Anda di halaman 1dari 33

Nama : Ni Komang Ayu Widyantari

NIM : P07134018064

Kelas/ Semester : 2B/ IV

Mata Kuliah : Praktikum Analisa Makanan dan Minuman

JURNAL 1

A. Tema :
Analisis Kadar Iodium pada Garam

B. Judul Jurnal :
Analisis Konten Yodium dalam Garam Dapur

C. Latar Belakang

Garam dapur adalah zat aditif alami itu penting untuk menopang
kehidupan manusia. Itu mengandung 97,4% natrium klorida, selain kecil
jumlah yodium. Yodium sangat penting untuk kelenjar tiroid dan proses
metabolisme. Garam dapur adalah biasanya diperkaya dengan potasium
iodat untuk memenuhi kebutuhan harian yodium. Gangguan kekurangan
yodium (IDD) telah terjadi diketahui terjadi di beberapa negara di dunia,
terutama di negara berkembang. Sekitar 38% populasi dunia berisiko
mengembangkan IDD. IDD juga salah satunya masalah gizi di Indonesia.
Gondok-endemik telah menyebar di beberapa daerah di Indonesia Indonesia,
seperti di Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur Tenggara, dan Maluku.
Manifestasi IDD termasuk gondong, hipotiroidisme, kretin endemik, gangguan
perkembangan mental, dan rendah kadar kecerdasan. Karena tubuh manusia
tidak dapat menghasilkan yodium, asupan terus menerus dari makanan kaya
yodium adalah penting. Secara umum, sumber utama yodium untuk manusia
adalah garam yang ditambahkan selama pemrosesan makanan. Itu sumber
yodium dalam makanan termasuk makanan laut, daging, susu, telur, sereal,
buah-buahan, dan sayuran [4]. Yodium konten bervariasi dalam makanan ini,
seperti 200-1000 μg / kg dalam makanan laut, 0,1% -0,2% dalam rumput laut,
dan 20– 70 μg / L dalam susu. Persyaratan harian yodium untuk orang
dewasa adalah antara 80 dan 150 ug. Menurut SNI No. 3556: 2010, standar
isi yodium dalam garam dapur harus antara 30 dan 80 ppm. Oleh karena itu,
garam dapur diperkaya dengan potasium iodat atau kalium iodida, yaitu
dikenal sebagai proses iodisasi. Proses ini adalah berguna untuk pengayaan
konten yodium dalam garam dapur. Konten yodium dapat ditentukan
menggunakan keduanya metode langsung dan tidak langsung. Metode
langsung adalah dikenal sebagai iodimetri, sedangkan metode tidak langsung
adalah dikenal sebagai iodometri. Iodometri dilakukan spektrofotometri
dengan mereaksikan iodate dengan kelebihan iodida dengan adanya asam.
Terbentuk yodium bereaksi dengan variamine blue dan menghasilkan
akompleks berwarna ungu, yang diukur pada 550 nm Beberapa metode lain
juga digunakan untuk menentukan kandungan yodium dalam garam,
termasuk HPLC ionpairing, metode potensiometri, epitermal analisis aktivasi
neutron, dan ICP-MS dan metode spektrofotometri. Dalam penelitian ini,
kandungan yodium dalam garam dapur dianalisis menggunakan
spektrofotometri metode melalui pembentukan yodium biru–kompleks pati.
Warna biru diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
yang sesuai.

D. Metode

Metode yg digunakan adalah metode Spektrofotometer Shimadzu UV-Vis


Genesys 10S

E. Hasil

Prinsip metode spektrofotometri untuk mengukur kandungan iodat dalam


garam didasarkan pada reaksi antara iodat dan iodida dalam kondisi asam
untuk membentuk iodin. Yodium bereaksi dengan larutan kanji untuk
membentuk kompleks iodium-pati biru. Prinsip reaksi ditunjukkan pada (1).

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O


I2 + starch → I2–starch complex (1)

Optimalisasi Parameter Kimia


Pengukuran pada panjang gelombang maksimum memiliki akurasi tinggi
dan mengurangi kesalahan pengukuran. Absorbansi kompleks yodium-pati
meningkat dengan meningkatnya panjang gelombang pemindaian. Namun,
setelah melewati panjang gelombang maksimum, absorbansi menurun,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Panjang gelombang optimal dipilih
sebagai 611 nm.
Iodida adalah zat pereduksi, dan konsentrasi iodida mempengaruhi
proses reduksi iodat menjadi iodin. Yodium bereaksi dengan larutan kanji
untuk membentuk kompleks iodium-pati biru. Konsentrasi optimal iodida
adalah 22,85 × 10 −4 M.

Proses reduksi dipengaruhi oleh keasaman solusinya. Pengurangan


iodat menjadi iodin membutuhkan keasaman tinggi. Tiga jenis asam
digunakan dalam percobaan ini, termasuk HNO3, H2SO4, dan HCl.
Konsentrasi ketiga jenis asam ini bervariasi 0,5-1 M. Absorbansi diperoleh
dengan menggunakan H2SO4 ditemukan lebih tinggi dari yang diperoleh
dengan menggunakan HNO3 dan HCl. Itu konsentrasi H2SO4 mencapai
optimal kondisi pada 1 M. hasil ini diilustrasikan dalam gambar sebagai
berikut:

Pati atau amilum adalah kompleks dengan yodium, yang diproduksi dari
pengurangan iodat oleh iodida dalam kondisi asam. Konsentrasi pati adalah
bervariasi dari 0,5% hingga 2,5% untuk menilai ketersediaan dari jumlah pati
optimal yang dibutuhkan untuk memproduksi kompleks iodin-pati. Hasil ini
Percobaan (Gambar 4) menunjukkan bahwa absorbansi kompleks meningkat
dengan meningkatnya pati konsentrasi. Konsentrasi optimal adalah dipilih
sebagai 1% dari larutan kanji. Waktu stabilitas kompleks adalah dioptimalkan
untuk menentukan waktu yang tepat untuk mengukur solusinya. Waktu
stabilitas optimal kompleks adalah 8 menit.

Linearitas Pengukuran

Di bawah kondisi optimal yang dijelaskan di atas (mis., panjang


gelombang maksimum 611 nm, konsentrasi iodida optimal 22,85 × 10−4 M, 1
M H2SO4, 1% pati, dan 8 menit waktu stabilitas kompleks), metode
pengukuran ditemukan menjadi linear (y = 0,0065x + 0,4426, R2 = 0,9901).

F. Rekomendasi KTI

Berdasarkan jurnal penelitian tersebut, penelitian tersebut dapat


digunakan sebagai acuan untuk pembuatan KTI. Karena sampel yang
dibutuhkan juga banyak tersedia, yaitu garam butiran atau garam dapur.
Selanjutnya dalam hal melakukan penelitian tersebut untuk alat dan bahan
yang digunakan terdapat pada Laboratorium Kimia Politeknik Kesehatan
Denpasar Jurusan Teknologi Loratorium Medik. Alat yang dibutuhkan adalah
spektrofotmetri UV-Vis dan bahan yang digunakan adalah HNO3, H2SO4,
dan HCl, Solusi stok iodida, iodat, dan pati disiapkan dengan melarutkan
jumlah KI (Merck) yang sesuai, KIO3 (Merck). Sampel yang digunakan
adalah garam dapur.
JURNAL 2

A. Tema :
Analisis Kadar Iodium pada Garam

B. Judul Jurnal :
Optimasi Metode Penentuan Kandungan Iodium Dalam Garam Dapur
dengan Spektrofotometer UV-VIS

C. Latar Belakang
Penentuan kandungan iodium dalam garam dapur memerlukan
metode analisis yang tepat karena informasi kuantitatif sangat diperlukan.
Banyak institusi dan masyarakat sangat memerlukan informasi tentang
kandungan iodium dalam garam dapur. Iodium mempunyai peranan yang
sangat penting pada tubuh manusia. Berbagai macam penyakit dapat
ditimbulkan karena pada tubuh manusia kekurangan iodium. Iodium
merupakan elemen yang sangat penting bagi tubuh manusia. Iodium
sangat berperan dalam pembentukan hormon tiroid yang berfungsi untuk
mengontrol laju metabolisme dasar dan reproduksi (Casey, dkk, 1995;
Hetsel, dkk, 1986). Fungsi iodium pada tubuh adalah sebagai komponen
esensial teroksin dan teroid. Teroksin dapat meningkatkan laju oksidasi
dalam sel-sel tubuh sehingga meningkatkan BMR (Basal Metabolic Rate).
Dalam kelenjar teroid iodium bergabung dengan molekul tirosin
membentuk teroksin dan triiodotironin. Selain itu iodium diperlukan juga
dalam proses reproduksi wanita yang sedang hamil (Winarno, 1997).
Kekurangan iodium dapat menyebabkan penyakit gondok. Penyakit ini
dapat terjadi waktu usia menginjak dewasa. Kretinisme juga merupakan
gejala kekurangan iodium yaitu kekurangan iodium pada masa awal
setelah bayi dilahirkan yang berakibat pertumbuhan bayi sangat
terhambat, wajahnya kurus dan membengkak, perut kembung dan
membesar (Winarno, 1997). Analisis kandungan iodium dalam berbagai
sampel dan instrumen telah dilakukan. Beberapa instrumen yang telah
dipakai yaitu spektrofotometri, X-ray fluorescen, analisis aktivasi neutron,
kromatografi gas, katodik stripping voltametri dan metode terbaru yaitu
ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry) (Gelines, dkk,
1998). Gelines, dkk (1998) telah melakukan penelitian tentang kandungan
iodin dalam nutrisi dan sampel biologi dengan menggunakan ICP-MS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis dalam sampel nutrisi iodin
dengan ICP-MS mempunyai ketepatan dan ketelitian yang baik. Iodin
dalam bahan makanan tidak mengandung klor yang melimpah seperti
dalam garam dapur, sehingga metode ICP-MS cukup baik. Ketepatan dan
ketelitian yang baik ini belum tentu diperoleh jika diterapkan dalam
sampel garam dapur. Penggunaan kloroform sebagai ekstraktan yang
spesifik terhadap iodium telah dilakukan oleh Somer dan Ekmekci (1997)
dan menunjukkan hasil yang baik. Pada awalnya metode tersebut
digunakan untuk menentukan kandungan selenium secara tidak
langsung. Selenium dalam sampel dioksidasi dengan KI membentuk I2
bebas. I2 yang terbentuk diekstrak dengan kloroform atau langsung
dititrasi dengan natrium tiosulfat. Konsentrasi selenium dapat diketahui
dari konsentrasi I2 yang terbentuk. Dari hasil penelitian Somer dan
Ekmekci (1997) tersebut dapat dijadikan acuan bahwa Idalam garam
dapur dapat dioksidasi menjadi I2 dan kemudian I2 yang terbentuk
diektraksi dengan kloroform sehingga membentuk senyawa yang
berwarna dan stabil yang dapat ditentukan absorbansinya pada panjang
gelombang 509 nm. Metode ekstraksi dengan kloroform dapat mencegah
terjadinya oksidasi dari I - oleh oksigen, menurut Somer dan Ekmekci
(1997) melalui reaksi sebagai berikut:
2I- + ½ O2 + 2H+ → I2 + H2O

Afisiensi ekstraksi dengan kloroform untuk larutan I2 telah diteliti.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi iodium awal sebesar
1,156 .10-3 M setelah diekstrak dengan kloroform diperoleh nilai sebesar
(1,159 ±± 0,003). 10-3 M. Dari angka itu menunjukkan bahwa ekstraksi
iodium dengan kloroform dengan kation samping selenium mempunyai
efisiensi yang tinggi. Ekstraksi iodium dengan kloroform dalam garam
dapur masih perlu diteliti karena komposisi senyawa garam dapur yang
sangat kompleks. Perbedaan metode spektrofotometri yang pernah
dilakukan oleh Joerin, Maxon dan Dixon dalam Gelinas, dkk (1998)
dengan metode ekstraksi-spektrofotometri adalah metode tersebut
dilakukan secara langsung tanpa oksidasi dan ekstraksi, sehingga
memungkinkan banyak iodida tidak berubah menjadi iodium dan iodium
yang terbentuk mudah menguap karena sifatnya volatil. Keuntungan yang
diperoleh dari metode ekstraksi-spektrofotometri yaitu pembentukan I2
secara sempurna dan tidak ada I2 yang hilang. Penggabungan kedua
metode yaitu ekstraksi dan spektrofometri diharapkan dapat mengatasi
kelemahan analisis iodium dengan spektrofotometri. Dalam penelitian ini
keberhasilan pembentukan iodium bebas tergantung pada oksidator.
Oksidator yang dapat digunakan yaitu kalium kromat. Penggunaan kalium
kromat akan menimbulkan kesalahan apabila keasamannya terlalu tinggi,
yaitu terjadi oksidasi iodida menjadi iodium oleh udara. Penggunaan
kromat sebagai oskidator sangat dianjurkan namun harus dilakukan pada
kondisi asam yang rendah. Reaksi oksidasi KI dengan kalium kromat
yaitu:
Cr2O3 2- + 6I- + 14H+ → 3I2 + 2Cr3+ + 7H2O
Penggunaan oksidator seperti kalium kromat, hidrogen peroksida
dan natrium hipoklorit pernah dilakukan namun belum diperoleh
keterangan oksidator yang terbaik untuk mengubah iodida menjadi iodium
(Gelines, dkk, 1998). Penggunaan kloroform pada penelitian ini
didasarkan pada sifat kloroform yang dapat membentuk warna yang stabil
dengan iodium. Kloroform telah digunakan pada analisis iodium secara
kualitatif. Setelah reagensia air klor ditambahkan setetes demi setetes
kepada suatu larutan iodida, maka bila iod dibebaskan akan menimbulkan
warna larutan coklat, iod yang dibebaskan ini dikocok dengan campuran
karbon disulfida atau dengan kloroform sehingga terbentuk larutan yang
berwarna lembayung yang turun di bagian bawah lapisan air.
Terbentuknya warna lembayung yang stabil sehingga dapat digunakan
sebagai dasar analisis iodium secara spektrofotometri (Vogel, 1979).

D. Metode
Metode yang digunakan yaitu Spektrofotometer UV-VIS

E. Hasil
Penentuan Panjang Gelombang Absorbansi Maksimum

Kompleks iodium-kloroform menyerap radiasi elektromagnetik pada


daerah ul- traviolet antara 400-600 nm. Dari hasil percobaan yang dilakukan
didapatkan panjang gelombang maksimum 510,5 nm. Spektra kompleks
iodium-kloroform pada daerah sinar tampak dapat dilihat pada gambar 1.
Panjang gelombang maksikmum (ll maks) 510,5 nm selanjutnya digunakan
untuk optimasi parameter lain dan untuk penentuan konsentrasi iodium dalam
garam dapur.

Absorbansi 510,5 nm

Panjang gelombang (nm)

Gambar 1
Spektra kompleks iodium-kloroform

Optimasi Jenis Oksidator Untuk mengoksidasi iodida menjadi iodat


diperlukan oksidator yang cukup kuat, karena diharapkan semua
iodida teroksidasi menjadi iodat. Jika oksidator tidak baik maka
akan mempengaruhi penentuan kadar iodium. Hasil optimasi
oksidator menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4 cukup baik
dibandingkan H2O2 dan K2Cr2O4 . Hasil optimasi oksidator dapat
dilihat pada gambar 2 di bawah ini:
Absorbansi

0,5

0
A B C
Jenis oksidator

Gambar 2
Optimasi pemilihan jenis oksidator
4 A:2 KMnO
2 4 B:2 2
K Cr O C: H O
Optimasi Jenis Asam
Oksidasi iodat menjadi iodida memerlukan suasana asam. Untuk
menciptakan suasan asam ada beberap asam yang dapat digunakan yaitu
asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida. Untuk mencari asam yang
terbaik diantara ketiga asam tersebut dilakukan optimasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa asam sulfat memberikan hasil absorbansi yang tinggi
dibandingkan dengan asam nitrat dan asam klorida. Hasil optimasi jenis
asam dapat dilihat pada gambar 3. Untuk selanjutnya asam sulfat
digunakan pada analisis iodium dalam sampel.
Absorbansi

1 ,5
1
0 ,5
0
A B C

J e n is A s a m

Gambar 3.
Optimasi pemilihan jenis asam: A: H2SO4, B:
HCl, C: HNO3

Optimasi pH Larutan Awal


Oksidasi iodat menjadi iodida diperlukan suasana asam, karena itu
pH larutan awal harus di bawah 7. Untuk memperoleh iodida yang optimal
maka perlu dilakukan optimasi pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH
yang baik untuk oksidasi iodat menjadi iodium adalah pH 2. Perbedaan
Hasil penelitian optimasi pH dapat dilihat pada gambar 4. Kondisi asam (pH
2) sangat diperlukan karena adanya H+ dapat membantu terjadinya reaksi
redoks antara iodat (I-) dengan oksidator.
0 ,8

Absorbansi
0 ,6
0 ,4
0 ,2
0
123456
p H la r u ta n a w al

Gambar 4.
Optimasi pH larutan awal

Optimasi Waktu Pengukuran Kompleks Iodium-Kloroform


Iodium bebas hasil oksidasi diekstrak dengan kloroform, sehingga
terbentuk kompleks iodium-kloroform. Kompleks iodium-kloroform yang
terbentuk berwarna merah muda harus langsung diukur absorbansinya,
karena bila terjadi penundaan pengukuran akan menyebabkan
penguapan. Hasil penelitian menunjukkan absorbansi semakin menurun,
bila waktu pengukuran semakin lama. Untuk dapat melihat penurunan
absorbansi kompleks iodium-kloroform dapat dilihat pada gambar 5.

0 ,8
0 ,6
Absorbansi

0 ,4
0 ,2
0
01 5304 56 09 0 1 20

W a k tu ( m e n it )

Gambar 5.
Optimasi waktu pengukuran kompleks iodium-
kloroform

Penentuan Kandungan Iodium Dalam Berbagai Merk Garam


Dapur
Untuk mengetahui kegunaan metode yang telah dikembangkan maka
metode tersebut digunakan untuk menentukan kandungan iodium dalam
berbagai merk garam dapur. Sebelum penentuan kandungan iodium dalam
berbagai merk garam dapur dilakukan perlu larutan standar untuk membuat
kurva kalibrasi absorbansi versus konsentrasi. Dengan menggunakan
beberapa kondisi optimum yang telah dilakukan di atas didapatkan kurva
kalibrasi dengan rentang konsentrasi antara 0-40 ppm dengan persamaan
regresi y = 0,0136x + 0,0131 dan r = 0,9900. Dari kurva dan persamaan
regresi yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi iodium
dalam berbagai merk garam dapur. Hasil penelitian pada penentuan iodium
dalam berbagai merk garam dapur dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1.
Kandungan iodium dalam berbagai merk
garam dapur

Kode Absorba Kandungan


No nsi
Sam iodium (ppm)
.
pel rata-rata
1 A 0,137 18,221
2 B 0,347 24,551
3 C 0,146 19,544
4 D 0,477 68,200
5 E 0,342 48,367
6 F 0,273 38,220
7 G 0,238 33,074
8 H 0,121 15,868
9 I 0,288 40,426

F. Rekomendasi KTI

Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah
dikarenakan pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu
spektrofotometri UV-Vis yang terdapat di Laboratorium jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Poltekkes Denpasar, sehingga Penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.
JURNAL 3

A. Tema
Analisis Kadar Iodium pada Garam

B. Judul Jurnal
Analisis Kandungan Iodium Dalam Garam Butiran Konsumsi Yang
Beredar Di Pasaran Kota Ambon

C. Latar Belakang

Zat iodium yang difortifikasikan kedalam garam dalam bentuk kalium iodat
(KIO3) bersifat sangat mudah menguap dan mudah larut dalam air. Diduga
selama produksi (proses fortifikasi dan pengemasan), distribusi sarnpai ke
konsumen menyebabkan kadar iodium yang ada dalam garam beriodium
tersebut menjadi tidak 40 ppm lagi. Atas dasar korndisi tersebut telah
dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa banyak kadar iodium (KIO3)
yang masih ada dalam garambutiran selama produksi (pengemasan),
distribusi (penyirnpanan) dan sampai pada konsumen. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan dan 3
kali ulangan, yang menggunakan uji F dan uji BNT. dengan hasil sebagai
berikut: (a) Pada garambutiran/ garam curah yang dijual dipasar Kota Ambon
masih mengandung iodium, sehingga masih boleh dan layak dikonsumsi oleh
konsumen sesuai dengan standar NSI; (b) Kadar Iodium yang terdapat dalam
garambutiran/ garam curah yang dijual dipasar Kota Ambon boleh dan layak
dengan, hal ini terlihat dari uji rata-rata perlakuan dimana Fhitung lebih kecil
dari Ftabel 1% (0,366 < 4,07). Dimana perubahan kadar iodium yang paling
rendah terjadi pada perlakuan penambahan konsentrasi kalium iodida (KIO3)
pada garambutiran/ garam curah sebesar 5% (P1), yaitu dengan nilai rata-
rata 0,002937500000% atau terjadi penurunan kadar iodium sebesar
0,0008628% dari kadar iodium tanpa perlakuan (kontrol/P0) Kadar iodium
yang sesuai standar NSI yakni kadar iodium berada dalam kisaran 30-80
ppm sesuai persyaratan SNI No. 01-3556-2000, sehingga dengan demikian
garambutiran/ garam curah yang dijual di pasaran Kota Ambon masih layak
dan aman dikonsumsi oleh konsumen.
D. Metode

Metode penelitian yang digunakan ini adalah Iodometri

E. Hasil
1. Hasil Penelitian

Perhitungan Uji garambutiran (garam curah) yang mengandung Iodium pada 4


perlakuan yaitu; garambutiran yang mengandung Iodium dan perlakuan
(kontrol) maupun garambutiran yang mengandung Iodium pada konsetrasi 5%,
10%, dan 15% disajikan pada lampiran 1 – 4. Se angkan uji kadar
garambutiran yang mengand ung Iodium dari ketiga perlakuan dan kontrol
disajikan pada tabel 4.1, dan grafik 4.1. Hasil uji penyimpanan garambutiran
terhadap perubahan Iodium di bawah ini.

Tabel 4.1. Hasil uji garambutiran terhadap kadar Iodium.

Ulangan
Perlaku Rerata
an ( )
1 2 3

0,0000292 0,0000306 0,0000312 0,0000304


P0 45 83 72 00
0,0000277 0,0000281 0,0000299 0,0000286
P1 61 45 69 25
0,0000279 0,0000291 0,0000291 0,0000287
P2 43 52 58 51
0,0000285 0,0000286 0,0000292 0,0000288
P3 62 76 39 26
0,0001165 0,0001170 0,0001162 0,0001166
Total 42 48 15 02

Sumber data: Hasil penelitian, 2014

Berdasarkan hasil uji kadar I odium pada tabel di atas, menunjukkan


ba hwa kadar Iodium yang tertinggi dipero leh pada garambutiran pada
larutan standar ( P0) dengan nilai rata-rata 0,00304% dan terendah diperoleh
pada garambutiran pada konsentrasi 5% (P1) dengan nilai rata-rata
0,000286%.
Hasil analisis varians terhadap perubahan kadar Iodium pada keempat
perlakuan garambutiran tersebut d apat dilihat pada tabel 4.2, sedangkan
perhitun gan analisis variansnya disajikan pada lampiran 5. Tabel 4.2.
Perubahan kadar Io dium yang terkandung dalam garambutiran menurut
Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Dari tabel daftar nilai baku F (lampiran) dapat dilihat bahwa Ftabel (a)
1% (0,01) sama dengan 5,59 dan Ftabel (a) 5% (0,05) sama dengan 4,07
berturut-turut. Oleh karena Fhitung < Ftabel untuk (a) 1% (0,001), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak teerdapat pengaruh yang sangat nyata pada taraf
signifikansi 1%. Hasil analisis Fhitung kaadar Iodium yang terkandung dalam
garambutiran sebagaimana terlihat pada tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi (larutan standar/ P-0 %) garambutiran tidak
berpengaruh sangat nyata pada taraf signifikasi 15%, sehingga hipotesis H0
diterima dan H1 ditolak, yang berarti tidak terdapat pengaruh penambahan
konsentrasi garambutiran terhadap kadar Iodium. Kemudian dilanjutka n
dengan uji beda nyata terkecil untuk melihat pengaruh antara perlakuan.Hasil
perhitungan uji beda nyata terkecil dapat dilihat pada te bel 4.3, di bawah ini:

Tabel 4.3. Kadar Iodium (%) dalam garambutiran pada 4 perlakuan

Ulangan

Perlakuan Rerata ( )

1 2 3

P0 0.000032128 0.000036768 0.0000039625 0.00003617366667

P1 0.000027761 0.000029367 0.0000030997 0.00002937500000

P2 0.000028526 0.000030135 0.0000032754 0.00003047166667

P3 0.000030583 0.000033573 0.0000035267 0.00003314100000

Total 0.000118998 0.000129843 0.0000138643 0.000129161

Sumber data: Hasil penelitian, 2014

BNT 0,α = 7,3146x10-5


Keterangan: Angka-angka yang ditandaii dengan huruf yang sama berbeda
nyata pada uji BNT 1% dan 5%.

Berdasarkan hasil uji B eda Nyata Terkecil (BNT) pada tabel 4.3 dan
grafik 4.2. Kadar Iodium (%) dalam garambutiran pada 4 perlakuan, terlihat
bahwa perlakua n P3 sangat berbeda nyata dengan P1 dan P2. Sedangkan P1
dan P2 tidak menunjukkan perbedaan nyata. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa perubahan kadar Iodium terendah terda pat pada garambutiran pada
konsentrasi 5% ( P1).

Iodometri, adalah metod e analisis dengan reaksi reduksi-oksidasi


(redo ks) dengan menganalisis perubahan valensi d ari bahan-bahan yang
bereaksi. Reaktan yang mengalami kehilangan elektron dalam reaksi re doks
adalah bahan pereduksi, dan dapat diidentifikasi dari persamaan untuk reaksi
dimana atom reaktan dikonversi ketingkat yang lebih tinggi, contoh:

(1): Fe2+ ————> Fe3+ + e


(2): 2I- ————-> I2 + 2e

Garam butiran merupakan salah satu jenis bumbu masak yang renta n terhadap
kerusakan pada saat disimpan, ter utama pada suhu dan kelembaban sehingga
dapat merusak susunan molekulnya dan mengalami degradasi. Menurut
Pantustico, bahwa lama pe nyimpanan sangat berpengaruh terhadap tek
stur/bentuk, warna, rasa, serta zat yang terk andung di dalamnya akibat molekul
penyusunnya mengalami degradasi baik secara biologis maupun kimiawi Hasil
ini sesuai dengan hasil penelitian lama penyimpanan garambutiran terhadap
terhadap perubahan kadar Iodium pada 4 perlakuan, yang menunjukkan
perbedaan nilaii rata-rata kadar Iodium adalah sebagai berikut:

a) Perlakuan pada larutan standar (P0)

Pada perlakuan P0/ kontrol (tanpa perlakuan) memiliki nilaai rata-rata


kadar Iodium yang terting gi 0,003617% sedangkan P 1 (konsentrasi 5%)
dengan nilai rata-rata 0,0029375 %, P2 (konsentrasi 10%) dengan nilai rata-
rata 0,0030472%, dan P3 (konsentrasi 15%) dengan nilai rata-rata Iodium
sedang, yaknii 0,00033141 atau terjadi penurunan kadar Iodium 0,00136%
dari kadar Iodium tanpa perlakuan (kontrol). Penurunan kadarr Iodium pada
perlakuan P1, P2, dan P3, disebabkan oleh faktor-faktor luar yang sangat
mempengaruhi kondisii penyimpanan garambutiran tersebut seperti suhu
(temperatur), kelembaban, kadar oksigen (O2), karbon dioksida (CO2) dan
lain-lain. sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat mengendalikaan kerusakan dan kebusukkan
bahan gara m yang disinpan akibat terinfeksi oleh mikroba, yaitu
temperatur, kelembaban, kadar oksigen (O2), karbon dioksida (COO2) dan
cahaya.

Perlakuan pada konsentr asi (P1 = 5%) Hasil ulanagan pertama P1


(konsentrasi 5%) diperoleh persentase kadar Iodium 0,0027761 %, pada
ulanagan kedua yaitu 0,0029367% dan pada ulanagan ketiga 0,00309 97%
dengan nilai rata-rata ( ) adalah 0,002937500000%, yang artinya terjadi
penurunan kadar Iodium 0,0008628% dari kadar Iodium tanpa perlakuan.
Hal ini menunjukkan bahwa garam butiran dengan konsentrasi 5% memiliki
kandungan Iodium yang paling rendah, karena dengan konsentrasi yang
rendah perubahan Kalium ioyodida lebih sedikit teroksidasi menjadi Iodium
ditambah lagi suasana reaksi dalam suasana asam.

c) Perlakuan pada konsentrasi (P2 = 10%)


Dari hasil ulanagan pertama P2 (konsentrasi 10%) diperoleh
persentase kadar Iodium 0,0027943%, pada ulanagan kedua yaitu
0,0029152% dan pada ulanagan ketiga 0,0029158% dengan nilai rata-rata (
) adalah 0,0028751%, yang artinya terjadi penurunan kadar Iodium
0,0006871% dari kadar Iodium dengan konsentrasi standar. Penurunan
kandungan kadar Iodium pada garambutiran dengan konsentrasi KIO 3 10%
menyebabkan nilai kadar yang sudah mulai berubah akibat meningkatnya
proses degradasi yang ditunjukkan oleh suhu dan kelembaban ruang
penyimpanan. Norman mengatakan bahwa suhu serta kelembaban udara
dalam ruang penyimpanan berhubungan langsung dengan daya tahan serta
kualitas bahan produksi yang bersangkutan, sehingga proses penguapan
dapat terjadi terutama bila suhu berubah atau udara lembab.

d) Perlakuan pada konsentrasi (P3 = 15%) Dari hasil ulanagan pertama P3


(konsentrasi 15%) diperoleh persentase kadar Iodium 0,0028562%, pada
ulanagan kedua yaitu 0,0028676% dan pada ulanagan ketiga 0,0029239%
dengan nilai rata-rata ( ) adalah 0,00028826%, yang artinya terjadi penurunan
kadar Iodium 0,00136% dari kadar Iodium tanpa perlakuan. Laju penurunan
kandungan kadar Iodium pada garambutiran pada konsentrasi 15%
menandakan nilai kadar Iodium yang terkandung dalam garambutiran sudah
mengalami kerusakan atau kadar Iodium telah mencapai taraf minimum (sangat
rendah). Penurunan kadar Iodium yang tersimpan lebih lama telah mengalami
degradasi karena lingkungan penyimpanannya telah terkontaminasi karbon
dioksida (CO2) yang berlebihan serta persediaan kadar oksigen (O2) yang
semakin berkurang.

