Anda di halaman 1dari 20

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM GEOKIMIA
ACARA III : ANALISIS KADAR LOGAM CU2+ DENGAN METODE
IODOMETRI

LAPORAN

OLEH :

SAYYID IINDAR JAYA

D061211090

GOWA

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam
analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena
perbandingan stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak
masalah dan mudah.

Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium


iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku natrium thiosulfat. Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel. Pada titrasi iodometri
perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pH nya lebih kecil dari 8 karena
dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk
iodida dan hipoyodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan
mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif.
Penambahan amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan
dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai
dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening

Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa


garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi
dahulu dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali
dengan larutan natrium tiosulfat baku.

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat
yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya,
sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.

Reaksi oksidasi reduksi dan asam basa memiliki nasib yang sama, dalam hal
keduanya digunakan dalam banyak praktek kimia sebelum reaksi ini dipahami.
Konsep penting secara perlahan dikembangkan: misalnya, bilangan oksidasi,
oksidan (bahan pengoksidasi), reduktan (bahan pereduksi), dan gaya gerak listrik,
persamaan Nernst, hukum Faraday tentang induksi elektromegnet dan elektrolisis.
Perkembangan sel elektrik juga sangat penting.Penyusunan komponen reaksi
oksidasi-reduksi merupakan praktek yang penting dan memuaskan
secara intelektual.Sel dan elektrolisis adalah dua contoh penting, keduanya sangat
erat dengan kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah Menetukan Kadar Tembaga (Cu2+)
dalam sampel dengan menggunakan metode Iodometri

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah percobaan ini yaitu :

1. Bagaimana mengetahui konsentrasi dari larutan menggunakan metode titrasi


Idometri?
1.4 Alat dan Bahan

Berikut merupakan alat dan bahan yang digunakan unyuk praktikum acara
1 ini:

A. ALAT

- Gelas Kimia

- Sendok Tanduk

- Corong

- Labu Ukur

- Buret

- Batang Pengaduk

- Pipet Skala
- Erlenmeyer

- Bulb

- Statif dan Klem

- Labu semprot

B. BAHAN

- Aquades

- Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

- Asam Sulfat (H2SO4)

- Sampel Cu2+

- Amillum

- Kalium Iodat (KIO3)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iodometri

Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium


tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung.
Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan
dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi
reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan
oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang dilepaskan
(setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat
(Rivai, 1995).
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium
yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai.
Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan
kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk kompleks dengan I2 yang
berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik
akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2 yang
menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar
hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam (Wunas, 1986).
Titrasi iodometri dan iodimetri yaitu salah satu metode titrasi yang didasarkan pada
reaksi resoks. Metode ini lebih banyak diaplikasikan dalam analisis dibandingkan dengan
metode lain karena perbandingan stoikiometri yangsederhana penggunaanya, praktis dan
tidak banayk masalah serta mudah. Iodometri adalah titrasi atau volumetri yang pada
penentuannya berdasarkan pada jumlah (iodium) yang bereaksi dengan sampel (asam
askobat) atau terbentuk dari hasilreaksi antara sampel dengan ion iodide. Indikator yang
digunakan dalm iodometriyaitu larutan kanji 5%. Titik ekivalen ditandai dari perubahan
warna dari birumenjadi bening (Iskandar, 2017)

2.2 Prinsip Titrasi Iodometri


Prinsip dasar dari iodometri adalah titrasi reduksi-oksidasi (redoks) yang
berdasarkan pada adanya perpindahan elektron yang terjadi antara titran
dengananlisis. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk
mendeteksi titikakhirnya. Namun demikian penggunaan, penggunaan indikator
yang dapat berubahwarna saat kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi yang
melibatkan iodiumdapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi langsung (iodimetri)
dan titrasi tidaklangsung iodometri (Rohman, 2007).
2.3 Pengertian Kalium Iodat (KIO3)

KIO merupakan senyawa yang stabil sehingga dalam proses penyimpanannya


senyawa tersebut tidak mudah pecah, tetapi jika dalam bentukkalium iodat (KI)
justru akan mudah pecah atau tidak stabil apalagi untuk waktu penyimpanan yang
lama. Stabilitas yodium dalam KIO direkomendasikan untuk pencegahan defisiensi
yodium. Iodometri merupakan metode standar untukmengetahui
kandungan spesies yodium, yang menjadi dasar metode ini terjadinya perubahan
warna setelah dititrasi dengan natrium tiosulfat. Iodometri spektrofotometri,
beberapa metode analisis juga digunakan untuk penentuan iodat (Dulanlebit,
Amran, & Bora, 2018).
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar KIO3
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar KIO3 dan kestabilan iodat antara
lain, kelembaban relatif (RH), pH, suhu, penambahan bahan kimia (kalsium fosfat
dan ferro sulfat), proses pemasakan/pemanasan, cara penambahan garam iodium
kedalam sediaan makanan, proses iodisasi yang kurang sempurna, pembungkusan,
kondisi dan waktu penyimpanan (BPOM RI,2006).
Berkurangnya kadar KIO3 disebabkan ada iodium yang hilang akibat lamanya
garam tersebut beredar di pasaran dan proses pemanasan garam beriodium saat
pengolahan (proses pemanasan pada saat memasak). Proses pemanasan akan
mengurangi kestabilan KIO3 dalam garam dimana pada proses pemanasan KIO3
akan menjadi KI dengan reaksi sebagai berikut:

2KIO3 2KI + 3O2 (Soengkawati dan Marihati, 2001).


Semakin lama waktu penyimpanannya maka akan semakin kecilkonsentrasi
KIO3 yang terdapat dalam garam beriodium tersebut. Faktor yang mempengaruhi
berkurangnya konsentrasi mineral tersebut disebabkan karena garam beriodium
tidak tahan oleh suhu yang terlalu panas, udara terbuka, dan garam sangat mudah
menguap serta mudah terkontaminasi jika terpapar sinar matahari. Adapun
pencegahannya agar terhindar dari faktor-faktor tersebut ialah dengan menghindari
paparan langsung sinar matahari, garam disimpan rapat dengan wadah yang tertutup
di suhu ruang yang jauh dari sinar matahari, tidak menyimpan garam terlalu lama
misalnya berbulan-bulan, serta hindari memakai garam dengan suhu yang sangat
panas ketika memasak karena dapat menurunkan konsentrasi dan kadar iodium dari
KIO3 serta kandungan penting lainnya yang terkandung didalamnya. (Sugiani,
2015).
2.5 Definisi dan Fungsi Iodium
Iodium berfungsi untuk sintesis hormon tiroid yang berlangsung di dalam
kelenjar tiroid. Hormon tiroid memainkan peranan yang penting dalam pengaturan
metabolisme tubuh (Gibney, 2009). Fungsi hormon tiroid adalah meningkatkan
metabolisme karbohidrat dan lemak, meningkatkan aliran darah dan curah jantung,
meningkatkan motilitas saluran cerna serta memiliki efek merangsang terhadap
peningkatan kerja sistem saraf pusat (Guyton, 2008). Kekurangan asupan iodium
menyebabkan penurunan jumlah hormon tiroid yang dibentuk. Hal ini akan
menimbulkan banyak efek negatif terhadap tubuh. Dampak defisiensi iodium
terbesar adalah terjadi gangguan terhadap perkembangan susunan saraf pusat
termasuk intelegensi (Sudoyo, 2009).
Terdeteksinya spesi Iodat dalam sampel garam beriodium, menunjukan
spesi Iodat dari KIO3 kurang stabil dan mudah tereduksi menjadi Iodida atau Iodium
yang dapat menyebabkan hilangnya atau menurunnya kadar KIO3 dalam sampel
selama penyimpanan dan proses pngolahan maupun pemasakan. Beberapa
penyebab kemungkinan yang terjadi adalah adanya proses dekomposisi Iodat
menjadi Iodida dan gas I2 (Gibney, 2009).
2.6 Pengertian Larutan tiosulfat
Larutan tiosulfat merupakan larutan standar yang digunakan
dalamkebanyakan proses iodometri. Larutan ini biasanya dibuat dari garam
pentahidratnya (Na2S2O3.5H2O). Larutan ini perlu distandarisasi karena
bersifattidak stabil pada keadaan biasa (pada saat penimbanagan). Kestabilan
larutanmudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan adanya bakteri
yangmemanfaatkan struktur (Silviana, Fauziah, & Ardiani, 2019)
2.7 Pembuatan Natrium Tiosulfat
Natrium thiosulfat yang merupakan larutan standar dapat dibuat dengan beberapa
cara yaitu:
1. Melarutkan garam kristalnya pada aquades yang mendidih.
2. Menambahkan 3 tetes kloroform (CHCl) atau 10 mg merkuri klorida
(HgCl2) dalam 1 liter larutan3.
3. Larutan yang sudah jadi disimpan pada tempat yang tidak terkena
sinarmatahari(Underwood, 2002)
Pada pembuatan natrium tiosulfat air ang di gunakan di didihkan
terlebihdahulu untuk klorofrom boraks natrium karbonat sebagai natrium
pengawet.Beberapa laruta natrium standar primer, biasanya digunakan untuk
standarisasinatrium tiosulfat yaitu kalium iodat, kalium bromat, larutan iod standar,
serium IVsulfat dan tembaga (Munthe, 2016).
Iodium yang terdapat dalam larutan akan bereaksi dengan larutan standar
Natrium Thiosulfate (Na2S2O3). Dalam reaksi ini terjadi reaksi redoks.
Metodetitrasi yang dilakukan dengan keadaan asam. Dengan asam asetat sebagai
pereaksiyang kemudian hidroksida yang terdapat dalam asam asetat akan bereaksi
denganiodium. Titrasi larutan dalam kondisi asam, sehingga menjadi ion iodide.
Indikatoryang digunakan pada titrasi iodometri yaitu amilum. Amilum berperan
sebagai penunjuk batas akhir dari proses titrasi, yaitu berubahnya larutan dari warna
birumenjadi tidak berwarna (Roni, 2020)
2.8 Titik akhir titrasi
Keadaan waktu menghentikan titrasi, jika menggunakan indikator yaitu
padasaat indikator berubah warna (Levie,2010)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Pengambilan data pada peta praktikum kali ini dilakukan sesuai dengan
penentuan praktikum yang telah direncanakan sebelumnya mengenai Analisis
Kadar Logam Cu2+ dengan Metode Iodometri.

Penelitian dilakukan dengan 2 kali standarisasi larutan Natrium Tiosulfat


(Na2S2O3) dan 2 kali penentuan kadar sampel Cu2+ .

3.2 Tahap Penelitian


3.2.1 Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan langkah awal dalam metode pengumpulan data. Studi
pustaka merupakan metode pengumpulan data. Studi pustaka merupakan metode
pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data pada saat praktikum dan
teori

3.2.2 Prosedur Praktikum

Adapun tahap praktikum adalah sebagai berikut:

A. Standarisasi Larutan Na2S2O3

1. Mencuci alat praktikum dengan sabun dan aquades, lalu di keringkan.

Gambar 3.1 Membersihkan Alat


2. Pipet 10 mL KIO3, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer.

Gambar 3.2 Menambahkan larutan KIO3

3. Memasukkan larutan Na2S2O3 kedalam buret

Gambar 3.3 Memasukkan Larutan Na2S2O3

4. Tambahkan 2 mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida

Gambar 3.4 Menambahkan 2 mL H 2SO 4


5. Melakukan titrasi cepat-cepat dengan larutan 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 sampai larutan
tersebut berubah warna menjadi kuning.

Gambar 3.5 Larutan Berubah Warna menjadi Kuning

6. Kemudian tambahkan 2 mL amillum

Gambar 3.6 Larutan Ditambahkan Amilium 2 mL

7. Titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi


tidak berwarna.
8. Mencatat volume yang di butuhkan hingga titik akhir titrasi.

9. Mengulangi prosedur diatas sebanyak 2 kali.


B. Penentuan Kadar Sampel Cu2+

1. Mencuci alat praktikum dengan sabun dan aquades, lalu di keringkan.

Gambar 3.7 Mencuci alat praktikum


2. Pipet 10 mL larutan sampel Cu2+, kemudian masukkan ke dalam
erlenmeyer.

Gambar 3.8 Memasukkan larutan sampelCu 2+

3. Memasukkan larutan Na2S2O3 kedalam buret

Gambar 3.9 Memasukkan Larutan Ke buret


4. Tambahkan 2 mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida

Gambar 3.10 Menambahkan Larutan H2SO4 dan Kalium


Iodida
5. Melakukan titrasi cepat-cepat dengan larutan 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 sampai larutan
tersebut berubah warna menjadi kuning.

Gambar 3.11 Melakukan titrasi sampai larutan berwarna kuning

6. Kemudian tambahkan 2 mL amillum


Gambar 3.12 Menambahkan 2 mL amillum
7. Titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi
tidak berwarna.

Gambar 3.13 Melakukan titrasi hingga terjadi


perubahan menjadi tidak berwarna

8. Mencatat volume yang di butuhkan hingga titik akhir titrasi.

9. Mengulangi prosedur diatas sebanyak 2 kali.


Diagram alir

Tabel 3.1 Diagram Alir


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
4.1.1 TABEL HASIL PENGAMATAN
Tabel 4.1 Hasil standarisasi larutan Na2S2O3

No Standarisasi Volume Na2S2O3 (mL)

1 Standarisasi 1 7,7
2 Standarisasi 2 7,5
3 Standarisasi Rata-rata 7,6

Tabel 4.2 Hasil Penentuan Kadar Sampel Cu2+

No Sampel Volume Na2S2O3 (mL)

1 Sampel 1 0,5
2 Sampel 2 0,4
3 Sampel rata-rata 0,45

4.1.2 PERHITUNGAN
Berikut merupaka hasil perhitungan dari percobaan ini :

1. Standarisasi larutan KMnO4


(𝑉 𝐾𝐼𝑂) × (𝑁 𝐾𝐼𝑂3 )
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 =
𝑉 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3

1𝑜 𝑚𝑙 × 0,1
= = 0,1315
7,6
2. Kadar Cu2+
𝑉 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 𝐵𝐸 𝐶𝑢2+
%𝐶𝑢2+ × 100%
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,45 × 0,1315 × 31,75
= × 100%
10 𝑚𝑙
= 18,78%
4.2 PEMBAHASAN

Melalui Praktikum kali ini kita melakukan analisis Kadar logam Cu2+
dengan menggunakan metode Titrasi Iodometri, dimana kita melakukan
standarisasi sebanyak 2 kali dan didapatkan pada standarisasi pertama Volume
Na2S2O3 adalah 7,7 mL dan yang kedua adalah 7,5 mL sehingga rata-ratanya adalah
7,6 mL.

Selanjutnya, kami menentukan kadar logam Cu2+ sebanyak 2 kali,


didapatkan data Volume Na2S2O3 0,5 mL begitupula dengan yang kedua 0,4 mL
sehingga rata-ratanya adalah 0,45 mL.

Dan yang terakhir kami menghitung N Na2S2O3 dan didapatkan nilai 0,1315
dan untuk kadar Cu2+ nya adalah 18,78 %.
BAB V
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat


diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1 Iodometri adalah titrasi atau volumetri yang pada penentuannya berdasarkan


pada jumlah (iodium) yang bereaksi dengan sampel (asam askobat) atau
terbentuk dari hasilreaksi antara sampel dengan ion iodide.
2 Praktikan terlah mampu menentukan kadar Cu2+ dengan menggunakan metode
titrasi Iodometri.

4.2 SARAN

Adapun saran untuk praktikum ini adalah :

1. Membeli kipas angin


2. Melengkapi alat-alat di Labolatorium
3. Menyediakan tempat tas
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan
Istilah. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Gholib, Ibnu., dan Rohman, Abdul.2007. Kimia Farmasi Analisis. Jogjakarta :
Pusataka belajar
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar . Jakarta : Erlangga
Hasibuan, Sri Romaito. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Efek
Analgetika Metampiron pada Marmut (Cavia cobaya). Fakultas Farmasi
Univesitas Sumatra Utara : Medan.
Khopkar, S.M. 1985. Konsep Dasar Kimia analitik. Depok : UI Press.
Nadia, Aida. 2014. Laporan Praktikum Titrasi Permanganometri. Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah.
Pudjaatmaka, A Hadyana. 2002. Kamus kimia. Jakarta : Balai pustaka Pustaka
Pelajar .
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press : Jakarta
Roth, J., Blaschke, G. 1988. Analisa Farmasi. UGM Press : Yogyakarta
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB : Bandung.
Underwood, A.L., day, RA. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V. Erlangga:
Surabaya.
Vogel. 1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka : Jakarta.
Wunas, J., Said, S. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. UNHAS : Makassar

Anda mungkin juga menyukai