Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geokimia adalah cabang ilmu geologi yang berfokus pada studi komposisi

kimia dan distribusi elemen di Bumi, serta bagaimana elemen tersebut berinteraksi

dengan berbagai proses geologi. Kaitan antara geokimia dan geologi sangat erat

karena geokimia memberikan wawasan penting tentang sifat dan evolusi Bumi.

Salah satu tujuan utama geokimia adalah untuk memahami komposisi kimia Bumi,

baik di permukaan maupun di dalamnya. Dalam geokimia ada dikenal namanya

titrasi, salah satunya adalah titrasi iodometri. Titrasi iodometri adalah metode

analisis kimia yang digunakan untuk menentukan konsentrasi zat oksidator dalam

suatu larutan berdasarkan reaksi redoksnya dengan ion iodida. Metode ini telah

digunakan secara luas dalam berbagai bidang, termasuk analisis lingkungan,

analisis makanan, farmasi, dan industri. Prinsip dasar titrasi iodometri melibatkan

reaksi antara zat oksidator dengan ion iodida yang menghasilkan ion iodin. Reaksi

ini biasanya dilakukan dalam suasana asam, di mana ion iodida (I-) akan teroksidasi

menjadi iodin (I2). Iodin yang terbentuk kemudian dititrasi dengan larutan standar

yang mengandung zat reduktor, biasanya natrium tiosulfat (Na2S2O3). Pada saat

titrasi, natrium tiosulfat ditambahkan secara perlahan ke larutan yang mengandung

iodin. Reaksi antara iodin dan tiosulfat menghasilkan ion tiosulfat dan mengurangi

iodin menjadi ion iodida. Titik ekivalen, yaitu titik di mana jumlah tiosulfat yang

ditambahkan cukup untuk bereaksi dengan semua iodin yang ada, ditandai oleh

perubahan warna larutan dari kuning ke bening atau biru muda. Titrasi iodometri

memiliki beberapa keunggulan. Metode ini relatif dapat digunakan untuk

1
2

menganalisis berbagai zat oksidator. Selain itu, metode ini memiliki tingkat

ketepatan yang tinggi dan sensitivitas yang baik. Namun, ada beberapa faktor yang

perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri. Stabilitas iodida dalam larutan perlu

dijaga agar tidak teroksidasi oleh udara atau cahaya, yang dapat mengurangi

ketepatan hasil analisis. Penggunaan peralatan laboratorium yang akurat dan

terkalibrasi dengan baik juga penting untuk mendapatkan hasil yang akurat.

1.2 Maksud Dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Adapun maksud dari praktikum ini adalah memahami cara kerja titrasi

iodometri secara umum.

1.2.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan hasil standarisasi

larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) dan penentuan kadar sampel Cu2+.

1.3 Prinsip Percobaan

Penentuan Kadar Tembaga (Cu2+) dalam sampel dilakukan dengan

penambahan kalium iodida yang nantinya akan membebaskan I2. Kemudian I2 ini

yang akan dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geokimia

Geokimia ialah pengetahuan yang mempelajari bentuk,sifat dan fungsi serta

aksi- reaksi kimia alam yang ada di bumi. Geokimia adalah ilmu yang mempelajari

kandungan unsur dan isotop dalam lapisan bumi, terutama yang berhubungan

dengan kelimpahan (abundant), penyebaran serta hukum-hukum yang

mengaturnya. Dari dasar ini berkembang beberapa cabang ilmu geokimia di

antaranya, geokimia panas bumi, geokimia mineral, geokimia petroleum dan

geokimia lingkungan. Geokimia adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari

distribusi dan sifat kimia elemen dan senyawa di dalam kerak Bumi, batuan, air,

dan atmosfer. Disiplin ini berfokus pada studi komposisi kimia dan perubahan

kimia yang terjadi di dalam sistem geologi. Geokimia juga melibatkan pemahaman

tentang siklus biogeokimia, migrasi elemen, dan proses geokimia yang terjadi di

dalam Bumi (Alauhdin, 2020).

Geokimia mengintegrasikan prinsip-prinsip kimia dan geologi untuk

memahami bagaimana unsur-unsur kimia berperilaku di dalam Bumi dan

bagaimana proses geologis dapat mempengaruhi komposisi kimia di berbagai

lingkungan. Tujuan utama dari geokimia adalah untuk memahami sumber,

perpindahan, dan distribusi unsur-unsur kimia di dalam sistem geologi (Sunardi,

2006).

Studi geokimia melibatkan pengambilan contoh batuan, air, dan atmosfer,

serta analisis kimia untuk mengidentifikasi dan mengukur kandungan unsur-unsur

kimia dalam sampel tersebut. Metode analisis yang umum digunakan meliputi

3
4

spektrometri massa, spektrometri serapan atom, kromatografi, dan teknik isotop.

Dengan menggunakan data kimia ini, geokimiawan dapat mempelajari pola

distribusi unsur-unsur, perubahan komposisi dalam waktu geologis, dan berbagai

proses kimia yang terlibat (Yeniza, 2019).

Geokimia memiliki aplikasi yang luas dalam pemahaman tentang Bumi dan

lingkungan. Misalnya, dalam bidang eksplorasi sumber daya mineral, geokimia

digunakan untuk menentukan potensi keberadaan mineral berharga dalam batuan.