Hal ini juga diungkapkan oleh Norman, bahwa produk garam yang disimpan
akan mengeluarkan energi (panas) dalam bentuk karbon dioksida (CO 2) dan air
(H2O) sebagai hasil buangan, serta membutuhkan oksigen untuk memperkecil
degradasi dan jika kecepatan reaksi tidak dapat ditekan serendah mungkin,
maka struktur molekulnya akan lebih rusak. Dengan demikian dapat dikatakan
tinggi rendahnya kandungan kadar Iodium pada garambutiran tidak dipengaruhi
oleh penambahan konsentrasi pada garambutiran tersebut. Hal tersebut sejalan
dengan Ashari, bahwa produk garam yang disimpan akan tetap terjaga
kualitasnya, jika didukung oleh suhu dan kelembaban serta lamanya
penyimpanan, hal tersebut berpengaruh langsung pada kondisi internal dan
eksternal bahan garam. Berdasarkan nilai-nilai konsentrasi iodium sebagai KIO 3
dalam sampel yang dianalisis masih berada dalam kisaran 30-80 ppm sesuai
persyaratan SNI No. 01-3556-2000. Hasil ini juga menunjukkan, metode
Iodometri mampu, selektif dan sensitif untuk menganalisis kandungan iodium
dalam sampel-sampel garambutiran. Metode ini, diharapkan dapat melengkapi
serta membantu pemerintah dan lembaga terkait untuk meneliti keberadaan
iodium guna mengatasi penyakit-penyakit akihat kekurangan iodium (GAKI).

F. Rekomendasi KTI

Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah
dikarenakan pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu Iodometri dan alat
dan bahan yang digunakan pada penelitian ini terdapat di Laboratorium jurusan
Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Denpasar, sehingga Penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.
JURNAL 4

A. Tema
Analisis Iodium pada Garam

B. Judul Jurnal
Gambaran Kadar Iodium (Sebagai KIO3) Dalam Garam Dapur Yang Di
Jual Di Pasar Kota Palembang Tahun 2017

C. Latar Belakang

Unsur Mineral merupakan salah satu komponen penting untuk makhluk


hidup selain karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Berdasarkan
kegunaannya dalam aktivias kehidupan, mineral (logam) dibagi menjadi dua
golongan, yaitu mineral logam esensial dan nonesensial. Logam esensial
diperlukan untuk proses fisiologis tubuh, sehingga logam ini merupakan
unsur nutrisi penting dan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis atau
disebut defisiensi mineral. Logam nonesensial adalah golongan logam yang
be lum diketahui kegunaannya (Arifin.Z,2008). Iodium merupakan salah satu
mineral esensial, sehingga keadaan defisiensi akan mengganggu kesehatan
dan pertumbuhan. Iodium dibutuhkan oleh tubuh sekitar 100-150 mikrogram
tiap orang per hari, tetapi mempunyai peranan sangat penting dalam
memproduksi hormon tiroid. Hormon ini berperan dalam proses metabolisme
tubuh. Iodium banyak terdapat pada ikan laut, kerang, kepiting,cumi-
cumi,serta garam yang sengaja dicampur dengan zat iodium (Dirjen
Bimas,2010 ; Sutijda.T,1996). Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
merupakan sekumpulan gejala yang disebabkan akibat dari defisiensi iodium.
Akibat defisiensi ini sangat luas mulai keguguran, cacat bawaan, kretin dan
hipotiroid (Dep.Gizi dan Kes, 2012). Berdasarkan konsep United Nations
Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 1998 penyebab langsung GAKI adalah
defisiensi zat iodium disebabkan oleh ketidakcukupan asupan iodium.
Kekurangan iodium dapat menimbulkan penyakit gondok (goiter).
Penanganan timbulnya penyakit ini, terutama dalam melakukan
pencegahannya dengan garam beriodium merupakan salah satu alternatif
yang cukup baik. Tetapi, jika konsumsinya berlebih akan menyebabkan
toksisitas dan hipertiroid (Kartasapoetra.G; Marsetyo, 2003). Berdasarkan
Biro Pusat Statistik (BPS) dan UNICEF pada tahun 1995 telah dilakukan
survei nasional tentang GAKI. Data yang didapatkan menunjukkan semua
provinsi di Indonesia rata-rata mengalami kekurangan iodium, kecuali
Kalimantan Timur. World Heatlh Organization (WHO) memperkirakan
terdapat miliyaran orang dengan asupan iodium yang tidak mencukupi, 285
juta merupakan anak sekolah (Saksono.N.2008; Mann.et all,2014)
Penggunaan garam beriodium dianjurkan oleh WHO untuk digunakan di
seluruh dunia dalam menanggulangi GAKI. Cara ini dinilai lebih alami, lebih
murah, dan lebih praktis di kalangan masyarakat. Pemerintah melalui Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 77/1995 tentang proses pengepakan
dan pelabelan garam beriodium sehingga memenuhi syarat Standar Nasional
Indonesia (SNI). Berdasarkan Peraturan SNI No. 01-3556- 2000 iodium yang
ditambahkan dalam garam dapur adalah sebanyak 30-80 mg KIO3/kg garam
(30-80 ppm) (Palupi.L.2003). Garam dapur merupakan media yang telah
lama digunakan untuk pemberantasan GAKI, yaitu dengan fortifikasi
(penambahan) garam menggunakan garam iodida atau iodat seperti KIO3,
KI-, NaI-, dan lainnya. Pemilihan garam sebagai media iodisasi didasarkan
data,garam merupakan bumbu dapur yang pasti digunakan di rumah tangga,
serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan,
sehingga diharapkan keberhasilan program GAKI akan tinggi. Selain itu,
didukung sifat kelarutan garam yang mudah larut dalam air (Anonim,2017).

KIO3 atau Kalium Iodat adalah serbuk hablur warna putih dan tidak berbau,
serta mempunyai BM 214. Kalium Iodat mudah larut dalam air dan mudah
rusak bila terkena cahaya dan panas. KIO3stabil dalam keadaan murni tetapi
dalam iodisasi garam sudah tidak murni lagi, karena telah tercampur dengan
garam serta zat-zat lain yang terkandung di dalamnya. KIO3 juga merupakan
zat pengoksidasi (oksidator) kuat, sehingga mudah berubah menjadi iodium
yang mudah menguap. Reaksi ini lambat dalam larutan netral dan cepat
dalam keadaan asam dan panas. Penambahan suatu senyawa iodium
berupa kalium iodat dalam garam dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan
tubuh manusia, karena tubuh tidak dapat memproduksi sendiri, sehingga
harus diperoleh dari luar. Garam beriodium mempunyai bentuk, rasa dan bau
sama seperti garam yang tidak ditambahkan kalium iodat, sehingga sulit
untuk memastikankecukupan kalium iodat dalam garam.Bentuk garam yang
beredar di pasaran ada 3 jenis yaitu garam halus, bata/briket dan
curai/krosok. Garam halus adalah garam yang kristalnya sangat halus
menyerupai gula pasir, dan biasanya disebut dengan garam meja. Garam ini
biasanya ditambahkan dengan iodium (Kapantow,A.N.dkk,2005; Depkes RI,
2001).

Ada beberapa hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan


penanggulangan masalah GAKI dengan menggunakan garam beriodium.
Salah satunya adalah penurunan kadar iodium didalamnya. Hal tersebut
terjadi karena pengaruh waktu penyimpanan ditingkat produsen, distributor,
dan konsumen. Penelitian yang dilakukan Lailis untuk mengetahui apakah
ada pengaruh variasi tempat penyimpanan terhadap kadar iodat dalam
garam beriodium dan dimana tempat terbaik untuk penyimpanan garam
beriodium. Ada penyusutan atau kehilangan iodium dari pabrik hingga rumah
tangga, khususnya dalam kondisi ekstrim, selama transit dan penyimpanan.
Besarnya penyusutan berkisar antara 20-50%. Walaupun kalium iodat adalah
yang paling stabil untuk iodisasi di daerah dengan tingkat kelembaban tinggi
seperti di Indonesia namun masalah penyusutan ini terjadi karena
pengepakan, transportasi dan penyimpanan. Sekitar 20% rumah tangga
menyimpan garam pada wadah yang terbuka. Ada perbedaan yang nyata
kandungan iodium pada garam yang disimpan dalam wadah tertutup
(kandungan iodium lebih tinggi) dibandingkan dalam wadah terbuka
(kandungan iodium lebih rendah) (Lailis.S,2009).

Menurut Badan POM RI pengaruh lama penyimpanan, suhu dan


kelembaban relatif terhadap kestabilan iodat serta terjadinya spesiasi iodium
dalam garam beriodium menunjukkan adanya pengaruh interaksi dari ketiga
parameter tersebut, yang ditunjukan dengan terjadinya penurunan kadar
iodat dan terbentuknya spesi iodida dan iodium (BPOM RI,2006). Setidaknya
ada standar mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam, di antaranya
adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat
kelembaban rendah, kandungan Natrium Clorida (NaCl) untuk garam
konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97 %.Tingkat kelembaban
disyaratkan berkisar 0,5 % dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0%,
kadar iodium berkisar 30-80 ppm (Riskesdas,2007). Berdasarkan penelitian
Saksono, bahwa zat yang bersifat pereduksi dan higroskopis pada garam
paling berpengaruh terhadap hilangnya iodium melalui proses reduksi-
oksidasi (redoks) dalam suasana asam. Zat tersebut terbentuk secara
bersamaan proses pembentukan garam. Proses pencucian dan pengeringan
yang dilakukan industri garam di Indonesia belum cukup mampu dalam
menghasilkan garam dengan kualitas yang baik. Hal ini disebabkan dalam
pencucian dan pengeringan hanya meningkatkan tampilan fisik (bersih dan
kering) sehingga garam yang dihasilkan memiliki iodium yang rendah
(Saksono.N,2002). Data Riskesdas tahun 2007 menunjukan konsumsi garam
beriodium di secara nasional, sebanyak 62,3% rumah tangga Indonesia
mempunyai garam cukup iodium. Sebanyak 6 provinsi mencapai target
(90%), yaitu Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka
Belitung, Gorontalo dan Papua Barat. Sumatera Selatan (93%) artinya
dibawah target 100%, dari sampel 30 kabupaten/kota, ternyata persentase
rumah tangga yang menggunakan garam dengan kandungan iodium sesuai
SNI yaitu sebanyak 24,5% (Riskesdas, 2007). Hasil penelitian oleh Oktaria,
mengenai Analisa Iodium pada garam dapur yang di jual di Desa Bangun
Jaya Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2003. didapatkan hasil tidak
semua garam yang di periksa mengandung iodium, dimana satu sampel
negatif sedangkan tujuh sampel mengandung Iodium. Dari sampel yang
mengandung Iodium ternyata semua kadarnya masih di bawah SNI
(Oktarina.I,2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ferranita,
mengenai Analisa Iodium garam dapur yang dijual di Pasar 16 Ilir Palembang
Tahun 2009, di dapatkan hasil semua sampel mengandung iodium, pada
sampel garam dapur yang berlabel maupun garam kiloan tanpa label tetapi
masih dibawah standar yang di tetapka(Ferranita,2009). Hasil penelitian dari
Lory, mengenai Gambaran keberadaan Kalium Iodat dalam garam dapur
yang dijual di Pasar 16 Ilir Kota Palembang Tahun 2014, didapatkan kadar
yang memenuhi syarat kadar SNI 01-3556.2-2000 yaitu 30-80 ppm sebanyak
8 sampel (50%) kadar yang di temukan 41-62 ppm dan 8 sampel (50%) tidak
memenuhi syarat kadar yaitu < 30 ppm sebanyak 3 sampel (18,75%) dan >
80 ppm sebanyak 5 sampel (31,25%) (Lory.Y.P,2014). Latar belakang
diatas, maka tujuan penelitian ini untuk menetahui gambaran kadar iodium
(sebagai KIO3) dalam garam dapur yang di jual di Pasar Kota Palembang
tahun 2017.
D. Metode

Metode yang digunakan yaitu Spektrofotometri

E. Hasil

Hasil penelitian terhadap gambaran kadar iodium (sebagai KIO3) dalam


garam dapur yang dijual di Kota Palembang tahun 2017 adalah sebagai
berikut :

Tabel. 1
Distribusi Statistik Kadar Iodium (Sebagai KIO3) dalam garam dapur yang
dijual di Pasar Kota Palembang Tahun 2017

Variabel Mean Media Standar Minimum 95 %


n Confiden
Deviasi Maksimu
m ce
Interval
Kadar
64,091 64,120 26,0132 14,7100 53,8010
iodium 4 0 98,0800 74,3819
(sebagai
KIO3)dalam
garam
dapur

Berdasarkan tabel 1 rata-rata kadar iodium (sebagai KIO3) dalam garam


dapur yang dijual di Pasar Kota Palembang tahun 2017 adalah 64,0914ppm
dengan median 64,1200 ppm dan standar deviasi 26,0132. Kadar terendah
adalah 14,7100 ppm dan kadar tertinggi 98,0800 ppm. Dengan tingkat
kepercayaan 95 % diyakini bahwa kadar iodium (sebagai KIO3) dalam garam
dapur yang dijual di Pasar Kota Palembang tahun 2017 berada dalam
rentang 53,8010-74,3819 ppm.
Tabel. 2 Distribusi frekuensi kadar iodium (sebagai KIO3) dalam garam dapur
yang di jual di Pasar Kota Palembang tahun 2017
Kandungan Iodium (Sebagai Jumlah Sampel Persentase (%)
KIO3)
Memenuhi Syarat 14 51,85
Tidak Memenuhi Syarat 13 48,15
Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 27 sampel (100%) garam dapur


yang diperiksa, didapatkan sebanyak 14 sampel (51,85 %) kadar iodium
(sebagai KIO3) dalam garam dapur memenuhi syarat dan 13 sampel
(48,15%) tidak memenuhi syarat.

Tabel. 3
Distribusi frekuensi kadar iodium (sebagai KIO3) dalam garam dapur yang di
jual di Pasar Kota Palembang tahun 2017 berdasarkan warna

Hasil
Warna Kadar Iodium (Sebagai Jumlah
Garam KIO3)
Memenuhi syarat Tidak
Dapur memenuhi
syarat
n % n % N %
Putih 11 64,7 6 35,2 17 100
bersih 1 9
Putih 7 70 3 30 10 100
keabu-
abuan
Total 18 66,6 9 33,3 27 100
7 3
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa 27 sampel garam dapur yang
diperiksa, didapatkan 17 sampel garam dapur berwarna putih bersih, yaitu
11 sampel (64,71%) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 6
sampel (35,29%) tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 10 sampel
garam dapur berwarna putih keabu-abuan, yaitu 7 sampel (70 %) kadar
iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 3 sampel (30%) tidak
memenuhi syarat.
Tabel. 4
Distribusi frekuensi kadar iodium (sebagai KIO3) dalam garam dapur yang di
jual di Pasar Kota Palembang tahun 2017 berdasarkan bentuk

Bentu Hasil Jumlah


k Kadar Iodium (Sebagai
Gara KIO3)
m Memenuhi syarat Tidak

Dapur memenuhi
syarat
n % n % N %
Halus 10 50 10 50 20 100
Kasar 4 57,1 3 42, 7 100
4 86
Total 14 51,8 13 48, 27 100
5 15

Hasil
Kemasan Kadar Iodium (Sebagai Jumlah
Garam KIO3)
Memenuhi syarat Tidak
Dapur
memenuhi
syarat
n % n % N %
Tertutu 14 53,8 12 46,15 26 100
p 5
Terbuk 0 0 1 100 1 100
a
Total 14 51,8 13 48,15 27 100
5

Suhu Hasil
Kadar Iodium (Sebagai Jumlah
Tempat
KIO3)
Penjuala
Memenuhi syarat Tidak memenuhi
n syarat
n % n % N %
Dingin 7 53,8 6 46, 13 100
5 15
Panas 7 50 7 50 14 100
Total 14 51,8 13 48, 27 100
5 15

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa 27 sampel garam dapur yang


diperiksa, didapatkan 13 sampel kadar iodium (sebagai KIO3) disimpan pada
suhu tempat penjualan dingin, yaitu 7 sampel (53,85 %) kadar iodium (sebagai
KIO3) memenuhi syarat dan 6 sampel (46,15 %) tidak memenuhi syarat.
Sedangkan terdapat 14 sampel suhu tempat penjualan pada suhu panas, yaitu
7 sampel (50 %) kadar iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 7 sampel
(50%) tidak memenuhi syarat.

Tabel. 7
Distribusi frekuensi kadar iodium (sebagai KIO3) dalam garam dapur yang di
jual di Pasar Kota Palembang tahun 2017 berdasarkan lama penyimpanan

Hasil Jumla
Lama Kadar Iodium (Sebagai h
KIO3)
penyimpana Memenuhi syarat Tidak memenuhi
n syarat
n % n % N %
Baru 0 0 0 0 0 100
Lama 14 51,85 13 48,15 27 100
Total 14 51,85 13 48,15 27 100

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa dari 27 sampel garam dapur


yang diperiksa, didapatkan 27 sampel garam dapur berada pada lama
penyimpanan (Lama (≥6 bulan), yaitu sebanyak 14 sampel (48,15%) kadar
iodium (sebagai KIO3) memenuhi syarat dan 13 sampel (48,15%) tidak
memenuhi syarat.

F. Rekomendasi KTI

Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah
dikarenakan pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu
spektrofotometri yang terdapat di Laboratorium jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Poltekkes Denpasar, sehingga Penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.

JURNAL 5

A. Tema
Analisis Iodium pada Garam

B. Judul Jurnal
Penentuan Pengaruh Pemanasan Dan Waktu Penyimpanan Garam
Beriodium Terhadap Kalium Iodat

C. Latar Belakang

Penanggulangan masalah GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)


akan lebih efektif dan efisien apabila disertai pula dengan upaya untuk
menghasilkan produk garam konsumsi beriodium yang bermutu sesuai
dengan persyaratan Standar Nasional Indonesia oleh para pengusaha
industri garam. Sesuai SNI nomor 01-3556-2000, garam beriodium adalah
garam konsumsi yang mengandung komponen utama natrium klorida 94,7%,
air maksimal 5% dan kalium iodat mineral 30 ppm, serta senyawa-senyawa
lain sesuai persyaratan yang ditentukan. Iodium selain dapat diperoleh dari
garam beriodium, juga dapat diperoleh dari air minum, sayuran dan bahan
makanan dari laut. Kandungan iodium dalam air minum sangat tergantung
pada kadar iodium dalam tanah tempat sumber air tersebut, dimana untuk
daerah pegunungan kandungan iodium dalam air sangat sedikit dibanding di
daerah pantai yang dekat dengan laut. Dalam sayur-sayuran kandungan
iodiumnya tergantung pada keadaan tanah, pupuk dan lingkungan tempat
sayuran tersebut diproduksi serta lamanya penyimpanan dan pemanasan
karena iodium tidak tahan terhadap suhu tinggi.

Menurut keputusan Presiden No. 69 tahun 1994, semua garam yang


beredar di Indonesia harus mengandung iodium yaitu garam yang telah
diperkaya dengan kalium iodat (KIO3). Hampir seluruh makanan
menggunakan garam sebagai penyedap rasa, serta banyak digunakan untuk
bahan tambahan dalam industri pangan, selain itu, karena harga garam
dapur relatif murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka
pemerintah memilih garam dapur menjadi garam konsumsi sebagai media
penyampaian iodium ke dalam tubuh.

Proses pengeringan yang tidak sempurna menyebabkan mutu garam


beriodium kurang baik sehingga menyebabkan penurunan kadar iodium
selama penyimpanan. Penyimpanan garam di tempat terbuka dan terpapar
sinar matahari sebaiknya dihindari. Adanya oksigen dan sinar matahari
menyebabkan iodium mudah teroksidasi, sehingga berkurang jumlahnya
karena kalium iodat dapat mengoksidasi zat-zat organik misalnya asam
oksalat, dan zat anorganik misalnya garam ferro menjadi garam ferri dengan
menghasilkan I2. Garam beriodium sebaiknya disimpan di tempat yang
tertutup dan gelap (Soengkawati & Marihati, 2001).

D. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode


Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrofotometri Serapan Atom.

E. Hasil

Identifikasi Ion Garam

Identifikasi garam beriodium dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.


Penentuan kandungan mineral dalam garam beriodium sangat bermanfaat
untuk mengetahui layak atau tidaknya garam beriodium itu dikonsumsi dan
untuk mengetahui besarnya kenaikan ion mineral dan kadar air dalam
garam beriodium yang dimurnikan melalui metode rekristalisasi. Hasil
penelitian tentang identifikasi garam beriodium disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Identifikasi Sampel Garam Beriodium

Parameter Uji Hasil Analisis


Ca 2 Positif
+
Mg 2 Positif
+
Kadar Air 0,1 – 7,8 %

Identifikasi awal secara kualitatif pada Ca2+ dilakukan dengan penambahan


H2SO4. Penambahan H2SO4 dimaksudkan untuk mengendapkan Ca2+ sebagai
CaSO4. Identifikasi awal secara kualitatif pada ion Mg2+ dilakukan dengan
penambahan NaOH dimaksudkan untuk mengendapkan Mg2+ sebagai
Mg(OH)2.
Identifikasi akhir secara kuantitatif pada Ca2+ dan Mg2+ dilakukan dengan
melarutkan garam beriodium dengan aquadest ke dalam tabung reaksi
kemudian diukur dengan metode spektrofotometri serapan atom. Uji ini
dilakukan sebelum proses rekristalisasi, tujuannya untuk mengetahui
konsentrasi Ca2+ dan Mg2+ sebelumnya. Kemudian dihitung konsentrasi Ca2+
dalam larutan garam di dalam tabung reaksi dengan rumus yang sudah
ditentukan, setelah dihitung maka didapatkan konsentrasi Ca2+ sebelum
direkristalisasi sebesar 1,042 ppm. Sedangkan konsentrasi Mg2+ didapatkan
sebesar 0,047 ppm.

Rekristalisasi
Proses pemurnian garam beriodium bertujuan untuk menghilangkan
pengotor yang mungkin bercampur dengan garam, baik yang larut maupun
yang tidak larut dalam air, agar kadar iodium dan konsentrasi Ca2+ dan Mg2+
dalam garam memenuhi syarat mutu garam konsumsi. Untuk memisahkan
pengotor yang tidak larut dalam air dapat dilakukan dengan penyaringan
menggunakan kertas saring. Adapun ion yang masih larut merupakan ion
mineral di dalam garam yang masih bermanfaat untuk tubuh manusia, seperti
Ca2+ dan Mg2+. Konsentrasi Ca2+ dan Mg2+ dihitung sebelum dan sesudah
rekristalisasi.

Kadar Air
Dalam penelitian ini, rata – rata kadar air garam beriodium yang diperoleh
dengan metode pengeringan oven berkisar 0,1 – 7,8 %. Namun setelah melalui
proses rekristalisasi kadar airnya mengecil dibandingkan sebelum di
rekristalisasi. Kadar air tersebut hampir mendekti batas maksimal yang diijinkan
oleh SNI tentang mutu garam adalah untuk garam maksimal sebesar 7 %. Dari
hasil penelitian ini, didapatkan rata – rata kadar yang berbeda-beda dalam
setiap minggunya yang disajikan dalam tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Rata – Rata Kadar Air Setiap Minggu.

Mingg Sebelum Di Sesudah


u Ke Rekristalisa Di
si Rekristalisa
si
I 0,1232 6,3426
% %
II 1,8161 7,1639
% %
III 3,7124 7,8400
% %

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Warna yang dipantulkan oleh larutan KIO3 termasuk berada dalam
spektrum sinar tampak atau visible, karenanya penentuan panjang gelombang
larutan KIO3 dapat menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer
UV-Vis adalah spektrofotometer yang mempunyai panjang gelombang 200-800
nm. Pada tabel hasil penelitian ini, diperoleh absorbansi maksimum pada
panjang gelombang 350 nm.

Kurva Kalibrasi Larutan Standar KIO 3


Pada pengukuran terhadap larutan standar KIO3 yang dibuat dengan
variasi konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 ppm diperoleh data kurva kalibrasi gambar 3
berikut ini.
Absorbansi (A)

Konsentrasi (ppm)

Gambar 1. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan KIO3


Kadar KIO3
Proses penentuan konsentrasi dan kadar KIO3 menggunakan
spektrofotometri UV-Vis dan diperoleh absorbansinya. Dari harga absorbansi,
dapat dicari konsentrasi KIO3 dalam sampel dengan menggunakan persamaan
regresi linear yang diperoleh dari persamaan kurva kalibrasi larutan standar
KIO3.

Tabel 3. Hasil kadar KIO3 dalam garam beriodium

Kadar KIO3 (mg)


Minggu
27⁰C 30⁰C 50⁰C 100⁰C
Ke
I 63,6 63,05 62,6 62,2
II 61,8 61,35 60,8 59,85
III 57,8 57,65 57,25 56

Berkurangnya kadar iodium disebabkan ada iodium yang hilang akibat lamanya
garam tersebut beredar di pasaran dan proses pemanasan garam beriodium
saat pengolahan (proses pemanasan pada saat memasak). Proses pemanasan
akan mengurangi kestabilan KIO3 dalam garam dimana pada proses
pemanasan KIO3 akan menjadi KI dengan reaksi sebagai berikut:

2KIO3 2KI + 3O2

Identifikasi Kuantitatif Ion Garam


Pada identifikasi kuantitatif ion garam ini, penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Hasilnya dapat dilihat
pada table 4 dan 5.
Tabel 4. Hasil Analsisis Ion Ca Setelah Di Rekristalisasi Dengan metode SSA.

Konsentrasi Ca (ppm)
Minggu ke 27⁰C 30⁰C 50⁰C 100⁰C

I 110,58 109,57 106,29 105,08

II 61,2 239,06 36,04 32,47

III 37,17 13,5 4,78 1,95

Tabel 5. Hasil Analsisis Ion Mg Setelah Di Rekristalisasi Dengan metode SSA.

Konsentrasi Mg (ppm)

Minggu
Ke 27⁰C 30⁰C 50⁰C 100⁰
C
I 3,1092 2,653 2,263 2,087
8 2 2
II 2,0872 2,0123 1,9585 1,7535

III 0,71 0,45 0,31 0,12

Dalam penelitian ini terlihat bahwa semakin lama waktu penyimpanannya


maka akan semakin kecil konsentrasi yang terdapat dalam garam beriodium
tersebut. Faktor yang mempengaruhi berkurangnya konsentrasi mineral
tersebut disebabkan karena garam beriodium tidak tahan oleh suhu yang
terlalu panas, udara terbuka, dan garam sangat mudah menguap serta mudah
terkontaminasi jika terpapar sinar matahari. Adapun pencegahannya agar
terhindar dari faktor-faktor tersebut ialah dengan menghindari paparan
langsung sinar matahari, garam disimpan rapat dengan wadah yang tertutup di
suhu ruang yang jauh dari sinar matahari, tidak menyimpan garam terlalu lama
misalnya berbulan- bulan, serta hindari memakai garam dengan suhu yang
sangat panas ketika memasak karena dapat menurunkan konsentrasi dan
kadar iodium dari KIO3 serta kandungan penting lainnya yang terkandung
didalamnya.

F. Rekomendasi KTI
Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah
dikarenakan pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu
spektrofotometri dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AgNO3 99,8 %, aquadest, garam beriodium, HCl pekat 37%, HNO3 pekat
65%, H2SO4 98%, kertas indikator universal, KI 99,5%, KIO3 99,7%, NaOH
99%, yang terdapat di Laboratorium jurusan Teknologi Laboratorium Medis
Poltekkes Denpasar, sehingga Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
menyusun Karya Tulis Ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Riyanto. 2004. Optimasi Metode Penentuan Kandungan Iodium Dalam Garam


Dapur Dengan Spektrofotometer UV-VIS, Vol. 1, No. 2. Available :
https://journal.uii.ac.id/Logika/article/download/457/370

Subhan. 2014. Analisis Kandungan Iodium Dalam Garam Butiran Konsumsi


Yang Beredar Di Pasaran Kota Ambon, Volume 6, Nomor 2. Available :
http://fmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/HELMI-ANALISA-
KADAR-IODIUM-DALAM-GARAM.pdf

Witi Karwit, dkk. 2018. Gambaran Kadar Iodium (Sebagai Kio3) Dalam Garam
Dapur Yang Di Jual Di Pasar Kota Palembang Tahun 2017, Vol. 13 No. 2.
Available :
https://jurnal.poltekkespalembang.ac.id/index.php/JPP/article/download/233
/192

Hena Sugiani. 2015. Penentuan Pengaruh Pemanasan Dan Waktu


Penyimpanan Garam Beriodium Terhadap Kalium Iodat, Vol.3 No.2.
Available : http://jurnal.unpad.ac.id/jcena/article/download/9185/4118

Anda mungkin juga menyukai