Anda di halaman 1dari 23

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR


FIELD TRIP

LAPORAN

OLEH :
AXEL TOTTONG
D061221071

GOWA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang mempelajari


segala sesuatu mengenai planit Bumi beserta isinya yang pernah ada. Merupakan
kelompok ilmu yang membahas tentang sifat- sifat dan bahan-bahan yang
membentuk bumi, struktur, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun diatas
permukaan bumi, kedudukannya di Alam Semesta serta sejarah perkembangannya
sejak bumi ini terbentuk hingga sekarang.
Dalam ilmu geologi, mineral adalah suatu zat atau benda persenyawaan kimia
asli atau yang tersusun oleh proses alam, memiliki sifat-sifat kimia dan fisik
tertentu, dan biasanya berbentuk padat. Pengetahuan atau Ilmu Geologi didasarkan
kepada studi terhadap batuan. Diawali dengan mengetahui bagaimana batuan itu
terbentuk, terubah, kemudian bagaimana hingga batuan itu sekarang menempati
bagian dari pegunungan, dataran-dataran di benua hingga didalam cekungan
dibawah permukaan laut.
Keterdapatan mineral di bumi ini dapat membentuk batuan atau berasosiasi
dengan mineral lain dalam membentuk batuan. Batuan merupakan kumpulan-
kumpulan atau agregat dari mineral yang telah dalam keadaan mengeras atau
membeku. Memahami karakteristik dan genesa mineral khususnya melalui sifat
optis suatu mineral dapat mempermudah dalam mendeskripsikan baik mineral itu
sendiri ataupun asosiasi mineral tersebut dalam batuan, sehingga klasifikasi batuan
dapat dilakukan dengan baik dengan memperhatikan komposisi batuan tersebut
serta mempertimbangkan tekstur batuan yang berkembang.
Fieldtrip kali ini diadakan di daerah Kabupaten Barru Kecamatan
Daccipong yang berfokus pada berbagai macam batuan yang terdapat pada Bulu
Botasoa dan di sekitar wilayah ini.
1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari diadakannya praktikum lapangan kali ini adalah untuk
mengetahui prosedur pengambilan data lapangan

Adapun maksud dari diadakannya praktikum lapangan kali ini adalah


sebagai berikut :
1. Mengetahui cara penentuan titik lokasi di lapangan
2. Mengetahui cara pengambilan dan pencatatan data geologi di lapangan
3. Mengetahui cara pembuatan sketsa geologi di lapangan
4. Mengetahui cara pengambilan sampel batuan di lapangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian

Geologi regional adalah keadaan karakteristik geologi secara regional suatu


daerah, yang meliputi morfologi, stratigrafi, serta struktur geologi daerah tersebut.
Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan pada umumnya
terdapat didaerah bagian timur, wilayah bagian barat merupakan pedataran yang
relatif sempit dan dibatasi oleh selat Makassar. Daerah in menyempit ke utara dan
dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit, kemudian di sebelah
selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh Batugamping (Bemmelen,
1949)
Aspek yang dicakup dalam geologi regional mencakup 3 hal yaitu
geomorfologi regional yang mengenai bentang alam, stratigrafi yang mengenai
perlapisan batuan, serta struktur geologi (Amstronh, 2012)

2.1.1 Geomorfologi Regional Daerah Penelitian

Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan pada


umumnya terdapat di daerah bagian timur, wilayah bagian barat merupakan
pedataran yang relatif sempit dan dibatasi oleh selat makassar. Daerah ini
menyempit ke utara dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit,
kemudian di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh
Batugamping (Sukamto, 1982)
Lokasi penelitian dusun Daccipong desa Anabuana kecamatan Barru
termasuk dalam lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat yang terletak
antara koordinat 119o 05’ - 120o 45’ BT dan 4o – 5o LS (Sukamto, 1982). Dimana
pada lembar tersebut terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir
sejajar pada arah utara-barat laut dan terpisah oleh lebar sungai Walanae.
Pegunungan barat melebar di bagian selatan dan menyempit di bagian utara. Puncak
tertinggi 1694 meter dengan ketinggian rata-rata 1500 meter. Pembentuknya
sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan dibeberapa tempat di lereng
timur terdapat topografi karts yang merupakan pencermin adanya batugamping.
Diantara topografi karst di lereng barat terdapat daerah perbukitan yang dibentuk
oleh Pra Tersier. Pegunungan ini di bagian barat daya dibatasi oleh daratan
Pangkajene, Maros yang luas sebagai lanjutan dari dataran sekitarnya (Horst, 2017)
Di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat terdapat dua
baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utara-barat laut
dan terpisahkan oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan yang barat
menempati hampir setengah luas daerah, melebar di bagian selatan (50
km) dan menyempit di bagian utara (22 km). Puncak tertingginya 1694 m,
sedangkan ketinggian rata-ratanya 1500 m. Pembentuknya sebagian besar
batuan gunungapi. Di lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur
terdapat topografi kras, penceminan adanya batugamping.
Di antara topografi kras di lereng barat terdapat daerah pebukitan yang
dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di baratdaya dibatasi oleh
dataran Pangkaiene-Maros yang luas sebagai lanjutan dari dataran di selatannya.
Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan lebih rerdah, dengan
puncaknya rata-rata setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m. Juga
pegunungan ini sebagian besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar 20
km dan lebih tinggi, tetapi ke utara meyempit dan merendah, dan akhirnya
menunjam ke bawah batas antara Lembah Walanae dan dataran Bone.
Bagian utara pegunungan ini bertopografi kras yang permukaannya
sebagian berkerucut. Batasnya di timurlaut adalah dataran Bone yang sangat
luas, yang menempati hampir sepertiga bagian timur.Lembah Walanae yang
memisahkan kedua pegunungan tersebut di bagian utara selebar 35 Km. tetapi di
bagian selatan hanya 10 km. Di tengah tendapat Sungai Kabupaten Barru dan
sekitarnya merupakan pegunungan dan pada umumnya terdapat didaerah bagian
timur, wilayah bagian barat merupakan pedataran yang relatif sempit dan dibatasi
oleh selat Makassar. (Marsyam, 2017)
2.1.2 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian

Daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dari tersebar pada jenis
bentang alam yang berbeda pada daerah atau bervariasi dan telah mengalami
gangguan struktur sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan
menjadi tidak beraturan. Sebagian batuannya telah mengalami pelapukan dan
permukaan hingga nampak kurang segar terutama pada napal (Blatt, 2006)
Sebagian besar pegunungan baik di bagian barat maupun di bagian timur, batuan
itu diduga berumur Miosen awal bagian atas.

1. Endapan Permukaan
a) Endapan Aluvium, Danau dan Pantai : lempung ,lanau, lumpur, pasir dan
kerikil di sepanjang sungai-sungai besar dan pantai. Endapan pantai
setempat mengandung sisa kerang dan batugamping koral.
b) Endapan Undak : kerikil, pasir, dan lempung membentuk daratan rendah
bergelombang di sebelah utara Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan
secara morfologi dari endapan aluvium yang lebih muda
2. Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi
a) Formasi Camba : batuan sedimen laut berselingan dengan batuan
gunungapi; batupasir tufa berselingan dengan tufa, batu pasir, batulanau,
dan batulempung; konglomerat dan breksi gunungapi, dan setempat dengan
batubara; berwarna putih, coklat, kuning, kelabu muda sampai kehitaman;
umumnya mengeras kuat dan sebagian kurang padat serta berlapis dengan
tebal antara 4-100 cm. Tufanya berbutir halus hingga lapilli; tufa lempungan
berwarna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan
breksinya terutama berkomponen andesit dan basalt dengan ukuran antara
2-40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung
pecahan koral dan Mollusca; batulempung gampingan kelabu tua dan napal
mengandung foram kecil dan mollusca. Fosil-fosil yang ditemukan pada
satuan batuan ini menunjukan kisaran umur Miosen Tengah-Miosen Akhir
(N.9 N.15) pada lingkungan neritik. Ketebalan satuan batuan ini sekitar
5.000 meter, menindih tidak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt)
dan Formasi Mallawa (Tem), mendatar berangsur-angsur berubah menjadi
bagian bawah dari Formasi Walanae (Tmpw), diterobos oleh retas, sill dan
stock bersusunan basal piroksin, andesit dan diorit.
b) Anggota Batuan gunungapi ; batuan gunungapi bersisipan batuan sedimen
laut ; breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir
halus hingga lapilli; bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan,
batulempung mengandung sisa tumbuhan, batugamping dan napal.
Batuannya bersusunan andesit dan basal, umumnya sedikit terpropilitkan,
sebagian terkersikkan, amigdaloidal dan berlubang-lubang, diterobos oleh
retas, sill dan stock bersusunan basal dan diorit; berwarna kelabu muda,
kelabu tua dan coklat. Penarikan Kalium/Argon pada batuan basal oleh
Indonesian Gulf Oil berumur 17,7 juta tahun, dasit dan andesit berumur 8,93
juta tahun dan 9,92 juta tahun (J.D.Obradovich, 1972), dan basal dari Barru
menghasilkan 6,2 juta tahun (T.M. van Leeuwen, 1978).Beberapa lapisan
batupasir dan batugamping pasiran mengandung Moluska dan serpian koral.
Sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir gampingan,
batupasir lempungan, napal dan batugamping mengandung fosil for a
minifera. Berdasarkan atas fosil tersebut dan penarikan radiometri
menunjukkan umur satuan ini adalah miosen tengah-Miosen Akhir.
Batuannya sebagian besar diendapkan dalam lingkungan neritik sebagai
fasies gunungapi.
c) Formasi Camba, menindih tidak selaras batugamping Formasi Camba dan
batuan Formasi Mallawa; sebagian terbentuk dalam lingkungan darat,
setempat breksi gunugapi mengandung sepaian batugamping, tebal
diperkirakan tidak kurang dari 4.000 meter.
d) Formasi Tonasa; batugamping koral pejal sebagian terhablurkan berwarna
putih dan kelabu muda; batugamping bioklastik dan kalkarenit berwarna
putih, coklat muda dan kelabu sebagian berlapis, berselingan dengan Napal
Globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung batugamping
berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping
pasiran. Berdasarkan kandungan fosilnya kisaran umur Eosen Awal-Miosen
Tengah. Dengan lingkungan pengendapan berupa neritik dangkal hingga
dalam dan lagoon. Tebal Formasi diperkirakan tidak kurang dari 3000
meter, menindih tidak selaras batuan Mallawa dan tertindih tidak selaras
dengan Formasi Camba, diterobos oleh sill, retas, dan sctock batuan beku
yang bersusunan basalt, trakit diorit
e) Batuan gunungapi Soppeng; breksi gunungapi dan lava, dengan sisipan tufa
berbutir pasir sampai lapili dan batulempung; dibagian utara lebih banyak
tufa dan breksi, sedangkan dibagian selatan lebih banyak lavanya; Sebagian
bersusunan basal piroksin dan sebagian basal leusit, kandungan leusitnya
semakin banyak ke arah Selatan; sebagian lavanya berstruktur bantal dan
sebagian terbreksikan; breksinya berkomponen antara 5 cm – 50 cm,
warnanya kebanyakan kelabu tua sampai kelabu kehijauan. Batuan gunung
api ini pada umumnya terubah kuat , amigdaloidal dengan mineral sekunder
berupa urat karbonat dan silikat, diterobos oleh retas ( 0,5 m – 1,0 m )
menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa dan ditindih selaras
batuan Formasi camba; diperkirakan berumur Miosen Bawah. Batuan tua
yang masih dapat diuketahui kedudukan stratigrafi dan tektoniknya adalah
sedimen flysch Formasi Balangbaru. Formasi ini menindih tidak selaras
oleh batuan yang lebih tua, dan bagian atasnya ditindih tidak selaras oleh
batuan yang lebih mudah.
f) Formasi Balangbaru merupakan endapan lereng di dalam sistem busur-
palung pada zaman kapur akhir. Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai
pada kala Paleosen. Pada kala Eosen Awal, daerah barat merupakan tepi
daratan yang dicirikan oleh endapan darat serta batubara di dalam Formasi
Mallawa. Pengendapan Formasi Malllawa kemungkinan hanya berlangsung
selama awal Eosen Pengendapan batuan karbonat yang sangat tebal dan luas
di barat berlangsung sejak Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Gejala ini
menandakan bahwa selama waktu itu terjadi paparan laut dangkal yang luas,
yang berangsur-angsur menurun sejalan dengan adanya pengendapan.
Proses tewktonik di bagian barat ini berlangsung sampai Miosen Awal.
Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang
menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian terjadi
cekungan tempat pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban
Walanae di batasi oleh dua sistem sesar normal yaitu sesar walanae dan
sesar Soppeng. Sesar utama berarah utara barat laut terjadi sejak Miosen
Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah
hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan
dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur-barat pada waktu
sebelum akhir pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar
sungkup lokal yang menyesarkan batuan Pra-kapur Akhir. Perlipatan dan
pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di pegunungan barat yang
berarah barat laut-tenggara dan mencorong, kemudian besar terjadi oleh
gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar (Horst, 2017)

2.1.3 Struktur Regional Daerah Penelitian

Batuan tua yang masih dapat diuketahui kedudukan stratigrafi dan


tektoniknya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru. Formasi ini menindih tidak
selaras oleh batuan yang lebih tua, dan bagian atasnya ditindih tidak selaras oleh
batuan yang lebih mudah. Formasi Balangbaru merupakan endapan lereng di dalam
sistem busur-palung pada zaman kapur akhir. Kegiatan gunungapi bawah laut
dimulai pada kala Paleosen. Pada kala Eosen Awal, daerah barat merupakan tepi
daratan yang dicirikan oleh endapan darat serta batubara di dalam Formasi
Mallawa. Pengendapan Formasi Malllawa kemungkinan hanya berlangsung selama
awal Eosen Pengendapan batuan karbonat yang sangat tebal dan luas di barat
berlangsung sejak Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Gejala ini menandakan bahwa
selama waktu itu terjadi paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur
menurun sejalan dengan adanya pengendapan.
Proses tektonik di bagian barat ini berlangsung sampai Miosen Awal. Akhir
kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian terjadi cekungan tempat
pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban Walanae di batasi oleh dua
sistem sesar normal yaitu sesar walanae dan sesar Soppeng. Sesar utama berarah
utara barat laut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen.
Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan
terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira timur-
barat pada waktu sebelum akhir pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya
sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan Pra-kapur Akhir. Perlipatan dan
pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di pegunungan barat yang berarah
barat laut-tenggara dan mencorong, kemudian besar terjadi oleh gerakan mendatar
ke kanan sepanjang sesar besar (Horst, 2017)

2.2 Recection dan Intersection

1. Recection
Resection adalah menentukan kedudukan/ posisi di peta dengan menggunakan
dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik resection membutuhkan
bentang alam yang terbuka untuk dapat membidik tanda medan. Tidak selalu
tanda medan harus selaludibidik, jika kita berada di tepi sungai, sepanjang jalan,
atausepanjang suatu punggungan, maka hanya perlu satu tanda medan lainnya
yang dibidik. Adapun Langkah-langkah reception sebagai berikut :
1) Lakukan orientasi peta
2) Cari tanda medan yang mudah dikenali dilapangan dan di peta, minimal dua
buah
3) Dengan penggaris buat salib sumbu pada pusat tanda-tanda medan itu
4) Bidik dengan Kompas tanda-tanda medan itu dari posisi kita, sudut bidikan
dari Kompas itu disebut azimuth
5) Pindahkan sudut bidikan yang didapat ke peta, dan hitung sudut pelurusnya
6) Perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelorus tersebut adalah
posisi kita di peta
2. Intersection
Intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan
menggunakan dua atau lebuh tanda medan yang dikenali di lapangan.
Intersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu
benda yang terlihat di lapangan, tetapi sukar untuk dicapai. Pada
intersection, kita sudah yakin pada posisi kita di peta. Langakh-langkah
melakukan intersection :
1) Lakukan orientasi medan, dan pastikan posisi kitab baik
2) Bidik obyek yang kita amati
3) Pindahkan sudut yang kita dapat di peta
4) Bergerk ke posisi lain, dan pastikan posisi tersebut di peta
5) Lakukan Langkah b dan c
6) Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi
obyek yang dimaksud (Erisa, 2019)

2.3 Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis
batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau
tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif
(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma
ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di
mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari
proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan
komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian
besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi (Noor, 2012)

2.3.1 Struktur Batuan Beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan


beku extrusive dan intrusive. Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap
merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang
disebut sebagai struktur batuan beku.

1. Struktur batuan beku ekstrusif


Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung
dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagia
struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan
lava tersebut. Struktur ini diantaranya:
a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat
seragam.
b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan.
c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah
poligonal seperti batang pensil.
d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal.
Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan
beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.
f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral
lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit
g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran
mineral pada arah tertentu akibat aliran

2. Struktur batuan intrusive


Berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya
struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan
diskordan.
a. Konkordan, tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan
disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :
b. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan
batuan disekitarnya.
c. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana
perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat
penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.
d. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith,
yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah.
e. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang
telah terbentuk sebelumnya.
f. Diskordan, Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan
disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:
g. Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan
memiliki bentuk tabular atau memanjang.
h. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu
> 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.
i. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya
lebih kecil (Noor, 2012)

2.3.2 Tekstur Batuan Beku

Tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan:


1. Tingkat kristalisasi
a) Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh
kristal
b) Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas
c) Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas

2. Ukuran butir
a) Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh
mineral-mineral yang berukuran kasar.
b) Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral
berukuran halus.

3. Bentuk kristal
Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali biasanya
berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya mengisi ruang
yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang terlihat
melalui pengamatan mikroskop yaitu:
a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna
b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna
c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.
4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya
a) Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang
kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)
b) Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk
euhedral dan subhedral.
c) Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan kristal
yang berbentuk anhedral.
5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya
a) Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama
b) Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama (Noor,
2012)

2.3.3 Klasifikasi Batuan Beku


1. Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan atas:
a. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di
perut bumi.
b. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh
dari permukaan bumi
c. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di
permukaan bumi
d. Berdasarkan warnanya, mineral pembentuk batuan beku ada dua
yaitu mineral mafic (gelap) seperti olivin, piroksen, amphibol dan
biotit, dan mineral felsic (terang) seperti Feldspar, muskovit, kuarsa
dan feldspatoid.
2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu:
a. Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30%
b. Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60%
c. Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90%
d. Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90%
3. Berdasarkan kandungan kimianya yaitu kandungan SiO2-nya batuan beku
diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
a. Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya
Granit, Ryolit.
b. Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO2 65% - 52%.
Contohnya Diorit, Andesit
c. Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya
Gabbro, Basalt
d. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 30%

2.4 Batuan Sedimen

Sedimen adalah bahan utama pembentuk morfologi (topografi dan


batimetri) pesisir. Sedimen berasal dari fragmentasi (pemecahan) batuan. Batuan
sedimen adalah jenis batuan yang terbentuk oleh endapan dan sementasi yang bias
terjadi di permukaan bumi dan di bawah tanah atau didalam air.

2.4.1 Pembentukan Batuan Sedimen

Asal mula batuan sedimen melibatkan empat proses utama yaitu Pelapukan,
Transportasi, Pengendapan (Deposition) dan Pemadatan.
4. Pelapukan
a) Pelapukan Fisika Pelapukan mekanis atau fisika melibatkan pemecahan
batuan dan tanah melalui kontak langsung dengan kondisi atmosfir, seperti
panas, air, es dan tekanan.
b) Pelapukan Kimia Klasifikasi kedua, pelapukan kimia, melibatkan efek
langsung dari bahan kimia atmosfir atau bahan kimia yang diproduksi
secara biologis yang juga dikenal sebagai pelapukan biologis dalam
pemecahan batuan, tanah dan mineral.
c) Pelapukan Biologi Pelapukan Biologi atau Pelapukan Organik adalah
pelapukan yang disebabkan oleh makhluk hidup. Penyebabnya adalah
proses organisme yaitu hewan, tumbuhan dan manusia.
5. Transportasi
Agen proses transportasi dapat berupa:
a) Gravitasi (jarak pendek dan lereng curam) Sejumlah besar sedimen, mulai
dari lumpur sampai batu-batu besar, bisa bergerak turun karena gravitasi,
sebuah proses yang disebut pergerakan massa.
b) Angin (partikel kecil saja) Angin mengangkut sedimen yang didekat
permukaan dengan mengangkat dan memindahkannya ke tempat arah
pergerakannya.
c) Gletser (Glacier) adalah tumpukan es / salju yang mencair dengan cepat,
pada saat mencair tersebut air yang mengalir tersebut mampu
mentransportasikan sediment ke tempat lain.
d) Air membawa partikel dengan berbagai bentuk pergerakan, tergantung
bentuk dari dari butiran partikel tersebut.
6. Pengendapan
Deposisi/Pengendapan adalah proses geologi di mana sedimen yang
dihasilkan oleh proses pelapukan, ataupun tanah dan batuan ditambahkan ke
suatu lahan yang dataran lebih rendah yang di tansportasikan oleh angin, es,
air, dan gravitasi. Deposisi terjadi ketika kekuatan yang bertanggung jawab
untuk transportasi sedimen tidak lagi cukup untuk mengatasi gaya gravitasi
dan gesekan, menciptakan ketahanan terhadap gerak.
7. Pemadatan dan penyemenan
Pemadatan: terjadi ketika sedimen terkubur dalam-dalam, menempatkan
mereka di bawah tekanan karena berat lapisan di atasnya. Penyemenan:
adalah mineral baru menempel pada butiran sedimen bersama sama seperti
semen mengikat butiran pasir pada bahan bangunan. Jika dilihat dengan
seksama foto mikroskop, itu bisa dilihat kristal mineral yang tumbuh di
sekitar butiran sedimen dan mengikatnya bersama-sama.

Gambar 2.1 Proses penumpukan sedimen (kiri), pemadatan (tengah) dan penyemenan (kanan).
Proses ini didahului oleh pelapukan dan transportasi sedimen terlebihdahulu.
2.4.2 Jenis Batuan Sedimen

Perbedaan jenis batuan sedimen memberikan informasi perbedaan sumber, metode


transportasinya dan juga lingkungan pengendapannya. Batuan sedimen di
klasifikasikan kedalam tiga grup utama berdasarkan sumber komponen
penyusunnya yaitu klastik (clastic), dan non klastik yang terdiri dari biogenic atau
organic dan kimia (chemical).

Gambar 2.2 Urutan dari atas, batuan konglomerat, batuan pasir, batuan silt, batuan serpih

1. Batuan Klastik (Clastic) Batuan klastik terdiri dari fragmen, mineral dan
batuan yang sudah ada sebelumnya. Klastik adalah fragmen, potongan dan
butir batu yang lebih kecil yang terhasil dari batuan lainnya dengan
pelapukan fisik.
a) Konglomerat (Conglomerate) terdiri dari gabungan kerikil dan merupakan
komposit yang diurutkan dari berbagai macam ukuran butir bulat mulai dari
pasir sampai batu bulat
b) Batu pasir (Sandstone) r memiliki sejumlah kecil lempung mineral, hematit,
ilmenit, feldspar, dan mika lainnya yang menambahkan warna dan karakter
pada matriks kuarsa
c) Siltstone (Siltstone) Silt atau lempung adalah istilah ukuran yang digunakan
untuk bahan yang lebih kecil dari pasir (umumnya 1/16 sampai 1/256
milimeter)
d) Serpih (Shale) merupakan batuan halus, cukup sampai halus yang terbentuk
dari pemadatan butiran dengan ukuran bulat dan dan sangat kecil dengan
ukuran partikel kurang dari 1/256 mm

2. Batuan Non Klastik


Batuan non-klastik (Batuan Biogenic atau Organic dan Batuan Chemical)
tercipta saat air menguap atau dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Batuan
non klastik yang umum adalah:
a) Limestone terdiri dari kalsium karbonat (kalsit atau CaCO3) dan berasal dari
proses kimia dan organik
b) Dolostone sangat mirip dengan batu kapur, namun sebagian besar terdiri
dari mineral dolomit, magnesium karbonat kalsium (CaMg (CO3)2)
c) Rock Salt . batu ini membentuk kristal isometric, biasanya terjadi dengan
mineral deposit evaporite lainnya seperti beberapa sulfat, halida, dan borat
d) Gypsum mineral sulfat lunak yang tersusun dari kalsium sulfat dihidrat
e) Coal batuan sedimen hitam atau kecoklatan yang mudah terbakar

Gambar 2.3 Urutan dari atas kekanan: Batuan limestone (dua kiri atas), dolostone, batuan garam,
gypsum, dan batubara (empat paling bawah)
2.4.3 Struktur Batuan Sedimen

Batuan sedimen biasanya menunjukkan layering (berlapis) dan struktur


lainnya yang terbentuk karena sedimen dipindahkan, disortir, dan diendapkan oleh
arus. Fitur ini disebut struktur sedimen primer. Struktur sedimen yang paling
penting adalah Stratifikasi (Stratification) Pelapis silang (Cross Bedding) Lapisan
Beriak (Ripple Mark) Perlapisan bertingkat (Graded Bedding) Retakan lumpur
(Mud Cracks) Struktur struktur diatas adalah struktur Primer batuan sedimen, yaitu
struktur yang terbentuk disaat pembentukan batuan sedimen (Islami, 2017)

2.5 Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun oleh materia-material yang


berasal dari hasil erupsi gunung api yang eksplosif , dan di endapkan dengan proses-
proses vulkanik primer. Batuan piroklastik juga masuk kedalam kelompok batuan
beku fragmentasi (Bahri, 2019)

2.5.1 Sumber Material Piroklastik

Material piroklastik bersumber dari magma andesit basaltic dengan


kandungan mineral primer mudah lapuk dominan berupa plagioklas (albite
dan anorthite) (Ani dkk, 2016)

Pembentukan batuan piroklastik sangat eratnya kaitnya dengan proses


vulkanisme atau proses pembentukan gunung api, baik yang bersifat eksplosif
maupun efusif. Oleh karena itu,sebelum membahas lebih detail tentang batuan
piroklastik,maka pemahaman umum tentang proses mengenai pembentukan dan
produk yang dihasilkan oleh gunung api sangat diperlukan. Pembentukan gunung
api sangat berkaitan dengan dinamika lempeng, (Maulana, 2019)

2.5.2 Jenis-Jenis Endapan Piroklastik

Endapan piroklastik bermula dari adanya jatuhan ketika gunung berapi


meletus yang kemudian pengendapan yang terjadi memiliki ukuran yang tebal.
Adapun pembagian endapan piroklastik terbagi atas 3 macam, yaitu:
1. Endapan Jatuhan Piroklastik, merupakan endapan piroklastik yang
dihasilkan dari letusan eksplosif material vulkanik ke atmosfer yang
kemudian jatuh kembali dan terkumpul di sekitar gunung berapi. Endapan
ini memiliki ketebalan endapan yang relatif berukuran sama.
2. Endapan Aliran Piroklastik

Gambar 2.4 Siklus Endapan Piroklastik Aliran (Sumber: tambangunp.blogspot.com)

Endapan Aliran Piroklastik, merupakan endapan yang dihasilkan dari


proses pergerakan lateral di permukaan tanah dari fragmen-fragmen
piroklastik yang di transport dalam bentuk gas atau cairan, dimana material
vulkanik ini akan di transportasi jauh dari gunung berapi. Endapan ini pada
umumnya memiliki aliran kebawah dari pusat letusan gunung berapi yang
memiliki kecepatan tinggi ketika terjadi longsoran. Endapan ini biasanya
berisi batuan yang memiliki ukuran bongkah.
3. Endapan Surge Piroklastik, endapan ini dihasilkan dari letusan gunung
berapi yang kemudian dialirkan karena terdapat penyatuan dari jatuhan dan
aliran. Karakteristik dari endapan ini adalah memiliki stratifikasi yang
bersilang, strukturnya berpasir, laminasi planar, memiliki struktur pind and
swell serta memiliki endapan yang sedikit menebal pada bagian topografi
yang rendah dan menipis pada bagian topografi yang tinggi (Wiratama,
2013)

2.5.3 Klasifikasi Batuan Piroklastik

Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan


setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel 2.1. Bom
gunung api adalah klastika batuan gunung api yang mempunyai struktur-struktur
pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat
di udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas
adalah struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya
mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran
magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang dilontarkan, maka
material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga
bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam
material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada
bom gunung api juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar
pada permukaannya.
Bom gunung api berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya
ringan disebut batu apung (pumice). Batu apung ini umumnya berwarna putih
terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat
sampai hitam. Batu apung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu
gunung api dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif
kental. Bom gunung api yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak
terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut
skoria (scoria). Bom gunung api jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam,
sifatnya lebih berat daripada batu apung dan dihasilkan oleh letusan gunung api
lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna hitam,
struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus,
pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah
gunungapi dapat merupakan bom gunung api yang bentuknya meruncing,
permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-
struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan daripada
bom gunung api, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu.
Bom dan blok gunung api yang berasal dari pendinginan magma secara
langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile.
Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunung api yang telah
terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi
yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).
Tabel 2.1 Klasifikasi batuan piroklastika, Fisher 1966

Berdasarkan komposisi penyusunnya, tufa dapat dibagi menjadi tufa


gelas, tufa kristal dan tufa litik, apabila komponen yang dominan masing-
masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen batuan. Tufa juga dapat dibagi
menjadi tufa basal, tufa andesit, tufa dasit dan tufa riolit, sesuai klasifikasi
batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria
dapat juga disebut tufa batu apung atau tufa skoria. Demikian pula untuk
aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batu
lapili batu apung dan batu lapili skoria (Amin, 2010)

Anda mungkin juga menyukai