Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Iodometri


Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetric secara

oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi. Titrasi oksidimetri adalah titrasi

terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi

(oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi

dengan larutan standar zat pereduksi. Titrasi iodometri tidak langsung, pada titrasi ini

natrium tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator larutan amilum. Natrium

tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh reaksi antara analit

dengan larutan KI berlebih, sebaiknya indikator amilum ditambahkan pada saat

titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat membentuk kompleks yang

stabil dengan iodin (Padmaningrum, 2014).

Prinsip dari metode iodometri adalah terjadinya perubahan warna

setelah sampel dititrasi. Analisis ini sangat sulit dilakukan secara langsung

untuk sampel yang berwarna seperti bumbu dapur. Salah satu kelemahan iodometri

dalam mengukur kandungan iodat dalam bumbu dapur meliputi

aspek-aspek (Saksono, 2002) :

1. hilangnya iodat sebagai iodium (I2) pada saat ditambahkan KI, sebagaimana

diketahui bahwa metode iodometri menggunakan pereduksi kalium iodida untuk

mereduksi iodat menjadi iodium. Pada saat inilah kemungkinan iodium yang

dihasilkan terlepas ke udara sehingga hasil dari penitaraan akan kecil.

2. bereaksinya iodium yang dihasilkan dengan air (hidrolisis) dan hasil reaksinya

akan bereaksi lanjut yang akan menimbulkan penggunaan natrium tiosulfat

menurun sehingga hasil titrasi akan kecil.


3. metode iodometri hanya dapat mengukur iodium dalam bentuk iodat saja.

Sehingga iodium dalam bentuk senyawa lain belum tentu bisa diukur oleh

metode ini.

4. kepekaan dari indikator amilum yang berkurang pada sampel yang berwarna

sehingga mempengaruhi hasil akhir titrasi yang dilakukan.

2.2 Titrasi Bromatometri

Bromatometri menggunakan indikator yang bersifat irreversible, hal ini

dikarenakan Br2 yang terbentuk dari BrO3- dapat merusak dari indikator organic

yang bersifat reversible. Warna dari indikator dapat terlihat pada saat titrasi sehingga

dibutuhkan untuk dilakukannya penambahan indikator kuantitas. H5[AsMo10V2O40]

sebagai senyawa anorganik dapat stabil terhadap reaksi dari Br2 dan dapat berfungsi

sebagai indikator yang reversible untuk titrasi bromatometri. Tidak hanya itu,

senyawa ini dapat berfungsi tanpa mengurangi reaktan dikarenakan akhir dari titrasi

senyawa ini kembali ke bentuk semula (Fodor dan Alexandru, 2003).

Titrasi bromatometri, pada titrasi ini zat yang digunakan larutan standar

kalium bromat (KBrO3) karena hasil titrasinya berupa bromin dengan jumlah

kuantitas yang bisa diketahui. Bromin yang terbentuk kemudian dengan mudah dapat

digunakan untuk membrominasi secara kuantitatif berbagai senyawa-senyawa

organik. Bromida berlebih yang relatif terhadap bromat terdapat pada kasus-kasus

semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari jumlah

KBrO3 yang diambil. Biasanya, bromin dihasilkan apabila terdapat kelebihan pada

kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik yang dititrasi

untuk membantu berlangsungnya reaksi ini agar selesai sepenuhnya.

Reaksi bromin dengan senyawa organik dapat berupa substitusi atau

adisi (Day dan Underwood, 2001).


Reaksi dari bromin ini dengan 8-hidroksiquinolin adalah sebuah reaksi

subtitusi (Day dan Underwood, 2001).

Gambar 1. Reaksi 8-hidroksikuinolin dengan bromin

2.3 Reaksi Kation Logam dengan Oksin

Logam dalam lingkungan mungkin berada dalam bentuk-bentuk yang

berbeda seperti padat, cair, atau gas atau dalam bentuk lain sebagai unsur, senyawa

anorganik dan organik. Redistribusi banyak logam beracun ke lingkungan yang

disebabkan oleh peningkatan bertahap dalam kegiatan industri, yang berujung

mempengaruhi kehidupan manusia. Diantara berbagai unsur-unsur beracun, logam

berat seperti besi, kobal dan kromium yang sangat lazim di alam karena penggunaan

industri yang tinggi. Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan

perairan dikontrol oleh derajat keasaman air, jenis, konsentrasi logam dan kelat serta

keadaan komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan

redoks (Afos dkk, 2014).

Proses pemisahan ion logam dalam campuran dengan menggunakan

membran cair telah banyak dipublikasikan. Sebagian besar laporan studi literatur

membicarakan penggunaan zat pembawa berupa turunan eter, oksin, campuran

makrosiklik dan lain-lain. Berbagai macam zat pembawa yang ditambahkan

ke dalam membran cair sebagai mediator untuk memacu proses transpor ion logam

tersebut dalam pemisahan telah banyak diuji keakuratannya. Zat pembawa berfungsi
sebagai ligan yang mampu menarik dan menseleksi ion-ion logam yang diinginkan

di fasa tertentu dan menghantarkannya ke fasa lain berdasarkan kelarutan ion pada

antar muka dan kompetisinya dalam pembentukan kompleks (Putri dkk, 2014).

Zat yang digunakan sebagai penitrasi disebut zat baku atau zat standar. Zat

baku dapat dikelompokkan menjadi zat baku primer dan zat baku sekunder. Suatu zat

dimasukkan ke dalam kategori zat baku primer bila memenuhi syarat antara lain

memiliki kemurnian tinggi , mudah dimurnikan, stabil dalam waktu lama, stabil

dalam bentuk larutannya dalam waktu penyimpanan relatif lama

(6 bulan), dan memiliki massa molekul relatif yang pasti. Zat baku primer tidak

memerlukan pembakuan, artinya bila ditimbang secara kuantitatif maka

konsentrasinya dalam larutan yang dibuat secara kuantitatif pula akan dapat

dipastikan melalui perhitungan (Permanasari, 2018).

Penggolongan analitis 8-hydroxyquinolin (C9H6NOH) diperoleh dari Riedel

de Hahn, Hannover, federal Republik Jerman. Memiliki berat molekul 145,16 g/mol,

titik leleh 76oC, titik didih 266,6oC, dan kelarutan air sekitar 4 mmol/liter.

Konsentrasi dari oksin dalam larutan aqueous ditentukan dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 340 nm menggunakan kurva standar. Semua pengukuran

dibuat dalam larutan yang sudah diatur pada pH 12,5 dengan menggunakan

NaOH (Ferreiro dkk., 1988).

Suatu kompleks akan terbentuk antara suatu kation atau logam dengan

beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Kation atau logam tersebut

berfungsi sebagai ion pusat sedangkan molekul netral atau ion donor

elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau sering disebut ligan.

Ligan 8-hidroksikuinolin (C9H7NO) atau dikenal dengan nama oksin merupakan

senyawa aromatis polisiklis (Hermawati, 2016).


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Standardisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar

sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar

primer. Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya

sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi

sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi untuk

diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik yg menyatakan

banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies

(atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya

atau strukturnya (Padmaningrum, 2014).

Kadar logam dalam 8-hidroksikuinolin dapat diketahui dengan menggunakan

metode titrasi. Metode titrasi yang digunakan adalah metode titrasi iodometri dan

metode titrasi tidak langsung. Metode titrasi iodometri merupakan metode titrasi

yang murah, akurat dan dapat diterapkan dan dianalisis secara rutin. Metode titrasi

iodometri banyak digunakan dalam berbagai penelitian, contohnya analisis iodat

pada bumbu dapur, analisis vitamin C pada berbagai macam buah-buahan, dan

sebagainya (Nweze dkk., 2015).

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukanlah suatu percobaan reaksi kation

logam dengan 8-hidroksikuinolin, dimana pada percobaan ini akan diukur kadar

logam tembaga (Cu).


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami reaksi

kation logam dengan senyawa oksin.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar logam tembaga (Cu)

dengan pereaksi oksin.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah penentuan kadar logam Cu dengan senyawa

oksin melalui proses pengendapan dan penyaringan, dimana endapan hasil

penyaringan dibersihkan dari zat pengotornya dan dilarutkan dengan HCl panas,

kemudian dititrasi menggunakan KBrO3 dan Na2S2O3 untuk menentukan kadar

logam Cu dalam larutan tersebut.


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan KI 10%,

larutan CH3COONa 0,1 M, CH3COOH 0,1 M, larutan HCl 4 N, larutan HCl 2 N,

larutan oksin 2 % dalam pelarut etanol, KBr 0,5 gram, larutan KBrO3 0,1 N, larutan

Na2S2O3 0,05 N, indikator metil orange 0,1 %, larutan amilum 1 %, larutan

CuSO4.5H2O 0,1 N, aluminium foil, kertas pH universal, sabun dan akuades.

3.2 Alat percobaan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu ukur 50 mL, gelas

kimia 400 mL, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 100 mL, pipet volume 25 mL, pipet

volume 10 mL, labu erlenmeyer 250 mL, gelas ukur 10 mL, bulb, pipet tetes,

buret 50 mL, kertas saring Whatman nomor 42, statif, klem, corong, batang

pengaduk, sendok tanduk, sikat tabung, termometer 100 ºC, tissue roll, alat pemanas

listrik dan neraca analitik.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan larutan buffer asetat pH 6

Sebanyak 17,5 mL larutan CH3COONa 0,1 M dipipet ke dalam gelas kimia,

kemudian ditambahkan 1 mL larutan CH3COOH 0,1 M. Setelah itu, diaduk

kemudian diukur pH-nya menggunakan indikator sampai pH 6.

3.3.2 Standarisasi Na2S2O3 0,1 N dengan KIO3

Sebanyak 25 mL larutan Na2S2O3 dimasukkan ke buret menggunakan corong.

Larutan KIO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan HCl 4 N dan KI


10 % masing-masing 10 mL. Setelah itu, dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,05 N

hingga berubah warna menjadi kuning muda. Ditambahkan amilum sebanyak

2-3 tetes, kemudian dititrasi kembali hingga larutan menjadi tidak berkeruh. Setelah

itu, dilihat dan dicatat volume titran yang digunakan.

3.3.3 Penentuan kadar Cu dalam CuSO4. 5H2O dengan pereaksi oksin

Sebanyak 25 mL larutan logam tembaga (Cu) 0,1 N dipipet ke gelas

kimia 400 mL. Lalu, ditambahkan larutan buffer asetat sebanyak 3 tetes. Selanjutnya,

tetes demi tetes larutan oksin 2 % dalam alkohol sambil diaduk hingga terbentuk

endapan warna kekuningan. Dipanaskan beberapa menit pada suhu 60-70 oC,

kemudian disaring menggunakan kertas saring nomor 42. Endapan dicuci dengan air

panas untuk menghilangkan sisa-sisa larutan induk. Endapan dilarutkan dengan

25 mL HCl 4 N panas. Lalu, ditambahkan 0,5 gram KBr dan 3 tetes indikator

metil orange. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan baku KBrO3 0,1 N hingga

terbentuk warna kuning muda dan dicatat volume titran yang digunakan. Setelah

dititrasi, larutan diencerkan dengan menggunakan larutan 14 mL HCl 2 N kemudian

segera ditutup dengan aluminium foil dan disimpan di tempat tertutup kurang lebih

2 menit. Kemudian, ditambahkan 10 mL larutan KI 10 % dan dititrasi dengan larutan

baku Na2S2O3 0,05 N. Saat mendekati titik akhir titrasi, indikator amilum

ditambahkan beberapa tetes kemudian dititrasi kembali dengan larutan

Na2S2O3 0,05 N sampai titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan

menjadi kuning bening. Dicatat volume titran yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai