Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perlu kita ketahui bahwa di dalam suatu perairan terdapat banyak peranan
parameter penentu kualitas suatu perairan seperti parameter kimia, sepeti oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen atau DO) dan kebutuhan oksigen biologis (Biological
Oxygen Demand atau BOD) yang masing parameter tersebut mempunya nilai
kulaitas yang berbeda-beda.
Salah satu parameter penentu kualitas di suatu perairan ialah oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen) atau DO. Oksigen adalah salah satu unsur kimia penunjang
utama kehidupan. Dalam air laut, oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan
untuk proses respirasi dan untuk mengu-raikan zat organik oleh mikro organisme.
Ketiadaan oksigen dalam suatu perairan akan menyebabkan organisme dalam
perairan tersebut tidak dapat hidup dalam waktu yang lama. Salah satu cara untuk
menjaga kelestarian kehidupan dalam laut adalah dengan cara memantau kadar
oksigen dalam perairan tersebut. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) atau DO
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Selain hal tersebut perlu kita ketahui bahwa oksigen juga dibutuhkan
untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber
utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara
bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.
Penentuan kualitas suatu perairan dapat di analisis dengan berbagai macam
cara yang dilakukan terutama untuk menentukan kadar oksigen dalam air laut,
misalnya dengan metode mikro-gasometrik, spektrometrik massa, kromatografi
gas, metoda elektrokimia dan metode Winkler. Metode yang paling sering dipakai
untuk menentukan kadar oksigen dalam air laut adalah metode Winkler. Dari
penjelasan-penjelasan sebelumnya, banyak hal yang akan kita ketahui dari
pratikum mengenai Penentuan Kadar Oksigen Terlarut.
1.2. Tujuan
1. Menentukan oksigen terlarut dalam sampel air larut.

1.3. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui tentang oksigen terlarut di suatu perairan dengan
menggunakan metode Winkler.
2. Mahasiswa mengetahui tentang faktor yang mempengaruhi nilai oksigen
terlarut di suatu perairan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. DO (Dissolved Oxygen)
Menurut Simanjuntak (2012), kehidupan organisme ditunjang oleh berbagai
unsur kimia yang penting. Salah satu unsur kimia tersebut yang sangat penting
dan dibutuhkan oleh organisme baik di darat maupun di perairan adalah oksigen.
DO (Dissolved Oxygen) merupakan jumlah oksigen terlarut pada suatu perairan.
DO ini berasal dari hasil fotosintesis dan difusi udara. Pemanfaatan oksigen di
perairan oleh organisme air diantaranya adalah untuk proses respirasi,
pengoksidasian zat hara yang masuk ke dalam tubuh serta digunakan
mikroorganisme untuk mengurai zat organik menjadi zat anorganik.
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahanbahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam
suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi
oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu,
salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang
surut (Chandra, 2012).
Kadar oksigen terlarut di perairan dapat digunakan indikator dalam kesuburan
perairan, yaitu perairan akan semakin subur jika kandungan oksigen terlarut
tinggi. Pada suatu perairan terdapat banyak limbah pencemaran, pada penguraian
zat organik menjadi zat anorgaik dibutuhkan oksigen yang banyak. Hal ini akan
menyebabkan kandungan oksigen terlarut rendah.

Compensation Depth

merupakan batas kedalaman saat penurunan kadar oksigen yang disebabkan


kurang efektifnya fotosintesis di perairan. Keadaan ini akan menunjukkan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi sama dengan jumlah oksigen yang
dihasilkan dari proses fotosintesis (Simanjuntak, 2012)
Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di laut
dan indikator kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut semakin menurun seiring
dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan. Hal ini disebabkan

oksigen yang ada, dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik
menjadi zat anorganik (Tirtowiyadi, 2011).
2.2. Titrasi
Titrasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi
suatu larutan. Caranya adalah dengan menetesi (menambahi sedikit-sedikit)
larutan yang akan dicari konsentrasinya (analit) dengan sebuah larutan hasil
standarisasi yang sudah diketahui konsentrasi dan volumenya (titrant). Tetesan
titrant dihentikan ketika titik ekuivalen telah tercapai. Titik ekuivalen adalah titik
dimana titrant dan analit tepat bereaksi atau jumlah volume larutan titrant dengan
mol tertentu telah sama dengan mol larutan analit. Titik ekuivalen ini susah
diamati. Titik akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan larutan indikator.
Indikator ini akan berubah warna jika volume larutan titrant yang menetesi analit
berlebih atau dengan kata lain saat larutan analit sudah bereaksi semua
(Marasabessy, 2010)
Menurut Chandra (2012), untuk mengetahui larutan dengan komponen yang
tidak dikenal, maka dilakukan penambahan larutan standar. Proses yang dilakukan
ini disebut sebagai proses titrasi. Proses titrasi yang dilakukan membutuhkan
larutan standar sebagai titran dan larutan analit sebagai titrat. Larutan standar
merupakan larutan yang sudah diketahui secara pasti konsentrasinya. Larutan
standar dimasukkan ke dalam buret saat proses titrasi. Sedangkan larutan analit
atau titrat adalah larutan yang dicari konsentrasinya. Titrasi akan dihentikan jika
sudah tercapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi akan tercapai saat tepat terjadi
perubahan warna pada analit. Pada proses perubahan warna, maka dapat
digunakan larutan indikator untuk mengamati perubahan warna saat titik akhir
titrasi tercapai. Titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekivalen. Titik ekivalen
yaitu titik saat jumlah titran sama dengan jumlah analit.
Menurut Nuryanti (2010), Jenis-jenis titrasi dibedakan berdasarkan jenis
reaksi yang terjadi. Beberapa jenis titrasi diantaranya adalah :
1. Titrasi asam basa : titik akhir titrasi adalah titik pada saat pH reaktan = 7
dan biasanya ketika larutan berubah warna menjadi merah muda karena
adanya indikator pH fenolftaelin (contoh).
2. Titrasi konduktometri : konduktivitas larutan bergantung pada beberapa
faktor, yaitu konsentrasi, derajat disosiasi, ion valensi, temperatur, dan

mobilitas ion suatu larutan. Titik akhir titrasi dicapai ketika nilai
konduktansi reaktans berada pada posisi paling rendah, karena
penambahan larutan titrant akan menaikkan nilai konduktansi lagi. Grafik
yang terbentuk berbentuk V.
3. Titrasi argentometri : pembentukan endapan dengan ion Ag+. Larutan
analit yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar
(titrant) yang digunakan sehingga ion Ag + tepat diendapkan, kadar garam
larutan analir dapat ditentukan.
4. Titrasi redoks : suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan
atas reaksi redoks dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan
tereduksi.
5. Titrasi kompleksimetri, titrasi khusus, dan lain-lain.
2.3. Titrasi Iodometri
Menurut Patty (2013), prinsip metode Iodometri adalah terjadinya perubahan
warna setelah sampel dititrasi. Analisis ini sangat sulit dilakukan secara langsung
untuk sampel yang berwarna seperti bumbu dapur. Tetapi untuk lebih mengetahui
hasil yang sudah didapat kiranya perlu juga dilakukan pengujian menggunakan
metode iodometri selain menggunakan metode lain yaitu metode X-ray
Fluorescence (XRF).
Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak
langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang
nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk
penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam
sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai
indikator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila warna
biru telah hilang. Ttitrasi dengan larutan standar Na2S2O3 terhadap pembebasan
iodium dari suatu reaksi redoks. Proses titrasi dapat dilakukan dalam analisis
kuantitatif volumetri secara reduksimetri dan oksidimetri. Hal ini disebut sebagai
iodometri. Titrasi reduksimetri adalah titrasi yang dilakukan dengan larutan
standar adalah reduktor dan analit adalah oksidator. Sedangkan titrasi oksidimetri
adalah titrasi saat reduktor sebagai analit dan oksidator sebagai titran atau larutan
standar. Iodometri dapat digunakan dalam pengukuran angka peroksida pada

minyak. Reaksi antara peroksida pada minyak yang dilarutkan pada medium
campuran asetat dan kloroform akan menghasilkan reaksi oksidasi sehingga
membebaskan iod dari kalium iodida (Tirtowiyadi, 2011)
2.4. Metode Winkler
Metode winkler merupakan metode dengan prinsip titrasi iodometri. Metode
ini banyak digunakan dalam penentuan kadar DO. Metode Winkler akan
menghasilkan endapan MnO2 yang dilakukan dengan menambahkan larutan
MnCl2 dan NaOH KI pada sampel air laut. Endapan tersebut akan dilarutkan
kembali untuk dilakukan titrasi iodometri menggunakan larutan standar Na2S2O3.
Pelarutan endapan MnO2 menggunakan larutan HCl atau H2SO4. Larutan indikator
yang digunakan adalah larutan amilum (Chandra, 2012).
Menurut Simanjuntak (2012), metode titrasi dengan cara Winkler secara umum
banyak digunakan untuk menentukan kadar DO. Prinsipnya dengan menggunakan
titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan
MnCl2 dan NaOH atau KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan
menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan
juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan DO. Iodium
yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang
terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI
Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Menurut Septiawan (2014), Kelebihan metode Winkler dalam menganalisis
DO (Dissolved Oxygen), yaitu:
a. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan
diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang akurat.
b.

Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen
terlarut dengan cara DO meter.

c.

Dibandingkan dengan metode titrasi, peranan kalibrasi alat DO meter sangat


menentukan akurasinya hasil penentuan pengukuran.
Menurut Septiawan (2014), Kelemahan metode Winkler dalam menganalisis

DO (Dissolved Oxygen),yaitu:
a.

Penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir
titrasi agar amilum tidak membungkus I2 karena akan menyebabkan amilum

b.

sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula.


Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2
mudah menguap dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang
biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2,
oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

2.5. Baku Mutu Perairan


Menurut (Marasabessy, 2010), keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, untuk : Biota Laut Nomor
: 51 Tahun 2004.
Tabel 1. Baku Mutu Air Laut
NO.

PARAMETER FISIKA

SATUAN

BAKU MUTU

Kecerahan

Coral:

>5<10%

perubahan
euphotic
depth mangrove: 2

Kecerahan

lamun: >3
Alami

Kekeruhan

NTU

<5

Padatan tersuspensi total

Mg/l

Coral:20<10%
perubahan
konsentrasi

rata-

NO.

PARAMETER FISIKA

SATUAN

rata musiman
BAKU MUTU

Sampah

Nihil

Suhu

Alami3 (c)
Coral: 28-30 ( c )
Lamun:28-30( c )

Lapisan Minyak

Nihil

NO.

PARAMETER FISIKA

SATUAN

BAKU MUTU

pH

7-8,5d<0,2 satuan
perubahan pH

/00

Salinitas

Alami3( e )
Coral: 33-34( e )
mangrove:

s/d

34(e)
3

Oksigen terlarut (DO)

mg/l

Lamun: 33-34( e)
>5>6(>80-90%
kejenuhan)

BOD

PAH

6
7
8
9
10
11
12

NO.
13
14
15
16
17
18
19

Mg/l
(Paliaromatik Mg/l

Hidrokarbon)
Senyawa Fenil total
PCB total (poliktor bifenil)
Surfaktan (deterjen)
Minyak dan lemak
Pestisida
TBT (Tributil tin)
LOGAM TERLARUT
Raksa (Hg)

PARAMETER FISIKA
Kromium heksavalen (Cr(VI))
Arsen (As)
Kadmium (Cd)
Tembaga (Cu)
Timbal (Pb)
Seng (Zn)
Nikel (Ni)
BIOLOGI

20
0,003

Mg/l
Mg/l
Mg/l MBAS
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l

0,002
0,01
1
1
0,01
0,01

SATUAN
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l
Mg/l

BAKU MUTU
0,005 0,002
0,012 0,002
0,001 0,015
0,008
0,008
0,05
0,05

0,001 0,05

20
21
22
23

Coliform (total)
Patogen
Plankton
RADIO NUKLIDA
Komposisi
yang

MPN/100 ml
Sel/100 ml
Sel/100 ml
tidak Bq/I

diketahui

III. MATERI DAN METODE


3.1. Waktu dan Tempat
3.1.1. Praktikum Lapangan
Hari, tanggal

: Jumat, 1 April 2016

Waktu

: 14.45 15.00 WIB

Tempat

: Dermaga Marine Station, Teluk Awur, Jepara

3.1.2. Praktikum Laboratorium


Hari, Tanggal

: Rabu, 19 April 2016

Pukul

: 13.00 14.30 WIB

1000 g
Nihil
Tidak bloom
4

Tempat

: Laboratorium Kimia Gedung E, Fakultas Perikanan dan Ilmu


Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat Praktikum
Tabel 2 . Alat-alat Praktikum
No

Nama Alat

Botol Reagen

Gambar

Fungsi
Sebagai

tempat

menyimpan

sampel

Gelas Ukur

Untuk

mengukur

volume

bahan cair

Labu Ukur

Untuk mengukur bahan cair


dalam skala yang lebih besar

Pipet Tetes

Untuk

memindahkan

cairan

dalam skala kecil

Corong

Untuk membantu memasukan


zat

cair

ke

tempat

diameter mulutnya kecil

yang

Buret dan Statifnya

Sebagai alat titrasi/ tempat zat


cair untuk menitrasi

Tissue

Untuk membersihkan alat

Erlemayer

Sebagai tempat sampel yang


akan dititrasi

3.2.2. Bahan Praktikum


Tabel 3. Bahan-bahan Praktikum
No
1

Nama Bahan
Gambar
Sampel Air Laut

Fungsi
Sebagai sempel yang akan diuji

125 mL

HCl

Untuk

meleburkan/melarutkan

kembali endapan

Na2S3O

Sebagai

larutan

standar

untuk

menitrasi sampel

Amilum

Sebagai larutan indikator titrasi

MnCl2

Sebagai reagen untuk mengawetkan


larutan

sample

dan

membuat

endapan pada larutan sample.

KI- NaOH

Sebagai reagen untuk mengawetkan


larutan

sample

dan

membuat

endapan pada larutan sample.

3.3. Metode
3.3.1 Cara Kerja Pengambilan Sampel
Alat-alat untuk mengambil sampel disiapkan dahulu

Sampel (air laut) diambil di tiap ekosistem (lamun, rumput


laut dan mangrove)

Botol bening warna gelap disiapkan

Jarak 8 meter dari tepi pantai, kemudian air laut


dimasukkan dalam botol

Botol dibuka dan diisi air laut sampai hampir penuh,


usahakan tidak ada gelembung yang masuk ke dalam
botol

Botol ditutup kembali dengan rapat

Air laut dalam botol, ditambahkan KI-NaOH dan MnCl2


masing-masing sebanyak 20 tetes

Sampel disimpan dalam cool box dan dibawa ke


laboratorium untuk diuji lebih lanjut

SELESAI

3.3.2. Cara Kerja Pengujian Sampel di Laboratorium


Mulai

Alat dan bahan disiapkan

Tambahkan 1 ml HCl pekat pada larutan


sampel lalu dihomogenkan

Sampel (air laut) sebanyak 50 ml dituangkan


kedalam erlenmeyer ukuran 100 ml

Sampel tersebut dititrasi dengan Na2S2O3


sampai terjadi perubahan warna dari kuning
pekat menjadi kuning pucat

Ditambahkan amilum sebanyak 5 tetes,


kemudian titrasi dilanjutkan hingga terjadi
perubahan warna biru menjadi tidak berwarna

Volume total Na2S3O3 sebelum dan sesudah


titrasi di catat

Konsentrasi nilai dari oksigen akhir dicatat

SELESAI

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Hasil Perubahan Warna Selama Titrasi Iodometri

Gambar 1. Hasil Titrasi


Pertama

Gambar 2. Hasil Larutan dibeli


Indikator Amilum

Gambar 3. Hasil akhir titrasi


Iodometri
4.2. Pembahasan
Pada saat pengambilan sampel air laut digunakan botol reagen (botol winkler)
yang berwarna gelap agar sampel tidak terkena cahaya matahari. Sampel air laut
yang sudah diambil ditetesi dengan larutan MnCl2 dan juga larutan KI-NaOH yang
bertujuan untuk mengawetkan sampel air laut tersebut, untuk mematikan bakteri
dan mikroorganisme yang ada di dalam sampel air laut dan kedua larutan tersebut
juga berfungsi untuk mengendapkan sampel, hingga pada akhirnya sampel yang
akan diamati di laboratorium akan tetap baik keadaannya. Sampel yang akan
diamati kemudian ditetesi dengan larutan HCl pekat (asam kuat) yang bertujuan
untuk menghilangkan endapan atau melarutkan endapan yang ada pada sampel
sehingga sampel dapat digunakan dan dapat diamati kadar oksigennya. Larutan
Na2S2O3 digunakan sebagai larutan standard yang telah diketahui konsentrasinya
untuk mentitrasi sampel air laut, larutan ini diberikan untuk memberikan
perubahan warna larutan yang dititrasi dari kuning pekat menjadi kuning bening.

Indikator yang digunakan adalah indicator amilum. Penggunaan indikator ini


untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir
titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya
ditambahkan pada titik akhir titrasi. Penambahan amilum yang dilakukan saat
mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod
karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa
semula.
Pada praktikum ini hasil perhitungan kadar oksigen yang diperoleh dari
larutan sampel kelompok 4 kelas A adalah 26,88 mg/l. Baku mutu untuk air laut
menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004
Tentang Baku Mutu Air Laut dalam parameter DO (Dissolved Oxygen) atau kadar
oksigen terlarut adalah dengan nilai optimal 5 mg/l sampai 20 mg/l, dimana hasil
dari kelompok 4 sudah sangat terlalu tinggi.
Hasil yang didapat menjadi sangat tinggi bisa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan tersebut
adalah suhu air laut itu sendiri, suhu merupakan regulator utama proses alamiah di
dalam lingkungan laut, suhu mengendalikan aktivitas, memacu dan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan yang dapat menyebabkan kematian jika laut
tersebut sangat hangat atau sangat dingin secara tiba-tiba, faktor lingkungan yang
kedua adalah arus laut, arus akan berpengaruh juga terhadap distribusi gas-gas
yang terlarut, garam, makanan dan organisme yang ada di laut itu sendiri,
kandungan oksigen terlarut umumnya pada perairan berarus deras cukup tinggi,
faktor lingkungan yang ketiga adalah kekeruhan (turbiditas), kekeruhan yaitu
suatu ukuran yang menyatakan apakah cahaya matahari itu dapat menembus suatu
perairan tersebut atau tidak. Biasanya jika kekeruhan di suatu perairan laut cukup
tinggi, maka oksigen terlarut yang terkandung di dalamnya rendah. Pada
umumnya jika kekeruhan meningkat, nilai estetikanya menurun, filtrasi air lebih
sulit dan mahal, dapat juga berkurangnya zat-zat kimia yang menjadikan perairan
tersebut jernih kembali. Pada faktor yang terjadi di laboratorium sendiri, banyak
faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari perhitungan kadar oksigen terlarut
sebagai contoh yaitu, pada proses penyimpanan sampel suhu lingkungan dapat

berpengaruh, pada saat meneteskan HCl pekat, konsentrasi dari HCl pekat yang
diteteskan terlalu banyak sehingga mempengaruhi sampel tersebut, pada proses
penetesan indikator amilum dapat kelebihan atau bahkan kurang yang dapat
mempengaruhi sampel juga.
Hasil perhitungan kadar oksigen yang diperoleh dari 14 sampel berbeda-beda.
Pada hasil perhitungan kadar oksigen terlarut yang diperoleh dari ekosistem
lamun memiliki hasil kadar oksigen terlarut berkisar antara 11,52 mg/l sampai
dengan 36,16 mg/l, untuk hasil perhitungan kadar oksigen terlarut yang diperoleh
dari ekosistem rumput laut berkisar antara 9,6 mg/l sampai 80 mg/l dan untuk
hasil perhitungan kadar oksigen terlarut yang diperoleh dari ekosistem mangrove
berkisar antara 14,72 mg/l sampai 35,84 mg/l.
Terlihat dari hasil yang diperoleh dari seluruh sampel, kadar DO dari
ekosistem rumput laut lebih tinggi dari pada ekosistem lamun hal ini dapat
dikarenakan rumput laut adalah merupakan lokasi perkembangbiakan ikan dan
kerang yang mendukung ketersediaan pangan bagi manusia, sehingga jumlah
organisme yang terdapat disuatu ekosistem tersebut maka dapat mempengaruhi
DO dari suatu ekosistem, sama halnya dengan hasil DO yang didapat di ekosistem
lamun dan ekosistem mangrove, pada ekosistem lamun memiliki hasil
perhitungan kadar DO yang lebih tinggi, hal ini dapat disebabkan karena
ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang mempunyai
peranan penting berbagai biota laut dan merupakan salah satu ekosistem bahari
yang paling produktif namun memiliki kandungan zat hara yang rendah yang
dapat mempengaruhi, pada ekosistem mangrove hasil perhitungan kadar DO yang
didapat sedikit lebih rendah hal yang dapat disebabkan atau dapat dipengaruhi
oleh pengaruh dari dekatnya ekosistem dari pantai dan pada organisme yang
terdapat di suatu ekosistem tersebut. Distribusi oksigen terlarut yang rendah
umumnya ditemukan pada lokasi yang dekat ke pantai. Hal ini dipengaruhi oleh
bioproses yang banyak terjadi di perairan estuarine, sedangkan kadar oksigen
terlarut yang tinggi pada umumnya ditemukan di lokasi yang semakin jauh dari
pantai, hal ini dipengaruhi oleh lancarnya oksigen untuk masuk ke dalam air
melalui proses difusi dan proses fotosintesa, namun hal ini tidak dapat menjadi
patokan utama.

Hasil perhitungan kadar DO baik dari kelompok 4 dan kelompok lainnya,


didapat hasil yang terlalu tinggi, hasil perhitungan kadar DO dari suatu perairan
seharusnya tidak lebih dari 20 mg/l, jika perhitungan kadar DO melebihi 20 mg/l
maka terjadi eutrofikasi. Eutrofikasi adalah pengayaan (enrichment) air dengan
nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Unsur hara
yang dimaksud adalah nitrogen (N) dan fosfor (P), atau merupakan proses di
mana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan
yang normal. Proses ini juga sering disebut dengan blooming

yang dapat

menyebabkan tingginya kadar DO suatu perairan.


Hal yang meyebabkan tingginya suatu kadar DO adalah adanya keadaan
blooming atau pertumbuhan baik tumbuhan yang memproduksi unsur-unsur yang
ada secara berlebihan, kemudian dari faktor limbah organik yang terbawa atau
bermuara ke suatu perairan tersebut yang akan membawa senyawa-senyawa asing
dan berlebihan yang akan menyebabkan tingginya suatu kadar DO. Faktor
kedalaman air juga dapat mempengaruhi, dimana semakin dalam air tersebut
maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis
semakin berkurang dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan bahan organik dan anorganik dan yang terakhir adalah suhu, semakin
rendah suhu maka akan semakin besar kandungan oksigen terlarut yang ada pada
suatu perairan tersebut, jika semakin tinggi suhu tersebut maka akan semakin
sedikit kandungan oksigen terlarut yang ada. Jika suatu perairan dalam, maka
cahaya matahari yang sampai ke perairan akan lebih sedikit daripada yang di
permukaan. Sedikitnya cahaya matahari yang sampai di suatu kedalaman akan
menyebabkan kecerahan itu sedikit. Kecerahan ini akan berdampak pada kegiatan
fotosintesis dan keberadaan fitoplankton yang akan sedikit pula. Sehingga hal ini
akan menyebabkan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis akan lebih
rendah daripada yang berada di permukaan perairan. Oksigen terlarut akan rendah
dengan semakin bertambahnya kedalaman perairan.
Faktor eksternal yang dapat menyebabkan tingginya kadar DO adalah saat
penyimpanan sampel air di laboratorium tidak dimasukkan ke lemari pendingin
sehingga suhu menjadi meningkat dan membuat mikoorganisme yg ada di sampel

air berfotosintesis yang menyebabkan kandungan oksigen terlarut meningkat, dan


yang paling berpengaruh adalah faktor dari proses titrasi itu sendiri (human error)
yang dapat mempengaruhi hasil dari kadar DO yang sangat tinggi.

V.

PENUTUP

5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar

oksigen terlarut dalam sampel air laut yang didapatkan oleh kelompok kami
adalah sebesar 26,88 mg/l. Didapat pula hasil rata-rata tiap ekosistem yang
didapat seluruh kelompok yaitu pada ekosistem lamun kadar oksigen terlarutnya
adalah 22,857 mg/l, pada ekosistem rumput laut sebesar 35,2 mg/l dan pada
ekosistem mangrove sebesar 23,95 mg/l
5.2. Saran
1. Sebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disesauikan
dengan standarnya agar hasil yang didapat bisa akurat, seperti amilum dan
natium tiosulfat seharusnya dibuat secara tepat.

2. Sebaiknya praktikan lebih teliti dan berhati-hati selama melaksanakan


parktikum agar tidak mengganggu jalannya praktikun dan mengurangi
kerusakan alat alat laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Chandra, A.D. 2012. Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self Tuning PID
Melalui Metode Adaptive Control. ITS. Surabaya.
Marasabessy, M.D. 2010. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam Air Laut dan
Sedimen di Perairan Pulau Bacan, Maluku Utara. Pusat Penitian
Oceanografi. Jakarta
Nuryanti, S. 2010. Indikator Titrasi Asam-Basa dari Ekstrak Bunga Sepatu. UGM.
Yogyakarta
Patty, S. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema,
Sulawesi Utara. LIPI. Belitung.

Septiawan, M. 2014. Penurunan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan


Tanaman CATTAIL dengan Sistem Constructed Wetland. UNS.
Semarang.
Simanjuntak, M. 2012. Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen
Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah. LIPI. Jakarta,
Tirtowiyadi. 2011. Aplikasi Kontrol Propotional Plus Integral pada Pengaturan
Kadar Oksigen Akuarium. Universitas Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai