Anda di halaman 1dari 11

Praktikum Penentuan Kadar Iodium

A. Pendahuluan

Iodium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah relatif
kecil, tetapi mempunyai peranan yang sangat penting untuk pembentukan hormon
tiroksin. Hormon tiroksin ini sangat berperan dalam metabolisme di dalam tubuh.
Kekurangan iodium dapat berakibat buruk bagi manusia, akibat yang dapat ditimbulkan
antara lain berkurangnya tingkat kecerdasan, pertumbuhan terhambat, penyakit gondok,
kretin endemik (cebol), berkurangnya kemampuan mental dan psikologi, meningkatnya
angka kematian prenatal, serta keterlambatan perkembangan fisik anak (lambat dalam
mengangkat kepala, tengkurap dan berjalan) (Nadesul, 2000). Iodium yang berlebihan
dapat menimbulkan kejadian kelainan autoimun. Kelebihan iodium juga dapat
meningkatkan kejadian iodineinducedhyperthyroidism (IIH), penyakit autoimun tiroid
dan kanker tiroid (Gunung, 2004).
Menurut keputusan Presiden No. 69 tahun 1994, semua garam yang beredar di
Indonesia harus mengandung iodium yaitu garam yang telah diperkaya dengan kalium
iodat (KIO3). Hampir seluruh makanan menggunakan garam sebagai penyedap rasa,
serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan, selain itu, karena
harga garam dapur relatif murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka
pemerintah memilih garam dapur menjadi garam konsumsi sebagai media penyampaian
iodium ke dalam tubuh.
Garam beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang
telah difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Di Indonesia, iodium ditambahkan dalam
garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium iodat (KIO3). Penggunaan
garam beriodium dianjurkan oleh WHO untuk digunakan di seluruh dunia dalam
menanggulangi GAKI. Cara ini dinilai lebih alami, lebih murah, lebih praktis dan
diharapkan dapat lestari di kalangan masyarakat.
Yodium adalah jenis elemen mineral mikro kedua sesudah Besi yang
dianggap p e n t i n g b a g i k e s e h a t a n m a n u s i a w a l a u p u n s e s u n g g u h n ya
j u m l a h k e b u t u h a n t i d a k sebanyak zat-zat gizi lainnya. Djokomoeldjanto (2000)
mengatakan bahwa manusia tidak dapat membuat unsur/ elemen yodium dalam
tubuhnya seperti membuat protein atau gula,tetapi harus mendapatkannya dari
luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan yodium yang terkandung dalam
makanan serta minuman.
Garam beriodium mempunyai bentuk, rasa dan bau sama seperti garam yang tidak
ditambahkan kalium iodat, sehingga sulit untuk memastikan kecukupan kalium iodat
dalam garam (Almatsier, 2003). Sulitnya memastikan kecukupan kalium iodat pada
garam membuat penulis ingin mengetahui jumlah kandungannya sehingga dilakukan
praktikum penentuan kadar iodium pada garam. Dengan memperhatikan permasalahan
tersebut diatas, maka diperlukan analisis terhadap kadar kalium iodat (KIO3) didalam
garam dapur sehingga penyebaran penyakit gondok yang saat ini semakin menyebar di
seluruh Indonesia dapat dikurangi.

B. Jenis-jenis Metode Penetapan


1. Spektrofotometri
Untuk menentukan kuantitas iodium yang terkandung dalam sampel dapat
menggunakan alat spektrofotometri yang prinsip kerjanya berdasarkan penyerapan
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dalam bentuk panjang gelombang spesifik.
Dalam penentuan kuantitatif dengan mengunakan spektrofotometri ini harus
mengunakan senyawa yang berwarna. Ada beberapa optimasi yang dilakukan sebelum
menentukan kandungan iodium dalam sampel dengan metode ekstraksi dan
spektrofotometri sebagai berikut:
a. Optimasi Panjang Gelombang Maksimum (λ Max)
Sebelum mengunakan alat spektrofotometri, terlebih dahulu menentukan atau
mencari panjang gelombang yang sesuai dengan unsur yang akan dicari karena setiap
unsur memiliki panjang gelombang sesuai dengan warna yang diserapnya. Untuk
menentukan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara memvariasikan
panjang gelombang pada spektrofotometri.
b. Optimasi Konsentrasi Oksidator KMnO4
KMnO4 berfungsi sebagai oksidator yaitu untuk mengoksidasi iodida menjadi
iodium. Penggunaan permanganate sebagai oksidator harus dilakukan pada kondisi
asam yang rendah tetapi apabila keasaman yang terlalu rendah akan mengakibatkan
banyaknya iodium yang teroksidasi oleh udara yang mengakibatkan serapan semakin
menurun. Optimasi konsentrasi KMnO4 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
konsentrasi KMnO4 yang baik untuk mengoksidasi iodida menjadi iodium. Dalam
penentuan kandungan iodium dalam sampel. Optimasi ini dilakukan dengan cara
memvariasikan konsentrasi KMnO4. Pengukuran absorban dapat dilakukan dengan
mengunakan spektrofotometri dimana absorban yang paling tinggi akan digunakan
dalam penentuan kandungan iodium dalam sampel.
c. Optimasi Waktu Pengukuran
Iodium bersifat volatil. Oleh sebab itu, penanganannya harus dilakuakan
dengan cepat. Untuk itu optimasi waktu harus dilakukan sehingga dapat menentukan
efektifitas waktu yang dibutuhkan dalam pengukuran sehingga tidak terjadinya
kesalahan dalam penentuan kandungan iodium dalam sampel. Untuk melakukan
optimasi waktu, sama dengan cara kerja dalam optimasi yang lainnya, hanya saja
waktu pengukuran yang divariasikan.

2. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi langsung
(iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).
a) Titrasi langsung (iodimetri)
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat. Pada saat reaksi oksidasi, iodium
akan direduksi menjadi iodida sesuai reaksi:
I2 + 2e ↔ 2I-
Iodium akan mengoksidasi senyawa yang mempunyai potensial reduksi lebih kecil
dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil
daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih
besar daripada sistem iodida-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator
seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi
dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya
dititrasi dengan larutan baku natrium
Tiosulfat. Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan standar primer. Larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama
b) Titrasi tidak langsung (iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih
besar daripada sistem iodida-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator
seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi
dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya
dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rohman, 2007).
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada
sistem iodium iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator. Pada
iodometri sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat yang dilakukan dalam suasana asam.
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan pemakaiannya:
Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodometri tak langsung, I2 sebagai titran
dikenal sebagai titrasi iodometri langsung dan kadang-kadang dinamakan iodimetri
Suatu oksidator kuat sebagai titran.
 Larutan Standar Na2S2O3
Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan standar primer.
Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Banyaknya
volum natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium
yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel
 Indikator Amilum (Kanji)
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang
dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat
agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya,
sampai akhirnya lenyap. Bila diamati lebih cermat perubahan warna tersebut,
maka titik akhir akan dapat ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi iod
masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi
dengan kelebihan hanya senilai 1 tetes iod. Namun, lebih mudah dan lebih
tegas bila ditambah amilum kedalam larutan sebagai indikator (Harjadi, 1986).
Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang
sangat jelas. Sekalipun I2 pada titik akhir iod yang terikat itupun hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan
warnanya tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu
sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak
dari warnanya kuning muda). Maksudnya adalah agar amilum tidak
membungkus iod dan menyebabkan sukar lepas kembali. Hal ini akan
berakibat warna biru akan sulit lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan
tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali dapat menguraikan amilum dan hasil
penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir

C. Metode
 Metode yang digunakan adalah metode Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida
yang ditambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan
menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.
Pada iodometri sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat yang dilakukan dalam suasana asam.
Cara iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam.
Pada oksidator/ garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga
akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan
kadarnya. Namun, sebelumnya, larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau
distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat
dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod
sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganate. Namun pada
percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat
adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan
standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium
iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan
asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan
kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan asam
sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan
yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau
memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O


Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara
sempurna dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah
indikator kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium
yang dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang dilakukan
saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod
karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula.
a) Penetapan Kadar KIO3 dalam Garam Konsumsi Beriodium
Penetapan kadar kalium iodat dalam hal ini menggunakan Analisis Kuantitatif
dengan metode Volumetri. Metode Volumetri menggunakan titrasi iodometri.
Metode ini masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan,
murah dan mampu memberikan ketetapan yang tinggi. Dalam analisis volumetri
atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki
direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi) nya telah
diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif (Rohman,
2007). Larutan baku yang diteteskan disebut sebagai titran. Semua perhitungan
dalam volumetri didasarkan pada konsentrasi titran yang harus dibuat secara teliti,
titran semacam ini disebut larutan baku (standar). Suatu larutan standar dapat
dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya
senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan
tepat. Larutan standar ada dua macam yaitu, larutan baku primer, mempunyai
kemurnian yang tinggi, dan larutan baku sekunder yang harus dibakukan dengan
larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan baku sekunder dibakukan dengan
larutan baku primer disebut dengan standarisasi.
b) Larutan Standar Na2S2O3
Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium tiosulfat.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium
tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Banyaknya volum natrium tiosulfat
yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara
dengan banyaknya sampel
c) Indikator Amilum (Kanji)
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang
dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak
tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya, sampai
akhirnya lenyap. Bila diamati lebih cermat perubahan warna tersebut, maka titik
akhir akan dapat ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi iod masih tepat dapat
dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan kelebihan
hanya senilai 1 tetes iod. Namun, lebih mudah dan lebih tegas bila ditambah
amilum kedalam larutan sebagai indikator (Harjadi, 1986). Amilum dengan I2
membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang sangat jelas. Sekalipun I2
pada titik akhir iod yang terikat itupun hilang bereaksi dengan titran sehingga
warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas.
Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila
iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya kuning muda). Maksudnya
adalah agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkan sukar lepas kembali.
Hal ini akan berakibat warna biru akan sulit lenyap sehingga titik akhir tidak
kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali dapat menguraikan amilum dan
hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
 Tempat dan Waktu Pengujian
Pengujian dilakukan di laboratorium Analisis Zat Gizi (lab. AZG) yang terletak di
lantai 3 fakultas kesehatan masyarakat. Pengujian dilakukan pada tanggal 12
November 2019.
 Alat
- Labu iod/erlenmeyer
- Gelas ukur
- Buret 25 ml/50 ml
 Sampel
- Garam
 Reagen
- KI kristal
- Asam phospat 85%
- Thio sulfat 0,005N
- Indikator amilum 1%
 Cara kerja
- Timbang dengan teliti 2-5 gram bahan dan dimasukkan dalam labi iod/erlenmeyer
250 ml
- Tambahkan 100 ml aquadest aduk, dan tambahkan 2,5 ml asam phospat 85%
- Tambahkan 0,1 gram kristal KI
- Tambahkan 1-2 tetes indikator amylum 1%
- Titrasi dengan thio sulfat hingga warna biru tepat hilang
D. Prinsip
Kadar KIO3 dalam sampel dengan penambahan asam phosphat dan KI akan
membebaskan I2. I2 yang terbentuk kemudian dititrasi dengan thio sulfat.
E. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui kadar iodium sebagai
kalium iodat (KIO3) yang terdapat dalam beberapa garam konsumsi beriodium
menggunakan metode iodometri berdasarkan jumlah natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai titrasi.

F. Hasil
Keterangan:
A = ml Thio (test)
B = berat sampel
Ka = kadar air sampel
𝐴 𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜 100
Perhitungan = x 0,1784 x x x 1000
𝐵 0,005 100−𝐾𝑎
Pada praktikum penetapan kadar iodium menggunakan metode iodometri tersebut
menggunakan sampel garam kemasan dengan berat 5 gram. Percobaan tersebut
membutuhkan titrasi dari natrium tiosulfat pada sampel A sebanyak 6,5 ml serta sampel
B sebanyak 4,3 ml. Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut:

Perhitungan :
𝐴 𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜 100
 Sampel A = x 0,1784 x x x 1000
𝐵 0,005 100−𝐾𝑎
6,5 0,005𝑁 100
= x 0,1784 x x
5 0,005 100−99

= 1,3 x 0,1784 x 1 x 100


= 23,19 ppm

𝐴 𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜 100
 Sampel B = x 0,1784 x x x 1000
𝐵 0,005 100−𝐾𝑎
4,3 0,005𝑁 100
= x 0,1784 x x
5 0,005 100−99

= 0,86 x 0,1784 x 1 x 100


= 15,34 ppm

G. Pembahasan
 Langkah Praktikum
a) Langkah awal yang harus dilakukan yaitu menimbang dengan teliti 2-5 gram
bahan dan dimasukkan dalam labi iod/erlenmeyer 250 ml
b) Tahap selanjutnya yaitu menambahkan 100 ml aquadest lalu diaduk, kemudian
dilanjutkan dengan menambahkan 2,5 ml asam phospat 85%
c) Menambahkan 0,1 gram kristal KI kemudian menambahkan 1-2 tetes indikator
amylum 1% dan titrasi dengan thio sulfat hingga warna biru tepat hilang
Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji (amilum) yang
dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi dengan larutan
Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir
titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Bila
pemberian indikator terlalu awal maka ikatan antara ion dan amilum sangat kuat,
amilum akan membungkus iod sehingga iod sukar lepas, akibatnya warna biru
sukar hilang dan titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam lagi.
Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang
mudah menguap. Segera dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,005 N sampai
warna coklat muda/kuning muda. Kemudian ditambahkan dengan 2 mL amilum 1
% dan titrasi dilanjutkan kembali sampai warna biru tepat menghilang. Pada titik
akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna
biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Titik akhir titrasi iodometri
ialah apabila warna biru telah hilang.

 Hasil dan Pembahasan Praktikum


Hasil pemantauan Biro Pusat Statistik (BPS) terhadap garam konsumsi
beriodium ditingkat rumah tangga sejak tahun 1997 sampai dengan 1999 dibagi dalam
3 kelompok yaitu (1) garam yang memenuhi syarat (kadar KIO3 > 30-80ppm), (2)
garam yang tidak memenuhi syarat (kadar KIO3< 30 ppm), (3) garamyang tidak
mengandung iodium (KIO3 0 ppm) (Burhanuddin, 2001).
Persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-3556-2000 menunjukkan
bahwa kadar iodium sebesar >30 yaitu pada rentang 30-80 ppm.

Pada percobaan penentuan kadar KIO3 menggunakam 2 sampel garam dapur


dengan merk yang berbeda yaitu sampel A dam sampel B dengan berat yang sama
yaitu 5 gram. Pada sampel A membutuhkan volume titrasi sebesar 6,5 ml thio sulfat
hingga warna birunya menghilang. Sementara pada sampel B membutuhkan titrasi
thio sulfat sebanyak 4,3 ml hingga warna birunya menghilang.

Setelah melalui perhitungan di dapat kadar KIO3 sampel A adalah 23,19 ppm
sedangkan kadar KIO3 sampel B adalah 15,34 ppm. Berdasarkan SNI 01-3556-2000
kandungan kalium iodat minimal 30-80 ppm (mgKIO3/kg garam). Hasil ini
menandakan bahwa kandungan garam kedua sampel tersebut belum memenuhi
standar ketetapan SNI 01-3556-2000.

H. Kesimpulan

Larutan Na2S2O3 digunakan sebanyak 6,5 ml untuk sampel garam dapur A dan
sebanyak 4,3 ml untuk sampel garam dapur B.. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan
titrat kehilangan warna biru.
Penentuan kadar iodium dalam garam dilakukan dengan metode iodometri karena
iodium akan dihasilkan dari reaksi redoks oleh Na2S2O3. Kadar Iodium garam A
adalah 23,19 ppm, dan garam B memiliki kadar iodium 15,34 ppm. Sehingga, rata-
rata kadar KIO3 kedua sampel tersebut adalah 19,26 ppm, yang artinya kadar tersebut
belum mencukupi/ belum memenuhi standar SNI 01-3556-2000 yaitu kandungan
kalium iodat minimal 30-80 ppm (mgKIO3/kg garam).

Daftar Pustaka
Akhiruddin, Muhammad. 2011. Analisis Kadar Kalium Iodat (Kio3) dalam Garam Dapur
dengan Menggunakan Metode Iodometri yang Beredar di Pasar Ujung Batu Kabupaten
Rokan Hulu. Pekanbaru: Uin-Suska.Ac.Id.

Depkes RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beryodium di Tingkat


Masyarakat. Departemen Kesehtan RI. Jakarta.

Lutfiana, Dewi Ulfa. 2017. Praktikum Kerja Mandiri (PKM) Penetapan Kadar Iodium pada
Garam dengan Metode Iodometri. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai