Anda di halaman 1dari 10

DASAR TEORI

A. Pengertian Cairan Sendi


Cairan sendi merupakan cairan kental yang berfungsi untuk melumasi sendi-
sendi tubuh sehingga mudah bergerak. Analisis cairan sinovial dapat dilakukan pada
seseorang yang mengalami gangguan sendi agar dapat diketahui penyebabnya. Gangguan
sendi dapat ditandai dari gejala awal berupa kaku atau nyeri sendi saat bergerak.
Semakin bertambah usia seseorang, risiko gangguan sendi akan semakin tinggi. (Ema,
2011).

Analisis cairan synovial atau akrab dikenal dengan analisis persendian adalah
metode yang dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyebab peradangan sendi
dengan lebih akurat. Cairan sinovial ini secara alami memang ada di tiap persendian
karena fungsinya melubrikasi sehingga lebih leluasa bergerak. Peradangan kerap terjadi
seiring dengan pertambahan usia. (Kadir. A, 2012)

Gejala awal adanya masalah persendian umumnya berupa terbatasnya gerakan,


rasa nyeri, dan juga kaku. Pada masalah persendian yang umum terjadi seperti arthritis,
peradangan terjadi tepat di tempat adanya cairan snovial. Cairan sinovial adalah cairan
yang bertugas melubrikasi sekaligus berperan sebagai bantalan sendi. Namun,
stabilitasnya tetap bisa dimaksimalkan jika Anda terus-menerus menghidrasi tubuh dan
menjaga pola makan yang sehat. Jika ingin, Anda juga bisa mengonsumsi suplemen diet
untuk meredakan nyeri dan meningkatkan mobilitas sendi. ( Kadir 2021)

Dengan melakukan analisis cairan sendi, dapat diperoleh informasi yang tepat
tentang kelainan sendi. pada beberapa kelainan sendi dengan efusi seperti yang terjadi
pada artritis kristal, artritis septik “systemic lupus erythematosus” serta beberapa
kelainan sendi lainnya. diagnosis dan etiologi kelainan sendi dapat ditegakkan dengan
analisis cairan sendi. analisis cairan sendi dapat digunakan untuk membedakan suatu
kelainan sendi degeneratif dari berbagai kelainan sendi inflamatif. dengan memeriksa
cairan sendi, beberapa kemungkinan diagnosis lain dapat dibandingkan dengan kelainan
sendi, sehingga arah pemeriksaan dapat ditentukan dengan lebih seksama. (Rizasjah
Daud, 2013)
Metode pengobatan yang tepat Suatu lapisan cairan yang disebut cairan sinovial
terletak di antara tulang-tulang tersebut dan bertindak sebagai bahan pelumas yang
mencegah ujung-ujung tulang tersebut bergesekan dan saling mengikis satu sama
lain.Tampilan cairan sinovial yang tidak normal Jika dokter menemukan jumlah cairan
yang lebih banyak dari biasanya atau memiliki ketebalan yang berkurang, ini dapat
mengindikasikan peradangan. Cairan sinovial harus kental, artinya kental dan lengket.
(Hartono, 2003)

B. Jenis Dan Fungsi Sinovial dan Sendi

Ada tiga macam sendi yang menghubungkan tulangtulang manusia, yaitu


sendi sinartrosis, amfiartrosis, dan diartrosis. Masing-masing sendi tersebut punya fungsi
tersendiri bagi tubuh sehingga manusia dapat menjalankan aktivitas sehari-sehari.

1. Sinartrosis atau Sendi Mati


Sendi mati atau sendi fibrosa menghubungkan dua tulang atau lebih yang tidak
menimbulkan pergerakan. Contoh dari sendi mati: sendi antar tulang tengkorak yang
disebut sutura, serta gomfosis (penghubung gigi dan tengkorak).
2. Amfiartrosis atau Sendi Kaku
Macam-macam sendi tubuh lainnya yaitu sendi kaku, yang memungkinkan
pergerakan, walau sifatnya terbatas. Sendi kaku salah satunya terdapat pada ruas
tulang belakang, serta simfisis pubis pada pinggul.
3. Diartrosis atau Sendi Gerak
Sendi ini dapat digerakkan dengan bebas dan leluasa. Sendi gerak disebut pula
sebagai sendi sinovial. Sendi gerak ini memiliki cairan, disebut cairan sinovial.
Dengan bantuan cairan sinovial sebagai pelumas ini, sendi dapat digerakkan.Manusia
memiliki banyak sendi gerak. Oleh karena itu, diperlukan klasifikasi untuk
macammacam sendi ini beserta fungsi dan letaknya. Berikut ini pengelompokan dan
letak dari sendi gerak.
4. Sendi Putar atau Pivot
Sesuai namanya, sendi ini memiliki karakteristik memungkinkan satu tulang
dapat melakukan putaran, terhadap tulang lain. Contoh dari sendi putar yaitu sendi di
antara tulang hasta, dan tulang pengumpil pada lengan.
5. Sendi Geser atau Plane
Sendi ini memungkinkan pergerakan tulang yang samasama datar. Contoh dari
sendi geser yaitu sendi interkarpal, yang menghubungkan tulang-tulang di
pergelangan tangan.

PEMERIKSAAN CAIRAN SENDI

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
- Mahasiswa mampu mengetahui cara pemeriksaan cairan sendi.
2. Tujuan Instruksional Khusus
- Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan cairan sendi
- Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan cairan sendi secara
makroskopis dan mikroskopis
B. Metode
Metode yang digunakan adalah metode makroskopis,mikroskopis, dan kimia
C. Prinsip
Sampel cairan sendi di homogenkan lalu diperiksa secara makroskopis. Cairan
sendi sebanyak 3 ml disentrifuge dan diambil endapannya dan diteteskan pada objek glas
dan ditutup dengan menggunakan cover glass kemudian diamati pada mikroskop dengan
pembesaran objektif 40x. Serja menggunakan berbagai tes uji kimia untuk mendeteksi
adanya indeksi penyakit.
 PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
A. Warna dan Kejernihan
Cairan sendi normal tidak berwarna atau mempunyai warna kekuning-
kuningan yang sangat muda. Kejernihan Dalam keadaan normal cairan sendi jernih.
Untuk warna dan kejernihan cairan sendi dapat dilihat/diperiksa secara langsung,
dengan memasukkan sampel kedalam tabung steril, kemudian melihat warna dan
kejernihan sampel .
Interpretasi Hasil :
 Cairan sendi normal tidak berwarna dan jernih
 Apabila warna dan kejernihan yang terlihat tidak normal, maka kemungkinan
terjadi kelainan, sebagai berikut :
a. Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis rematoid
ringan.
b. Kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik, karena bertambahnya
leukosit.
c. Seperti susu (cycloid) : artritis reumatoid dengan efusi kronik, pirai
dengan efusi akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
d. Seperti nanah atau purulen : artritis septik yang lanjut.
e. Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovitis vilonodular
hemoragik. Bila darah terjadi karena trauma pada waktu aspirasi maka
warna merahnya akan berkurang bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika
bukan oleh trauma maka warna merah akan menetap.
f. Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama
(Gandasoebrata,2006).
B. Viskositas
Untuk pemeriksaan tingkat viskositas/kekentalan cairan sendi dapat
dilakukan dengan cara, sebagai berikut :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan jari telunjuk, direntangkan
antara jari telunjuk dan ibu jari.
4. Hitung panjang rentangan.
Interpretasi Hasil :

 Viskositas tinggi, panjangnya tanpa putus 4-6 cm. Hal ini menunjukkan Non
inflamatorik
 Viskositas Menurun, panjangnya < 4-6 cm. Hal ini menunjukkan inflamatorik
akut dan septik
C. Volume
Pengukuran volume cairan sendi dilakukan dengan menggunakan alat ukur
tertentu. Untuk nilai normal dari cairan sendi sendiri itu 3,5 - 4 cc ( 1 - 3,5 cc masih
dianggap normal ). Namun untuk volume cairan sendi yang melebihi batas normal itu
menandakan bahwa ada inflamasi yang sedang terjadi.
D. Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi fibrinogen.
Cara Kerja :
1. Memasukan sampel kedalam tabung steril
2. Membiarkan sampel selama 1 jam
3. Melihat ada tidaknya bekuan.

Interpretasi Hasil :

 Normal : Tidak ada bekuan (tidak berisi fibrinogen). 


 Jika terdapat bekuan, maka ada proses peradangan/inflamasi

 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
A. Hitung Jumlah Sel
Hasil hitung leukosit total pada sendi dapat membedakan inflammatory
arthritis, non inflammatory arthritis dan infectious arthritis.
a. Alat dan Bahan :
1. Pipet Leukosit
2. Kamar hitung dan cover glass
3. Mikroskop
4. Sampel cairan sendi
5. NaCl 0,9%
b. Cara Kerja :
1. Dipipet sampel ke dalam pipet leukosit sampai tanda 0,5.
2. Dipipet NaCl 0,9% sampai tanda 11, kocok isi pipet beberapa menit agar isi
pipet bercampur baik.
3. Kemudian dibuang 4 – 5 tetes isi pipet.
4. Disiapkan kamar hitung dengan cover glass di atasnya.
5. Diteteskan isi pipet perlahan-lahan ke dalam kamar hitung
6. Hitung jumlah leukosit yang tampak dalam 4 kotak leukosit dengan
menggunakan perbesaran lensa objektif 10 x dan hasilnya dikali 50
(pengenceran).
c. Interpretasi Hasil :
 Jumlah leukosit 200-500/mm3 penyakit non inflamatorik (penyakit
degeneratif).
 Jumlah leukosit 2.000-100.000/mm3 menandakan inflamatorik akut.
 Artritis gout akut : jumlah leukosit 750-45.000/mm3, rata-rata
13.500/mm3.
 Faktor reumatoid : jumlah leukosit 300-98.000/mm3, rata-rata
17.800/mm3
 Artritis reumatoid : jumlah leukosit 300-75.000/mm3, rata-rata
15.500/mm3.
 Septik (infeksi) : jumlah leukosit 20.000-200.000/mm3
 Artritis TB : jumlah leukosit 2.500-105.000/mm3, rata- rata 23.500/mm3.
 Artritis gonore : jumlah leukosit 1.500-108.000/mm3, rata-rata
14.000/mm3.
 Artritis septik : jumlah leukosit 15.600-213.000/mm3, rata-rata
65.400/mm3.
 Hemoragik : jumlah leukosit 200-10.000/mm3

B. Hitung Jenis Sel
Pemeriksaan Hitung Jenis Sel dapat dilakukan dengan metode Pewarnaan MGG
salah satunya, dimana digunakan larutan May Grunwald dan larutan Giemsa sebagai zat
pewarnanya kemudian hasil akan dilihat dari jumlah neutrofil yang terbaca.
Cara kerja pewarnaan MGG
1. Mengambil cairan sendi yang telah disentrifuge
2. Meneteskan 1-2 tetes cairan sendi diatas objek glas, kemudian membuat apusan
diatas objek glass, dibiarkan mengering.
3. Memfiksasi apusan tersebut dengan metanol selama 5 menit lalu bilas dengan air
mengalir.
4. Meneteskan sediaan apusan dengan larutan May Grunwald ± 1 – 2 menit.
5. Menggenangi dengan larutan buffer pH 6,4 dan diamkan selama 3 menit.
6. Mewarnai dengan larutan Giemsa yang sudah diencerkan dengan buffer pH 6,4 dan
dibiarkan 5 – 10 menit, cuci dengan air mengalir lalu keringkan.
7. mengamati apusan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x menggunakan oil
imersi.
8. Nilai rujukan : jumlah neutrofil < 25 %.
Interpretasi Hasil :
 Jumlah neutrofil pada cairan sendi yang normal yaitu < 25 %.
 Jumlah neutrofil pada kelompok akut inflamatorik
 Artritis gout akut : jumlah neutrofil 48 – 94%, rata-rata 83%.
 Faktor reumatoid : jumlah neutrofil 8 – 89%, rata-rata 46%.
 Artritis reumatoid : jumlah neutrofil 5 – 96%, rata-rata 65%.
 Artritis tuberkulosa : jumlah neutrofil 29 – 96%, rata-rata 67%.
 Artritis gonore : jumlah neutrofil 2 - 96% , rata-rata 64%.
 Artritis septik : jumlah neutrofil 75 – 100%, rata-rata 95%.
 Jumlah neutrofil pada kelompok hemoragik :<50 %

 PEMERIKSAAN KIMIA
1. Tes Glukosa

Pemeriksaan kimia untuk pemeriksaan cairan otak dengan metode Tes


Glukosa menggunakan alat Cobas Mira.

Cara Kerja:

1) Memasukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro


2) Meletakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor pemeriksaan
3) Menempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes (protein, glukosa,
LDH)
4) Memasukkan nomor identitas penderita dan program tes
5) Pengukuran akan dilakukan secara otomatis
6) Hasil tes akan keluar pada print out

Interpretasi Hasil :

 Perbedaan antara glukosa serum dan glukosa cairan sendi adalah < 10 mg%.
(Kelompok non inflamatorik)
 Kelomok inflamatorik
 arthritis gout akut → perbedaannya 0 – 41 mg%, rata-rata 12 mg%.
 faktor reumatoid → perbedaannya 6 mg%.
 artritis reumatoid → perbedaannya 0 – 88 mg%, rata-rata 31 mg%.
 Kelompok septik
 artritis tuberkulosa → perbedaannya 0 – 108 mg%, rata- rata 57 mg%.
 artritis gonore → perbedaannya 0 – 97 mg%, rata-rata 26 mg%.
 artritis septik → perbedaannya 40 – 122 mg%, rata-rata 71 mg%.
 Kelompok hemoragik → perbedaannya < 25 mg%
 Kelompok non inflamatorik : perbedaannya <10 mg %
 Kelompok inflamatorik :

 Arthritis gout akut → perbedaannya 0 – 41 mg%, rata-rata 12 mg%.


 Faktor reumatoid → perbedaannya 6 mg%.
 Artritis reumatoid → perbedaannya 0 – 88 mg%, rata-rata 31 mg%.
 Kelompok septik :

 Artritis tuberkulosa → perbedaannya 0 – 108 mg%, rata- rata 57 mg%.


 Artritis gonore → perbedaannya 0 – 97 mg%, rata-rata 26 mg%.
 Artritis septik → perbedaannya 40 – 122 mg%, rata-rata 71 mg%.
 Kelompok hemoragik → perbedaannya < 25 mg%

2. Tes Laktat Dehidrogenase (LDH)


Pemeriksaan kimia untuk pemeriksaan cairan otak dengan metode Tes Laktat
dehidrogenase (LDH) menggunakan alat Cobas Mira.

Cara Kerja :

1. Masukkan 50 μl sampel cairan sendi ke dalam tabung mikro.


2. Kemudian letakkan dalam rak sampel sesuai dengan nomor pemeriksaan.
3. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes (protein, glukosa, LDH).
4. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes.
5. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
6. Hasil tes akan keluar pada print out.
Interpretasi Hasil :

 Nilai rujukan : 100-190 U/L


 LDH meningkat pada RA, gout dan artritis karena infeksi, tetapi tetap normal
pada penyakit sendi degenerative (Kadir. A, 2012).

3. Tes Bekuan Mucin


Prinsip tes bekuan mucin ini yaitu asam asetat dapat membekukan asam
hialuronat dan protein.
Cara kerja :

1. Kedalam 1 tabung reaksi dimasukan 4mL aquadest.


2. Dimasukan sebanyak 1 mL cairan sendi.
3. Diteteskan 1 tetes larutan asam asetat 7 N.
4. Diaduk kuat-kuat dengan batang pengaduk.
5. Kemudian diperiksa hasil reaksi segera setelah diaduk dan setelah 2 jam.
● Nilai rujukan
Terlihat satu bekuan kenyal dalam cairan jernih ® Mucin baik :
normal.

Interpretasi Hasil :

 Mucin Baik (Normal) : Terlihat satu bekuan kenyal dalam cairan jernih
 Mucin sedang : Jika bekuan kurang kuat dan tidak mempunyai
batas tegas dalam cairan jernih. Misalnya pada RA.
 Mucin buruk : Jika bekuan yang terjadi berkeping-keping dalam
cairan keruh, misalnya karena infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
Daud, Rizasjah. 2013. Nilai Diagnosis Analisis Cairan Sendi Pada Kelainan Sendi Inflamatif
dan Degeneratif. Universitas Indonesia.

Gandasoebrata, R. (2006). Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Santhi, Dharma. Dkk.2016.Penuntun Praktikum Kimia Klinik Urinalisis Dan Cairan Tubuh.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana : Bali.

Anda mungkin juga menyukai