Studi geokimia juga membantu dalam memahami sumber daya air bawah tanah dan

risiko polusi lingkungan. Selain itu, geokimia memberikan kontribusi penting

dalam memahami evolusi atmosfer dan perubahan iklim (Sutresna, N. 2008).

2.2 Titrasi

Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volume larutan standar

ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak

dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara

pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar

primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar

yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan

kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan

standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan

melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi

diketahui dari hasil standardisasi (Underwood, 2001).

Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan

jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa
5

organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa

itu terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya

senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu

dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan

asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan

basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya

ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan

bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer (Rivai,

1990).

Gambar 2.1 Metode Titrasi

Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya

sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat

berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang

dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik

yg menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit.

Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau

ditentukan konsentrasinya atau strukturnya (Kenkel, 2003).


6

Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam

titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan

larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (Haryadi, 1990)

Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak

tepat sama dengan titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan ada kelebihan titran,

indikator bereaksi dgn analit, atau indikator bereaksi dgn titran, diatasi dgn titrasi

larutan blanko. Larutan blanko larutan yg terdiri atas semua pereaksi kecuali

analit.Untuk mengetahui titik ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva

titrasi yaitu kurva yang menyatakan hubungan antara –log [H+] atau –log [X-] atau

–log [Ag+] atau E (volt) terhadap volum (Haryadi, 1990).

2.3 Iodometri

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.

Titrasi iodium termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih

besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyaw-senyawa yang bersifat oksidator

seperti CuSO4.5H2O. Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sampel

dengan iodium (langsung), maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator

direduksi dengan kalium iodide (KI) berlebih dan akan menghasilkan iodium (I2)

yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium triosulfat. Banyaknya

volume natrium trisulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyanya

sampel (Dennis, 2018).

Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi kalium iodide atau

KI dalam Susana asam sehingga iod yang dibebskan kemudian di tentukan dengan
7

menggunakan larutan baku natium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar

tembaga (II) sulfat. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada titrasi iodometri adalah:

(1). Pada umumnya oksidasi langsung Pada umumnya oksidasi langsung dengan

iodometri dilakukan untuk bahan-bahan yang potensial oksidasi yang lebih rendah

dari ion dan sebaliknya. (2). Oksidasi oleh oksigen atmosfer pada reaksi oksidasi

dalam medium asam kuat dapat menghasilkan nilai titran yang salah sehingga

menyebabkan kesalahan perkiraan. (3). Iodometri tidak pernah dilakukan dalam

medium basa karena reaksi antara iod dengan hidroksida akan menghasilkan ion

hipoiodit dan iodat akan menjadi 2I2-. Dimana 2 mol I akan mengoksidasi parsial

tiosulfat menjadi bentuk dioksidasi yang lebih tinggi seperti SO. Penentuan titik

akhir titrasi adalah dengan indikator kanji konsentrasi 0.5% yang dibuat segar

dengan menggunakan pati pelarut yaitu β-amilosa, menggunakan instrumen

potensiometri dan amperometri. Warna iod dalam pelarut organik misalnya karbon

tetraklorida dan kloroform. Khusus untuk titrasi yang tidak memungkinkan

penggunaan indikator kanji sehingga tidak perlu ditambahkan indikator. Warna

merah dari iodin dalam karbon tetraklorida dapat dilihat pada larutan iodin dengan

kepekatan yang sangat rendah, sifat inilah yang dipakai untuk menentukan titik

akhir titrasi dengan hilangnya warna merah ungu pada lapisan karbon tetraklorida.

Selain karbon tetraklorida dapat juga dipakai kloroform sebagai indikator dengan

sifat yang sama dengan karbon tetraklorida (Basset, 1985).

Iodometri adalah analisis titrimetri yang secara tidak langsung untuk zat yang

seperti oksidator seperti besi (III), tembaga (II) dimana zat ini akan mengoksidasi

iodida yang ditambahkan iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan
8

larutan baku tiosulfat. kelarutan iodin adalah serupa dengan klorida dan bromida.

Perak merkurium (I), merkurium (II), tembaga (I) dan timbal iodida adalah garam

garamnya yang paling sedikit larut. Reaksi-reaksi ini dapat dipelajari dengan

larutan kalium iodida 0.1 N (Svehla, 1987).

Gambar 2.2 Larutan hasil titrasi Iodometri

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri:

(Nanda Dewi, 2019)

1. oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan

mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan

meningkatnya asam)

2. reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)

3. larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit

hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.

4. pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum

dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.

5. penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam

air tetapi mudah larut dalam KI.


9

6. larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan

larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat

menjadi ion sulfat.

Kekurangan kanji sebagai indikator adalah: (Nanda Dewi, 2019)

1. kanji tidak larut dalam air dingin

2. suspensinya dalam air tidak stabil

3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I2 akan membentuk

kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka

penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.

Dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator

larutan Natrium Amylumglikolat. Indicator ini dengan I2 tidsk akan membentuk

kompleks Iod-amilum sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi. (Nanda Dewi,

2019).

2.4 Metode Iodometri

Dalam larutan yang netral, atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak

muncul, terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Ada dua metode titrasi

iodometri, yaitu: (Underwood, 2002)

2.4.1 Secara Langsung (Iodometri)

Disebut juga sebagai cara iodimetri. Menurut cara ini suatu zat reduksi

dititrasi secara langsung oleh iodium, misal pada titrasi Na2S2O3 oleh I2.

2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6

Indikator yang digunakan pada reaksi ini, yaitu larutan kanji. Apabila larutan

thiosulfat ditambahkan pada larutan iodine, hasil akhirnya berupa perubahan wujud
10

dari tak berwarna menjadi berwarna biru. Tetapi apabila larutan iodine ditambahkan

kedalam larutan thiosulfat maka hasil akhirnya berupa perubahan penampakan dari

berwarna menjadi berwarna biru (Underwood, 2002).

2.4.2 Secara Tidak Langsung (Iodometri)

Disebut juga sebagai iodometri. Dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi

diubah menjadi iodium-iodium yang terbentuk dititrasi, dengan larutan standar

Na2S2O3. Jadi cara iodometri digunakan untuk menentukan zat pengoksidasi, misal

pada penentuan suatu zat oksidator ini (H2O2). Pada oksidator ini ditambahkan

larutan KI dan asam hingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan

larutan.

Na2S2O3.H2O2 + 2HCl → I2 + 2KCl + 2H2O

Setelah sangat larut dalam pelarutan yang mengandung ion iodide. Iodium

sedikit larut di air (0,00134 mol/liter pada 25C) (Underwood, 2002)

Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan

kalium iodida berlebih dan menitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen

pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin,

natrium tiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya, dalam keadaan pH 3-4.

Titrasi dengan arsenik (III) (di atas) membutuhkan sebuah larutan yang sedikit

alkalin. (Underwood, 2002)

Dalam larutan, kadar bahan yang terlarut (solut) dinyatakan dengan

konsentrasi. Istilah ini berarti banyaknya massa yang terlarut dihitung sebagai berat

(gram) tiap satuan volume (mililiter) atau tiap satuan larutan, sehingga satuan kadar

seperti ini adalah gram/mililiter. Cara ini disebut dengan cara berat/volume atau b/v.
11

Disamping cara ini, ada cara yang menyatakan kadar dengan gram zat terlarut tiap

gram pelarut atau tiap gram larutan yang disebut dengan cara berat/berat atau b/b.

Secara matematis, perhitungan kadar suatu senyawa yang ditetapkan secara

volumetri dapat menggunakan rumus-rumus umum berikut. (Rohman, 2007)

2.5 Indikator Amilum

Amilum merupakan indikator yang penting dalam titrasi redoks. Indikator ini

dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodin (titrasi iodometri dan iodimetri).

Amilum dengan iodin membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang bewarna

biru pekat. Pembentukan warna ini sangat sensitif dan dapat terjadi walaupun iodin

yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit (Alauhdin, 2020).

Amilum mudah terdegradasi, sehingga larutan amilum yang baru harus selalu

disiapkan untuk setiap titrasi atau larutan tersebut ditambah pengawet seperti HgI2

(~1 mg/100 mL) atau timol. Amilum juga dapat terhidrolisis menjadi glukosa yang

merupakan gula pereduksi, sehingga hidrolisis sebagian atas amilum dapat

menyebabkan kesalahan pada titrasi redoks dengan indikator amilum ini. Pada

titrasi iodometri, penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir

titrasi yang ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (awalnya kuning

kecokelatan karena adanya I2 dalam jumlah banyak). Hal ini perlu dilakukan karena

kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat, akibatnya banyak I2 yang akan

terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi. Alasan kedua

adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat yang dapat

menyebabkan amilum terhidrolisis. Penambahan amilum menjelang akhir titrasi

dapat menghindari terjadinya hidrolisis (Alauhdin, 2020).


12

Pada titrasi iodometri menggunakan amilum sebagai indikator yang berfungsi

untuk menunjukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari

biru menjadi tidak berwarna. Larutan indikator amilum ditambahkan pada saat akan

menjelang titik akhir dititrasi, karena jika indikator amilum ditambahkan diawal

akan membentuk iod-amilum memiliki warna biru kompleks yang sulit dititrasi

oleh natrium tiosulfat (Maria, 2015).

Pemberian indikator amilum ini bertujuan untuk memperjelas titik akhir dari

titrasi. Pemakaian indikator amilum dapat memberikan warna biru gelap dari

komplek iodin-amilum sehingga indikator ini bertindak sebagai suatu tes yang amat

sensitif untuk iodin. Penambahan indikator amilum harus menunggu hingga titrasi

mendeteksi sempurna, hal ini disebabkan bila pemberian indikator terlalu awal

maka ikatan antara ion dan amilum sangat kuat, amilum akan membungkus iod

sehingga iod sukar lepas, akibatnya warna biru sukar hilang dan titik akhir titrasi

tidak kelihatan tajam lagi. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna

biru dari larutan yang dititrasi. Iodin sebenarnya dapat bertindak sebagai indikator

bagi dirinya sendiri. Iodin juga dapat memberikan warna ungu atau violet untuk

zatzat pelarut seperti CCl4 dan kloroform sehingga kondisi ini dapat dipergunakan

dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi (Sunardi, 2006).

2.6 Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) merupakan larutan standar yang

digunakan dalam kebanyakan proses iodometri. Larutan Na2S2O3 biasanya dibuat

dari garam pentahidratnya (Na2S2O3.5H2O). Garam ini mempunyai berat ekivalen

yang sama dengan berat molekulnya (248,17) maka dari segi ketelitian
13

penimbangan, hal ini menguntungkan. Larutan Na2S2O3 perlu distandarisasi karena

bersifat tidak stabil pada keadaan biasa (pada saat penimbangan). Kestabilan larutan

mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari dan adanya bakteri yang

memanfaatkan Sulfur. Kestabilan larutan Na2S2O3 dalam penyimpanan ternyata

paling baik bila mempunyai pH antara 9-10. Cahaya dapat mempengaruhi larutan

ini, oleh karena itu larutan ini harus disimpan di botol yang berwarna gelap dan

tertutup rapat agar cahaya tidak dapat menembus botol dan kestabilan larutan tidak

terganggu karena adanya oksigen di udara (Harjadi, W. 2002).

Garam Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) mudah diperoleh dalam keadaan

murni, tetapi karena kandungan air kristalnya tidak selalu tetap, maka garam ini

bukanlah zat standar primer. Standarisasi larutan tiosulfat dapat dilakukan dengan

zat standar primer seperti garam kalium iodat (KIO3), garam kalium bromat

(KBrO3), atau garam kalium dikromat (K2Cr2O7) (Alauhdin, 2020).

Sedangkan larutan standar primer yang digunakan dalam percobaan ini yaitu

larutan K2Cr2O7 karena larutan kalium bikromat merupakan suatu zat pengoksidasi

yang cukup kuat, sangat stabil dan memiliki derajat kemurnian yang tinggi dan

tidak bersifat higroskopis. Seperti penambahan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai

titran, karena Na2S2O3 bukan larutan standar primer sehingga harus distandarisasi

oleh K2Cr2O7 atau dengan KIO3. Selanjutnya fungsi K2Cr2O7 yaitu sebagai larutan

standar primer untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat dan sebagai pereaksi

oksidasi (Asip dan Okta, 2013).


14

2.7 Larutan KI

Kemudian larutan ditambahkan dengan KI 0,1 N dimana KI berfungsi sebagai

zat pereduksi, yakni membebaskan iod dari iodida sehingga terbentuk I2. Pada

proses iodometri ini, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan KI berlebih

dan akan menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium

tiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Na2S2O3 yang dipergunakan sebagai titran

setara dengan banyaknya sampel. Adapun I2 yang dibebaskan disini berfungsi

sebagai agen pengoksidasi pada saat dititrasi karena mengalami reduksi menjadi I–

(Yeniza dan Purba, 2019).

Pada penambahan CuSO4 menghasilkan larutan yang berwarna biru

kemudian ditambahkan dengan larutan KI yang berfungsi sebagai zat pereduksi,

yakni membebaskan iod dari iodida yang berfungsi sebagai agen pengoksidasi pada

saat dititrasi dikarenakan I2 mengalami reduksi menjadi I- . Adapun setelah

penambahan KI, larutan berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Perubahan

warna ini menunjukkan adanya reaksi antara KI dengan larutan CuSO4. Fungsi dari

penambahan KI adalah untuk membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya

warna kuning pada sampel (Yeniza dan Purba, 2019).

2.8 Penambahan Asam Sulfat (H2SO4)

Dalam menstandarisasikan larutan natrium tiosulfat biasa dalam keadaan

asam, bisa menggunakan H2SO4 atau HCl. Fungsi penambahan asam sulfat (H2SO4)

pekat dalam larutan tersebut yang telah ditambahkan KI adalah memberikan

suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan kalium iodida berada

dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah (Tiyas, 2011).


15

Studi ini mempelajari pengaruh penambahan asam sulfat (H2SO4) 2 N pada

determinasi kadar vitamin C pada buah pepaya menggunakan titrasi iodimetri.

Dalam proses titrasi ini, penambahan asam sulfat menghasilkan kondisi asam dalam

larutan vitamin C saat proses titrasi terjadi dengan solusi dari iodium standar

(Ngibad et al, 2019).

2.9 Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Iodometri

Walaupun dalam prosesnya mudah, namun ada beberapa kelebihan dan juga

kekurangan dari metode titrasi iodimetri yaitu sebagai berikut (Yeniza, 20) :

2.9.1 Kelebihan

1. Reaksi berlangsung lebih cepat karena titer dan titran langsung bereaksi

2. Penambahan indicator kanji dilakukan di awal titrasi

3. Warna titik akhir lebih mudah diamati yaitu dari tidak berwarna (bening)

menjadi berwarna biru

4. Sederhana dan ekonomis: Metode iodometri relatif sederhana dan mudah

dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah

didapat, seperti larutan iodin, larutan iodida, dan larutan standar.

5. Universalitas: Metode iodometri dapat diterapkan dalam berbagai jenis

analisis kimia, termasuk penentuan konsentrasi oksidator, reduktor, dan zat

lainnya. Hal ini menjadikan metode ini sangat fleksibel dan dapat digunakan

dalam berbagai bidang.

6. Tingkat deteksi yang baik: Metode iodometri memiliki tingkat deteksi yang

baik terhadap senyawa yang dititrasi. Perubahan warna yang terjadi ketika
16

iodin berkurang memberikan indikator visual yang jelas untuk menentukan

titik ekivalen.

7. Stabilitas larutan iodin: Larutan iodin dapat disimpan dalam waktu yang

relatif lama dan tetap stabil jika ditempatkan dalam botol kaca coklat yang

tertutup rapat. Ini memudahkan penggunaan metode iodometri dalam analisis

rutin di laboratorium.

8. Kecepatan reaksi yang relatif cepat: Meskipun iodometri mungkin

membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan beberapa metode

titrasi lainnya, reaksi reduksi iodin oleh senyawa yang dititrasi cenderung

berlangsung dengan kecepatan yang cukup baik.

2.9.2 Kekurangan

1. Sensitivitas terhadap keberadaan zat interferen: Metode iodometri dapat

terpengaruh oleh keberadaan zat interferen yang dapat mengganggu reaksi

reduksi iodin. Beberapa senyawa atau elemen tertentu dalam sampel dapat

berinteraksi dengan iodin atau senyawa iodida, mengubah hasil analisis yang

akurat.

2. Pengaruh kelebihan zat reduktor: Jika terdapat kelebihan zat reduktor dalam

sampel, hal ini dapat menyebabkan terbentuknya ion iodida yang berlebihan,

mengganggu titrasi dengan iodin. Hal ini dapat menghasilkan nilai yang

terlalu tinggi dalam penentuan konsentrasi zat yang dititrasi.

3. Waktu reaksi yang lambat: Reaksi reduksi iodin oleh senyawa yang dititrasi

dapat membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai titik ekivalen.
17

Ini dapat memperlambat proses analisis dan membuat metode iodometri

kurang efisien dibandingkan dengan metode titrasi lainnya.

4. Kelemahan sebagai metode kuantitatif yang tepat: Iodometri dapat

memberikan hasil yang cukup akurat untuk analisis kualitatif, tetapi mungkin

kurang akurat untuk penentuan kuantitatif. Hal ini disebabkan oleh perubahan

warna yang sulit untuk diamati dengan ketepatan tinggi, serta sensitivitas

terhadap kondisi percobaan dan variabilitas dalam persiapan larutan.


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan Iodometri adalah:

1. Aquades

2. Natrium Tiosulfat (Na2S2O4)

3. Asam Sulfat (H2SO4)

4. Sampel Cu2+

5. Amilium

6. Kalium Iodat (KIO3)

3.2 Alat Percobaan

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan Iodometri adalah:

1. Gelas Kimia

2. Labu Ukur

3. Buret

4. Statif dan Klem

5. Sendok Tanduk

6. Batang Pengaduk

7. Elenmeyer

8. Labu Semprot

9. Corong

10. Pipet skala

11. Bulb

18
19

3.3 Prosedur Percobaan

3.1.1 Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Pipet 10 mL KIO3, masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL

H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan Na2S2O3 sampai

larutan berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi dilanjutkan sampai

terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. Ulangi standarisasi

sebanyak dua kali.

3.1.2 Penentuan Kadar Sampel Cu2+

Pipet 10 mL larutan sampel Cu2+, masukkan ke dalam labu erlemeyer.

Tambahkan 2mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan

Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi

dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna.

Ulangi standarisasi sebanyak dua kali.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Berikut ini table hasil pembahasan dari praktikum Titrasi Iodometri:

4.1.1 Standarisasi Larutan Na2S2O3

Tabel 4.1Hasil Standarisasi Larutan Na2S2O3


No Standarisasi Volume Na2S2O3 (mL)

1. Standarisasi 1 7,4

2. Standarisasi 2 5,4

3. Standarisasi Rata-Rata 6,4

4.1.2 Kadar Sampel Cu2+

Tabel 4.2 Hasil Standarisasi Kadar Sampel Cu2+


No Standarisasi Volume Na2S2O3 (mL)

1. Sampel 1 7,2

2. Sampel 2 7,4

3. Sampel Rata-Rata 7,3

4.2 Perhitungan

Berdasarkan tabel hasil percobaan didapatkan perhitungan sebagai berikut:

4.2.1 Standarisasi Larutan Na2S2O3

(V KIO3) x (N KIO3) 10 x Ar K+ Ar I+ Ar O(3)


N Na2S2O3 = =
V Na2S2O3 6,4

10 x 105
= = 106, 0625 g/Mr
6,4

20
21

4.2.2 Kadar Cu2+

V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x BE Cu2+ 7,3 x 158 x 63,75


% Cu2+ = x 100% =
mL Sampel 10

= 7.352,925 %

4.3 Pembahasan

4.3.1 Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Berikut proses strandarisasi sebuah larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3)

sebagai larutan sekunder untuk strandarisasi iodium menggunakan kalium iodida.

1. Pipet 10 mL KIO3, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer ,

Gambar 4.1 Pipet 10 mL KIO3

2. Timbang 1gr Kalium Iodida menggunakan neraca analitik, Tambahkan 2

mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium iodida, alam titrasi iodometri, iodida (I-) digunakan

sebagai reduktor untuk mereduksi iodin (I2) yang dihasilkan oleh suatu oksidator.

Pada titrasi odometri, biasanya ditambahkan zat tertentu untuk mempercepat reaksi

antara iodida dan oksidator. Larutan Kalium Iodida pada praktikum in di timbang

dengan menggunakan neraca analitik, dan ditimang sebanyak 1 gr Kalium Iodida

Kemudian dilakukan Tahap Homogen dengan larutan H2SO4 dengan kalium iodida,

lalu di titrasi dan dihomogenkan.


22

Gambar 4.2 Menimbang Kalium Iodida

3. Tambahkan 2 mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium iodida, lakukan titrasi hingga

larutan berubah warna menjadi kuning.

Gambar 4.3 Hasil titrasi H2SO4 dengan Kalium Iodida

4. Titrasi larutan menggunakan Na2S2O3.

Gambar 4.4 Hasil titrasi H2SO4 dengan Kalium Iodida

Pada titrasi iodometri, larutan Na2S2O3 digunakan sebagai titran (larutan yang
23

ditambahkan secara bertahap) untuk mengoksidasi ion iodida (I-) menjadi ion iodin

(I2). Reaksi tersebut berlangsung sebagai berikut:

2Na2S2O3 + I2 → Na2S4O6 + 2NaI

Kemudian, dalam reaksi berikutnya, asam sulfat (H2SO4) bertindak sebagai

pengoksidator dan mengoksidasi ion iodin (I2) menjadi ion iodat (IO3-)

5 H2SO4 + I2 → H2S4O6 + 2H2O + 2HIO3

Perubahan warna dari larutan menjadi kuning terjadi karena pembentukan ion iodat

(IO3-) yang berwarna kuning. Kehadiran 1 gram kalium iodida (KIO3) dalam larutan

iodometri berperan sebagai sumber ion iodida (I-) yang akan dioksidasi.

Pada awal titrasi, ketika ion iodida masih berlimpah, larutan akan memiliki

warna coklat karena adanya ion iodin (I2) yang dihasilkan dari reaksi antara ion

iodida (I-) dan Na2S2O3. Namun, ketika titrasi berlangsung dan ion iodida hampir

habis teroksidasi, larutan akan berubah menjadi kuning akibat pembentukan ion

iodat (IO3-).

Perubahan warna ini penting dalam titrasi iodometri karena dapat digunakan

sebagai indikator visual untuk menentukan titik ekivalen, yaitu titik ketika jumlah

larutan Na2S2O3 yang ditambahkan sudah cukup untuk mengoksidasi semua ion

iodida menjadi ion iodat.


24

5. Tambahkan 2 mL amillum, lanjutkan titrasi hingga berubah warna dari biru

menjadi tidak berwarna.

Gambar 4.5 Penambahan amilum sebagai titik akhir dari titrasi

Pada titrasi iodometri, penggunaan amilum sebagai indikator sangat umum.

Amilum dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion iodin (I2) yang dihasilkan

selama reaksi titrasi, membentuk kompleks biru yang larut dalam air. Ketika larutan

iodin (I2) hadir, amilum akan bereaksi dengan iodin membentuk senyawa kompleks

yang disebut amilum-iodin, yang berwarna biru.

Penyebab perubahan warna menjadi biru ketika amilum ditambahkan

adalah adanya interaksi antara amilum dengan ion iodin. Ketika amilum bereaksi

dengan iodin, struktur heliks amilum berubah, dan amilum membentuk kompleks

dengan iodin yang membentuk ikatan hidrogen. Ini menghasilkan kompleks biru

yang disebut amilum-iodin.

Perubahan warna menjadi biru ketika amilum ditambahkan dapat digunakan

sebagai indikator untuk menentukan titik akhir titrasi iodometri. Ketika jumlah

Na2S2O3 yang ditambahkan sudah cukup untuk mengoksidasi semua ion iodida

menjadi ion iodat, jumlah iodin yang tersisa dalam larutan berkurang drastis,

sehingga kompleks biru amilum-iodin menjadi kurang terbentuk dan warna larutan
25

berubah dari biru menjadi tidak berwarna atau pucat.

Dengan menggunakan amilum sebagai indikator, perubahan warna menjadi

biru memberikan informasi visual yang jelas tentang titik akhir titrasi, memudahkan

dalam menentukan volume larutan titran yang diperlukan untuk mencapai titik

ekivalen.

Pada titrasi iodometri, ketika larutan iodin (I2) hadir, perubahan warna

menjadi biru terjadi karena terbentuknya kompleks biru antara iodin dan amilum.

Namun, perubahan warna kembali menjadi tidak berwarna atau pucat setelah titik

akhir titrasi, di mana semua ion iodida (I-) telah dioksidasi oleh larutan Na2S2O3.

6. Titrasi kembali dengan Na2S2O3 dan berubah warna menjadi bening

Gambar 4.6 Penambahan amilum sebagai titik akhir dari titrasi

Perubahan warna kembali menjadi tidak berwarna atau pucat setelah titik

akhir titrasi terjadi karena hilangnya iodin (I2) dalam larutan. Larutan Na2S2O3

bertindak sebagai agen reduktor yang mengoksidasi iodin menjadi ion iodida (I-)

yang tidak berwarna. Setelah jumlah Na2S2O3 yang cukup ditambahkan untuk

mengoksidasi semua ion iodida, tidak ada iodin yang tersisa dalam larutan.

Ketika jumlah iodin berkurang atau hilang, kompleks biru amilum-iodin

tidak lagi terbentuk, dan amilum kembali ke struktur semula. Akibatnya, larutan
26

yang sebelumnya berwarna biru kembali menjadi tidak berwarna atau pucat setelah

titik akhir titrasi.

Perubahan warna kembali menjadi tidak berwarna atau pucat setelah titik

akhir titrasi ini digunakan sebagai indikator visual bahwa titrasi telah mencapai titik

ekivalen, di mana semua ion iodida telah teroksidasi dan larutan Na2S2O3 yang

ditambahkan sudah cukup.

B. Penentuan kadar sampel Cu2+

1. Pipet 10 mL larutan sampel Cu2+, masukkan ke dalam labu erlemeyer.

Gambar 4.7 Pipet 10 Sampel Cu2+


2. Timbang 1gr Kalium Iodida menggunakan neraca analitik, Tambahkan 2

mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium iodida, alam titrasi iodometri, iodida (I-) digunakan

sebagai reduktor untuk mereduksi iodin (I2) yang dihasilkan oleh suatu oksidator.

Pada titrasi odometri, biasanya ditambahkan zat tertentu untuk mempercepat reaksi

antara iodida dan oksidator. Larutan Kalium Iodida pada praktikum in di timbang

dengan menggunakan neraca analitik, dan ditimang sebanyak 1 gr Kalium Iodida

Kemudian dilakukan Tahap Homogen dengan larutan H2SO4 dengan kalium iodida,

lalu di titrasi dan dihomogenkan.


27

Gambar 4.8 Menimbang Kalium Iodida

3. Tambahkan 2mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, Kemudian titrasi


cepat-cepat dengan Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning,

Gambar 4.9 Hasil titrasi H2SO4 dengan 1 gr Kalium Iodida

Perubahan warna dari larutan menjadi kuning terjadi karena pembentukan ion

iodat (IO3-) yang berwarna kuning. Kehadiran 1 gram kalium iodida (KIO3) dalam

larutan iodometri berperan sebagai sumber ion iodida (I-) yang akan dioksidasi.
28

4. Titrasi larutan menggunakan Na2S2O3.

Gambar 4.10 Hasil titrasi H2SO4 dengan Kalium Iodida

Perubahan warna dari larutan menjadi kuning terjadi karena pembentukan

ion iodat (IO3-) yang berwarna kuning. Kehadiran 1 gram kalium iodida (KIO3)

dalam larutan iodometri berperan sebagai sumber ion iodida (I-) yang akan

dioksidasi.

Pada awal titrasi, ketika ion iodida masih berlimpah, larutan akan memiliki

warna coklat karena adanya ion iodin (I2) yang dihasilkan dari reaksi antara ion

iodida (I-) dan Na2S2O3. Namun, ketika titrasi berlangsung dan ion iodida hampir

habis teroksidasi, larutan akan berubah menjadi kuning akibat pembentukan ion

iodat (IO3-).

Perubahan warna ini penting dalam titrasi iodometri karena dapat digunakan

sebagai indikator visual untuk menentukan titik ekivalen, yaitu titik ketika jumlah

larutan Na2S2O3 yang ditambahkan sudah cukup untuk mengoksidasi semua ion

iodida menjadi ion iodat.


29

5. Tambahkan 2 mL amillum, lanjutkan titrasi hingga berubah warna dari biru

menjadi tidak berwarna.

Gambar 4.11 Penambahan amilum sebagai titik akhir dari titrasi

Pada titrasi iodometri, penggunaan amilum sebagai indikator sangat umum.

Amilum dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion iodin (I2) yang dihasilkan

selama reaksi titrasi, membentuk kompleks biru yang larut dalam air. Ketika larutan

iodin (I2) hadir, amilum akan bereaksi dengan iodin membentuk senyawa kompleks

yang disebut amilum-iodin, yang berwarna biru.

6. Titrasi kembali dengan Na2S2O3 dan berubah warna menjadi bening

Gambar 4.12 Penambahan amilum sebagai titik akhir dari titrasi

Perubahan warna kembali menjadi tidak berwarna atau pucat setelah titik

akhir titrasi ini digunakan sebagai indikator visual bahwa titrasi telah mencapai titik

ekivalen, di mana semua ion iodida telah teroksidasi dan larutan Na2S2O3 yang

ditambahkan sudah cukup.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan dalam praktikum kali ini yaitu hasil

dari standarisasi larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) yang didapatkan pada

standasasi pertama didapatkan volume sebesar 7,4 ml, selanjutnya pada standarisasi

kedua didapatkan volume sebesar 5,4 ml, sehingga standarisasi larutan rata – rata

yang didapatkan sebesar 6,4 ml. Untuk penentuan kadar sampel Cu2+ dapat

menggunakan beberapa metode analisis kuantitatif yang umum digunakan. Seperti

metode titrimetric metode ini melibatkan penggunaan larutan standar untuk

mengukur jumlah ion dalam sampel. Salah satu metode titrimetri yang umum

adalah titrasi redoks. Kita dapat menggunakan larutan standar yang mengandung

ion tembaga(II) yang diketahui konsentrasinya dan kemudian menitrasi larutan

sampel Cu2+ dengan menggunakan larutan tersebut. Perubahan warna atau titik

akhir titrasi akan menunjukkan selesainya reaksi, dan dari volume larutan standar

yang digunakan.

5.2 Saran

5.1.1 Saran Untuk Laboratorium

Adapun saran untuk laboratorium adalah sebaai berikut:

1. Selalu ada ketersediaan alat praktikum

2. Kebersihan Laboratorium dijaga

3. Alat yang rusak sebaiknya diperbaiki

30
31

5.1.2 Saran Untuk Asisten

1. Selalu membimbing praktikan

2. Menjelaskan tahapan sampai selesai.

3. Mempertahankan kebaikan dalam menjelaskan.


DAFTAR PUSTAKA

Alauhdin, M. 2020. Buku Ajar Kimia Analitik Dasar. Semarang: Unnes Press.

Asip, Faisal dan Thomas Okta. 2013. Adsorbsi H2S Pada Gas Alam Menggunakan
Membran Keramik dengan Metode Titrasi Iodometri. Jurnal Teknik
Kimia. Vol. 19 No. 4: 22-28.

Basset, J. (1985). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi


Kelima. Diterjemahan dari Vogel’s Text Book of Qualitative Inoganic
Analysis Macro and Semimicro Fiveth edition Oleh Hadyana, P. PT.
Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Dennis., dkk (2018). Titrasi Iodometri dalam sampel Buah-buahan. Jurnal analisis.
4 (3): 111-120.

Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia, Jakarta.

Haryadi,W. 2002. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia.

Kenkel, John. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. Lewis Publishers,


Washington.

Maria, Ade Ulfa. 2015. Penetapan Kadar Klorin (Cl2) Pada Beras Menggunakan
Metode Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik. Vol. 9 No. 4: 197-200.

Nanda Dewi, Mareidha. (2019). Jurnal Praktikum Titrasi Iodometri Iodimetri dan
Aplikasinya pada Penentuan Kadar Asam Askorbat dalam Vitamin C.
Universitas Negeri Surabaya

Ngibad, Khoirul., M. Sugging Pradana., dan Inggrid Retno Y. 2019. Effect of Starch
and Sulfuric Acid on Determination of Vitamin C in Papaya Fruit Using
Iodimetri. Indonesian Journal of Medical Laboratory Science and
Technology. Vol. 1 No. 1: 15-21.

Rivai, H., 1990, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press: Jakarta.

32
33

Sunardi. 2006. Unsur Kimia, Deskripsi dan Pemanfaatannya. Jakarta: CV. Yarama
Widya.

Sutresna, N. 2008. Cerdas Belajar Kimia, Grafindo. Bandung.

Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi kelima,


diterjemahkan oleh Setiono, L & Pudjaatmaka, A.H. Media Pusaka.
Jakarta.

Tiyas, Dyaning Nugraheni. 2011. Analisis Penurunan Bilangan Iod Terhadap


Pengulangan Penggorengan Minyak Kelapa dengan Metode Titrasi
Iodometri. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Prodi Pendidikan Kimia. Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau: Pekanbaru.

Underwood, 2001. Analisis Kimia Kuantitas, Jakarta : Erlangga.

Underwood, A.L. JR. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Terjemahan
dari Quantitative Analysis Sixth Editon, oleh Aloysius Handyana
Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Yeniza. dan Anjar Purba Asmara. 2019. Penentuan Bilangan Peroksida Minyak

RBD (Refined Bleached Deodorized) Olein PT. PHPO dengan Metode

Titrasi Iodometri. Jurnal AMINA. Vol. 1 No. 2: 79-83


34

N
35

Lampiran 1. Bagan Kerja

A. Standarisasi larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Natrium Tiosulfat
(Na2S2O3)

➢ Masukkan 10 mL KIO3 menggunakan pipet ke dalam


erlenmeyer.
➢ Tambahkan 2 mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium iodida, lakukan
titrasi hingga larutan berubah warna menjadi kuning
➢ Tambahkan 2 mL amillum, lanjutkan titrasi hingga berubah
warna dari biru menjadi tidak berwarna
➢ Lakukan standarisasi sebanyak dua kali

Hasil

B. Penentuan Kadar Sampel Cu2+

Sampel Cu2+

➢ Masukkan sampel Cu2+ sebanyak 10 mL menggunakan pipet


➢ Kemudian masukkan kedalam labu erlenmeyer
➢ Tambahkan 2 mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, kemudian
titrasi cepat-cepat hingga berubah warna menjadi kuning
➢ Tambahkan 2 mL amillum, lanjutkan titrasi sampai terjadi
perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna
➢ Lakukan standarisasi sebanyak dua kali

Hasil
36

Lampiran 2. Dokumentasi

A. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

1. Pipet 10 mL KIO3, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer

Gambar 1. Pipet 10 mL KIO3, kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer

2. Tambahkan 2 mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium iodida, lakukan titrasi hingga

larutan berubah warna menjadi kuning

Gambar 2. Titrasi pencampuran larutan hingga berubah warna menjadi kuning


37

3. Tambahkan 2 mL amillum, lanjutkan titrasi hingga berubah warna dari

biru menjadi tidak berwarna

Gambar 3. Penambahan amilum sebagai titik akhir dari titrasi

B. Penentuan Kadar Sampel Cu2+

1. Pipet 10 mL Cu2+, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer

Gambar 1. Pipet 10 mL Cu2+, kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer


38

2. Tambahkan 2 mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium iodida, lakukan titrasi hingga

larutan berubah warna menjadi kuning

Gambar 2. Titrasi pencampuran larutan hingga berubah warna menjadi kuning

3. Tambahkan 2 mL amillum, lanjutkan titrasi hingga berubah warna dari

biru menjadi tidak berwarna

Gambar 3. Penambahan amilum sebagai titik akhir dari titrasi


39

I
40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai