Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

GEOLOGI REGIONAL

Gambar 1.1 Peta Kawasan Geopark


Merangin (ESDM Bangko)

Kawasan Paleobotani Park Merangin merupakan kawasan inti


yang seluruhnya berada di Kabupaten Merangin bagian selatan
khususnya di bantaran dan aliran sungai Batang Merangin dan
Batang Mengkarang. Fosilfosil tertua yang ditemukan berusia ± 300
juta tahun berupa fosil Cordaites, Calamites, Pecopterid,
Taeniopteris sp, Gigantopteris sp, Sphenopteris sp, dan
Araucarioxylon (nama ilmiah latin dari tanam-tanaman). Kolom
stratigrafi Formasi Mengkarang di sepanjang sungai Merangin
mencapai ketebalan sekitar 500 m dengan ketebalan tanah penutup
sekitar 1-7 m dengan jenis tanah andosol, litosol, regosol.

Selain itu kawasan ini memiliki beberapa potensi Geodiversity


bernilai tinggi untuk dikembangkan sebagai situs warisan geologi.
Lokasinya berdekatan dengan beberapa objek geoheritage objek
wisata alam seperti goa dan petualangan arum jeram standar
internasional serta beragam atraksi kehidupan sosial budaya
masyarakat.

1.1. Pemerian Umum Geologi

MORFOLOGI

Wilayah kajian, secara fisiografi termasuk ke dalam kawasan


peralihan antara mendala Pegunungan Barisan dan Daerah Rendah
Sumatra Bagian Timur (Verstappen, 1973). Morfologi kawasan ini
didominasi oleh dataran menggelombang, dengan undulasi yang
tidak begitu kasar. Rangkaian punggungan topografi yang
menempati wilayah ini umumnya searah dengan sumbu Pulau
Sumatra, yaitu Baratlaut-Tenggara, namub sebagia ada juga yang
memotong arah jurus perlapisan batuan sedimen. Ketinggian
wilayah yang dimulai dari kawasan Taman Nasional Kerinci-Seblat di
wilayah Kerinci, batuan sedimen terlipat kuat, kawasan intrusi, dan
kawasan batuan sedimen terlipat lemah adalah dari 2800 m sampai
400 m dpl. Vegetasi bervariasi dari mulai hutan hujan – hutan
produksi yang cukup rimbun, kawasan-kawasan budidaya yang
umumnya tidak lebat, serta setempat berupa ladang dan semak
belukar kebun karet, kebun kopi, serta kelapa sawit.

STRATIGRAFI

Gambar 1.2 memperlihatkan bahwa satuan batuan tertua di


kawasan ini adalah Formasi Mengkarang (Pm) yang menjemari
dengan dan ditindih secara selaras oleh Formasi Telukwang (Pt)
yang berumur Perem Awal-Tengah. Ke arah barat dari wilayah
kajian, Formasi Mengkarang dan Telukwang ini menjemari dengan
Formasi Palepat. Formasi Mengkarang tersusun oleh batuan sedimen
klastika halus-kasar bersisipan batuan klastika gunungapi dan
batuan karbonat, sedangkan Formasi Telukwang berupa batuan
sedimen klastika kasar dengan anggota batugamping. Sementara
itu, Formasi Palepat terdiri atas batuan gunungapi dengan sisipan
batuan sedimen klastika halus-kasar dan batugamping.

Batuan berumur Perem tersebut yang diterobos oleh granit


horenblenda berumur Trias Akhir – awal Jura, memperlihatan kontak
tektonik dengan Formasi Asai (Ja) berumur Jura Tengah yang
berupa batuan sedimen-meta dengan sisipan batugamping dan
Formasi Peneta (KJp) berumur Jura Akhir - Kapur Awal, yang
tersusun oleh runtunan batuan sedimen klastika halus-kasar dan
sisipan batugamping, umumnya termalihkan derajat rendah.
Gambar 1.2 Peta geologi kawasan Mengkarang-Merangin (Suwarna drr. 1998)

Runtunan batuan sedimen Pratersier tersebut telah mengalami


proses ubahan dan pemalihan tingkat rendah. Meskipun demikian,
struktur sedimen masih terlihat jelas; dan juga kandungan fosil
fauna dan flora yang dapat dipakai sebagai penentu umur.
Lingkungan pengendapannya berkisar dari lingkungan darat sampai
laut dangkal.

Selanjutnya batuan berumur Tersier yang tersingkap adalah


Formasi Muaraenim berumur Mio-Pliosen (Tmpm) hadir secara
setempat, dan Formasi Kasai QTk) berumur Plio-Plistosen yang
penyebarannya cukup luas (Gambar3.2).

Formasi Mengkarang

Satuan batuan ini berupa perselingan batupasir, batulanau,


batulempung, serpih, tuf, dan konglomerat; umumnya tekersikkan;
serta sisipan batugamping dan batubara. Batupasir, kelabu terang-
gelap, berbutir halus-kasar, membundar tanggung dan terpilah
buruk, tebal setiap lapisan antara 0,5 – 2,5 m. Kuarsa, felspar,
lempung, kalsit, dan klorit merupakan komponen utama batupasir,
dengan massadasar lempung, felspar, dan kalsit.

Batulanau, kelabu gelap, tufan, agak pasiran, mengandung


fosil tumbuhan, tebal lapisan antara 0,2 – 3,0 m, berlapis kurang
baik – baik. Batulempung, kelabu kecoklatan – kehijauan. Serpih,
kelabu gelap kehitaman, berlapis baik, mengandung fosil
brakhiopoda dan tumbuhan; tebal setiap lapisan 1 – 15 m, setempat
mengandung lapisan batubara tipis-tipis. Tuf, kelabu gelap,
bersusunan basa – asam; klastika, setempat berselingan dengan
batugamping dan sisipan batubara setebal 15 cm; berlapis baik;
terdapat juga kepingan kayu tekersikkan dan Stigmaria; tebal
lapisan tuf ini berkisar dari 0,5 – 1,5 m. Konglomerat, anekabahan,
kelabu kehijuan dan kecoklatan; komponen yang berukuran 0,5- 20
cm dominan terdiri atas batuan gunungapi (basal dan trakhit),
serpih, batupasir halus, dan granit; setempat berselingan dengan tuf
bersusunan dasit; tebal runtunan 0,15 – 10 m.

Batugamping, jenis wackestone, kelabu gelap kehitaman,


sebagai sisipan dalam serpih, setempat dolomitan, termalihkan
lemah, terlipat kuat, berselingan dengan tuf basa. Fosil yang
terkandung adalah Fusulina, Fusulinella, Bellerophon,
Pseudoschwagerina meranginensis Thompson, Schwagerina rutschi
Thompson, dan Bivalvia. Selain itu ditemukan pula fosil ganggang,
ganggang-pseudo, foraminifera kecil, fusulinoid, dan koral yang
menunjukkan umur Asselian (Perem Awal) (Beauvais drr., 1984).
Dapat disimpulkan bahwa umur kumpulan fosil tersebut berkisar dari
Sakmarian – Artinskian (awal Perem – akhir Perem Awal.
Formasi Mengkarang ini secara keseluruhan diduga
terendapkan di lingkungan darat – laut dangkal, berlumpur, dalam
kondisi rezim energi rendah, berdekatan dengan suatu busur
kepulauan bergunung api. Sebarannya terletak di Sungai
Mengkarang, Karing, Merangin, Ketiduran, dan Titi Meranti.

Formasi Telukwang

Secara litologis, satuan batuan ini terdiri atas perselingan


konglomerat anekabahan, batupasir, dan batulanau, berlapis baik
dan tebal; sisipan batugamping, tuf terlas-kan (ignimbrit ?), riolit,
dan andesit yang terubah kuat, mengandung ironstone. Komponen
konglomerat berupa kepingan basal dan andesit yang terkloritkan,
batupasir, batuan tekersikkan, granit (monzonit/monzodiorit),
batugamping, dan kuarsa. Di dalam lapisan batupasir terdapat
bongkah batugamping.

Batulanau, kelabu gelap, keras, berlapis tebal. Batugamping


berupa kalsilutit dan kalkarenit (mudstone – grainstone), berlapis
baik, tebal 10 – 30 cm; mengandung fosil foraminifera, moluska,
dan ganggang; struktur stylolite. Setempat ditemukan sisipan tuf
pasiran bersusunan dasitis. Tuf terlas-kan yang mengandung
kepingan andesit dan kaca gunungapi, serta struktur perarian
terputus-putus, terdapat di bagian bawah dan tengah satuan.

Formasi ini yang tebalnya bisa mencapai 200 m, dan diduga


terendapkan di lingkungan darat – laut dangkal, telah terubah dan
termalihkan lemah. Sebarannya di Sungai Merangin ke arah hulu
dan hilir Telukwang, Sungai Mengkarang bagian hilir, dan Sungai
Salamuku.

Formasi Peneta

Bagian bawah formasi ini tersusun oleh batulanau, serpih, dan


batupasir berbutir halus – menengah yang termalihkan lemah;
sisipan batugamping malih, dan setempat batusabak. Ke arah atas,
satuan berangsur menjadi batupasir kasar dan konglomerat,
mengandung sisipan batupasir kuarsa.

Batulanau, secara setempat, mengandung lensa-lensa


batupasir yang tercenangga kuat dan kaya akan pirit. Seringkali
ditemukan batuan yang tergerus dan tekersikkan. Pirit juga tersebar
di dalam batusabak, batupasirmeta, dan serpih.

Struktur perlapisan sejajar dan bersusun, slumping, serta


perdaunan umum ditemukan.

Kumpulan fosil moluska dalam satuan batuan menunjukkan


umur Kapur Awal (Tobler, 1919). Sementara itu, Beauvais drr.
(1984), berdasarkan kandungan fosil calcarae, ganggang, dan koral
di dalam sisipan batugamping meta, berpendapat bahwa umur
batuan adalah Jura Akhir. Fosil amonit yang ditemukan oleh
Baumberger (1925) menunjukkan umur Kapur Awal, sedangkan
kepingan amonit yang ditemukan oleh Tobler (1919) menurut
Geyssant (dalam Beauvais drr., 1984) berumur Jura Akhir. Beberapa
spesies fosil nanno menunjukkan umur Aptian – Santonian (Kapur
Awal; Puslitbang Geologi, 1995). Berdasarkan temuan fosil-fosil
tersebut, disimpulkan umur formasi berkisar dari Jura Akhir – Kapur
Awal.

Lingkungan pengendapannya ditafsirkan sebagai laut dangkal


yang terletak di busur belakang, sedangkan secara tektonik
termasuk ke dalam daur orogen dan daur kuarsa. Tebal satuan
sekitar 400 m. Formasi ini tersebar di wilayah hulu aliran Sungai
Mengkarang.

Formasi Muaraenim

Satuan batuan sedimen ini terdiri atas perselingan batupasir,


batupasir dan batulempung tufan, sisipan batubara, dan tuf pada
bagian atas satuan. Ke arah atas, satuan kaya akan bahan asal
gunungapi.

Batupasir terdiri atas kuarsa, glokonit, mineral hitam, dan


kepingan batuan; mengandung damar dan sisipan lignit. Setempat,
bagian paling atas runtunan mengandung sisipan tipis bahan
karbonan dan oksida besi. Fosil foraminifera kecil, moluska, dan fosil
daun yang terkandung dalam batulempung, terutama menempati
bagian bawah formasi.
Satuan batuan ini berlapis baik dan mengalasi secara tidak
selaras Formasi Kasai; terendapkan di lingkungan laut dangkal yang
ke arah atas secara cepat berubah menjadi peralihan dan darat.
Ketebalan formasi ini umumnya mencapai 200 m. Umurnya diduga
akhir Miosen Akhir – awal Pliosen Akhir. Satuan batuan ini
tersingkap secara setempat di hulu Sungai Mengkenan, kea rah
timur Desa Bedengrejo.

Formasi Kasai
Formasi Kasai tersusun oleh tuf dan tuf berbatuapung
(pumis); dengan sisipan batupasir, batulempung, dan batulanau,
yang umumnya tufan; setempat ditemukan konglomerat, breksi tuf,
serta sisipan lignit dan gambut; kayu tekersikkan sangat umum, dan
oksida besi pada bagian bawah formasi.

Tuf umumnya bersusunan asam (riolitan) dan seringkali


terkaolinkan serta mengandung pumis berukuran antara 0,5 – 5 cm;
umumnya berasosiasi dengan fosil kayu tekersikkan berdiameter
sampai 1 meteran.

Batupasir, tufan, mengandung lensa-lensa konglomerat,


setempat struktur silang-siur mangkok. Batulempung dan batulanau,
tufan, tebal sekitar 3 m, struktur perarian sejajar. Konglomerat
anekabahan, komponennya dikuasai oleh pumis, sedikit obsidian,
andesit, basal, kuarsa, dan batuan tekersikkan. Lignit dan gambut,
tersisip di antara batulempung dan batupasir.
Satuan berlapis baik – pejal, struktur silang-siur pada batuan
berbutir kasar sangat umum. Lingkungan pengendapan darat, bahan
yang terendapkan adalah hasil kikisan dan erosi dari Geantiklin
Barisan. Formasi ini dapat mencapai ketebalan 450 m, dan umurnya
adalah Plio-Plistosen. Singkapannya cukup luas dikawasan sebelah
barat dan utara Sungai Merangin, sebelah timur Sungai Mengkarang,
serta wilayah antara Sungai Merangin dan Mengkarang.

Granit Tantan

Batuan ini terdiri atas granit, granodiorit, dan aplit. Granit


biotithorenblenda, terubah; sebagian plagioklas terubah menjadi
klorit dan epidot; hipidiomorfis – subporfiritik; fenokris K-Na felspar
sebagian terkloritkan dan terkaolinkan; sebagian plagioklas, ortoklas,
dan kuarsa membentuk tekstur granofir.

Granodiorit biotit-horenblenda, terubah, sebagian horenblenda


terubah menjadi biotit dan klorit; serisit berupa ubahan dari
plagioklas dan ortoklas, sedangkan kaolin berasal dari ortoklas;
mengandung senolit diorit-kuarsa. Aplit, aplogranit biotit, terubah,
epidot ubahan dari mineral mafik. Tonalit (diorit kuarsa), terubah,
piroksen dan horenblenda sebagian terubah menjadi epidot, klorit,
dan serisit.

Satuan batuan umumnya tergerus dan tersesarkan, serta


terlapuk kuat; menerobos Formasi Mengkarang dan Telukwang, dan
bersentuhan tektonik dengan Formasi Peneta. Umur mutlak satuan
batuan adalah 171,50 + 1,30 jtl. dan 200 + 10,0 jtl. atau Trias Akhir
– Jura Awal. Singkapannya terdapat di kiri dan kanan Sungai
Merangin sekitar Dusun Airbatu.

1.2. Struktur dan Tektonika


Struktur yang hadir berupa sesar, perlipatan, kelurusan,
perdaunan, dan kekar, yang secara regional berarah barat laut –
tenggara dan barat barat laut – timur tenggara. Jenis sesar berupa
sesar mendatar menganan dan sesar naik, yang menempati batuan
sedimen malihan Formasi Mengkarang dan Peneta, serta terobosan
berumur Pratersier. Perlipatan setempat terdeteksi di dalam Formasi
Telukwang dengan arah kemiringan yang rendah. Kelurusan hanya
terdeteksi pada batuan sedimen Formasi Kasai yang berumur Plio-
Plistosen. Sementara itu, perdaunan umumnya dijumpai pada
batuan sedimen malih Formasi Mengkarang dan Peneta, sedangkan
kekar terdapat baik pada batuan sedimen malih maupun terobosan
yang semuanya berumur Pratersier.

Perem Awal ditandai oleh pengendapan sedimen klastika dan


batugamping terumbu Formasi Mengkarang dengan sisipan-sisipan
batuan klastika gunungapi, kemudian batuan sedimen klastika
Formasi Telukwang dan Anggota Batuimpi Formasi Telukwang.
Lingkungan pengendapan satuansatuan batuan tersebut berada di
tepi benua sampai laut dangkal, bersamaan dengan kegiatan
gunung api andesit – basal Formasi Palepat, yang selain
menghasilkan lava juga batuan klastika gunung api. Kegiatan ini
ditafsirkan terjadi di busur kepulauan bergunungapi dengan
rangkaian terumbu, yang erat kaitannya dengan lajur penunjaman.
Berdasarkan analisis kemagnetan purba, Formasi Mengkarang
terendapkan pada posisi 30ºLU (Wahyono drr., 1996), dan telah
mengalami rotasi searah jarum jam sejak Perem.

Pada akhir Trias - awal Jura, terjadi penerobosan Granit


Tantan terhadap batuan berumur Perem, yang disertai dengan
pencenanggaan pemalihan regional berderajat rendah. Kegiatan
penurunan yang berlangsung dari Jura Tengah sampai Kapur Awal,
pada kala Jura Akhir-awal Kapur ditandai dengan terendapkannya
batuan sedimen klastika halus Formasi Peneta.

Penerobosan oleh Granit Arai, pada Kapur Tengah, terhadap


Formasi Peneta, diikuti oleh pencenanggaan, pengangkatan, dan
pemalihan berderajat rendah pada batuan formasi tersebut.
Kegiatan tektonika ini, diikuti oleh penggabungan (amalgamasi)
antara Blok Mengkarang-Palepat dan Blok Peneta dalam bentuk
kontak tektonik/sesar naik, yang diduga berlangsung pada Kapur
Akhir.

Tektonika Miosen Tengah – awal Pliosen ditandai oleh


pengangkatan Lajur Barisan. Di kawasan busur – belakang
terendapkan batuan sedimen klastika Formasi Muaraenim dalam
kondisi susutlaut, lingkungan peralihan. Pada kegiatan tektonika
selanjutnya, yakni Plio-Plistosen, seluruh daerah terangkat, diikuti
oleh proses pengerosian, dan terbentuknya sesar mendatar
menganan berarah barat laut – tenggara, dan pelipatan. Pada saat
kegiatan tektonika ini, pengendapan batuan sedimen klastika
gunung api Formasi Kasai berlangsung.

1.3 Sinopsis Sejarah Geologi

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik


besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific.
Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di
lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan
Pasific di utara Irian dan Maluku utara, dan dikenal sebagai wilayah
zamrud khatulistiwa atau untaian mutiara dari timur, karena
kekayaan alamnya yang berlimpah. Sumber daya yang berlimpah
tersebut dan tersebar luas berupa sumber daya hayati dan nir-hayati
(sumber daya geologi) merupakan hasil dari dinamika bumi yang
berlangsung sejak ratusan juta tahun lalu. Bentuk dan konfigurasi
bumi Nusantara mencerminkan suatu proses panjang interaksi
antara gaya-gaya endogen dan eksogen yang mendistribusikan
potensi sumber daya mineral, energi, dan kebencanaan seperti yang
sering terjadi akhir-akhir ini. Hal tersebut dikarenakan Indonesia
merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi unik yaitu
berada pada pusat tumbukan Lempeng Hindia Australia di bagian
selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara, dan Lempeng Pasifik di
bagian Timur laut yang mengakibatkan Indonesia mempunyai
tatanan tektonik yang kompleks. Semua proses tersebut
meninggalkan jejak-jejak perubahan berupa bentangalam, fosil,
batuan, dan aspek - aspek geologi lainnya yang mempunyai nilai
historis dan ilmiah sangat tinggi serta menjadi bagian dari sejarah
pembentukan bumi hingga yang terjadi saat ini sebagai Warisan
Geologi baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional
(World Heritages).

Jambi merupakan bagian dari batuan dasar Sumatera yang


berumur Paleozoikum diperkirakan merupakan suatu mozaik yang
terdiri dari lempenglempeng mikro atau „terane‟, termasuk di
dalamnya pecahan-pecahan Cathaysian dan Gondwana. Hamilton
(1979) dan Tjia (1989) menduga bahwa Garis Raub-Bentong (RBL),
yang memisahkan kedua pecahan tersebut menerus hingga ke
Sumatera yaitu sampai wilayah Pegunungan Tigapuluh. Walaupun
demikian, penyelidik lainnya, khususnya Plunggono dan Cameron
(1984), memperpanjang jejak RBL sampai keluar dari P. Sumatera
melalui kepulauan timah.

Metcalfe (1988), mengusulkan agar Sumatera Baratlaut dan


Sumatera Tengah bersama dengan bagian dari Semenanjung
Malaysia dan Muangthai yang disebut Terrane Subimasu, dipisahkan
dari daratan Gondwana Australia pada akhir dari Perem Awal dan
bertumbukan dengan Sumatera bagian tenggara bersama-sama
dengan Indocina dan Semenanjung Malaya bagian Timur yang
terletak lebih ke Utara di seberang laut (? Paleo- Tethys) pada Trias
Akhir sepanjang RBL. Sebagai akibat langsung tumbukan tersebut
adalah terbentuknya rangkaian utama sabuk granit-timah
Semenanjung Malaysia yang secara setempat tersingkap di
Pegunungan Tigapuluh di Sumatera. Cobbing dkk. (1986),
menyatakan umur Rangkaian Granit Utama adalah 220-200 juta
tahun dan ini mendukung model Metcalfe sebelumnya mengenai
tumbukan Sibumasa dan Indocina serta Malaya bagian Timur pada
Trias Akhir.

Peristiwa selanjutnya yang terekam di Lembar Sorolangun


adalah penerobosan plutonik granitoid terhadap batuan Perem pada
Jura Awal, yaitu Granit Tantan. Peristiwa magma Jura Awal ini, yang
diperkirakan berkaitan dengan penunjaman, kemungkinan disertai
pecenanggaan (deformasi) dan peristirwa pemalihan regional
berderajat rendah (Simandjuntak dkk., 1991). Pada akhir dari Kapur
Awal penunjaman terhenti dan batuan samudra Terrane Woyla
terakrasi ke pinggiran daratan Sumatera.
Penunjaman pada Tersier sampai Resen di bawah Sumatera
mengakibatkan terbentuknya busur magmatik yang luas dan berupa
Pegunungan Barisan. Namun demikian penunjaman di bawah
Sumatera mungkin telah terjadi sejak Perem Akhir (Cameron et al.,
1980) atau lebih awal lagi (Katili, 1969, 1972) walaupun secara tidak
menerus. Meskipun tidak menerus, kedudukan busur dan palung
yang sekarang kemungkinan besar telah ada sejak Miosen.
Timbunan tegangan akibat penunjaman miring ini secara berkala
dilepaskan melalui sesar menganan ke arah tepi lempeng (Fitch,
1972) dan menghasilkan Sistem Sesar Utama Sumatera, yang
menjajar memanjang pulau dan memotong busur
magmatik/gunungapi. Dengan demikian geologi lembar ini meliputi
batuan alas pra-Tersier, lapisan sedimen dan gunungapi Tersier dan
Kuarter yang menutupinya.

1.4 Jambi Flora

Penelitian Flora Jambi (“Djambi Flora”) pertama kali dilakukan


oleh Jongmans dan Gothan pada tahun 1935 yang kemudian direvisi
oleh Van Waveren drr. Pada tahun 2007. Karena Flora Jambi ini
didominasi oleh flora

Cathaysian maka kemudian disimpulkan sebagai flora Cathaysian


(Halle, 1927).
Flora Jambi pada waktu itu merupakan daratan berhutan
tropis. Fosil tumbuhan berupa batang pohon yang sudah membatu
dan fosil daun Macralethopteris sp., Cordaites sp., Calamites sp,
Pecopteris sp., Lepidodendron, fosil pohon Araucarioxylon yang in-
situdll. berumur Perem Awal (± 300 juta tahun).Jambi Flora ini
merupakan fosil flora yang angat penting di bagian ujung paling
selatan dari flora Cathaysia dan sangat penting dalam bidang
palaeophytogeographic. Jambi Rlora ini menjadi sangat menarik,
karena ditemukannya tiga jenis gigantopterid yang belum pernah
ditemukan di daerah lain di bagian timur Asia.

Hal ini mungkin disebabkan karena pemercontohan yang


kurang baik, atau ada kemungkinan besar, bahwa Flora Jambi ini
lebih tua dari yang lainnya. “Flora Jambi” adalah salah satu
keragaman geologi di Pulau Sumatra, Indonesia yang sangat
penting. Hal ini disebabkan karena fosil flora yang dikandungnya
merupakan flora yang tertua dan mempunyai lingkungan yang
berbeda dengan daerah lainnya di Asia bagian timur pada zaman
Perem dan merupakan fauna penghubung antara provinsi flora
Cathaysian dan Euramerican. Seperti diketahui, fosil flora di Cina
Utara sedikit lebih muda daripada “Jambi Flora‟, sehingga dapat
disimpulkan, bahwa “Jambi Flora” merupakan inti titik penyebaran
flora (botanical nucleus) ke berbagai arah.

Penelitian menunjukkan, bahwa Mintakat Sumatra Barat (West


Sumatra
Block) dihuni oleh fauna air hangat dan flora Jambi tropis pada
zaman Paleozoikum yang berhubungan dengan flora Cathaysian.

Penelitian Flora Jambi ini dilanjutkan dengan kerjasama Badan


Geologi,

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan para ahli dari
Belanda (Biodiversity Centre, Naturalis Museum Leiden, The
Netherlands) yang didasarkan pada koleksi fosil flora yang ada di
Museum Geologi, Badan Geologi. Dalam penelitian tersebut
pengamatan dilakukan terhadap sebagian koleksi yang ada di
Bandung yang merupakan tipe jenis (holotype), Belanda disertai
dengan penelitian lapangan.
(Dosier Geopark Merangin
Jambi)

Anda mungkin juga menyukai