Di susun oleh :
Ade Ina Nurbayani 1811E2058
Astri Rahayu 1811E2064
Eri Sri Lestari 1811E2075
Febrina Lorenza 1811E2078
Ika Yuliana 1811E2085
M Sendra Regen 1811E2090
Moch Ramdan 1811E2089
Nindi Septiyani Putri 1811E2092
Yuhen Rizaldi 1811E2118
1
Cover..........................................................................................................................................1
Daftar Isi.....................................................................................................................................2
Bab 1 Pendahuluan.....................................................................................................................3
1.1.Latar Belakang......................................................................................................................3
1.2.Tujuan ..................................................................................................................................3
Bab 2 Isi .....................................................................................................................................4
2.1. Pengertian ...........................................................................................................................4
2.2. Macam Macam Titrasi Redoks ...........................................................................................4
2.2.1. Iodimetri dan Iodometri ...................................................................................................4
2.2.2. Permanganometri .............................................................................................................8
2.2.3. Dikromatometri .............................................................................................................11
2.2.4. Serimetri ........................................................................................................................11
2.2.5. Nitrimetri…....................................................................................................................12
2.2.6. Bromometri dan Bromatometri ......................................................................................13
2.3. Preparasi dan Pembakuan Larutan.....................................................................................14
2.4. Contoh Kerja .....................................................................................................................20
2.5. Prinsip Kerja Titrasi Redoks..............................................................................................21
Daftar Pustaka...........................................................................................................................23
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui prinsip umum dalam titrasi redoks.
2. Untuk mengetahui macam-macam titrasi redoks.
3. Untuk mengetahui cara pembuatan dan pembakuan larutan dalam titrasi redoks.
4. Untuk mengetahui contoh analisis titrasi redoks.
3
BAB II
ISI
2.1. Pengertian.
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi
redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari senyawa/unsure/ion yang
bersifat oksidator dengan unsure/senyawa/ion bersifat reduktor. Jadi kalau larutan bakunya
oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya (Hamdani, S: 2011).
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Analit yang
mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Berbagai reaksi redoks data digunakan sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya
penetapan ion besi(II), Fe2+ dalam analit dengan menggunakan titran larutan standar
cesium(IV), Ce4+ yang mengikuti persamaan reaksi :
Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3+
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Sepertinya akan menjadi tidak mungkin bisa
mengaplikasikan titrasi redoks tanpa melakukan penyetaraan reaksinya dulu. Selain itu
pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan.
Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri
titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah. Perlu diingat dari penyetaraan reaksi kita akan
mendapatkan harga equivalen tiap senyawa untuk perhitungan (Hamdani, S: 2011).
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant (potensiomteri), atau dapat juga menggunakan
indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan
indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant
sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol
dengan kalium dikromat (Hamdani, S: 2011).
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi
redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi. Selain
itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator (Hamdani, S: 2011).
4
penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan
larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat
merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium
iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti,
perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut
larutan baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara
penimbangan zat secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena
zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan
baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh
larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis (Khopkar,
1990).
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012) mengatakan syarat-syarat larutan baku primer
yaitu :
• Mudah diperoleh dalam bentuk murni
• Mudah dikeringkan
• Stabil
• Memiliki massa molar yang besar
Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr
perhitungan.
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine dengan
natrium tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini :
I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna
merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan
menggunaka indikator amilosa atau amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri.
Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana larutan
tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat,
titrasi tidak iodine secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan
indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna
ungu jika mengandung iodine.
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012), larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai
pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak
stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk
natrium tiosulfat.
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).
5
a. Titrasi langsung (iodimetri)
Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin yang
bereaksi secara langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai
potensial reaksi sebesar +0,535 V. Iodium akan mereduksi senyawa – senyawa yang
memilki potensial reduksi lebih kecil dibandingkan dengan iodium. Pada reaksi
oksidasi, iodium akan mengalami reduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2I-
OH O
OH O
+ I2 + 2HI
H2 H2
HO C HC HO C HC
O O O O
OH OH
6
redoks.Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi
dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama.
Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak
apa – apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat
dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari. Cara menghindarinya :
- Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan
pH.
- Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok
dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam
pelarut organik ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada
dalam air.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai
berikut :
Adapun indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah indicator kanji,
dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodine dapat
bertindak sebagai indicator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat – zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform.
Namun demikian, larutan dari kanji lebih umum dipergunakan karena warna biru gelap
dari kompleks iodin – kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin.
7
2.2.2. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium
permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi
antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan
mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang amat
encer. Satu tetes 0,1 N permanganate memberikan warna merah muda yang jelas pada volume
dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakanuntuk
mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Kelemahannya adalah dalam medium HCL. Cl- dapat
teroksidasi, demikian juga larutannya, memiliki kestabilan yang terbatas.
Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi
dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi
ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk
mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksidasi yang cukup
kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 , titik akhir permanganate tidak permanen dan
warnanya dapat hilang karena reaksi:
Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral.
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun juga, mengingat
reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-titrasi
permanganat.
Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam permanganat
terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan:
Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan.
Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO2. Namun
demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke dalam sebuah unsur reduksi
dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nantinya
muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah.
8
Pembuatan larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang dapat
menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain dengan
pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi.
a. Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam
larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi, stabil pada saat
pengeringan, dan non higroskopis. Reaksinya dengan permanganat agak sedikit rumit dan
berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar 60°C.
Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya
meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan
reaksinya disebut autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion
tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan
permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), di mana
pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalent.
Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain. Selama
beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride, yang mengharuskan
seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang kuat.
Kemudian, Fowler dan Bright melakukan suatu penelitian yang sangat mendalam terhadap
kesalahan- kesalahan yang mungkin di dalam titrasi. Mereka menemukan beberapa bukti dari
pembentukan peroksida
Dan bahwa apabila peroksida terurai sebelum bereaksi dengan permanganat, terlalu
sedikit dari larutan yang disebut terakhir digunakan dan normalitasnya yang ditemukan adalah
tinggi. Fowler dan Bright menyelidiki secara menyeluruh reaksinya dan menganjurkan agar
hampir semua permanganat ditambahkan secara cepat ke larutan yang diasamkan pada suhu
ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut dipanaskan sampai 60°C dan titrasi
9
diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan
oleh pembentukan hidrogen peroksida.
(Asam yang di produksi dengan melarutkan AsO berprilaku sebagai sebuah asam lemah
monoprotik HAsO). Reaksi ini berjalan lambat pada suhu ruangan kecuali sebuah katalis di
tambahkan. Kalium iodida, KI, kalium iodidat, KIO3 , dan iodin monoklorida ICl, telah
dipergunakan sebagai katalis.
c. Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai standar
primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi (III) yang diproduksi selama
proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh permanganat
berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi, oksidasi akan
berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion
klorida, ion yang belakangan disebut ini teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan
semacam ini tidak ditemukan dalam oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam
klorida.
Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut larutan
“pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam larutan asam
klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganat. Asam fosfat menurunkan konsentrasi
dari ion besi (III)dengan membentuk sebuah kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan
sampai selesai, dan juga menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam
media klorida. Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.
10
2.2.3. Dikromatometri
Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai
oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat.
Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama dikromatometri adalah untuk
penentuan besi(II) dalam asam klorida (Zulfikar, 2010).
2.2.4. Serimetri
Serimetri adalah titrasi menggunakan larutan baku serium sulfat, untuk zat uji yang
bersifat reduktor.
Contoh : Titrasi zat uji yang mengandung ion ferro.
Prinsip :
Larutan zat uji dalam suasana asam dititrasi dengan larutan baku serium sulfat (Ce(SO4)2).
Reaksi :
(untuk zat uji yang mengandung ion ferro)
Fe2+ → Fe3+ + e oksidasi
Ce4+ + e → Ce3 + reduksi
Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3+ redoks
Reaksi yang terjadi :
Perubahan warna indikator pada titik akhir titrasi adalah dari merah menjadi biru pucat.
Titrasi dilakukan dalam suasana asam , karena pada kebasaan yang relatif rendah
mudah terjadi hidrolisis dari garam serium (IV) sulfat menjadi serium hidroksida yang
mengendap, oleh karena itu titrasi harus dilakukan pada media asam kuat.
1. Larutan serium (IV)sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka waktu yang
lama .larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan bahkan dapat didihkan
selama waktu yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi .
2. Serium(IV)sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi dengan
adanya konsentrasi HCl yang tunggi .
3. Larutan – larutan serium (IV)sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu berwarna untuk
dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus dalam buret dan alat –
alat titrimetri lainnya .
4. Dalam reaksi garam serium (IV)sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+
11
Dengan demikian maka dianggap bobot ekivalennya adalah 1 mol atau 1 Mr .
5. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang btidak berwarna dari
KMnO4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium dikhromat).
6. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . ia dapat digunakan dalam
banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan ,dan juga untuk penetapan
- penetapan lainnya .
7. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen (III)oksida
atau natrium oksalat .
Larutan serium(IV)sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah stabil, bahkan
pada temperature – temperature didih .larutan dalam HCl dari garam ini tidak stabil ,
karena reduksi menjadi Ce (III) oleh asam tersebut dengna dibarengi pembebasan klor.
Reaksinya:
2Ce4++2Cl-↔ 2Ce3++Cl2
Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan , maka HCl tidak
dapat digunakan dalam oksidasi – oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan
serium(IV)sulfat berlebih dalam larutan asam .asam sulfat harus digunakan dalam
oksidasi demikian .adanya asam fluoride membentuk suatu kompleks stabil dengan
serium (IV) sulfat dan menghilangkan warna dari larutan yang kuning itu .
2.2.5. Nitrimetri
Metode Nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa senyawa-
senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas zat
didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana
asam menbentuk garam diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan
persamaan yang berlangsung dalam dua tahap seperti dibawah ini :
NaNO2 + HCl → NaCl + HONO
Ar- NH2 + HONO + HCl → Ar-N2Cl + H2O
12
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang terbentu mudah
tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu
dibawah 15oC. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida.
Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium
akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat dipercepat dengan
menambahkan kalium bromida.
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna dari pasta kanji
iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar.
Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya,
kelebihan ini dapat berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas, reaksi ini
akan mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian
ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan
warna yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji yod (biru)
Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin dan metilen
blue sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat ditentukan dengan teknik
potensiometri menggunakan platina sebagai indikator elektroda dan saturated calomel
elektroda sebagai elektroda acuan (Zulfikar, 2010).
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengandasar reaksi oksidasi dari ion
bromat ( BrO3 ).
BrO3 + 6 H + 6 e → Br + 3 H2O
Dari persamaan reaksi ini ternyata bahwa satu gram ekuivalen samasengan 1/6 gram
molekul. Disini dibutuhkan lingkungan asam karenakepekatan ion H+ berpengharuh terhadap
perubahan ion bromat menjadi ion bromida.
Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem menunjukkan bahwa kalium bromat
adalah oksidator yang kuat. Hanya saja kecepatanreaksinya tidak cukup tinggi. Untuk
menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam
kuat.
13
Seperti yang terlihat dari reaksi di atas, ion bromat direduksi menjadi ion bromide
selama titrasi. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion
bromide bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + 6 H + 5 Br → 3Br2 + 3 H
Bromine yang dilepaskan akan merubah larutan menjadi warna kuningpucat. Warna ini
sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir. Bromine yang dilepaskan
tidak stabil karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap. Karena itu
penetapan harus dilakukan pada suhu serendah mungkin, serta labu yang dipakai harus ditutup.
Jika reaksi antara senyawa reduktor dan bromine dalam lingkungan asam berjalam
cepat, maka titrasi dapat dijalankan langsung, dimana titik akhir titrasi ditunjukkan denghan
munculnya warna bromine dalam larutan.Tetapi jika reaksi antara bromine dan zat yang akan
ditetapkan berjalan lambat, maka dilakukan titrasi secara tidak langsung, yaitu dengan
menambahkan bromine yang berlebih dan bromine yang berlebih ini ditetapkan secara
iodometri dengan dititrasi dengan natrium tiosulfat baku.(3). Dengan terbentunya brom, titik
akhir titrasi dapat ditentukandengan terjadinya warna kuning dari brom, akan tetapi supaya
warna inimenjadi jelas maka perlu ditambah indicator seperti jingga metal, merahfiuchsin, dan
lain-lain (Zulfikar, 2010).
1. Titrasi permanganatometri
a. Preparasi larutan kalium permanganat
Larutan Baku Kalium Permanganat dibuat dengan melarutkan sejumlah Kalium
Permanganat P dan melarutkannya dalam air secukupnya sesuai dengan normalitas yang
dikehendaki. Meskipun demikian, karena mengingat sifat dari Kalium Permanganat dan
kenyataan bahwa Kalium Permanganat sulit diperoleh dalam kemurnian yang tinggi maka
faktor- faktor di atas perlu diperhatikan. Caranya antara lain setelah dilarutkan didiamkan
selama 24 jam sehingga reaksi peruraiannya selesai kemudian disaring melalui asbes untuk
menghilangkan semua mangandioksida yang terjadi karena adanya mangan dioksida
merupakan katalisator terbentuknya mangan dioksida lebih lanjut serta cepat. Sangat
dianjurkan untuk seringkali membakukan larutan kalium permanganat.
14
15 detik. Suhu pada akhir titrasi tidak boleh kurang dari 600C. Tiap ml kalium permanganate
setara dengan 6,7 mg natrium oksalat.
Natrium oksalat merupakan zat yang sangat baik untuk pembakuan Kalium Permanganat
karena dapat diperoleh dengan kemurnian yang sangat tinggi. Penambahan asam sulfat
bertujuan supaya konsentrasi ion hydrogen tetap selama titrasi berlangsung untuk menghindari
terbentuknya mangan dioksida. Untuk mereduksi 1 mol ion permanganate diperlukan 8 mol
ion hydrogen sebagaimana reaksi di awal.
Pada pembakuan di atas rekasi paronya dapat ditulis sebagai berikut:
MnO4 + 8 H + 5 e Mn2+ + 4 H2O
C2O42- 2 CO2 + 2 e-
Untuk memperoleh kesetimbangan maka reaksi pada permanganat dikalikan dua
sedangkan untuk oksalat dikalikan lima, sehingga reaksi oksidasi reduksinya adalah sebagai
berikut:
Dari persamaan di atas terlihat bahwa 5 mol natrium oksalat kehilangan 10 elektron pada
oksidasi dengan kalium permanganat dengan demikian berat ekivalen (BE) dari natrium oksalat
adalah separo berat molekulnya (BM/2) atau tiap 1000 ml kalium permanganat 1 N setara
dengan 134/2= 67,00 mg. Dengan demikian tiap ml kalium permanganat 0,1 N setara dengan
6,7 mg natrium oksalat. Misalkan kita tadi menimbang natrium oksalat 200 mg dan
memerlukan volume titran sebanyak 28,36 ml larutan baku kalium permanganat maka
normalitas dari kalium permanganat adalah:
𝑚𝑔 𝑁𝑎2𝐶2 𝑂4
N KMnO4 = 𝑚𝑙 𝐾𝑀𝑛𝑂 x valensi
4 𝑥 𝐵𝑀 𝑁𝑎2𝐶2𝑂4
200
N KMnO4 =28,36 𝑋 134 x 2 = 0,1047 N
15
2. Titrasi Iodimetri dan Iodometri
a. Preparasi larutan
1. Preparasi larutan Iodium
Pembuatan larutan baku iodium 0,1 N dilakukan dengan cara:
Larutkan 12,7 gram iodium dalam 100 ml larutan air yang mengandung 36 gram kalium
iodide dalam labu bertutup, tambah 3 tetes asam klorida, tambahkan air hingga 100 ml.
Iodium sukar larut dalam air (0,035 gram/ liter) maka dilarutkan dalam larutan KI yang
mana iodium mudah larut di dalamnya dengan membentuk ion kompleks menurut reaksi:
I2 + I- I3-
Karena iodium mudah menyublim, maka wadah harus selalu tertutup selama titrasi
berlangsung dan ujung buret tidak boleh menggunakan karet
Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan bereaksi dengan NaOH
membentuk natrium hipoiodit atau senyawa- senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi
secara cepat dengan natrium arsenit
16
2 NaOH + I2 NaIO + NaI + H2O
Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl menggunakan metal orange sebagai
indicator. Penambahan NaHCO3 untuk menetralkan asam iodide (HI) yang terbentuk yang
mana asam iodide ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik (reversibel). Natrium
bikarbonat akan menghilangkan asam iodide secepat asam iodide terbentuk sehingga reaksi
berjalan ke kanan secara semourna. Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium dengan
trioksid sebagai berikut:
Pada reaksi di atas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat. Karena 1 mol As2O3
setara dengan 2 mol Na3AsO4, sedangkan 1 mol Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2 akibatnya 1
mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitasnya dari iodium:
mgrek iodium = mgrek arsen trioksid
𝑚𝑔 𝐴𝑠2𝑂3 𝑋 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
N I2 = 𝐵𝑀 𝐴𝑠2𝑂3 𝑋 𝑚𝑙 𝐼2
17
Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO3 setara dengan 3 mol I2,
sedangkan 1 mol I2 setara denga 2e, Sehingga 1 mol KIO3 setara dengan 6 e akibatnya BE KIO3
sama dengan BM/6
Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat:
N Na2S2O3 = 𝐵𝑀𝑚𝑔KIO3
KIO3 x Valensi
x ml Na2S2O3
Cara pembuatan larutan brom 0,1 N adalah: Larutkan 3 gram kalium bromat dan 15 gram
kalium bromide dalam air hingga 1000,0 ml.
b. Preparasi larutan kalium Bromat
Cara pembuatan Kalium Bromat 0,1 N adalah: Larutkan 2,784 gram Kalium P dalam air
hingga 1000 ml.
c. Pembakuan larutan brom
Adapun cara pembakuannya dalam Farmakope Indonesia Edisi IV dilakukan dengan cara:
Ukur secara saksama kurang lebih 25,0 ml larutan dan masukkan dalam labu iodium 500 ml
dan encerkan dengan 120 ml air. Tambahkan 5 ml asam klorida pekat, tutup, kosok perlahan-
laha. Kemudian tambahkan 5 ml kalium iodida 20% (b/v), tutup kembali, kocok campuran
selama 5 menit dan titrasi iodium dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N, tambahkan 3 ml
larutan kanji 0,5% pada saat mendekati titik akhir dan hitung normalitasnya.
Ketika asam klorida pekat ditambahkan maka brom akan dibebaskan menurut reaksi:
brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodide yang setara dengan jumlah
iodium yang dihasilkan menurut reaksi:
18
Br2 + 2 KI I2 + 2 KBr
Iodium ini selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut reaksi:
I2 + Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
Adanya brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat dikarenakan perbedaan
potensialnya yang sangat besar akibatnya jika brom langsung dititrasi dengan tiosulfat maka
yang dihasilkan tidak hanya tetrationat (S4O62-) bahkan mugkin sulfida yang berupa endapan
kuning.
Normalitas larutan brom dihitung dengan cara sebagai berikut:
mgrek brom = mgrek Na-tiosulfat
4. Titrasi Serimetri
a. Preparasi larutan Serium (IV) sulfat
Pembuatan Larutan Baku Serium (IV) Sulfat dilakukan dengan cara: Pindahkan 59 gram
serium ammonium nitrat pada beker, tambahkan 31 ml asam sulfat, campur dengan hati-hati
tambahkan 20 ml air sampai larut sempurna. Tutup beker dan biarkan sampai satu malam, lalu
saring melalui krus gelas dan encerkan dengan air sampai 1000 ml.
Adapun cara pembakuan Larutan Baku Serium (IV) Sulfat 0,1 N adalah dengan cara:
Timbang saksama kurang lebih 200 mg arsentrioksida yang sebelumnya dikeringkan pada
suhu 1000C selama satu jam, masukkan labu. Cuci dinding labu dengan 25 ml NaOH (2 gram
dalam 25 ml air), goyang- goyangkan hingga arsen trioksida larut. Setelah larut semua tambah
100 ml air, dan 10 ml asam sulfat (1 dalam 3). Tambahkan 2 tetes orto fenantrolin dan larutan
osmium tetraoksida (1 dalam 400 ml 0,1 N asam sulfat). Titrasi perlahan-lahan dengan laruta
baku serium (IV) sulfat sehingga warna merah jambu menjadi biru pucat. Tiap ml larutan
serium(IV) sulfat setara dengan 4,946 mg As2O3.
As2O3 + 6 OH - 2 AsO33-
19
dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa valensinya adalah 4 sebab tiap mol
arsentrioksid setara dengan 2 mol arsenit dan 1 mol arsenit setara dengan 2 mol serium (IV)
sehingga satu mol arsen trioksid setara dengan 4 mol serium (IV) yang berarti setara dengan 4
elektron.
𝑚𝑔 𝐴𝑠2𝑂3
N Ce4+ = X4
𝑚𝑙 𝐶𝑒 4+ 𝐵𝑀 𝐴𝑠2𝑂3
Titrasi redoks sering digunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat
sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan kadar
laktat pada minuman berisotonik menggunakan permanganat, penentuan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat.
Penentuan besi dalam bijih-bijih besi. Penentuan besi dalam bijih-bijih besi adalah aplikasi
terpenting dari permanganometri. Mula-mula bijih besi dilarutkan dalam asam klorida, lalu
besi direduksi menjadi Fe2+. Setelah semua besi berada sebagai Fe2+b,kadarnya ditentukan
dengan cara titrasi
Pada Kalsium (secara tak langsung). Mula-mula kalsium diendapkan sebagai CaC2O4.
Setelah penyaringan dan pencucian, endapan dilarutkan dalam asam sulfat dan oksalatnya
dititrasi dengan permanganat
Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai titran adalah untuk
menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena kemampampuan mengoksidasi yang tidak
besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan iodometri langsung.Pengunaan ini
memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat organic untuk mengadisi iod. Penentuan kadar
vitamin C (asam arkobat) pun dapat dialakukan dengan titrasi ini.
20
Aplikasi lain dari titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara Karl Fischer.
Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan methanol. Iod dan belerang dioksida
membentuk kompleks dengan piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan
kelebihan piridin beraksi dengan air.
a. Titrasi permanganometri
Metode permanganometri ini digunakan untuk menentukan antimony (III), arsen (III),
bromine , hydrogen peroksida, besi (II), molybdenum (III), nitrit,oksalat, timah (II), titanium
(III), tungsten (III), uranium(IV), Vanadium(IV).
b. Titrasi iodimetri dan titrasi iodometri
Metode iodimetri digunakan untuk menentukan Antimon (III), Arsen (III), ferosianida,
hydrogen sianida, hidrazin, beranng (sulfida), tiosulfat dan timah (II). Sedangkan iodometri
digunakan untuk menentukan arsenic (V), bromine,bromat, klorin, klorat, tembaga (II),
dikromat, hydrogen peroksida, iodat, nitrit, oksigen, ozon, periodat, permanganate.
c. Titrasi bromometri dan titrasi bromatomatri
Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga
digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun
tercampur dengan stanum valensi empat
d. Titrasi serimetri
Metode serimetri digunakan dalam penentuan besi, arsenic, antimon, oksalat-oksalat,
ferosianida , titanium, kromium, vanadium, molibdenium, uranium dan oksida-oksida dari
timbale dan mangan.
21
syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau
sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran (Steven, 2012).
22
DAFTAR PUSTAKA
Mursyidi, Achmad dan Rohman. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri
dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM Press.
23