Anda di halaman 1dari 22

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

Pada Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat (Rab. Sukamto,


1982) pegunungan bagian barat menempati hampir setengah luas daerah, yang
melebar di bagian selatan (50 kilometer) dan menyempit di bagian utara (22
kilometer) dengan puncak tertingginya 1694 m dan ketinggian rata–ratanya 1500
meter dari permukaan laut. Pembentuknya sebagian besar batuan gunung api. Di
lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi karst yang
mencerminkan adanya batugamping. Di antara topografi karst pada lereng barat
terdapat perbukitan yang dibentuk oleh batuan pada zaman Pra-Tersier. Pegunungan
ini dibatasi oleh dataran Pangkajene - Maros yang luas, dan sebagian merupakan
lanjutan di dataran sekitarnya.

2.1 Geomorfologi Regional

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk alam dan proses
pembentukannya. Para ahli geomorfologi mencoba untuk memahami mengapa
sebuah bentang alam terlihat seperti itu, untuk mempelajari sejarah dan bentang alam
(dinamika) dan memprediksikan perubahan pada masa depan dengan menggunakan
kombinasi pengamatan lapangan, percobaan, dan modeling.
Pada Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat (Rab. Sukamto,1982)
pada pegunungan bagian barat menempati hampir setengahnya luas daerah, yang
melebar dibagian selatan (50 km) dan menyempit dibagian Utara (22 km) dengan
puncak tertingginya 1694 m dan ketinggian rata–ratanya 1500 m dari permukaan
laut. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan di
beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi karst yang mencerminkan adanya
batugamping. Di antara topografi karst pada lereng barat terdapat perbukitan yang
dibentuk oleh batuan pada zaman Pra-Tersier. Pegunungan ini dibatasi oleh dataran
Pangkajene – Maros yang luas, dan sebagian merupakan lanjutan didataran
sekitarnya.
Pegunungan yang di Timur relatif lebih sempit dan lebih rendah, dengan
puncaknya rata–rata setinggi 700 m dari permukaan air laut, sedangkan yang
tertinggi adalah 787 m dimana sebagian besar pegunungan ini tersusun dari batuan

4
gunungapi. Di bagian selatannya selebar 20 km dan lebih tinggi, tetapi ke Utara
menyempit dan merendah dan akhirnya menunjam ke bawah batas antara lembah
Walanae dan dataran Bone. Pada bagian Utara pegunungan ini mempunyai topografi
Karst yang permukaanya sebagian berkerucut. Batasnya pada bagian Timur laut
adalah dataran Bone yang luas dan menempati hampir sepertiga bagian Timur.
Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut dibagian
Utara selebar 35 KM, tetapi di bagian Selatan hanya 10 KM. Ditengah terdapat
Sungai Walanae yang mengalir ke Utara. Sedangkan bagian Selatan berupa
berbukitan rendah dan dibagian Utara terdapat dataran alluvium yang sangat luas
yang mengelilingi Danau Tempe.

2.2 Stratigrafi Regional

Stratigrafi Regional Sukamto (1982), membagi Pulau Sulawesi menjadi tiga


mandala geologi, yang didasarkan pada perbedaan litologi stratigrafi, struktur dan
sejarahnya. ketiga mandala tersebut adalah Mandala Sulawesi bagian Barat, Mandala
Sulawesi bagian Timur, dan Mandala Banggai Sula, dari ketiga mandala tersebut
secara orogen yang paling tua adalah Mandala Sulawesi Timur dan yang termuda
adalah Mandala Sulawesi bagian Barat.
Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan
ultrabasa, batuan malihan dan batuan melange.Batuannya terbreksikan, tergerus dan
mendaun dan sentuhannya dengan formasi disekitarnya berupa sesar atau
ketidakselarasan.Penarikan radiomteri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tahun
kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik zaman Kapur.
Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi Balangbaru dan
Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur Kapur Akhir.
Kegiatan magma mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam flysch
(Sukamto, 1982).
Endapan holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar Danau tempe,
didataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone. Untuk Stratigrafi
Regional daerah penelitian disusun oleh berbagai jenis litologi dari berbagai formasi
yang ergolongke dalam satuan batuan tertentu berikut akan dibahas mengenai
stratigrafi regional daerah penelitian berdasarkan batuan termuda ke yang tertua.

5
A. Formasi Camba
Batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi; batupasir tufa
berslingan dengan tufa, batupasir, batulanau, dan batulempung; konglomerat dan
breksi gunungapi, dan setempat dengan batubara; berwarna beraneka, putih, coklat,
kuning, kelabu muda sampai kehitaman; umumnya mengeras kuat dan sebagian
kurang padat; berlaapis dengan tebal antara 4 cm – 100 cm. Tufanya berbutir halus
hingga lapili; tufa lempungan berwrna merah mengandung banyak mineral biotit;
konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran
antara 2 cm – 40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung
pecahan koral dan mollusca ; batulempung gampingan kelabu tua dan napal
mengandung foram kecil dan mollusca. Fosil-fosil yang ditemukan pada satuan ini
menunjukkan kisaran umur Miosen tengah-Miosen Akhir (N.9 – N.15) pada
lingkungan neritik. Ketebalan satuan sekitar 5.000 meter, menindih tidak selaras
batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan Formasi Mallawa (Tem), mendatar
berangsur berubah jadi bagian bawah daripada Formasi Walanae (Tmpw); diterobos
oleh retas, sill dan stock bersusunan basal piroksin, andesit dan diorit.
Batuan gunungapi bersisipan sediment laut, breksi gunungapi, lava, konglomerat
gunungapi dan tufa, berbutir halus hingga lapili, bersisipan batupasir tufaan,
batupasir gampingan, batulempung mengnadung sisa tumbuhan batugamping dan
napal. Batuanya bersusunan basalt dan diorite, berwarna kelabu muda, kelabu tua
dan coklat. Penarikan kaluim/argon pada batuan basalt oleh Indonesian Golf Oil
berumur  17,7 juta tahun dasit dan andesit berumur 8,93 juta tahun dan 9,92 juta
tahun dan basalt dari Barru menghasilkan 6,2 juta tahun.
Beberapa lapisan batupasir dan batulempung pasiran mengandung molusca dan
sebagian koral, sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir
gampingan, batupasir lempungan, napal dan mengandung fosil foraminifera.
Berdasarkan atas fosil tersebut dan penarikan radiometri menunjukan umur satuan ini
adalah Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Batuannya diendapkan kedalam lingkungan neritik sebagai fasies gunungapi
Formasi Camba, menindih tidak selaras batugamping Formasi Camba dan batuan
Formasi Mallawa, sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat breksi
gunungapi mengandung sepian batugamping tebal diperkirakan sekitar 4000 meter.
B. Formasi Tonasa

6
Batugamping koral pejal, sebagian terhablurkan, berwarna putih dan kelabu
muda, batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih, coklat muda dan
kelabu muda, sebagian berlapis, berselingan dengan napal Globigerina tufaan; bagian
bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi
batugamping dan batugamping pasiran; di daerah Ralla ditemukan batugamping yang
mengandung banyak serpihan sekis dan batuan ultramafik; batugamping berlapis
sebagian mengandung banyak foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran
mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar.
Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat, di daerah Tanete Riaja terdapat
tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur batugamping berlapis. Umur Formasi
Tonasa adalah Eosen Atas sampai Miosen Tengah, lingkungan pengendapannya
neritik dangkal hingga dalam dan laguna. Tebal Formasi diperkirakan tidak kurang
dari 3000 meter, menindih selaras batuan Formasi Mallawa, dan tertindih tak selaras
oleh Formasi Camba, diterobos oleh sill, retas dan stock batuan beku yang
bersusunan basal, trakit dan diorit.
Batugamping Formasi Tonasa telah dibagi menjadi 5 bagian berdasarkan
fasiesnya. Biru Area Kabupaten Bone, Ralla Area Kabupaten Barru, Central Area
Kabupaten Pangkep, Pattunuang Asue Area Kabupaten Maros dan Nassara Area
Kabupaten Jenneponto. Ralla Area disusun oleh fasies redeposited terdiri dari
batugamping fragmental berselingangan dengan napal, dibeberapa tempat
menunjukkan batugamping dengan komponen foram besar, algae serta koral.
C. Formasi Mallawa
Batupasir, konglomerat, bstulsnsu, batulempung, napal dengan sisipan lapisan
atau lensa batubara dan batulempung, batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa
adapula yang arkose, graywacke dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan
coklat muda, pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat, konglomeratnya sebagian
kompak, batulempung, batugamping dan napal umumnya mengandung mollusca
yang belum diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua, batubara
berupa lensa setebnal beberapa centimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 meter.
Berdasarkan atas kandungan fosil menunjukkan kisaran umur Paleogen dengan
lingkungan paralis dampai laut dangkal. Tebal Formasi ini tidak kurang dari 400
meter, tertindih selaras oleh batugamping dan menindih tak selaras batuan sedimen
dan batuan gunungapi.

7
D. Formasi Balangbaru
Sedimen tipe flysch, batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung, dan
serpih, bersisipan konglomerat, tufa dan lava, batupasirnya bersusunan grewake dan
arkosa, sebagian tufaan dan gampingan, pada umumnya menunjukkan struktur
turbidit, dibeberapa tempat ditemukan konglomerat dengan susunan basal, andesit,
diorit, serpih, tufa terkesikkan, sekis, kuarsa dan bersemen bartupasir, pada
umumnya padat dan sebagian serpih terkesikkan. Formasi ini mempunyai ketebalan
sekitar 2000 meter, berumur Kapur Atas, tertindih tidak selaras batuan formasi
Mallawa dan batuan gunungapi terpropilitkan, dan menindih tidak selaras kompleks
tektonik Bantimala. Berdasarkan fasiesnya Formasi Balangbaru telah di bagi menjadi
tiga anggota yaitu Bua Member, Panggalungan member dan Allup Member Anggota
Panggalungan umumnya disusun oleh batulanau, serpih selang-seling dengan
batupasir Bantimurung dan berlapis tipis.

2.3 Struktur Regional

Lengan Selatan Pulau Sulawesi secara struktural dibagi atas dua bagian yaitu
Lengan selatan bagian Utara dan Lengan Selatan bagian Selatan yang sangat berbeda
struktur geologinya. Lengan selatan bagian Utara berhubungan dengan orogen,
sedangkan Lengan Selatan bagian Selatan memperlihatkan hubungan kearah jalur
orogen yang merupakan sistem pegunungan Sunda.
Perkembangan struktur Lengan Selatan bagian Utara pulau Sulawesi dimulai
pada zaman Kapur, yaitu terjadinya perlipatan geosinklin disertai dengan kegiatan
vulkanik bawah laut dan intrusi Gabro. Bukti adanya intrusi ini terlihat pada
singkapan disepanjang pantai Utara – Selatan Teluk Bone.
Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan struktur stratigrafi dan
tektonikanya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru dan Formasi Marada,
bagian bawah tidak selaras menindih batuan yang lebih tua, dan bagian atasnya
ditindih tak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua merupakan
masa yang terimfikasi melalui sejumlah sesar sungkup, terbreksikan, tergerus dan
sebagian mencampur dengan malange. Berdasarkan himpunan batuannya diduga
Formasi Balangbaru dan Formasi Marada merupakan endapan lereng didalam sistem
busur palung pada zaman Kapur Akhir, dan gejala ini menunjukkan bahwa Malange
didaerah Bantimala terjadi sebelum Kapur Akhir.

8
Pada kala Palaeosen kegiatan gunungapi bawa laut yang hasil erupsinya dapat
terlihat di timur Bantimala dan daerah Barru (Lembar Ujung Pandang, Benteng dan
Sinjai). Pada bagian barat berupa tepi dataran yang dicirikan oleh endapan darat dan
batubara pada Formasi Mallawa, sedangkan di daerah timur, berupa cekungan laut
dangkal tempat pengendapan batuan klastik bersisipan Karbonat formasi
Salokalupang. Pengendapan formasi Mallawa mungkin hanya berlangsung selama
awal Pliosen, sedangkan Formasi Salokalupang berlangsung hingga Oligosen akhir.
Sejak Eosen Akhir sampai Miosen Awal di daerah Barat terendapkan batuan
karbonat yang luas. Dimana hal ini menunjukkan bahwa daerah ini merupakan
paparan laut dangkal yang luas, yang kemudian berangsur – angsur menurun atau
mengalami pendangkalan sejalan dengan adanya proses pengendapan yang terjadi.
Sedangkan pada daerah bagian Timur terjadi proses gunungapi yang dimulai
sejak Miosen Akhir dimana hal ini ditunjukkan pada daerah Kalamiseng dan
Soppeng. Akhir kegiatan gunungapi ini diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat
pembentukan Formasi Walanae. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak
awal Miosen Tengah, dan mengalami penurunan perlahan – lahan selama terjadi
proses sedimentasi sampai Kala Pliosen. Proses menurunnya Terban Walanae
dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang seluruhnya nampak
hingga sekarang disebelah Timur, dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak
menerus di sebelah barat.
Selama terbentuknya Terban Walanae, kegiatan gunungapi yang hanya terjadi
dibagian sealatan sedangkan di bagian barat terjadi kegiatan gunungapi yang hampir
merata dari selatan ke utara, dan ini berlangsung dari Miosen Tengah sampai Pliosen.
Dimana hal ini, bentuk kerucutnya masih dapat diamati di daerah sebelah barat yang
diantaranya Puncak Maros dan Gunung Tondongkarambu serta tebing melingkar
yang mengelilingi gunung Benrong yang berada di utara gunung Tondongkarambu
dan ini mungkin merupakan sisa kaldera.
Sejak Miosen Tengah terjadi sesar utama yang mempunyai arah Utara – Barat
laut dan tumbuh  sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir
sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan adanya tekanan
mendatar yang kira – kira berarah Timur – Barat pada waktu sebelum Akhir Pliosen.
Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan

9
batuan pra – Kapur Akhir di daerah Bantimala keatas batuan Tersier. Perlipatan
penyesaran yang relatif lebih kecil dibagian timur Lembah Walanae dan dibagian
barat timur Lembah Walanae dan dibagian barat pegunungan Barat, yang berarah
Barat laut – Tenggara.

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Batuan

Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral yang saling terikat, dan
merupakan bagian dari kerak bumi. Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu :
1. Batuan beku (igneous rock),terbentuk dari hasil pendinginan dan
kristalisasi magma didalam bumi atau dipermukaan bumi.
2. Batuan sedimen (sedimentary rock), terbentuk dari sedimen hasil
rombakan batuan yang telah ada, oleh akumulasi dari material organik,
atau hasil penguapan dari larutan.
3. Batuan metamorfik (metamorphic rock), merupakan hasil perubahan
dalam keadaan padat dari batuan yang telah ada menjadi batuan yang
mempunyai komposisi dan tekstur yang berbeda, sebagai akibat perubahan
panas, tekanan, kegiatan kimiawi atau perpaduan ketiganya.
Kerak bumi ini bersifat dinamik, dan merupakan tempat berlangsungnya
berbagai proses yang mempengaruhi pembentukan ketiga jenis batuan tersebut.
Sepanjang kurun waktu dan akibat dari proses-proses ini, suatu batuan akan berubah
menjadi jenis yang lain. Hubungan ini merupakan dasar dari lentera (siklus) batuan,
seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1 Siklus batuan


11
3.2 Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari magma, baik di
bawah permukaan bumi maupun permukaan bumi, magma ini dapat berasal dari
batuan setengah cair atau batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi,
umumnya proses pelelehan terjadi oleh proses berikut ini : kenaikan temperatur,
penurunan tekanan atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe dari batuan beku
telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk dibawah permukaan bumi.
Ciri khas batuan beku adalah kenampakannya yang kristalin, yaitu
kenampakan suatu massa dari unit-unit kristal yang saling mengunci kecuali gelas
yang bersifat kristalin. Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat
perjalanan ke permukaan bumi maka mineral-mineral akan terbentuk.
a. Batuan Beku Luar
Magma yang keluar dari permukaan bumi keluar dari rekahan atau lubang
kepundam gunung sebagai erupsi mendingin cepat dan membeku dan
mendingin dengan secepat dan membeku menjadi batuan ekstrusif. Keluarnya
di suatu permukaan bumi melalui rekahan dan disebut rekahan linier atau
fluser eruption. Pada umumnya magma blastik yang punya viskositas yang
rendah dapat mengalir disekitar rekahannya menjadi lava basalat atau disebut
lalatue basal.
b. Batuan Beku Dalam
Batuan beku dalam adalah batuan beku yang proses pembentukannya
berlangsung di bibawah permukaan bumi berdasarkan kedudukannya yang
terhadap pelapisan batuan yang di terobos struktur tubuh. Batuan beku dalam
terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan. Konkordan merupakan
tubuh beku dalam yang sejajar dengan pelapisan di sekitarnya dan Diskordan
merupakan tubuh batuan beku dalam yang memotong perlapisan batuan di
sekitarnya.

3.2.1 Asal Kejadian Batuan Beku

Batuan beku merupakan kumpulan (aggregate) dari bahan yang lebur yang
berasal dari selubung bumi (mantel). Sumber panas yang diperlukan untuk
meleburkan bahan ini berasal dari dalam bumi, dimana temperatur bertambah dengan
3000 C setiap kilometer kedalaman (geothermal gradient) . Bahan yang lebur ini,
12
atau magma, adalah larutan yang kompleks, terdiri dari silikat dan air, dan berbagai
jenis gas. Magma dapat mencapai permuakaan, dikeluarkan (ekstrusi) sebagai lava,
dan didalam bumi disebut batuan beku intrusif dan yang membeku dipermukaan
disebut sebagai batuan beku ekstrusif.
Komposisi dari magma tergantung pada komposisi batuan yang dileburkan
pada saat pembentukan magma. Jenis batuan beku yang terbentuk tergantung dari
berbagai faktor diantaranya, komposisi asal dari peleburan magma, kecepatan
pendinginan dan reaksi yang terjadi didalam magma ditempat proses pendinginan
berlangsung. Pada saat magma mengalami pendinginan akan terjadi kristalisasi dari
berbagai mineral utama yang mengikuti suatu urutan atau orde, umumnya dikenal
sebagai Seri Reaksi Bowen. Seri reaksi seperti ditunjukkan pada gambar 3.2
memberikan petunjuk pembentukan berbagai jenis batuan beku dan menjelaskan
asosiasi dari beberapa mineral.

Gambar 3.2 Seri reaksi untuk pembentukan batuan beku dari magma
Pada gambar ditunjukkan bahwa mineral pertama yang terbentuk cenderung
mengandung silika rendah. Seri reaksi menerus (continuous) pada plagioklas
dimaksudkan bahwa, kristal pertama, plagioklas-Ca (anorthite), menerus bereaksi
dengan sisa larutan selama pendinginan berlangsung. Disini terjadi substitusi sodium
(Na) terhadap kalsium (Ca). Seri tak-menerus (discontinuous) terdiri dari mineral-
mineral feromagnesian (Fe-Mg). Mineral pertama yang terbentuk adalah olivine.
Hasil reaksi selanjutnya antara olivine dan sisa larutannya membentuk piroksen
(pyroxene). Proses ini berlanjut hingga terbentuk biotite. Apabila magma asal
13
mempunyai kandungan silika rendah dan kandungan besi (Fe) dan magnesium (Mg)
tinggi, magma dapat membentuk sebelum seluruh seri reaksi ini terjadi. Batuan yang
terbentuk akan kaya Mg dan Fe, yang dikatakan sebagai batuan mafic , dengan
mineral utama olivin, piroksen dan plagioklas-Ca. Sebaliknya, larutan yang
mengandung Mg dan Fe yang rendah, akan mencapai tahap akhir reaksi, dengan
mineral utama felspar, kwarsa dan muskovit, yang dikatakan sebagai batuan felsic
atau sialic.
Seri reaksi ini adalah ideal, bahwa perubahan komposisi cairan magma dapat
terjadi di alam oleh proses kristalisasi fraksional (fractional crystallization), yaitu
pemisahan kristal dari cairan karena pemampatan (settling) atau penyaringan
(filtering), juga oleh proses asimilasi (assimilation) dari sebagaian batuan yang
terlibat akibat naiknya cairan magma, atau oleh percampuran (mixing) dua magma
dari komposisi yang berbeda. Masa batuan beku (pluton) intrusif adalah batolit
(batholith), umumnya berkristal kasar (phaneritic), dan berkomposisi granitik. Stok
(stock), mempunyai komposisi yang sama, berukuran lebih kecil (< 100 KM). Korok
(dike) berbentuk meniang (tabular), memotong arah struktur tubuh batuan. Bentuk-
bentuk ini, didasarkan pada hubungan kontaknya dengan struktur batuan yang
diterobos disebut sebagai bentuk batuan beku yang diskordan (discordant igneous
plutons). Sill, berbentuk tabular, dan Lakolit (lacolith), tabular dan membumbung
dibagian tengahnya, memotong sejajar arah umum batuan, yang disebut sebagai
bentuk batuan beku yang konkordan (concordant igneous plutons).

3.3 Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan


endapan yang berupa bahan lepas.  Menurut ( Pettijohn, 1975 ) batuan sedimen
adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang
sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di
endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami
pembatuan. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan
sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti
batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif
tipis (Alif Sipatriot, 2013). Volume batuan sedimen dan termasuk batuan
metasedimen hanya mengandung 5% yang diketahui di litosfera dengan ketebalan 10

14
mil di luar tepian benua, dimana batuan beku metabeku mengandung 95%.
Sementara itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-batuan sedimen menempati
luas bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku sebesar 25% saja.
Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal sekali.
Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2 kilometer
ketebalan yang tersingkap dibagian benua. Bentuk yang besar lainnya tidak terlihat,
setiap singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan singkapan umum yang
terlihat ketebalannya hanya 1,8 kilometer. Di dasar lautan dipenuhim oleh sedimen
dari pantai ke pantai. Ketebalan dari lapisan itu selalu tidak pasti karena setiap saat
selalu bertambah ketebalannya. Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari yang lebih
tipis dari 0,2 kilometer sampai lebih dari 3 kilometer, sedangkan ketebalan rata-rata
sekitar 1 kilometer.
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan
ketebalan antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran
butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi
yang termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan batuan beku, batuan
sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5%
dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini batu
lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira-kira 80%.
Sedimen tidak hanya bersumber dari darat saja tetapi dapat juga dari yang
terakumulasi di tepi-tepi cekungan yang melengser kebawah akibat gaya gravitasi.
Meskipun secara teoritis dibawah permukaan air tidak terjadi erosi, namun masih ada
energy air, gelombang dan arus bawah permukaan yang mengikis terumbu-terumbu
karang di laut dan hasil kikisannya terendapkan di sekitarnya. Material sedimen
dapat berupa :
1. Fragmen dan mineral-mineral dari batuan yang sudah ada. Misalnya
kerikil di sungai, pasir di pantai dan lumpur di laut atau di danau.
2. Material organik, seperti terumbu koral di laut, sisa-sisa cangkang
organism air dan vegetasi di rawa-rawa.
3. Hasil penguapan dan proses kimia seperti garam di danau payau dan
kalsium karbonat di aut dangkal.
Batuan sedimen ini terbentuk dengan proses pertama tentunya adalah
pecahnya atau terabrasinya batuan sumber yang kemudian hasil pecahannya

15
tertransportasi dan mengendap di suatu area tertentu. Proses-proses tersebut telah
lazim disebut sebagai proses-proses sedimentasi. Sedimentasi adalah suatu proses
pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu
cekungan. Sedangkan batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk dari hasil
proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pengendapan pemadatan
dan litifikasi hancuran batuan (detritus/klastik) atau pemadatan dan litifikasi dari
hasil reaksi kimia dan organik (non detritus/non klastik).
Batuan yang berasal dari hasil rombakan berbagai jenis batuan adalah batuan
sedimen. Batuan sedimen ini terbentuk dengan proses pertama tentunya adalah
pecahnya atau terabrasinya batuan sumber yang kemudian hasil pecahannya
tertransportasi dan mengendap di suatu area tertentu. Proses-proses tersebut telah
lazim disebut sebagai proses-proses sedimentasi. Proses sedimentasi pada batuan
sedimen klastik terdiri dari 2 proses, yakni proses sedimentasi secara mekanik dan
proses sedimentasi secara kimiawi. Proses sedimentasi secara mekanik merupakan
proses dimana butir-butir sedimen tertransportasi hingga diendapkan di suatu tempat.
Proses ini dipengaruhi oleh banyak hal dari luar. Transportasi butir-butir sedimen
dapat dipengaruhi oleh air, gravitasi, angin, dan es. Dalam cairan, terdapat dua
macam aliran, yakni laminar (yang tidak menghasilkan transportasi butir-butir
sedimen) dan turbulent (yang menghasilkan transportasi dan pengendapan butir-butir
sedimen). Arus turbulen ini membuat partikel atau butiran-butiran sedimen
mengendap secara suspensi, sehingga butiran-butiran yang diendapkan merupakan
butiran sedimen berbutir halus (pasir hingga lempung). Proses sedimentasi yang
dipengaruhi oleh gravitasi dibagi menjadi  4, yakni yang dipengaruhi oleh arus
turbidit, grain flows, aliran sedimen cair, dan debris flows. Batuan sedimen klastik
merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau
pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen
itu sendiri. Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua
golongan besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara
terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang terbentuk
dilingkungan darat maupun dilingkungan laut. Batuan yang ukurannya besar seperti
breksi dapat terjadi pengendapan langsung dari ledakan gunung api dan di endapkan
disekitar gunung tersebut dan dapat juga diendapkan dilingkungan sungai dan batuan

16
batu pasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai dan danau. Semua batuan diatas
tersebut termasuk ke dalam golongan detritus kasar. Sementara itu, golongan detritus
halus terdiri dari batuan lanau, serpih dan batua lempung dan napal. Batuan yang
termasuk golongan ini pada umumnya di endapkan di lingkungan laut dari laut
dangkal sampai laut dalam.
Berdasarkan proses pengendapan utama, batuan sedimen dibagi 3 yaitu
sedimentasi organic, sedimentasi mekanik, dan sedimentasi kimia. Pengelompokan
utama batuan sedimen yang berdasarkan cara terbentuknya dan sifat-sifatnya dibagi
menjadi 5 kelompok dan berdasarkan fragmen pembentuk dibagi menjadi 2 golongan
yaitu :
1. Kelompok detritus (golongan detritus/klastik)
2. Kelompok karbonat (golongan detritus/klastik)
3. Kelompok batubara (golongan non detritus/non klastik)
4. Kelompok evaporit (golongan non detritus/non klastik)
5. Kelompok silica (golongan nondetritus/ non klastik)
A. Golongan Detritus/Klastik
Pada golongan detritus atau klastik terbagi atas 3 yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok Detritus Kasar
Contoh : Breksi, Konglomerat, Batupasir
2. Kelompok Detritus Halus
Contoh : Batulanau, Batu lempung, Serpih dan Pejal
3. Kelompok Karbonat
Contoh : Batugamping klastik, Batugamping Bioklastik, Batugamping
Kerangka (Skeletal).
B. Golongan Non Detritus/ Non Klastik
Pada golongan non detritus/ non klastik terbagi atas 4 kelompok yaitu sebagai
berikut :
1. Kelompok Karbonat, Contoh : Batugamping Terumbu, Batugamping
Kristalin dan Dolomite.
2. Kelompok Batubara, Contoh : Gambut (deat), Batubara muda , Batubara
(coal) dan antrasit.
3. Kelompok Evaporit, Contoh : Batugaram (halit), Anhidrit, Gipsum.
4. Kelompok Silika, Contoh : Rijang, Radiolit, Tanah diatomka.

17
Litifikasi ukuran butir yang dipakai dalam pengelompokan pada batuan
sedimen menggunakan klasifikasi dari wentworth.
C. Struktur Batuan Sedimen Detritus/Klastik
Struktur sedimen merupakan kenampakan bentuk adanya perlapisan normal
pengendapan batuan sedimen. Struktur pada sedimen dapat digunakan untuk
menentukan dan bagaimana terbentuknya batuan sedimen tersebut. Sedimen dapat
diangkut dengan 3 cara yaitu:
1. Suspension : Terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil oleh aliran
air atau angin
2. Bed load : Ini terjadi pada sedimen yang relative besar
3. Saltation : Terjadi pada sedimen yang berukuran pasir
Struktur sedimen terbentuk akibat dari proses fisika, kimia, maupun proses-proses
lainnya. Contohya :
a. Proses fisika seperti angin, air, arus.
b. Proses kimia seperti, kongkresi dan lain-lain.
c. Proses organik seperti jejak binatang.
Berdasarkan asalnya, struktur sedimen yang terbentuk dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :
a. Struktur Sedimen Primer
Terbentuk karena proses sedimentasi dengan dapat merefleksikan mekanisme
pengendapannya.
b. Struktur Sedimen Skunder
Terbentuk sesudah sedimentasi, sebelum atau pada waktu diagenesa. Juga
mereflesikan keadaan lingkungan di pengendapan, misalnya keadaan dasar, lereng,
serta lingkungan organisnya.
c. Struktur Organik
Struktur yang terbentuk oleh kegiatan binatang, seperti moluska, cacing atau
binatang lainnya.
D. Tekstur Batuan Sedimen
Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan
bentuk butir serta susunannya. Berikut tekstur batuan sedimen :

18
a. Ukuran Butir
Suatu ukuran butir yang terdapat pada batuan baik yang paling kasar dan yang
paling halus.
b. Pemilahan (sorting)
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar dan butir penyusunan batuan
sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirannya maka
pemilahan semakin baik.beberapa istilah yang biasa dipergunakan didalam
pemilahan adalah :
Well sorted : Terpilah baik
Medium Sorted : Terpilah sedang
Poor sorted : Terpilah buruk
c. Kemas
Kemas (fabric) adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau
diantara semennya, dimana  berfungsi sebagai orientasi butir dan packing. Istilah
yang dipakai ialah kemas terbuka (bila butiran tidak saling bersentuhan) dan kemas
tertutup (bila butiran saling bersentuhan). Kemas secara umum dapat menceritakan
tentang arah aliran dalam sedimentasi serta keadaan porositas dan permeabilitas
batuan. Berikut ini adalah gambar jenis-jenis kontak antar butir.
d. Porositas
Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume total
batuan yang dinyatakan dalam persen. Porositas dapat diketahui dengan meneteskan
air ke permukaan batuan. Istilah - istilah yang dipakai ialah porositas baik (batuan
menyerap air), porositas sedang (di antara baik-buruk), dan porositas buruk (batuan
tidak menyerap air).
e. Permeabilitas
Permeabilitas adalah sifat yang dimiliki oleh batuan untuk dapat meloloskan air.
Jenis permeabilitas pada batuan sedimen adalah permeabilitas baik, permeabilitas
sedang, permeabilitas buruk.

3.4 Batuan Metamorf

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta
struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di

19
bawah titik lebur 200o-350 oC < T < 650o-800 oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P
< 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di
dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989)
menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-
mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan
mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-
perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di
bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan
metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam
sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang
menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit.
Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini
tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang
tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya.
Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme
adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum
terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,

20
temperatur di sekitarnya 150 °C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan
batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan
sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari
650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari
metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit.
Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya
muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain. 

3.4.1 Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan
mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-
perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di
bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan
metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam
sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang
menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit.
Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini
tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang
tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya.
Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme

21
adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum
terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,
temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Gambar 3.3 Batuan Asal Yang Mengalami Metamorfisme Tingkat Rendah


Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya
juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf
dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2)
Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan
(3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme
kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma
(intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah
sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami
penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian
dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh
batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

3.4.2 Pengenalan Batuan Metamorf

Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-


kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat
dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami

22
aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan
struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik
(seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme.
Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan
mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur.
Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-
lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur,
misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa)
berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik
(seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya
foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih
berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan
ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang
berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama
dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral)
atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan
berkembang struktur migmatit. Setelah penentuan struktur diketahui, maka
penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non
foliasi dapat dilakukan. Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme
secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik.
Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam
disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir
berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut
dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin
membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat
dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik.
Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari
material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap
terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral
terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara

23
pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral
matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena
bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam
batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau
poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf
terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk
dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya
hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini
dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada
sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan
pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek;
kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum
batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu, namun secara khusus
mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral
stress dan (2) mineral anti stress.
Batuan Metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme atau
proses perubahan mineral. Proses metemorfisme adalah proses perubahan mineral
dan tekstur atau struktur batuan dalam dan dalam keadaan padat akibat perubahan
tekanan dan temperature yang tinggi dalam kerak bumi tanpa mengubah komposisi
kimiannya.
1. Warna
Beberapa ciri warna ini sangat penting untuk sebagai kenampakan awal yang
dapat di lihat
2. Tekstur
Merupakan kenampakan batuan yang berkaitan dengan ukuran, bentuk dan
susunan butir mineral dalam batuan. Tekstur batuan dapat di jadikan petunjuk
tentang proses. Tekstur umum yang sering di jumpai pada batuan metamorf:
a. Kristaloblastik: Mineral batuan asal sudah mengalami kristalisasi kembali pada
saat terjadi metamorfosa.
b. Tekstur relik (sisa): tekstur batuan metamorf yang masih terlihat tekstur batuan
asalnya.

24
3. Struktur
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian batuan yang berbeda. Dan
dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1) Berfoliasi : Bila batuan metamorf terdapat pejajaran mineral yang terdapat
dalam batuan tersebut.
2) Nonfoliasi : Bila batuan metamorf tidak terdapat pejajaran mineral didalam
batuan tersebut.

25

Anda mungkin juga menyukai