Anda di halaman 1dari 12

https://www.academia.

edu/19669009/LAPORAN_PRAKTIKUM_PEMERIKSAAN_F
ESES
https://medlab.id/ascaris-lumbricoides/
https://www.academia.edu/8847422/Taenia_Saginata
PEMBAHASAN

Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme parasit yang hidup di dalam
tubuh atau pada permukaan tubuh organisme lain yang menjadi tempat mendapatkan
makanan untuk mempertahankan hidupnya.
Parasit adalah organisme yang termasuk kelompok hewan yang membutuhkan makhluk
hidup lain sebagai sumber makanan sehingga dapat merugikan kehidupan bahkan dapat
menimbulkan kematian induk semang (hospes) tempatnya menumpang hidup (Soedarto,
2008).
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama pada
penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup
besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam
kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan
cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.
Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data
dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari
populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Infeksi tersebar luas di
daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika,
Amerika, Cina dan Asia Timur (WHO, 2013). Di Indonesia sendiri prevalensi
kecacingan di beberapa kabupaten dan kota pada tahun 2012 menunjukkan angka diatas
20% dengan prevalensi tertinggi di salah satu kabupaten mencapai 76,67%.
Prevalensi penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah di daerah tropik masih cukup
tinggi. Di Indonesia, nematoda usus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
adalah Ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan Trichuris trichiura. Salah satu
sumber penularannya adalah air dan lumpur yang digunakan dalam budidaya sayuran.
Tanah, sayur-sayuran, dan air merupakan media transmisi yang penting.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan selain melalui pencegahan untuk mengurangi
tingginya angka infeksi parasit cacing di Indonesia ini adalah dengan mempelajari
spesies-spesies yang dapat menginfeksi dan juga memberikan pengobatan yang sesuai
sehingga infeksi tidak akan menuju kategori berat. Untuk dapat melakukan hal tersebut
maka diperlukan suatu penelitian atau identifikasi parasit yang sesuai. Identifikasi
parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies,
parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk
pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga
bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan
hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari
jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa
adalah feses atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi,
kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983).
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun
larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat
infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk,
2000).
Pada praktikum yang telah dilakukan, kami menggunakan sampel feses mahasiswa dan
suspensi telur cacing. Pada sampel feses dan suspensi telur cacing ditemukan telur
cacing Ascaris lumbricoides dan Taenia sp.
Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides adalah nematoda usus atau cacing usus yang ditularkan melalui
tanah (soil transmitted helminth) yang dapat meyebabkan penyakit ascariasis, cacing ini
disebut juga dengan cacing gelang. Dalam periode hidupnya cacing ini memerlukan
tanah untuk berkembang dan penularan cacing ini melalui perantara tanah.

Taksonomi Ascaris lumbricoides


Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides

Siklus Hidup Ascaris lumbricoides

Sumber : https://medlab.id/ascaris-lumbricoides/

Ascaris lumbricoides dewasa hidup di dalam usus, cacing betina mampu bertelur


rata-rata 200.000 butir perhari, telur ini kemudian keluar dari tubuh hospes bersama
tinja. Apabila ditanah kondisinya menguntungkan dalam jangka waktu 3 minggu akan
menjadi infektif. Apabila telur infektif tertelan manusia telur akan menetas menjadi
larva rhabditiform di usus, kemudian larva akan menembus dinding usus dan masuk ke
vena atau pembuluh limfe, ikut dalam sirkulasi darah, ke jantung dan kemudian sampai
paru-paru. Dalam kapiler alveoli larva rhabditiform kemudian menembus dinding
alveoli, masuk ke rongga alveoli, bergerak ke atas menuju bronkhus dan sampai glottis.
Kemudian dari glottis larva tertelan masuk esofagus dan tumbuh menjadi dewasa di
usus. Lama siklus hidup cacing ini dari terjadinya infeksi sampai cacing dewasa bertelur
memerlukan waktu sekitar 2 bulan, dan cacing dewasa dapat hidup selama 12 – 18
bulan.
Morfologi Ascaris lumbricoides
MorfologiTelur
Terdapat 2 macam jenis telur yaitu telur yang mengalami pembuahan (fertil) dan yang
tidak mengalami pembuahan (infertil). Dari kedua jenis telur ini kadang dijumpai telur
yang tanpa dilapisi albumin (dekortikasi) dan telur yang utuh / dilapisi albumin
(kortikasi).

Ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides fertil : berbentuk oval ukuran : panjang 45 – 75 μm


dan lebar 35 – 50 μm dinding 3 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-kelok (lapisan
albumin), lapisan kedua dan ketiga relatif halus (lapisan hialin dan vitelin) telur berisi
embrio berwarna kuning kecoklatan

Morfologi Cacing Dewasa

A. Ciri-ciri cacing dewasa : berbentuk silindris ujung anterior tumpul sedangkan ujung
posterior runcing pada ujung anterior terdapat 3 buah bibir yang tersusun dari :  satu
bibir terletak dorso medial dan dua bibir terletak di sebelah ventro lateral, ditengahnya
terdapat cavum bucalis yang berbentuk segitiga pada tiap-tiap sisi terdapat garis-garis
longitudinal disebut lateral lines mempunyai cuticula yang bergaris-garis melintang
menyelubungi tubuhnya (transversal lines) ukuran cacing betina : panjang tubuh 20 – 40
cm dan diameter 0,3 – 0,6 cm ukuran cacing jantan : panjang tubuh 15 – 30 cm dan
diameter 0,2 – 0,5 cm bagian posterior cacing betina lurus sedangkan bagian posterior
cacing jantan melengkung ke ventral dengan sepasang spicula
Gejala Klinis Ascariasis Gejala yang Disebabkan Larva Ascaris Lumbricoides
eosinofilia : meningkatnya sel eosinofil dalam darah manifestasi alergi karena adanya
larva dalam tubuh bisa berupa asma, sindroma loeffler atau tropycal eosinofilia adanya
larva dalam paru-paru bisa mengakibatkan brinkhopneumonia, terutama bila jumlah
larva banyak Gejala yang Disebabkan Cacing Dewasa Ascaris Lumbricoides biasanya
sangat ringan, infeksi oleh 20 ekor cacing dewasa bisa berlangsung tanpa keluhan,
keluhan yang timbul biasanya hanya berupa sakit perut yang tidak jelas, didalam usus
cacing ini mengganggu absorbsi nutrisi dan ikut mengambil nutrisi makanan dari usus
cacing dewasa dapat menimbulkan komplikasi berupa erratic migration yaitu
berpindahnya cacing ke tempat yang tidak semestinya misalnya saluran empedu,
kandung empedu, hati, apendixm dan eritoneum cacing dewasa kadang bisa saling belit
satu sama lain sehingga membentuk gumpalan yang bisa menyimbat saluran usus dan
mengakibatkan terjadinya “ileus obstruktivus” yang bisa berakibat fatal Cara Diagnosis
Infeksi Ascaris lumbricoides Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada
pemeriksaan tinja. Karena telur sulit ditemukan pada infeksi ringan disarankan
menggunakan prosedur konsentrasi. Pencegahan dan Pengobatan Ascariasis Pencegahan
: Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan Cuci, kupas atau masak
sayuran dan buah-buahan sebelum dimakan Mengajarkan pada anak-anak jangan
bermain ditanah terutama tanah yang kemungkinan terdapat kotoran manusia
Pengobatan : Obat Anthelminthic (obat yang membersihkan tubuh dari cacing parasit),
seperti albendazole dan mebendazole merupakan obat pilihan untuk pengobatan
penyakit ascariasis. Ascariasis pada umumnya diobati selama 1 – 3 hari. Obat ini efektif
mengobati ascariasis dan memiliki sedikit efek samping. Epidemiologi Ascaris
lumbricoides Cacing ini mempunyai distribusi geografis kosmopolit, tetapi lebih banyak
terdapat didaerah tropis dengan kondisi sanitasi yang buruk. Cacing ini bisa dijumpai
pada semua umur, tetapi lebih sering menginfeksi pada anak-anak. Telur infektif dapat
menginfeksi dari tanah ke mulut terutama melalui tangan, hal ini banyak terjadi pada
anak-anak yang banyak berhubungan dengan tanah yang tercemar. Tanah yang subur,
lembab, dan teduh merupakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan telur cacing ascaris.
Telur ini tahan terhadap desinfektan kimiawi, tahan pada suhu beku, tetapi tidak tahan
terhadap kekeringan. Telur ini dalam kondisi ideal dapat bertahan sampai 7 tahun.
Taenia saginata
Keberadaan cacing pita ini telah diketahui sejak dulu (Belding, 1958; Pawlowski
dan Schultz, 1972, Dharmawan, 2000). Parasit ini dikenal sebagai suatu spesies
tersendiri oleh Goeze pada tahun 1782 (Viljoen, 1937; Faust dan Foster, 1965;
Dharmawan, 2000). Hubungan antara cacing dewasa dengan cacing gelembungnya
(sistiserkus), yaitu stadium larva yang terdapat pada sapi, yang telah dibuktikan oleh
Leukart tahun 1861, yang berhasil menginfeksi proglotid gravid pada anak sapi
(Pawlowski dan Schultz, 1972; Dharmawan, 2000). Delapan tahun kemudian, Oliver
mengadakan percobaan sebaliknya, yaitu menginfeksi manusia dengan sistiserkus sapi.
Sistiserkus yang ditemukan pada sapi, dikenal dengan Cysticercus bovis (Dharmawan,
2000).
Taksonomi dari Taenia saginata (Keas, 1999; Ideam dan Pusarawati, 2007;
Marianto, 2011).
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia saginata
Taenia saginata disebut juga cestoda usus (Brooker, 2008). Habitat cacing ini
dalam tubuh manusia terletak pada usus halus bagian atas. Cacing dewasa dapat hidup
di dalam usus manusia sampai 10 tahun lamanya (Soedarto, 2008). Morfologi cacing
dewasa berwarna putih, tembus sinar, dan panjangnya dapat mencapai 4-25 meter,
walaupun kebanyakan 5 meter atau kurang. Mereka dapat hidup 5 sampai dengan 20
tahun, bahkan lebih (CFSPH, 2005; Marianto, 2011).
Taenia saginata dewasa terdiri dari skoleks (kepala) berbentuk segiempat yang
berukuran 1-2 mm dan dilengkapi dengan empat buah alat penghisap (sucker)
menyerupai mangkuk, sebuah leher dan sebuah strobila yang panjangnya berkisar dari
35 mm sampai 6 mm (Hartono, 2005). Tidak ada rostelum maupun kait pada skoleks.
Leher Taenia saginata berbentuk segi empat menunjang dengan lebar sekitar 0,5
milimeter. Ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur (Handojo dan
Margono, 2008; Marianto, 2011).
Segmen cacing ini dapat mencapai 2000 buah. Segmen matur mempunyai ukuran
panjang 3-4 kali ukuran lebar. Segmen gravid paling ujung berukuran 0,5 cm x 2 cm.
Lubang genital terletak di dekat ujung posterior segmen. Uterus pada segmen gravid
uterus berbentuk batang memanjang di pertengahan segmen, mempunyai 15-30 cabang
di setiap sisi segmen. Segmen gravid dilepaskan satu demi satu, dan tiap segmen gravid
dapat bergerak sendiri di luar anus. Segmen gravid Taenia saginata lebih cenderung
untuk bergerak dibandingkan dengan segmen gravid cacing pita babi (CFSPH, 2005;
Marianto, 2011).
Telur Taenia saginata memiliki morfologi yang tidak dapat dibedakan dengan telur
Taenia solium (Natadisastra dkk, 2009). Telur Taenia sp. berbentuk bulat dengan
diameter antara 31-43 mikron (Soedarto, 1991).Telur ini memilki embriopor yang
bergaris radier, dengan ukuran 30-40 x 20-30 m, mengelilingi embrio heksasan
(Natadisastra dkk, 2009).
Gambar 1. Huruf (A) Taenia saginata; (B) Proglotid; (C) Telur, tidak dapat dibedakan
dengan telur Taenia solium (Natadisastra dkk, 2009)

Gambar 2. Larva Taenia saginata yaitu Cysticercus bovis dalam mikroskop perbesaran
400 x 10 (Prianto, 2006)

B.Siklus Hidup Taenia saginata

Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk
semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur
keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia.
Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka
telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian
menembus dinding usus.Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-
angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. Otot yang
paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah,
daerah esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk.Infeksi Taenia dikenal dengan istilah
Taeniasis dan Sistiserkosis.Taeniasis adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita
yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia,
maupun sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau
dikenal dengan cacing pita babi , sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing
pita sapi.

Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia
(sistiserkus) akibat termakan telur cacing Taenia solium (cacing pita babi). Cacing pita
babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak
dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. Sedangkan kemampuan Taenia asiatica
dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti. Terdapat dugaan bahwa
Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia.Manusia terkena taeniasis
apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang mengandung
sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus
manusia. Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang
mengandung telur Taenia solium. Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi
sendiri oleh individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan.

Sumber penularan cacing


pita Taenia pada manusia yaitu:

 Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh
(proglotid) cacing pita.
 Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).
 Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.
C. Gejala klinis terinfeksi penyakit Taeniasis
Gejala yang sering muncul pada penderita cacing pita Cestoda adalah perut
mulas tanpa sebab, nafsu makan menurun, mual, kekurangan gizi, berat badan menurun.
Telur cacing pita babi bisa menetas di usus halus, lalu memasuki tubuh atau struktur
organ tubuh., sehingga muncul penyakit Cysticercosis, cacing pita cysticercus sering
berdiam di jaringan bawah kulit dan otot, gejalanya mungkin tidak begitu nyata ; tetapi
kalau infeksi cacing pita Cysticercus menjalar ke otak, mata atau ke sumsum tulang
akan menimbulkan efek lanjutan yang parah.Infeksi oleh cacing pita genus Taenia di
dalam usus biasanya disebut Taeniasis. Ada dua spesies yang sering sebagai penyebab-
nya, yaitu Taenia solium dan Taenia saginata. Menurut penelitian di beberapa desa di
Indonesia, angka infeksi taenia tercatat 0,8–23%., frekuensinya tidak begitu tinggi.
Namun demikian, cara penanganannya perlu mendapat perhatian, terutama kasus-kasus
taeniasis Taenia solium yang sering menyebabkan komplikasi sistiserkosis.Cara
infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi yang mentah atau
setengah matang dan me-ngandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu
menjadi dewasa dan dapat menyebabkan gejala gastero- intestinal seperti rasa mual,
nyeri di daerah epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-
kadang konstipasi. Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi
anemia malnutrisi. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia. Semua gejala
tersebut tidak spesifik bahkan sebagian besar kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik).
Cacing dewasa Taenia saginata biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan,
seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau
gugup. Gejala-gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang
bergerak-gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat
dapat terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang
disebabkan obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun.
Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi. Meskipun infeksi ini biasanya tidak
menimbulkan gejala, beberapa penderita merasakan nyeri perut bagian atas, diare dan
penurunan berat badan. Kadang-kadang penderita bisa merasakan keluarnya cacing
melalui duburnya.

D. Diagnosis
Diagnosis ditegakakan dengan menemukan proglotid yang keluar secara aktif
melalui anus. Diagnosa genus dengan menemukan telur dalam tinja, sebab telur Taenia
saginata tak dapat dibedakan dari telur Taenia solium.

E. Cara Mengatasi Infeksi Taenia saginata dan Cysticercus bovis


Untuk mencegah terjadinya penularan taeniasis, dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut (Soedarto, 2008; CFSPH, 2005; Marianto, 2011):
a. Mengobati penderita, untuk mengurangi sumber infeksi, dan menecgah terjadinya
autoinfeksi.
b. Peningkatan kinerja pengawasan daging yang dijual, agar bebas larva cacing
(sistiserkus). Pengawasan yang dilakukan pada negara endemis biasanyaadalah
inspeksi di rumah potong. Namun, biasanya adalah inspeksi tersebut tidak dapat
menyaring semua kasus yang sangat ringan (Garcia dkk, 2003; Soedarto, 2008;
Ideham dan Pusarawati, 2007; Marianto, 2011).
c. Memasak daging sampai di atas 56oC, untuk membunuh kista cacing, mendinginkan
daging hingga (-10)oC hingga lebih dari 5 hari, dan mengasinkan dalam larutan
garam 25% selama lebih dari 5 hari, untuk mencegah resistensi larva (Natadisastra,
2009).
d. Menjaga kebersihan lingkungan dan tidak memberikan tinja manusia sebagai
makanan babi, tidak membuang tinja di sembarang tempat (Ideham dan Pusarawati,
2007; WHO, 2009; Marianto, 2011).
e. Pada daerah endemik, sebaiknya tidak memakan buah dan sayur yang tidak dimasak
yang tidak dapat dikupas (Soedarto, 2008; Marianto, 2011).
f. Hanya meminum air yang telah dikemas dalam botol, air yang disaring, atau air
yang dididihkan selama 1 menit (Soedarto, 2008; Marianto, 2011).
g. Dapat dilakukan pemberian pendidikan mengenai kesehatan (Garcia dkk, 2003;
Marianto, 2011).
h. Obat yang baik adalah niclosamide atau quinakrin HCL dengan dosis yang sama
dengan D. latum. Obat ini disertai dengan pemberian praziquantel dengan dosis 10
mg/kg berat badan.Obat lain dengan biothionol diberikan peroral 40-60mg/kg berat
badan. Mebendazol, dengan dosis 300 mg pemberian dua kali perhari selama 3 hari
(Natadisastra dkk, 2009).
i. Meningkatkan pendidikan komunitas dalam kesehatan (kebersihan, mempersiapkan
makanan, dan sebagainya) (WHO, 2009; Marianto, 2011).
Upaya penanggulangan sistiserkosis dan taeniasis sebenarnya tidak sulit, salah
satunya dengan memutus siklus hidup parasit dengan menekan sumber infeksinya pada
sapi. Pada hewan besar diagnosis harus dilakukan secara post mortem dengan
memeriksa kesehatan daging. Sistiserkosis dapat dideteksi pada lidah sapi dengan
melakukan palpasi, bila positif akan teraba benjolan atau nodul di bawah jaringan kulit
atau intramuskular. Pengembangan uji-uji imunodiagnostik untuk mendeteksi adanya
agen penyakit tersebut relah dilakukan mulai puluhan tahun lalu. Uji-uji diagnostik
diantaranya dalah uji serologi dengan metode enzyme linked immunosorbent assay
(ELISA). Metode tersebut menunjukkan sebaran infeksi Cysticercus bovis dalam satu
wilayah dengan wabah infeksi tinggi (Lubis, 2013).

Anda mungkin juga menyukai