Anda di halaman 1dari 51

BAB III

STRATIGRAFI

3.1 Stratigrafi Regional

Stratigrafi regional daerah penelitian didasarkan pada pembahasan

stratigrafi pada “Geologi Lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai“ oleh

Sukamto dan Supriatna (1982).

Satuan batuan berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun

Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4250 m dan menindih tak

selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan

sedimen laut berselingan dengan klastika gunungapi yang menyamping

beralih menjadi dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut

berasosiasi dengan karbonat mulai terendapkan sejak Miosen Akhir sampai

Pliosen di cekungan Walanae (Tmpw) dan Anggota Selayar (Tmps).

Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan

menyusun Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan

gunungapi yang termuda adalah yang menyusun Batuan Gunungapi

Lompobatang (Qlv), berumur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah

endapan aluvium dan pantai (Qac).

Qac Endapan aluvium, rawa dan pantai: kerikil, pasir, lempung,

lumpur dan batugamping koral; terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa,

pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan Sungai Berang

53
54

endapan aluviumnya terutama terdiri dari rombakan batuan gunungapi

Gunung Lompobatang di dataran pantai barat terdapat endapan rawa yang

sangat luas.

TmcFormasi Camba:batuan sedimen laut berselingan dengan batuan

gunungapi, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan

batulempung; bersisipan napal, batugamping, konglomerat dan breksi

gunungapi, dan batubara; warna beraneka dari putih, coklat, merah, kelabu

muda sampai kehitaman, umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis dengan

tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus hingga lapili, tufa

lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat

dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara

2 cm dan 30 cm batugamping pasiran mengandung koral dan moluska,

batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil foram kecil dan sisipan

batubara setebal 40 cm ditemukan di Sungai Maros.

Fosil dari Formasi Camba yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan

tertulis, 1974, 1975) dan Purnamaningsih, pada contoh batuan La.3, La.24,

La.125, dan La.448/4, terdiri dari: Globorotaliamayeri CUSHMAN &

ELLISOR, Gl. praefohsi BLOW & BANNER, Gl. siakensis (LEROY),

Flosculinella bontangensis (RUTTEN), Globigerinavenezuelana HEDBERG,

Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Orbulina universa

D’ORBIGNY, O. suturalis BRONNIMANN, Cellanthuscratuculatus

FICHTEL & MOLL, dan Elphidium advenum (CHUSMAN). Gabungan fosil

tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf). Ditemukan fosil


55

foraminifera jenis yang lain, ostrakoda dan moluska dalam formasi ini.

Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini berumur sama dengan yang di

Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat yaitu Miosen Tengah

sampai Miosen Akhir.

Gambar 3.1Peta Geologi Lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai (Sukamto dan
Supriatna, 1982).

Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi Camba yang terletak di

Lembar Pangkajene dan bagian Barat Watampone sebelah utaranya, kira-kira

4250 m tebalnya diterobos oleh retas basal piroksin setebal antara ½-30 m,

dan membentuk bukit-bukit memanjang. Lapisan batupasir kompak (10-75

cm) dengan sisipan batupasir tufa (1-2 cm) dan konglomerat berkomponen

basal dan andesit, yang tersingkap di Pulau Selayar diperkirakan termasuk

satuan Tmc.

Tmcv, Batuan Gunungapi Formasi Camba: breksi gunungapi, lava,

konglomerat dan tufa berbutir halus hingga lapili, bersisipan batuan sedimen
56

laut berupa batupasir tufaan, batupasir gampingan dan batulempung yang

mengandung sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih banyak mengandung

breksi gunungapi dan lava yang berkomposisi andesit dan basal, konglomerat

juga berkomponen andesit dan basal dengan ukuran 3-50 cm, tufa berlapis

baik, terdiri tufa litik, tufa kristal dan tufa vitrik. Bagian atasnya mengandung

ignimbrit bersifat trakit dan tefrit leusit ignimbrite berstruktur kekar maniang,

berwarna kelabu kecoklatan dan coklat tua, tefrit leusit berstruktur aliran

dengan permukaan berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv ini termasuk

yang dipetakan oleh T.M. Van Leeuwen sebagai Batuan Gunungapi Soppo,

Batuan Gunungapi Pamusureng dan Batuan Gunungapi Lemo. Breksi

gunungapi yang tersingkap di Pulau Selayar mungkin termasuk formasi ini;

breksinya sangat kompak, sebagian gampingan, berkomponen basal amfibol,

basal piroksin dan andesit (0,5-30 cm), bermasa dasar tufa yang mengandung

biotit dan piroksin.

Fosil yang dikenali oleh D. Kadar dari A. 75 dan A.76.b termasuk:

Amphistegina sp., Globigerinids, Operculina sp., Orbulina universa

D’ORBIGNY, Rotalia sp., dan Gastropoda. Penarikan jejak belah dari

contoh ignimbrit menghasilkan umur 13± 2 juta tahun dan K-Ar dari contoh

lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun. Data paleontologi dan radiometri

tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Satuan ini

mempunyai tebal sekitar 2500 m dan merupakan fasies gunungapi daripada

Formasi Camba yang berkembang baik di daerah sebelah utaranya (Lembar

Pangkajene dan Watampone bagian Barat); lapisannya kebanyakan terlipat


57

lemah, dengan kemiringan kurang dari 20omenindih tak selaras batugamping

Formasi Tonasa (Temt) dan batuan yang lebih tua.

Tmpw Formasi Walanae: perselingan batupasir, konglomerat, dan

tufa, dengan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit;

batupasir berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agak

kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak

mengandung kuarsa; tufanya berkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa

kristal yang banyak mengandung biotit; konglomerat berkomponen andesit,

trakit dan basal, dengan ukuran ½-70 cm, rata-rata 10 cm.

Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai lanjutan dari lembah

Sungai Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat sebelah

utaranya. Di daerah utara banyak mengandung tufa, di bagian tengah banyak

mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di Pulau Selayar

batuannya menjemari dengan batugamping Anggota Selayar (Tmps);

kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan antara

10o-20o, dan membentuk perbukitan dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas

muka laut; tebal formasi ini sekitar 2500 m. Di Pulau Selayar formasi ini

terutama terdiri dari lapisan-lapisan batupasir tufaan (10-65 cm) dengan

sisipan napal; batupasirnya mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksin.

Fosil dari Formasi Walanae yang dikenali oleh Purnamaningsih

(hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457 dan La.468, terdiri dari:

Globigerina sp., Globorotalia menardii (D’ORBIGNY), Gl. tumida

(BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS),


58

Globigerinoides immaturus LEROY, Gl. obliquus BOLLI, dan Orbulina

universa D’ORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar

dari Miosen Akhir sampai Pliosen (N18-N20). Lagi pula ditemukan jenis

foraminifera yang lain, ganggang, dan koral dalam formasi ini.

Tmps, Anggota Selayar Formasi Walanae: batugamping pejal,

batugamping koral dan kalkarenit, dengan sisipan napal dan batupasir

gampingan; umumnya putih, sebagian coklat dan merah; setempat

mengandung moluska. Di sebelah timur Bulukumba dan di Pulau Selayar

terlihat batugamping ini relatif lebih muda dari pada batupasir Formasi

Walanae, tetapi di beberapa tempat terlihat adanya hubungan menjemari.


59

Fosil dari Anggota Selayar yang dikenali oleh Purnamaningsih pada

contoh batuan La.437, La.438 dan La.479, terdiri dari: Globigerina nephentes

TODD, Globorotalia acostaensis BLOW, Gl. dutertrei (D’ORBIGNY), Gl.

margaritae BOLLI & BERMUDEZ, Gl. menardii (D’ORBIGNY), Gl. scitula

(BRADY), Gl. tumida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN &

JARVIS), Gn. dehiscens (CHAPMANN-PARR-COLLINS), Globigerinoides

extremus BOLLI & BERMUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Gd. obliquus

BOLLI, Gd. ruber (D’ORBIGNY), Gd. sacculifer (BRADY), Gd. trilobus

(REUSS), Biorbulina bilobata (D’ORBIGNY), Orbulina universa

(D’ORBIGNY), Hastigerina aequilateralis (BRADY), Pulleniatina primalis

BANNER & BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGER, dan

Sphaeroidinellasubdehiscens BLOW. Gabungan fosil tersebut menunjukkan

umur berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen Awal (N16-N19). Tebal

satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di Kepulauan Ara dan di ujung utara

Pulau Selayar ditemukan undak-undak pantai pada batugamping; paling

sedikit ada 3 atau 4 undak pantai. Daerah batugamping ini membentuk

perbukitan rendah dengan ketinggian rata-rata 150 m, dan yang paling tinggi

400 m di Pulau Selayar.


60

Gambar 3.2.Kolom stratigrafi regional Sulawesi Selatan (Wilson,1995)

3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian

didasarkan pada litostratigrafi tidak resmi, yang bersendikan pada ciri litologi,

dominasi batuan, keseragaman gejala litologi, hubungan stratigrafi antara

batuan yang satu dengan batuan yang lain, serta hubungan tektonik batuan,
61

sehingga dapat disebandingkan baik secara vertikal maupun lateral dan dapat

dipetakan dalam sekala 1 : 25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Secara umum litologi penyusun daerah penelitian merupakan batuan

piroklastik dan batuan sedimen. Berdasarkan litostratografi tidak resmi, maka

pada daerah penelitian dijumpai empat satuan batuan yang diurutkan dari

muda ke tua, yaitu :

1. Satuan aluvial

2. Satuan batugamping

3. Satuan tufa

4. Satuan breksi gunungapi

Pembahasan dan uraian mengenai urut-urutan stratigrafi pada daerah

penelitian dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

3.2.1 Satuan breksi gunungapi

Satuan breksi gunungapi merupakan satuan batuan tertua yang

terdapat pada daerah penelitian. Pembahasan tentang satuan breksi gunungapi

meliputi uraian-uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan

serta ciri litologi yang meliputi karakteristik baik karakteristik megaskopis

maupun mikroskopis, lingkungan pengendapan, umur dan hubungan

stratigrafi dengan satuan batuan pada daerah penelitian.

3.2.1.1 Dasar Penamaan

Karakteristik dari batuan Gunungapi Formasi Camba (Tmcv) yang

tersusun oleh breksi gunungapi, lava, konglomerat dan tufa berbutir halus

hingga lapili, bersisipan batuan sedimen laut berupa batupasir tufaan,


62

batupasir gampingan dan batulempung yang mengandung sisa tumbuhan.

Breksi gunungapi yang tersingkap di Pulau Selayar termasuk formasi ini

breksinya sangat kompak, sebagian gampingan, berkomponen basal amfibol,

basal piroksin dan andesit (0,5-30 cm), bermassa dasar tufa yang

mengandung biotit dan piroksin. Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi

stratigrafinya, serta letak geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe,

maka satuan breksi gunungapi pada daerah penelitian dapat disebandingkan

dengan anggota Formasi Camba (Tmcv) yang dicirikan oleh breksi

gunungapi, tufa berbutir halus hingga lapili.

Dasar penamaan satuan batuan ini yaitu berdasarkan pada

litostratigrafi tidak resmi yang didasarkan atas ciri litologi, keseragaman

gejala litologi, keseragaman ukuran butir, keterdapatan mineral-mineral

penyusun batuan dan dominasi litologi yang penyebarannya secara lateral,

serta terpetakan dalam peta dengan skala 1 : 25.000.

Penamaan satuan batuan ini terbagi atas dua yaitu penamaan batuan

berdasarkan kenampakan secara megaskopis dan mikroskopis. Penamaan

berdasarkan kenampakan secara megaskopis yaitu penamaan batuan yang

didasarkan pada ciri fisik dan komposisi mineral-mineral penyusunnya yang

dapat diamati secara langsung dilapangan dan dapat dilihat dari ukuran butir

pada batuan dengan menggunakan klasifikasi ukuran butir dengan

menggunakan Klasifikasi Fisher (1961).Sedangkan penamaan berdasarkan

kenampakan secara mikroskopis menggunakan klasifikasi batuan piroklastik


63

menurut Pettijohn(1975), Heinrich (1956)dan Travis(1955) untuk fragmen

batuan piroklastik.

3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi gunungapi beranggotakan breksi, satuan ini menempati

sekitar 3% dari luas keseluruhan daerah penelitian atau sekitar 4,2 km 2.

Satuan ini terletak di bagian tenggara memanjang dari utara ke selatan daerah

penelitian.

Dari hasil pehitungan yang dilakukan pada penampang geologi C - D,

diperoleh ketebalan satuan breksi gunungapi adalah 125 m.

3.2.1.3 Ciri Litologi

Litologi yang menyusun satuan ini terdiri dari breksi gunungapi.

Kenampkan secara megaskopis stasiun 103 yaitu warna segar coklat

kehitaman, warna lapuk abu - abu kehitaman, tekstur piroklastik kasar,

ukuran butir pasir hingga bongkah, sortasi buruk, struktur tidak berlapis,

komposisi material yaitu fragmen basal, andesit dan tufa kasar, bentuk

fragmensubangular - subrounded dengan ukuran fragmen > 35 cm, matriks

terdiri dari batuan beku, bentuk angular – subrounded dengan ukuran 1,2 mm

– 3 mm serta semen berupa debu vulkanik, kemas terbuka, sortasi buruk dan

struktur berlapis. Nama batuan adalah Volcanic breccia ( Fisher, 1961 ).

Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar pada daerah sebelah timur

Panaikang ( Gambar 3.3)

Kenampakan petrografis dari breksi gunungapi( Fragmen )sayatan

nomor Geo/BYBD/103 memperlihatkan warna absorbsikuning kecoklatan,


64

warna interferensiabu-abu kehitaman, tekstur kristalinitas hipokristalin,

granularitas porfiritik, fabrik : bentuk subhedral-anhedral, relasi:

inequigranular, tekstur khusus porfiritik, yang tersusun atas fenokris dan

massa dasar dimana fenokris terdiri dari mineral Plagioklas, Hornblende,

Piroksin dan Mineral opak, Massa dasar terdiri dari mikrolit plagioklas dan

massa dasar gelas, struktur massive, ukuran mineral0,02 mm – 1,8

mm.Berdasarkan analisis diatas, maka nama batuan adalah Basalt( Travis,

1955).

Gambar3.3 Kenampakan singkapan breksi gunungapi pada sebelah


timur Panaikang.Difoto relatif ke arah N 240oE dari
stasiun 103.

A B C D E F G H I J K L M N

1 1
65

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.4 Kenampakan Fotomikrograf Basalt dengan komposisimineral


plagioklas (bytownite) (3H), hornblende (8G), piroksin
(Hyperstene) (5H), mineral opak (4D), massa dasar : mikrolit
plagioklas (9K) dan massa dasar gelas (9I). difoto dengan
perbesaran 50X pada nikol silang.

Kenampakan petrografis dari conto batuan breksi

gunungapi( Fragmen ) dengankode sayatan GEO/BYBD/103memperlihatkan

warna absorbsi kuning kecoklatan, warna interferensiabu-abu kehitaman,

tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, fabrik : bentuk

subhedral-anhedral, relasi: inequigranular, tekstur khusus porfiritik, yang

tersusun atas fenokris dan massa dasar dimana fenokris terdiri dari mineral

Plagioklas, Hornblende, piroksin dan Mineral opak, Massa dasar terdiri dari

mikrolit plagioklas dan massa dasar gelas, struktur massive dengan range

ukuran mineral0,02 mm – 2,4 mm. Berdasarkan analisis diatas, maka nama

batuan adalah Porfiri Andesite ( Travis, 1955 ).


66

A B C D E F G H I J K L M N

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.5 Kenampakan Fotomikrograf Porfiri Andesitedengan komposisimineral


plagioklas (andesin) (5F), hornblende (3C), piroksin (Hyperstene) (6C),
mineral opak (2L), massa dasar : mikrolit plagioklas (2I) dan massa
dasar gelas (5N). Difoto dengan perbesaran 50X pada nikol silang.

Kenampakan petrografis dari conto batuan breksi gunungapi

( Matriks) dengankode sayatan GEO/BYBD/103 memperlihatkan warna

absorbsikuning kecoklatan, warna interferensi abu – abu kehitaman, tekstur

piroklastik halus, ukuran butir 0.02 – 1,4 mm, bentuk mineral subangular -

subrounded, sortasi sedang, komposisi mineral berupa mineral plagioklas,

piroksin, ortoklas, kuarsa, mineral opak dan gelas vulkanik. Berdasarkan

analisis diatas, maka nama batuan adalah Crystal vitric tuff ( Pettijohn,

1975 ).

A B C D E F G H I J K L M N
67

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.6 Kenampakan Fotomikrograf Crystal vitric tuffdengan


komposisimineral Plagioklas (7D), Piroksin (2C), Ortoklas (10A),
Kuarsa (9I), Mineral Opak (2I) dan gelas vulkanik (4N). Difoto
dengan perbesaran 50X pada nikol silang.
Kenampakan secara megaskopis stasiun 100 yaitu warna segar coklat

kehitaman, warna lapuk abu - abu kehitaman, tekstur piroklastik kasar,

ukuran butir pasir hingga bongkah, sortasi sedang, struktur tidak berlapis,

komposisi material yaitu fragmen basal, andesit dan tufa kasar, bentuk

fragmen angular – subrounded dengan ukuran fragmen >27 cm, matriks

terdiri dari batuan beku, bentuk angular – subrounded dengan ukuran 1,2 mm

– 2 mm serta semen berupa debu vulkanik, kemas terbuka, sortasi buruk dan

struktur berlapis. Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar pada daerah

sebelah timur Bontokorong ( Gambar 3.7).


68

Gambar3.7 Kenampakan singkapan breksi gunungapi pada sebelah


timur Bontokorong. Difoto relatif ke arah N 200oE dari
stasiun 100.
Kenampakan petrografis dari conto batuan breksi vulkanik

( Fragmen)dengankode sayatan GEO/BYBD/100warnaabsorbsi kuning

kecoklatan, warna interferensi abu-abu kehitaman, tekstur kristalinitas

hipokristalin, granularitas porfiritik, fabrik : bentuk subhedral-anhedral,

relasi: inequigranular, tekstur khusus porfiritik, yang tersusun atas fenokris

dan massa dasar dimana fenokris terdiri dari mineral Plagioklas, Hornblende,

Piroksin dan Mineral opak, Massa dasar terdiri dari mikrolit plagioklas dan

massa dasar gelas, struktur massive dengan range ukuran mineral 0,02 mm –

2,2 mm. Berdasarkan analisis diatas, maka nama batuan adalah Porfiri Basalt

( Travis, 1955 ).

A B C D E F G H I J K L M N
69

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.8 Kenampakan Fotomikrograf Porfiri Basaltdengan komposisimineral


Plagioklas (1C), Piroksin (7C), Hornblende (5G), Mineral Opak (5E),
Mikrolit plagioklas (1G), Massa dasar gelas (4L)Difoto dengan
perbesaran 50X pada nikol silang.

Kenampakan petrografis dari conto batuan breksi vulkanik (Matriks)

dengankode sayatan GEO/BYBD/100 Sayatan batuan sedimen ini berwarna

kuning kecoklatan pada nikol sejajar, abu – abu kehitaman pada nikol silang,

tekstur piroklastik halus, ukuran butir 0.02 – 2,4 mm, bentuk mineral

subangular - subrounded, sortasi sedang, komposisi mineral berupa mineral

Rock Fragmen, Piroksin, Biotit, Ortoklas, Kuarsa, Mineral opak dan gelas

vulkanik. Berdasarkan analisis diatas, maka nama batuan adalah Lithic tuff

( Heinrich, 1956 ).

A B C D E F G H I J K L M N
70

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10
A B C D E F G H I J K L M N
Gambar 3.9 Kenampakan Fotomikrograf Lithic tuffdengan komposisimineral Rock
fragmen (5F), Piroksin (3M), Biotit (2C), Ortoklas (10B), Kuarsa (6H),
Mineral opak (4C), Gelas vulkanik (1N). Difoto dengan perbesaran 50X
pada nikol silang.

3.2.1.4 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan posisi stratigrafinya, serta letak

geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe, maka satuan breksi gunungapi

pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan anggota Batuan

Gunungapi Formasi Camba (Tmcv) yang dicirikan oleh breksi gunungapi dan

tufa halus sampai lapili.

Penentuan lingkungan pengendapan satuan breksi gunungapi

didasarkan pada komposisi semennya yang bersifat silika dan dibeberapa

tempat dijumpai karbonat (bereaksi dengan HCl), dan bentuk fragmen yang

menyudut, sortasi buruk. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan


71

bahwa lingkungan pengendapan satuan breksi gunungapi adalah lingkungan

laut dangkal.

Penentuan umur dari satuan breksi gunungapi berdasarkan atas

kesebandingan dengan batuan gunungapi Formasi Camba dengan

memperhatikan karakteristik dan kesamaan ciri fisik breksi gunungapi, lava,

konglomerat dan tufa berbutir halus hingga lapili.Pada daerah penelitian

satuan breksi gunungapimemiliki karakteristik berwarna coklat kehitaman

dalm kondisi segar dan dalam kondisi lapuk berwarna abu-abu kehitaman,

tekstur piroklastik kasar, ukuran butir pasir hingga bongkah, sortasi buruk,

kemas terbuka, struktur tidak berlapis, komposisi material yaitu fragmen

basal, andesit, dan tufa kasar, bentuk fragmen angular hingga subangular

dengan ukuran fragmen > 27 - 35 cm dan matriks berupa debu vulkanik.

Berdasarkan kesamaan karakteristik dan ciri fisik tersebut, maka

satuan breksi gunungapi pada daerah penelitian dapat disebandingkan

dengan breksi gunungapi Formasi Camba (Tmcv) yang berumur Miosen

Tengah sampai Miosen Atas bagian tengah (Sukamto, 1982).

3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan breksi vulkanik dengan satuan

batuan yang lebih tua yaitu tidak diketahui. Sedangkan hubungan stratigrafi

dengan satuan batuan yang lebih muda yaitu satuan tufa merupakan kontak

ketidakselarasan.

3.2.2 Satuan Tufa


72

Pembahasan tentang satuan tufa meliputi uraian-uraian mengenai

dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan serta ciri litologi yang meliputi

karakteristik baik karakteristik megaskopis maupun mikroskopis, lingkungan

pengendapan, umur dan hubungan stratigrafi dengan satuan batuan pada

daerah penelitian.

3.2.2.1Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini yaitu berdasarkan pada

litostratigrafi tidak resmi yang didasarkan atas ciri litologi, keseragaman

gejala litologi dan ukuran butir, komposisi mineral, dan batuan yang

penyebarannya mendominasi pada satuan batuan ini secara lateral serta

terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000.

Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu

penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara

mikroskopis. Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung

terhadap sifat fisik dan komposisi mineral yang dapat diamati secara langsung

dan dilihat ukuran butir pada batuan dengan menggunakan klasifikasi ukuran

butir pada batuan dengan menggunakan klasifikasi ukuran butir menurut

Klasifikasi Fisher (1961).Sedangkan penamaan secara mikroskopis yaitu

berdasarkan pengamatan dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk

pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta mendeterminasi komposisi

material-material penyusun batuan secara lebih detail dengan menggunakan

klasifikasi Pettijohn, (1975).


73

3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan tufa menempati sekitar 41,32% dari luas keseluruhan daerah

penelitian yaitu dengan luas sekitar17,51km 2. Penyebaran satuan ini berada

memanjang dari utara hingga ke selatan yang menempati daerah Panaikang,

Bontokorong, Maremare, Lagundia, Inruia, Morangi, Todala, Bontotinggi,

Bontosaile, Batunumpa, Tambera, Kadempa, Karabosi dan Kohala. Secara

umum kedudukan batuan berarah relatif selatan barat daya – utara timur laut

dengan kemiringan relatif kearah barat – barat laut dengan besarnya dip

antara 60- 350. Satuan tufa ini tersingkap dengan baik dalam kondisi yang

segar pada daerah Sungai Utama yaitu Sungai Tulang dan Sungai Tamanroya,

dan anak Sungai Tulang serta disepanjang jalan pada daerah penelitian.

Berdasarkan perhitungan ketebalan satuan tufa pada daerah penelitian

dengan menggunakan penampang geologi A – B, maka tebal satuan ini

adalah 1250m.

3.2.2.3 Ciri Litologi

Litologi yang menyusun satuan ini terdiri dari tufa kasar dan tufa

halus. Kenampkan secara megaskopis tufa halus stasiun 10 yaitu warna segar

abu – abu, warna lapuk coklat kehitaman, tekstur piroklastik halus, ukuran

butir pasir halus, sortasi sedang, struktur berlapis, komposisi kimia karbonat.

Berdasarkan ciri fisiknya nama batuan ini adalah Fine tuff/ tufa

halus(Fisher,1961). Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar pada

daerah Tanabau ( Gambar 3.10)


74

Gambar 3.10 Kenampakan singkapan tufa halus pada daerah Tanabau.


Difoto relatif ke arah N 55oE dari stasiun 10.
Kenampakan petrografis dari conto batuan tufa halus dengankode

sayatan GEO/BYBD/10memperlihatkan warna absorbsikuning kecoklatan

pada nikol sejajar, abu – abu kehitaman pada nikol silang, tekstur piroklastik

halus, ukuran butir 0.02 – 0.7 mm, bentuk mineral subrounded - subangular,

sortasi baik, komposisi material berupa mineral kalsit, ortoklas, kuarsadan

massa dasar berupa gelas vulkanik. Berdasarkan analisis tersebut, maka nama

batuan ini adalah Vitric crystal tuff (Pettijohn, 1975).

A B C D E F G H I J K L M N

1 1
75

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.11 Kenampakan Fotomikrograf“Vitric crystal tuff”dengan komposisi material


berupa mineral Kalsit (2E), ortoklas (5M), kuarsa (9F) dan gelas
vulkanik (1E) pada kenampakan nikol silangdengan perbesaran 50 kali.

Kenampakan secara megaskopis tufa halus stasiun 21 yaitu warna

segar abu – abu kecoklatan, warna lapuk coklat kehitaman, tekstur piroklastik

halus, ukuran butir pasir halus, sortasi sedang, struktur berlapis, komposisi

kimia karbonat, komposisi material berupa material – material vulkanik.

Berdasarkan Nama Batuan adalah Fine tuff/ Tufa Halus(Fisher,1961).

Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar pada daerah Tambera ( Gambar

3.12).
76

Gambar 3.12 Kenampakan singkapan tufa halus pada daerah Tambera.


Difoto relatif ke arah N 240oE dari stasiun 21.

Kenampakan petrografis dari conto batuan tufa halus dengankode

sayatan GEO/BYBD/21 memperlihatkan warna absorbsi coklat kekuningan,

warna interferensicokelat kehitaman pada nikol silang, ukuran butir 0,02– 0,2

mm, bentuk butir subrounded-subangular, komposisi material berupa mineral

ortoklas, kuarsa, plagioklas, mineral opak dan gelas vulkanikyang mengikat

material penyusun batuan. Berdasarkan analisis petrografi diatas, maka nama

batuan ini adalahCrystal vitric tuff (Pettijohn, 1975).

A B C D E F G H I J K L M N

1 1
77

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.13 Kenampakan Fotomikrograf“Crystal vitric tuff”GEO/BYBD/21,


dengan komposisi material berupa mineral kuarsa (7H), ortoklas
(6I), plagioklas (3F), mineral opak (4G) dan gelas vulkanik (9B)
pada kenampakan nikol silangdengan perbesaran 50 kali.

Kenampakan secara megaskopis tufa halus stasiun 23 yaitu warna

segar abu – abu kecoklatan, warna lapuk coklat kehitaman, tekstur piroklastik

halus, ukuran butir pasir halus, sortasi sedang, struktur berlapis, komposisi

kimia karbonat, komposisi material berupa material – material vulkanik.

Berdasarkan Nama Batuan adalah Coarse tuff/ Tufa Kasar(Fisher,1961).

Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar pada daerah Polebungin (

Gambar 3.14).
78

Gambar 3.14 Kenampakan singkapan tufa halus pada daerah Polebungin.


Difoto relatif ke arah N 135oE dari stasiun 23.

Kenampakan petrografis dari conto batuan tufa halus dengankode

sayatan GEO/BYBD/21 memperlihatkan warna absorbsi coklat kekuningan,

warna interferensicokelat kehitaman pada nikol silang, ukuran butir 0,02– 0,2

mm, bentuk butir subrounded-subangular, komposisi material berupa mineral

hornblende,plagioklas, piroksin, ortoklas, kuarsa,mineral opak dan gelas

vulkanikyang mengikat material penyusun batuan. Berdasarkan analisis

petrografi diatas, maka nama batuan ini adalahCrystal vitric tuff (Pettijohn,

1975).

A B C D E F G H I J K L M N

1 1
79

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.15 Kenampakan Fotomikrograf “Crystal vitric tuff”dengan komposisi


material
Analisis berupa mineral hornblende
Mikropaleontologi (1G),litologi
dilakukan pada plagioklas
tufa(4F), piroksin
halus (3F),
dan tufa
ortoklas (8K), kuarsa (1M), mineral opak (6M) dan gelas vulkanik (3L)
kasar dimanapada kenampakan
pengamatan nikol silangdengan
ini dilakukan dengan perbesaran
berdasarkan50 posisi
kali. stratigrafi

Analisis mikropaleontologi dilakukan pada litologi tufa halus dan tufa

kasar dimana dilakukan pengamatan mikrofosil berdasarkan posisi stratigrafi

dan kenampakan yaitu dengan melakukan preparasi fosil dengan mengambil

lapisan atas, tengah, dan bawah dari satuan tufa. Analisis ini dilakukan pada

stasiun 10, 15 dan 17 untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapa

dari satuan tufa. Dari hasil analisis mikropaleontologi dijumpai adanya

kandungan fosil foraminifera baik fosil planktonik maupun bentonik.

Stasiun
Kandungan fosil
10 15 17
Fosil Planktonik
80

 Globorotalia dutertrei (D'ORBIGNY)


  Globorotalia menardii (D'ORBIGNY)
Globorotalia plesiotumida BLOW and
   BANNER
   Globorotalia tumida ( BRADY )
 Hastigerina aequilateralis (BRADY)
  Orbulina universa (D'ORBIGNY)
   Spheroidinella subdehiscens BLOW
 Globigerina conglobatus (BRADY)
   Globorotalia miocenica PALMER
  Orbulina bilobata (D'ORBIGNY)
 Globigerina amplipertura BOLLI
Globoquadrina dehiscens
  (CHAPMAN,PARR and JARVIS)
  Globigerina seminulina SCHWAGER
 Globigerinoides altiaperturus BOLLI
Globoquadrina altispira (CUSHMAN and
  JARVIS)
Tabel 3.1 Kandungan
 fosil
 foraminifera kecil berupa
Globigerinoides fosil planktonik
immaturus LEROY pada satuan
tufa, hasil analisis mikropaleontologi pada stasiun 10, 15 dan 17

Tabel 3.2 Kandungan fosil foraminifera kecil berupa fosil bentonik pada satuan tufa,
hasil analisis mikropaleontologi pada tufa halus stasiun 10, 15 dan 17

Stasiun
Kandungan fosil
10 15 17
Fosil Bentonik
81

  Amphistegina floridana Cushman and Ponton


Chrysalogonium dickersoni Cushman and
 Bermudez
 Cornuspira planorbis Schultze
 Dentalina cooperensis Chusman
 Dentalina pauperata d’Orbigny
 Lagena marginata (Walker and Boys)
  Lagena spiralis H. B. Brady
  Nodosarella hologlypta Bermudez
 Nodosaria spinicosta d’Orbigny
  Uvigerina rustica Cushman and Edwards
 Allomorphinella contraria Reuss
 Dentalina mucronata Neugeboren
 Nodogenerina heterosculpta Bermudez
 Nodosarella subnodosa (Guppy)
 Nodogerina laevigata Bermudez
 Nodosarella decurta (Bermudez)
 Nodosaria pyrula d’orbigny
 Nonion nicobarense Chusman
 Planulina ariminensis d’Orbigny
 Robulus americanus (Cushman)
 Robulus lucidus (Chusman)
 Rotaliatina mexicana Chusman
 Nodosarella tuckerae (Hadley)

Analisis Mikropaleontologi juga dilakukan pada stasiun stasiun 23

dan 46. Dari hasil analisis mikropaleontologi dijumpai adanya kandungan

fosil foraminifera kecil yaitu fosil planktonik dan bentonik.


82

Stasiun
Tabel 3.3 Kandungan fosil foraminifera kecil pada satuan tufa, hasil analisis
Kandungan fosil
mikropaleontologi pada tufa kasar stasiun 23 dan 46.
23 46
Fosil Planktonik
 Globorotalia tumida (BRADY)
 Orbulina bilobata (D'ORBIGNY)
 Globorotalia menardii (D'ORBIGNY)
Globoquadrina dehiscens (CHAPMAN,PARR and
 COLLINS)
  Sphaeroidinella subdehiscens BLOW
  Orbulina bilobata (D'ORBIGNY)
 Orbulina universa D'ORBIGNY
 Globorotalia ampliapertura BOLLI
  Globorotalia miocenica PALMER
 Globigerina nepenthes TODD
 Globigerinoides conglobatus (BRADY)
 Globorotalia siakensis (LEROY)
 Hastigerina aequilateralis (BRADY)
 Globigerinoides immaturus LEROY
 Globoquadrina altispira (CUSHMAN and JARVIS)
Fosil Bentonik
  Astrorhiza granulose N.B.Brady
 Nonion soldanii (d’Orbigny)
  Uvigerina maoensis Bermudez

3.2.2.4 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Penentuan umur dari satuan tufa pada daerah penelitian menggunakan

umur relatif yaitu berdasarkan posisi stratigrafi dan kandungn fosil mikro

yang terdapat dalam batuan. Pada pengamatan mikropaleontologi satuan tufa

didasarkan pada kisaran hidup dari foraminifera kecil yang dijumpai tufa

halus yang kemudian disebandingkan dengan kisaran hidup menurut Zonasi

BLOW, 1969 dalam Postuma 1971. Penentuan umur ini dilakukan pada

stasiun 10, 15 dan 17 yang memperlihatkan posisi stratigrafi dari satuan tufa
83

ini. Pada stasiun 10 dijumpai kandungan fosil Globorotalia dutertrei

(D’ORBIGNY), Globorotalia menardii (D’ORBIGNY), Globorotalia

plesiotumida BLOW and BANNER, Globorotalia tumida BLOW and

BANNER, Hastigerina aequilateralis (BRADY), Orbulina universa

D’ORBIGNY, Sphaeroidinella subdehiscens BLOW, Globorotalia

miocenica PALMER, Orbulina bilobata (D’ORBIGNY), Globigerina

conglobatus (BRADY) (Gambar 3.16). Pada stasiun 15 dijumpai kandungan

fosil Sphaeroidinella subdehiscens BLOW, Globorotalia plesiotumida

BLOW and BANNER,Globoquadrina dehiscens (CHAPMAN,PARR and

COLLINS), Orbulina universa (D'ORBIGNY), Globorotalia miocenica

PALMER, Globigerina amplipertura BOLLI, Globigerina seminulina

SCHWAGER, Globorotalia tumida (BRADY), Globoquadrina altispira

(CUSHMAN and JARVIS), Globigerinoides immaturus LEROY. Pada

stasiun 17 dijumpai kandungan fosil Globoquadrina altispira (CUSHMAN

and JARVIS), Globorotalia tumida (BRADY), Orbulina bilobata

(D'ORBIGNY), Globigerinoides altiaperturus BOLLI, Globorotalia

menardii (D'ORBIGNY), Globorotalia plesiotumida BLOW and

BANNER,Globoquadrina dehiscens (CHAPMAN,PARR and COLLINS),

Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerina seminulina SCHWAGER,

Sphaeroidinella subdehiscens BLOW, Globorotalia miocenica PALMER.


84

Globorotalia dutertrei Globorotalia plesiotumida


(D’ORBIGNY) BLOW and BANNER

Globorotalia menardii
(D’ORBIGNY)

Globorotalia tumida
(BRADY) Orbulina universa
(D’ORBIGNY)

Hastigerina aequilateralis
(BRADY)

Sphaeroidinella Globorotalia miocenica


subdehiscens BLOW PALMER

Orbulina bilobata Globigerina conglobatus


(D’ORBIGNY) (BRADY)

Gambar 3.16Kenampakan Kandungan fosil foraminifera kecil planktonikpada


mikroskop binokuler yang dijumpai pada tufa halus stasiun
10(Postuma, 1971).
85

Dari hasil analisis mikropaleontologi tersebut kemudian dilakukan

penarikan umur relatif dari stasiun 10, 15 dan 17. Penarikan umur tersebut

berdasarkan kisaran – kisaran hidup dari fosil foraminifera planktonik.

( Tabel 3.4, Tabel 3.5 dan Tabel 3.6 ).

Tabel 3.4Penentuan umur relatif satuan tufa menggunakan kisaran hidup spesies
foraminifera planktonikpada stasiun 10, berdasarkan Zonasi BLOW
(1969) dalam Postuma (1971).

Tabel 3.5Penentuan umur relatif satuan tufa menggunakan kisaran hidup spesies
foraminifera planktonikpada stasiun 15, berdasarkan Zonasi BLOW
(1969) dalam Postuma (1971).
86

Tabel 3.6Penentuan umur relatif satuan tufa menggunakan kisaran hidup spesies
foraminifera planktonik pada stasiun 17, berdasarkan Zonasi BLOW
(1969) dalam Postuma (1971).

Berdasarkan kisaran hidup fosil foraminifera planktonik POSTUMA

(1971) maka dapat diinterpretasikan bahwa umur satuan tufa yaitu Miosen

Atas bagian atas - Pliosen Bawah yang ditandai dengan pemunculan awal dan

akhir dari fosil Globorotalia plesiotumida BLOW and BANNERatau dapat

disebandingkan dengan Zonasi BLOW (1969), yaitu pada zonasi N.17 –N.19

yang ditandai dengan pemunculan awal fosil Globorotalia (G.) tumida

plesiotumida sampai pemunculan akhir fosil Sphaeroidinella dehiscens

dehiscens - Globoquadrina altispira altispira.

Penentuan lingkungan pengendapan satuan tufa pada daerah penelitian

didasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik, struktur sedimen dan

komposisi mineral penyusun batuan.

Berdasarkan analis mikropaleontologi pada stasiun 10. Adapun

kandungan fosil foraminifera bentonik yang dijumpai antara lain

Amphistegina floridana Cushman and Ponton, Chrysalogonium


87

dickersoniCushman and Bermudez, Cornuspira planorbis Schultze,Dentalina

cooperensis Cushman,Dentalina pauperata d’Orbigny, Lagena marginata

(Walker and Boys), Lagena spiralis H. B. Brady, Nodosarella hologlypta

Bermudez, Nodosaria spinicosta d’Orbigny dan Uvigerina rustica Cushman

and Edwards.

Gambar 3.17Kandungan fosil foraminifera planktonik satuan tufa yang dijumpai pada
tufa halus antara lain (a) Amphistegina floridana Cushman and
Ponton, (b) Chrysalogonium dickersoni Cushman and Bermudez, (c)
Cornuspira planorbis Schultze, (d) Dentalina cooperensis Cushman,
(e) Dentalina pauperata d’Orbigny, (f,g) Lagena marginata (Walker
and Boys) (h) Lagena spiralis H. B. Brady, (i) Nodosarella hologlypta
Bermudez,(j) Nodosaria spinicosta d’Orbigny, (k) Uvigerina rustica
Cushman and Edwards.
88

Tabel3.7Penentuan lingkungan pengendapan satuan tufa berdasarkan kandungan


fosil foraminifera bentonik stasiun 10, menurutBandy (1967) dalam
Pringgoprawiro dan Kapid (2000).

Tabel3.8 Penentuan lingkungan pengendapan satuan tufa berdasarkan kandungan


fosil foraminifera bentonik stasiun 15, menurutBandy (1967) dalam
Pringgoprawiro dan Kapid (2000)

Berdasarkan kandungan fosil bentonik tersebut, maka dengan

menggunakan klasifikasi Bandy, 1967, lingkungan pengendapan dari satuan

tufa berada pada lingkungan laut neritik luar (outer neritik).


89

3.2.2.5 Hubungan stratigrafi

Hubungan stratigrafi satuan tufa dengan satuan yang lebih tua yaitu

satuan breksi gunungapi adalah kontak ketidakselarasan. Hubungan stratigrafi

dengan satuan batuan yang berada diatasnya yaitu satuan batugamping adalah

kontak keselarasan menjemari (Interfingering).

3.2.3 Satuan batugamping

Pembahasan tentang satuan batugamping meliputi uraian-uraian

mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan serta ciri litologi yang

meliputi karakteristik baik karakteristik megaskopis maupun mikroskopis,

lingkungan pengendapan, umur dan hubungan stratigrafi dengan satuan

batuan pada daerah penelitian

3.2.3.1Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batugamping ini yaitu berdasarkan atas ciri

litologi dan penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan batuan ini

secara lateral serta dapat terpetakan dalam sekala peta 1 : 25.000. Litologi

yang menyusun satuan ini adalah batugamping, berdasarkan hal tersebut

maka penamaan satuan ini yaitu satuan batugamping.

Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu

penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara

mikroskopis. Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung

terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya


90

menggunakan klasifikasi batuan sedimen menurut Selley (1976) dalam

Endarto (2005).

Adapun analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop

polarisasi untuk pengamatan sifat fisik dan optik mineral serta pemerian

komposisi mineral secara spesifik. Pengamatan secara petrografis ini

menggunakan klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962) dalam

Tucker dan Wright (1990)

3.2.3.2Penyebaran dan ketebalan

Satuan batugamping menempati sekitar 47,28 % dari luas keseluruhan

daerah penelitian yaitu dengan luas sekitar 20,26km2. Penyebaran satuan ini

berada memanjang dari utara hingga ke selatan yang menempati daerah

Patingalowang, Boneapara, Dolak, Talangkaia, Sumalaia, Barugaia, Jo’ong,

Tulang dan Pajalaia. Secara umum kedudukan batuan berarah relatif selatan

barat daya – utara timur laut dengan kemiringan relatif kearah barat – barat

laut dengan besarnya dip antara 60- 200. Satuan batugamping ini tersingkap

dengan baik dalam kondisi yang segar pada daerah sebelah barat daerah

penelitian.

Ketebalan dari satuan ini pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari

perhitungan penampang geologi C – D yaitu 1325 m (Lihat peta geologi).

3.2.3.3 Ciri litologi

Litologi yang menyusun satuan ini yaitu batugamping, yang terdiri

dari batugamping bioklastikyang mengandung fosil foraminifera besar berupa


91

lepidocyclina sp dan Alveolina sp, heterostegina spdll. dan batugamping

kerangka koral yang mengandung koral.

Kenampakan lapangan dari batugamping stasiun 8 dalam keadaan

segar berwarna putih keabu – abuan dan dalam keadaan lapuk berwarna

coklat kehitaman, tekstur bioklastik kasar, umumnya tersusun oleh fosil

foram besar. Struktur berlapis. Berdasarkan klasifikasi Selley

(1976)batugamping ini dinamakanBatugamping bioklastik. Singkapan

batugamping bioklastik ini ditemukan pada daerah Lebo, Tulang dan

Barugaia(Gambar 3.18).

Gambar 3.18 Kenampakan singkapan batugamping bioklastik pada daerah


Lebo. Difoto relatif ke arah N 345oE dari stasiun 8.
92

Kenampakan petrografis batugamping bioklastik, dengan nomor sayatan

GEO/BYBD/8dengan warna absorbsi kuning kecoklatan, warna interferensi

kuning kecoklatan. Tekstur batuan bioklastik, struktur berlapis, komposisi

material terdiri dari grain (skeletel grain), dan mud. Grain terdiriskeletal grain

(85%) foraminifera besar yaitu Sulcoperculina dickersoni, koral sedangkan

foraminifera kecil yaitu Sphaeroidinella subdehiscens BLOW,mud (15%),

nama batuan Packstone(Dunham, 1962).

A B C D E F G H I J K L M N

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.19 Kenampakan Fotomikrograf “Packstone”dengan komposisi


materialberupa grain (8E,8L) dan mud (4I,8A) pada kenampakan nikol
silangdengan perbesaran 50 kali
93

Kenampakan lapangan dari batugamping stasiun 25 dalam keadaan

segar berwarna putih keabu – abuan dan dalam keadaan lapuk berwarna

coklat kehitaman, tekstur bioklastik kasar, umumnya tersusun oleh fosil

foram besar. Struktur berlapis. Berdasarkan klasifikasi Selley

(1976)batugamping ini dinamakanBatugamping bioklastik. Singkapan

batugamping bioklastik ini ditemukan pada daerah sebelah barat

Polebungin(Gambar 3.20).

Gambar 3.20 Kenampakan singkapan batugamping bioklastik pada daerah


sebelah barat Polebungin. Difoto relative ke arah N 240oE dari
stasiun 25.
Kenampakan petrografis batugamping bioklastik, dengan nomor

sayatan GEO/BYBD/25dengan warna nikol sejajar berwarna kuning

kecoklatan, warna interferensi kuning kecoklatan. Tekstur batuan bioklastik,

struktur berlapis, komposisi material terdiri dari grain (skeletel grain), dan
94

mud. Grain terdiriskeletal grain (95%) berupaforaminifera besar yaitu

Alveolinaboscii (defrance) foraminifera kecil yaitu Orbulina bilobata

D’ORBIGNY, Dentalina spdan mud (5%), Berdasarkan analisis tersebut,

mka nama batuan Grainstone(Dunham, 1962)

A B C D E F G H I J K L M N

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

1 1
0 0

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar 3.21 Kenampakan Fotomikrograf “Grainstone”dengan komposisi


materialberupa grain (5H,7D) dan mud (4L,9H) pada kenampakan nikol
silangdengan perbesaran 50 kali

3.2.3.4Umur dan Lingkungan Pengendapan

Penentuan umur dari satuan batugamping pada daerah penelitian

menggunakan umur relatif yaitu berdasarkan posisi stratigrafi dan kandungn

fosil mikro dan fosil makro yang terdapat dalam batuan. Pada pengamatan
95

mikropaleontologi satuan batugaping didasarkan pada kisaran - kisaran hidup

dari foraminifera kecil yang dijumpai batugamping bioklastik yang kemudian

disebandingkan dengan kisaran hidup menurut Zonasi BLOW, 1969 dalam

Postuma 1971. Penentuan umur ini dilakukan pada stasiun 25 dan 28 yang

memperlihatkan posisi stratigrafi dari satuan batugamping ini. Pada stasiun

25 dijumpai kandungan fosil Sphaeroidinella subdehiscens BLOW,

Globorotalia menardii (D’ORBIGNY), Orbulina universa D’ORBIGNY,

Globorotalia miocenica PALMER, (Gambar 3.23).

Sphaeroidinella subdehiscens Globorotalia tumida


BLOW
BRADY

Globorotalia mocenica Orbulina universa


D’ORBIGNY D’ORBIGNY

Gambar 3.22Kenampakan Kandungan fosil foraminifera kecil planktonikpada


sayatan tipis yang dijumpai pada batugamping bioklastikstasiun
25(Postuma, 1971)
96

Pada stasiun 28 dijumpai kandungan fosil Globigerinoides

conglobatus (BRADY), Globorotalia menardii (D’ORBIGNY), Globorotalia

tumida (BRADY), Hastigerina aequilateralis (BRADY), Orbulina universa

D’ORBIGNY, Sphaeroidinella subdehiscens BLOW, Globorotalia

miocenica PALMER, Orbulina bilobata (D’ORBIGNY).

Globigerinoides Globorotalia menardii Globorotalia tumida


conglobatus BRADY (D’ORBIGNY) (BRADY)

Hastigerina Sphaeroidinella
aequilateralis (BRADY) subdehiscens BLOW

Orbulina bilobata Orbulina universa


(D’ORBIGNY) D’ORBIGNY

Gambar 3.23Kenampakan Kandungan fosil foraminifera kecil planktonikpada


sayatan tipis yang dijumpai pada batugamping bioklastikstasiun
28(Postuma, 1971)
97

Tabel 3.9 Penentuan umur relatif satuan batugamping menggunakan kisaran hidup
spesies foraminifera planktonik pada stasiun 25, berdasarkan Zonasi
BLOW (1969) dalam Postuma (1971).

Tabel 3.10 Penentuan umur relatif satuan batugamping menggunakan kisaran hidup
spesies foraminifera planktonik pada stasiun 28, berdasarkan Zonasi
BLOW (1969) dalam Postuma (1971).

Pada daerah penelitian juga dijumpai adanya fosil makro yang dapat

digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan dari satuan

batugamping. Pada stasiun 8 dijumpai kandungan fosil Alveolina boscii

( Defrance ), Heterostegina depressa ( d’Orbigny ), Lepidocyclina sp,


98

Massilina sp, Miliola sp. Heterostegina multifida(Beida), Sulcoperculina

dickersoni.

Heterostegina depressa
(d’Orbigny )
Alveolina boscii ( Defrance )

Massilina sp
Lepidocyclina sp

Heterostegina multifida(Beida)

Miliola sp

Sulcoperculina dickersoni

Gambar 3.24Kenampakan Kandungan fosil foraminifera besarplanktonikpada


sayatan tipis yang dijumpai pada batugamping bioklastikstasiun 8
(Postuma, 1971)
99

Tabel 3.11 Penentuan umur satuan batugamping dengan menggunakan klasifikasi


huruf foraminifera besar di Indonesia (P.Bauman,1971) stasiun 8.

PLIOSEN

RESENT
EOSE

TO
N
OLIGOSEN MIOSEN UMUR

Early

early
late

late

Recent
Tb

Td

Tg

Th
Ta

Tc

LETTER STAGES
e 4-5
e1–

f 1-2

f3
3

Alveolinella boscii( Defrance )

Heterostegina depressa (d’Orbigny )

Massilina sp

Heterostegina multifida(Beida)

Lepidocyclina sp

Miliola sp

Sulcoperculina dickersoni

Berdasarkan kisaran hidup dari fosil foraminfera planktonik dalam

POSTUMA (1971) dan umur dari foraminfera makro, maka dapat

diinterpretasikan bahwa umur dari satuan batugamping Miosen Atas bagian

atas - Pliosen Atas yang ditandai dengan pemunculan awal dan akhir fosil

Globorotalia plesiotumida BLOW and BANNERatau dapat disebandingkan

dengan Zonasi BLOW (1969), yaitu pada zonasi N.18 –N.20 yang ditandai

dengan pemunculan awal fosil Sphaeroidinellopsis subdehiscens

paenedehiscenssampai pemunculan akhir fosilGloborotalia (G.)

multicamerata - Pulleniatina obliqueloculata obliqueloculata


100

Penentuan lingkungan pengendapan dari satuan batugamping

didasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik. Adapun kandungan

foraminifera yang dijumpai pada stasiun 8 adalah Dentalina sp, Nodosaria

sigmoidea Coryell and Rivero, Lagena sp, Nodogerina heterosculpta

Bermudez dan Dentalina pauperata d’Orbigny.

Tabel3.12 Penentuan lingkungan pengendapansatuan batugamping berdasarkan


kandungan fosil foraminifera bentonik daribatugamping pada stasiun
8, menurutBandy (1967) dalam Pringgoprawiro dan Kapid (2000)

Berdasarkan kandungan fosil bentonik tersebut, maka dengan

menggunakan klasifikasi Bandy, 1967, lingkungan pengendapan dari satuan

batugamping berada pada lingkungan laut neritik luar (outer neritik).

3.2.3.5 Hubungan stratigrafi

Hubungan stratigrafi satuan batugamping dengan satuan batuan yang

lebih tua yaitu satuan tufa adalah kontak keselaran menjemari. Sedangkan

hubungan stratigrafi dengan satuan batuan yang lebih muda yaitu satuan

aluvial merupakan kontak ketidakselaran.


101

3.2.4 Satuan Aluvial

Satuan aluvial merupakan satuan batuan termuda pada daerah

penelitian. Penamaan satuan ini berdasarkan ciri litologi yang dijumpai pada

lapangan berupa material – material yang berukuran pasir kasar sampai

lempung dan pecahan koral. Penyebaran satuan ini menempati 1,5 % dari luas

keseluruhan daerah penelitian atau sekitar 0,67 % km 2 yang memanjang dari

utara ke selatan disepanjang pantai barat pada daerah penelitian.

Satuan ini menempati daerah yang merupakan satuan morfologi

pedataran. Pada daerah ini dijadikan sebagai areal pemukiman dan areal

tambak. Material penyusun dari satuan ini terdiri dari pasir kasir sampai

lempung dan pecahan koral.Lingkungan pengendapan dari satuan ini

merupakan lingkungan pengendapan laut yang dihasilkan melalui proses erosi

dan abrasi yang kemudian mengalami proses transportasipada daerah muara

dari sungai tulang dan sungai tamanroya. Satuan ini tebentuk pada Kala

Holosen yang berlangsung hingga sekarang. Hubungan stratigrafi dengan

satuan batuan yang lebih tua yaitu satuan batugamping adalah hubungan

ketidakselarasan.
102

Gambar 3.25 Kenampakan Satuan aluvial yang disusun oleh Material –


material berukuran pasir kasar sampai pasir halus yang
merupakan hasil dari proses pengendapan pantai pada daerah
Jo’ong. Difoto ke arah N 1350E dari stasiun 53.

Gambar 3.26 Kenampakan endapan aluvial sekitar pantai yang digunakan


sebagai areal tambak pada daerah Sumalaia. Di foto ke
arah N 150E dari stasiun 96.
103

Gambar 3.27 Kenampakan endapan aluvial sekitar pantai yang digunakan


sebagai areal tambak pada daerah Sumalaia. Di foto ke
arah N 1350E dari stasiun 97.

Anda mungkin juga menyukai