta.52, Ta.58.a, Td.104 dan Td.105, adalah:
Lepidocyclina sp., L. cf) omphalus TAN, L. sumtrensis (BRADY), B. Verbeeki

(NEWTON & HOLLAND), Mogypsina sp., M. thecidaeforinis (RUTTEN), M. cf.

cupulaeforinis (ZUFFARDICOMERCY), Globorotalia sp., Gl. Mayeri

CUSHMANN & ELLISOR, Gl. lobata BERMUDEZ, Gl. praemenardii

CUSHMANN & STAINFORTH. Gl praescitula BLOW, Gl. siakensis (LEROY),

Globorotaloides variabilis BOLLI, Globoquadrina altispira (CUSHMAN &

JARVIS), Gn. globosa BOLLI, Globigerinoides sp., Gd. immaturus LEROY. Gd.

sacculifer (BRADY) Gd. subquadratus BRONNIMANN, Biorbulina bilobata

(D‘ORBIGNY), Orbulina suturalis BRONNIHANN, O. universa D‘ORBIGNY,

Hastigerina siphonifera (D‘ORBIGNY), Sphaeroidinellopsis kochi (GAUDRIE),

Sp. Seminulina (SGHWAGER), Operculina sp., Amphistegina sp., Cyclocypeus

sp., dan ganggang. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf;

N.9 - N. 13) (Sukamto dan Supriatna, 1982).

2.2 Analisis Granulometri

Analisis granulometri adalah suatu analisis tentang besar butir sedimen.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat resistensi butiran sedimen terhadap

proses-proses eksogenik seperti pelapukan erosi dan abrasi dari provenance, serta

proses transportasi dan deposisinya. Friedman dan Sanders (1979), mengatakan

analisis besar butir dapat digunakan untuk mengetahui proses–proses selama

sedimentasi dan juga untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan dan

bahkan analisis besar butir sama pentingnya dengan metode-metode yang lain.

Menurut Boggs (1995), ada 3 faktor yang mempengaruhi ukuran butir batuan

sedimen, yaitu variasi ukuran butir sedimen asal, proses transportasi, dan energi
pengendapan. Material-material sedimen yang terdapat di permukaan bumi

memiliki ukuran yang sangat bervariasi (La Ode, Dkk, 2020).

Ukuran butir sedimen dinyatakan dalam skala angka dan dapat bervariasi dari

mikro hingga meter. Namun hamper semua ahli sedimentologi menggunakan skala

angka dalam satuan milimeter danphi. Ukuran butir atau skala angka yang

digunakan adalah Udden-Wenworth yang pertama kali dikemukakan oleh Udden

pada tahun 1898 dan dimodifikasi dan diperluas oleh Udden pada tahun 1898 dan

dimodifikasi serta diperluas oleh Wenworth pada tahun 1922. Skala Udden-

Wenworth dinyatakan dari ukuran <1/256 mm (0,0039 mm) hingga >256 mm dan

dibagi menjadi empat kategori ukuran (lempung, lanau, pasir, dan kerikil yang

dibagi dalam yang lebih kecil. Penyajian data bisa dalam dua bentuk, yakni data

statistik dan data grafik. Ada beberapa metode atau cara yang dilakukan untuk

menganalisis distribusi ukuran butir, yaitu cara grafis dan cara matematis. Analisis

yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan beberapa parameter. Parameter nilai

pada pengukuran butir sedimen antara lain ukuran butir rata-rata (mean),

keseragaman butir (sorting), skewness, dan kurtosis. Parameter tersebut dapat

ditentukan nilainya berdasarkan perhitungan secara grafis maupun secara

matematis (Sam Boggs 1987).

2.3 Smear Slide

Analisis smear slide dikenal sebagai preparat tipis atau analisis tipis, adalah

metode dalam ilmu geologi yang digunakan untuk memeriksa dan menganalisis

mineral-mineral dalam batuan atau sedimen secara mikroskopis. Ini melibatkan


pembuatan potongan tipis batuan yang sangat tipis dan transparan yang kemudian

dilihat di bawah mikroskop (Nockolds, 1976).

Smear slide merupakan material sedimen yang tidak terkonsolidasi yang

kemudian direkatkan pada kaca slide untuk pengamatan petrografi mikroskopis.

Smear slide merupakan suatu metode yang kuat dan secara cepat dapat

mengevaluasi kuantitas dari partikel sedimen yang sangat halus (mineralogi,

provenance, bentuk dan ukuran) sebagai dasar untuk mengklasifikasikan batuan

sedimen, dan untuk memastikan kehadiran mikrofosil. Mikroskopis petrografi

harus mempunyai kualitas yang baik untuk dapat digunakan dalam mengamati

smear slide. Cahaya transmitted dan Cahaya nikol silang dan nikol sejajar dapat

digunakan untuk mengamati komponen biogenic dan minerologi (William, dkk.

1982)

2.4 Spherecity

Spherecity diartikan sebagai ukuran bagaimana suatu butiran memiliki

kenampakan mandekati bentuk bola. Jika mekanisme transportasi dan pengendapan

berjalan dengan normal, maka semakin jauh butiran tertransportasi, maka

nilai sphericitynya semakin tinggi. Nilai spherecity yang digunakan adalah

berdasarkan klasifikasi Folk (1968).

Sphericity merupakan tekstur yang penting dalam batuan sediemn klasik.

Sphericity adalah kebulatan yang menunjukkan sifat yang diwariskan oleh suatu

butir. Butir berbentuk papan akan cenderung membundar ketika tertransportasi dan

membentuk butir dengan satu sumbu lebih pendek dari kedua sumbu yang lain (low

sphericity). Mekanisme transportasi dan pengendapan berjalan dengan normal,


maka semakin jauh butiran tertransportasi maka nilai sphericitynya semakin tinggi

(Folk dan Ward. 1957).


BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode Penelitian


Pemetaan fieldtrip sedimentologi ini dilakukan dengan menggunakan metode

penelitian geologi. Metode ini meliputi pengambilan data lapangan dan sampel.

Adapun metode pengambilan data yang dilakukan di lapangan yaitu pengambilan

data perlapisan data litologi tiap stasiun serta data geomorfologi.

3.2 Tahapan Penelitian

Untuk dapat menyelesaikan maksimal dalam kegiatan penelitian dan

penyusunan laporan fieldtrip ini maka dilakukan beberapa tahapan sistematis dan

terencana yang terdiri atas :

3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi kegiatan pendahuluan sebelum melakukan

pengambilan data lapangan. Adapun tahap persiapan ini terdiri atas beberapa sub

tahapan kegiatan, yaitu:

3.2.2 Pembuatan proposal penelitian

Tahap ini meliputi kegiatan pembuatan proposal penelitian kepada pihak

jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, dimana proposal ini sebagai

syarat untuk dapat melakukan kegiatan penelitian. Pembuatan proposal kepada

pihak Pemerintah Daerah.

3.2.3 Tahap pengurusan administrasi

Pengurusan masalah administrasi meliputi pengurusan perizinan kegiatan

penelitian,
3.2.4 Tahap studi pendahuluan

Tahap ini merupakan tahap pendahuluan sebelum melakukan penelitian dan

pengambilan data di lapangan, meliputi studi regional daerah penelitian untuk

mengetahui gambaran umum tentang data geologi pada daerah penelitian. Studi

pendahuluan ini juga termasuk studi literatur yaitu untuk mempelajari karakteristik

dari setiap data secara langsung di lapangan sehingga mempermudah dalam

kegiatan penelitian.

3.3 Tahap Penelitian Lapangan

Setelah tahap persiapan telah dilakukan maka, kegiatan selanjutnya yaitu

tahap penelitian lapangan. Tahap penelitian lapangan ini juga dibagi ke dalam

beberapa metode pengambilan data yaitu Pengambilan data dengan cara pencatatan

data lapangan, Pengambilan data dengan cara pencatatan ini yaitu semua data yang

dijumpai di lapangan di rekam dengan tulisan dalam buku catatan lapangan, baik

data yang dilihat secara langsung ataupun data yang diperoleh dengan pengukuran.

3.4 Tahap Olah Data

Setelah tahap pengolahan data dilakukan maka tahap selanjutnya yaitu analisa

data baik data hasil pengolahan. Pada tahap ini mulai dilakukan intepretasi terhadap

data yang telah diolah, melakukan rekontruksi dan penarikan kesimpulan

berdasarkan data data yang diperoleh. Tahap analisa data yang dilakukan yaitu

analisis setelah data lapangan diolah untuk mempermudah penarikan kesimpulan,

dengan cara menganalisis ukuran butir.


3.5 Tahap penyusunan Laporan

Setelah dilakukan pengolahan data, analisa data, interpretasi data dan

penarikan kesimpulan, makaselanjutnyatahappenulisan laporan yaitu dimana

semua data-data yang telah diolah dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah.

Tabel 3.1 Diagram Alir

Tahapan Persiapan

Tahapan

Pengambilan data

Tahapan

Olah Data

Penyusunan

Laporan
DAFTAR PUSTAKA

Folk, R. L., & Ward, W. C. 1957. Brazos River bar: a study in the significance of
grain size parameters. Journal of Sedimentary Research, 27(1), 3-26
Folk, R.L. (1968) Petrology of Sedimentary Rocks. Hemphill Publishing Co.,
Austin.
La Ode Mais, Muliddin, Okto Ali. 2020. Analisis granulometri dan morfologi butir
pada endapan pasir dan kerakal di sepanjang aliran Sungai Trens Daerah
Boro-boro. Universitas Halu Oleo : Sulawesi Tenggara
Nichols, G. (2009). Sedimentology and Stratigraphy. Wiley-Blackwell.
Sam Boggs. 1987. Book Principles Of Sedimentology and Strategraphy. Merril
Publishing Company, Colombus
Williams, Howel, Francis J. Turner, and Charles M. Gilbert. 1982. Petrography
“An Introduction to the Study of Rocks in Thin Section”. W. H. Freeman and
Company : New York

Anda mungkin juga menyukai