Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI

PEMBUATAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

OLEH :

NAMA : NI KOMANG AYU WIDYANTARI

NIM : P07134018064

KELAS : SEMESTER IV B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

2020
1. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan dan
pewarnaan sediaan apus darah tepi (SADT).
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara-cara pembuatan dan
pewarnaan sediaan apus darah tepi (SADT).
b. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan cara pembuatan dan
pewarnaan sediaan apus darah tepi (SADT).
2. Mahasiswa dapat menganalisis hasil dari cara pembuatan
dan pewarnaan sediaan apus darah tepi (SADT)

2. METODE
Metode yang digunakan adalah hapusan darah (Blood Smear)

3. PRINSIP
Prinsip sediaan apus yaitu suatu apusan darah tipis dibuat dengan
meletakkan setetes (kecil saja) darah pada objek, diratakan sedemikian
sehingga terbentuk apusan yang tipis (hanya selapis). Prinsip pewarnaan
didasarkan pada sifat kimiawi dalam sel. Zat warna yang bersifat asam
akan bereaksi dengan komponen sel yang bersifat alkalis, demikian pula
sebaliknya. Pewarnaan sediaan apus menggunakan prinsip Romanowsky
yaitu menggunakan dua zat warna yang berbeda yang terdiri dari Azure B
(trimethylthionin) yang bersifat basa dan eosin Y (tetrabromoflourescein)
yang bersifat asam seperti yang dianjurkan oleh The International Council
for Standardization in Hematology (ICSH), dan pewarnaan Romanowsky
yang dianjurkan adalah pewarna kombinasi Wright-Giemza dan May
Grunwald-Giemza (MGG).
4. DASAR TEORI
Pemeriksaan preparat apus darah tepi merupakan bagian yang
penting dari rangkaian pemeriksaan hematologi. Keunggulan dari
pemeriksaan apus darah tepi ialah mampu menilai berbagai unsur sel darah
tepi seperti morfologi sel (eritrosit, leukosit, trombosit), menentukan
jumlah dan jenis leukosit, mengestimasi jumlah trombosit dan
mengidentifikasi adanya parasit (Riswanto, 2013).
Tujuan dilakukannya pewarnaan pada preparat apus darah tepi
yaitu agar memudahkan dalam melihat berbagai jenis sel dan juga dalam
mengevaluasi morfologi dari sel-sel tersebut (Rodak, et al., 2007).
International Council for Standardization in Haematology (ICSH)
merekomendasikan metode pewarnaan Romanowsky karena pewarnaan
ini mampu memberikan hasil memuaskan pada apusan darah tepi (Bain,
2014).
Beberapa pewarnaan yang termasuk dalam metode pewarnaan
Romanowsky yaitu pewarnaan Wright, Giemsa, WrightGiemsa, Leishman,
May-Grundwald dan pewarnaan Jenner. Pewarna Romanowsky
mengandung pewarna kationik atau basa seperti (1) azure B yang dapat
memberikan warna biru-ungu atau biru pada inti sel, nukleoprotein,
granula basofil dan granula neutrofil, dan (2) pewarna anion atau asam,
seperti eosin Y dapat memberikan warna merah atau oranye pada eritrosit
dan granula eosinofil serta mewarnai inti sel (McKenzie, 2014 ; Bain,
2014).
Di Indonesia, pewarnaan yang umum digunakan ialah pewarnaan
Giemsa sebab Giemsa lebih tahan lama dalam iklim tropis. Beberapa
klinik juga menggunakan pewarna Wright dalam mewarnai apusan darah
tepi. Terkadang pewarnaan Giemsa juga dikombinasikan dengan Wright,
dimana diharapkan kelebihan dari tiap-tiap zat warna Giemsa dan Wright
bisa didapatkan dan akan menjadikan sediaan apus darah tepi lebih jelas
terlihat secara mikroskopis dan jadi lebih tahan lama (Riswanto, 2013 ;
Gandasoebrata, 2007).
Pada apusan darah tepi salah satu sel yang dapat diamati ialah
leukosit. Leukosit memiliki sebuah inti yang bentuk dan ukurannya
bervariasi sehingga mudah dibedakan dengan eritrosit dan trombosit.
Terdapat 5 jenis leukosit yang utama, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil,
limfosit, dan monosit. Eosinofil merupakan salah satu jenis sel leukosit
yang memiliki ciri-ciri khas diantaranya sel bulat, inti biasanya hanya
memiliki 2 lobus, kromatin berwarna ungu, sitoplasma mengandung
banyak granula eosinofilik (jingga) yang berukuran sama besar dan lebih
besar dibandingkan granula neutrofil (Riswanto, 2013 ; Palmer, et al.,
2015).

V. ALAT DAN BAHAN

a. Alat :
1. Mikroskop Binokuler
2. Kaca objek 25x75 mm (harus sudah dibilas sampai bersih
dan kalau perlu dibersihkan lagi dengan kain-lap lembut
yang dibasahi etanol atau eter
3. Lampu spritus atau pemanas bunsen
4. Kaca pengapus
5. Lanset/syringe
6. Dua batang pengaduk, yang ditaruh di bak cuci atau di
kotak reagen pewarnaan
7. Gelas ukur 50 ml atau 100 ml
8. Gelas piala atau botol yang berisi air bersih (air dari keran)
9. Botol semprot berisi air dapar
10. Timer
11. Rak untuk mengeringkan kaca objek
12. Pipet Pasteur
b. Bahan :
1. Metanol absolut dengan kadar air kurang dari 4%, disimpan
dalam botol yang tertutup rapat untuk menegah masuknya
uap air dari udara
2. Zat warna Wright. Zat warna Wright 1 gr dan Metanol
absolut 600 ml. Penambahan alkohol sedikit demi sedikit,
sambil dikocok dengan baik dengan bantuan 10-20 butir
gelas. Tutup rapat untuk mencegah penguapan dan
disimpan ditempat yang gelap selama 2-3 minggu, dengan
sering-sering dikocok, saring sebelum dipakai
3. Larutan dapar pH 6,4
4. Zat warna Giemza
5. Zat warna May-Grunwald

VI. CARA KERJA

a. Cara Membuat Sediaan Apus


1. Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sebagai
kaca penghapus
2. Satu tetes kecil darah diletakkan pada 2-3 mm dari ujung kaca
objek. Kaca penghapus diletakkan dengan sudut 30-45 derajat
terhadap kaca objek didepan tetes darah
3. Kaca pengapus ditarik ke belakang sehingga menyentuh tetesan
darah, ditunggu sampai darah menyebar pada sudut tersebut
4. Dengan gerak yang mantap, kaca penghapus didorong sehingga
terbentuk apusan darah sepanjang 3-4 cm padda kaca objek.
Darah harus habis sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain
dari kaca objek apusan darah tidak boleh terlalu tipis atau terlalu
tebal, ketebalan ini dapat diatur dengan mengubah sudut antara
kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut
atau makin cepat menggeser, maka makin tipis apusan darah yang
dihasilkan.
5. Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien
ditulis pada bagian tebal apusan dengan pensil kaca.

b. Cara Pewarnaan Apusan


1. Sediaan apus yang kering diletakkan di rak pewarnaan
2. Ditetesi cat Wright secara merata diatas hapusan, diamkan 2-3
menit (untuk fiksasi)
3. Ditumpuk dan ditetesi cat Giemsa secara merata dan diamkan 15
menit
4. Dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan.

VII. NILAI NORMAL

Adapun kriteria hapusan yang baik adalah sebagai berikut :

- Hapusan tidak melebar sampai ke pinggir kaca obyek, panjangnya ½ -


2/3 panjang kaca.
- Tidak boleh berlubang-lubang
- Penyebaran leukosit merata, leukosit tidak mengumpul pada pinggir
atau ujung sediaan.
- Terdapat VI zona sebagai berikut :
I : Masih terdapat tumpukan eritrosit, tebal, berdesakan, tidak beraturan
II : Lebih tipis, eritrositmasih bertumpuk, tidak rata
III : Tebal, eritrosit bergerombol, roulex
IV : Sama seperti zona II, tipis
V : Sel darah tidak bertumpuk, penyebaran satu-satu, rata, bentuk utuh

VIII. HASIL PENGAMATAN

Probandus :

1. Nama : Gusti Ayu Ditha Candra Dewi

Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

2. Nama : Supiatum
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

1
1. Kualitas Warna :
- Sel Leukosit : Warna ungu, inti ungu
- Sel Trombosit : Warna ungu
2. Terdapat sisa cat sedikit
3. Area sekitar sel bening

2
1. Kualitas Warna :
- Sel Leukosit : Warna ungu, inti ungu
- Sel Trombosit : Warna ungu
2. Terdapat sisa cat sedikit
3. Area sekitar sel bening

VIII. PEMBAHASAN

Pemeriksaan sediaan apus darah merupakan suatu


pemeriksaan untuk menilai berbagai macam unsur sel darah tepi
seperti, leukosit, dan trombosit, selain itu juga mancari adanya parasit
seperti malaria, plasmodium. Dasar dari pemeriksaan Romanowsky
adalah penggunaan dua zat warna yang berbeda yaitu Azur B
(Trimetiltionin) yang bersifat basa dan eosin y (tetrabromoflurescein)
yang bersifat asam. Azur B akan mewarnai komponen sel yang bersifat
asam seperti kromatin, DNA dan RNA sedangkan eosin yang akan
mewarnai komponen sel yang bersifat basa seperti granula eosinofil
dan hemoglobin. Ikatan eosin pada Azur B yang beragregasi dapat
menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal sebagai efek
Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi
tidak pada RNA sehingga menimbulkan kontras antara inti yang
berwarna ungu dengan sitoplasma yang berwarna biru (Kiswari R,
2014).
Apusan darah tepi sangat penting dalam bidang hematologi,
karena dari apusan darah tepi inilah kita akan mendapatkan banyak
informasi, bukan saja berkaitan dengan morfologi sel darah, tetapi juga
dapat memberi petunjuk keadaan hemalogik yang semula tidak diduga.
Prerapat AD yang layak untuk diperiksa, harus memenuhi beberapa
persyaratan yang telah ditetapkan (Kiswari R, 2014).
Menurut Kiswari R, (2014). Apusan darah yang baik secara
visual, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuat
apusan darah tepi yang baik secara visual, diantaranya yaitu:
1. Ketebalanya gradual, paling tebal di daerah kepala, makin menipis
kearah ekor (pada saat proses pengeringan dimulai dari bagian ekor
menuju ke kepala).
2. Apusan tidak melampaui atau menyentuh pinggir kaca obyek.
3. Tidak bergelombang atau tidak terputus-putus.

4. Tidak berlubang-lubang
5. Bagian ekornya tidak membentuk “bendera robek”
6. Panjang apusan kira-kira 2/3 panjang kaca obyek.

Menurut Kiswari R, (2014). Untuk mendapatkan apusan darah


yang baik atau memenuhi syarat diperlukan latihan terus-menerus.
Pertanyaan mengenai berapa besar tetesan, bagaimana membuat sudut
apusan, berapa geseran, kecepatan geseran, dan sebagainya, akan
terjawab dengan sendirinya bila kita telah benar-benar terampil
membuat apuasan darah. Beberapa sebab dan akibat yangtimbul
sehingga apusan darah menjadi tidak layak untuk diperiksa.

Sebab akibat sediaan apus tidak layak diperiksa :

No Seba Akiba
b t
1 Pemeriksaan ditunda setelah Distorsi atau kerusakan sel-sel darah.
sempel berhasil diambil
2 Lambat melakukan apusan Terjadi disproporsi sel-sel yang
setelah darah diteteskan pada berukuran besar seperti monosit dan
kaca objek neutrofil pada “feather edge”.
3 Kaca objek kotor Bintik-bintik pada apusan.
4 Tetesan terlalu banyak atau Apusan terlalu tebal dan panjang atau
terlalu sedikit. tipis dan pendek.
5 Sudut geseran terlalu besar Bila sudut terlalu besar, maka apusan
atau terlalu kecil terlalu tebal; dan bila sudut terlalu kecil,
maka apusan akan terlalu panjang.
6 Geseran telalu lambat Penyebaran sel tidak baik.
7 Tekanan spreader pada kaca Tekanan yang terlalu kuat akan
obyek tidak akurat menyebabkan apusa terlalu tipis
8 Kelembaban ruang Kelembaban yang tinggi dapat
menyebabkan apusan lama menjadi
kering. Pengeringan yang
lama mengakibatkan eritrosit rusak.

Sediaan kering yang tipis dan telah dipulas memungkinkan


untuk mempelajari morfologi parasit dan keadaan sel darah. Sediaan
ini memberikan suatu kemungkinan untuk membedakan morfologi sel
darah dan lebih dapat dipercaya daripada sediaan yang tebal. Teknik
pembuatan sediaan baik pada kaca tutup, sama seperti penelitian
parasitologi.

Pewarnaan Sediaan Darah

Macam-macam pewarnaan menurut Romanowsky ada 4 yaitu


Pewarnaan Wright, Pewarnaan Liesman, Pewarnaan May Grunwald,
dan Pewarnaan Giemsa. Prinsip pengecatan preparat darah yaitu
sediaan apus darah difiksasi dengan methanol selama 5 menit dan
digenangi dengan zat warna giemsa yang sudah diencerkan dibiarkan
20 menit setelah itu dibilas dengan air keran dan dibiarkan sampai
mengering (Gandasoebrata R,2007).
Menurut J. Samidja Onggowaluyo (2001). Kriteria pembuatan
dan pewarnaan sediaan darah yang baik, yaitu :
a. Inti leukosit berwarna ungu (tanda umum)

b. Trombosit berwarna ungu muda dan merah muda

c. Sisa-sisa eritrosit muda berwarna biru atau biru muda

d. Sitoplasma limfosit kelihatan biru pucat

e. Sitoplasma monosit berwarna biru

f. Granula eosinofil berwarna orange

g. Latar belakang sediaan bersih dan kelihatan biru pucat.

Faktor yang menentukan mutu pewarnaan giemsa antara lain :


a. Kualitas giemsa baik tidak tercemar air, pengenceran giemsa
dengan perbandingan tepat
b. Waktu pewarnaan dan fiksasi
c. Ketebalan pewarnaan, kebersihan sediaan

Pengecatan Giemsa

Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen
biru. Eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen
biru memberi warna biru pada inti. Zat warna ini dilarutkan dengan
metil alkohol dan gliserin kemudian dikemas dalam botol coklat (100 –
500 – 1000 cc) dan dikenal sebagai giemsa stock. Giemsa stok harus
diencerkan lebih dulu sebelum dipakai untuk mewarnai sel darah.
Elemen-elemen zat warna giemsa meralut selama 40 – 90 menit
dengan aquadest atau buffer. Setelah itu semua elemen zat warna akan
mengendap dan sebagian lagi balik kepermukaan membentuk lapisan
tipis seperti minyak, oleh karena itu stok giemsa tidak boleh tercemar
air (Kiswari R, 2014).
Pedoman Pemakaian Giemsa

1. Giemsa stok baru boleh diencerkan dengan aquades, buffer, atau air
sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal.
2. Mengencerkan giemsa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila
berlebihan terpaksa harus dibuang.
3. Mengambil stok giemsa dari botol, gunakan pipet khusus agar stok
giemsa tidak tercemar.
4. Metanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stok giemsa harus
ditutup rapat dan tidak boleh sering dibuka. Pisahkan giemsa
dibotol tetes atau botol dari stok.
5. Tolak ukur sebagai dasar perhitungan :

a. 1cc = 20 tetes
b. Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1c

c. Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa


enceryang harus dibuat sesuai dengan kebutuhan terutama bila
melakukan pewarnaan.
6. Takaran pewarnaan

Pewarnaan individu dilakukan pada stock giemsa 1tetes


tambah pengenceran sepuluh tetes dengan lama pewarnaan15 – 20
menit(giemsa 10%) atau stok giemsa 1 tetes ditambah pengencer 1
cc denganlama pewarnaan 45 – 60 menit.
7. Gunakan air/ buffer pengencer dengan pH 7

Suhu

Faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban dapat


mempengaruhi suatu pemeriksaan yang berhubungan dengan cairan
tubuh salah satunya sediaan apus darah tepi (Kiswari R, 2014). Faktor
suhu dan kelembaban dapat menyebabkan lambatnya proses
pengeringan pada sediaan apus darah yang dapat menyebabkan
perubahan morfologi pada eritrosit (Gandasoebrata R, 2007).
Pengeringan preparat befungsi agar darah pada kaca obyek kering.
Pengeringan yang optimal akan meyebabkan darah melekat kuat
sehingga yakin bahwa sel-sel didalamnya strukturnya tetap normal
(Koko Putro Pamungkas, 2014).
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
aktivitas sel darah terutama dalam mengatur aktivitas biologis sel
darah (Ramadhani, 2011). Pengeringan menggunakan suhu tinggi
seperti suhu 30°C dan 40°C dapat menyebabkan perubahan pada
morfologi sel didalamnya. Suhu 30°C dan 40°C merupakan suhu yang
cenderung panas, kondisi lingkungan yang panas dapat menyebabkan
darah menjadi hemolisis. Hemolisis yaitu pecahnya membran sel

eritrosit yang disebabkan oleh pemanasan sehingga menyebabkan


kelainan morfologi. Pengeringan menggunakan suhu tinggi dapat
menyebabkan sel darah merah menjadi rusak, yaitu pecahnya membran
sel eritrosit yang disebabkan oleh pemanasan, apabila membran sel
eritrosit pecah maka cairan yang terdapat didalam eritrosit akan keluar
sel sehingga sel mengalami krenasi yang menyebabkan sel berkeriput
karena kekurangan air (Masters, 2002). Suhu yang terlalu rendah dapat
menyebabkan perubahan yang jelas terhadap morfologi eritrosit seperti
kehadiran echinocytes dan spheronocytes. Kondisi penyimpanan darah
yang berbeda dapat mempengaruhi secara mikroskopis sel darah
seperti kehadiran sel krenasi (T. Wagner et. al., 2014).
Teknik Pembacaan Preparat Apusan Darah

Faktor penilaian sediaan apus yang benar diperlukan preparat


sediaan apus yang memenuhi kriteria yang baik antara lain lebar,
panjang tidak memenuhi seluruh kaca obyek, ketebalannya gradual,
tidak berlubang, tidak terputus-putus dan memiliki pengecatan yang
baik. Preparat darah apus yang baik memiliki tiga bagian yaitu kepala,
badan dan ekor. Bagian badan terdiri dari enam zona sampai ekor.
Pembacaan preparat apusan darah dapat dilakukan pada bagian atas
dan bawah pada zona IV sampai VI yang dekat dengan bagian ekor.
Teknik pembacaan merupakan salah satu faktor penentu dalam menilai
keberhasilan penilaian sediaan apus darah ( Santosa B, 2010).

XI. SIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan tentang pembuatan dan
pewarnaan sediaan apus darah tepi (SADT) dengan pasien atas nama Gusti Ayu
Ditha Candra Dewi, 19 tahun, jenis kelamin perempuan dan pasien patologis atas
nama Supiatum, 55 tahun, jenis kelamin perempuan dapat disimpulkan bahwa
hapusannya bagus sesuai dengan kriteria yaitu sel leukosit warna ungu, inti
berwarna ungu, sel trombosit ungu, terdapat sisa cat sedikit, dan area sekitar sel
bening.

DAFTAR PUSTAKA

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Alfamedia dan Kanal


Medika, Yogyakarta.

Rodak, B.F., George, A. F, and Kathryn, D. 2007. Hematology: Clinical


Principles and Applications. Sanders Elsevier. USA.

Bain, B.J.. 2014. Blood cells: a practical guide. John Wiley & Sons.

McKenzie, S.B. 2014. Clinical Laboratory Hematology. Pearson Education Inc,


New Jersey.

Rinny Ardina, Sherly Rosalinda. 2018. Morfologi Eosinofil Pada Apusan


Darah Tepi Menggunakan Pewarnaan Giemsa, Wright, Dan Kombinasi
Wright-Giemsa, vol 5-12

Nugraha G, 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.


Trans Info Media. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai