Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KIMIA ANALISIS I

ANALISIS BIKROMATOMETRI

Disusun Oleh :
Aning Yulianingtyas
(121011017)
Tijani Jamilah

(121011018)

Nur Rahmanto

(121011024)

Karomatul Fitri

(121011036)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
IST AKPRIND YOGYAKARTA
2012
1

ABSTRAK

Analisis Bikromatometri atau dikenal juga dengan sebutan analisis Dikromatometri


merupakan salah satu metode analisis yang termasuk analisis Redoks. Adapun analisis
Oksidimetri merupakan salah satu jenis titrasi dimana titrasi berlangsung antara suatu
oksidator pada buret sebagai penitrasi dan reduktor pada erlenmeyer. Dimana dalam analisis
Bikromatometri ini, Kalium Bikromat dengan rumus molekul K 2Cr2O7 digunakan sebagai
Oksidator atau dapat disebut juga Larutan Standar. Hal ini dikarenakan Kalium Bikromat
merupakan pereaksi Oksidator yang cukup kuat dengan potensial standar +1,33 V akan tetapi
penggunaannya harus dikeringkan dalam oven terlebih dahulu agar lebih stabil. Pada analisis
ini, indikator yang digunakan adalah indikator yang mempunyai harga kisaran potensial yang
berada disekitar harga potensial titik ekivalen titrasi. Indikator harus bereaksi secara cepat
dengan penitrasi. Kita dapat menggunakan indicator berupa N-phenylantranilic acid atau
Sodium Diphenylamina Sulfonat. Analisis Bikromatometri ini digunakan untuk penetapan
Fe(II); Nitrat; Khlorat; Peroksida Organik; dsb. Adapun analisis menggunakan metode
analisis Bikromatometri ini dimulai dengan pembuatan larutan standar yaitu Kalium
Bikromat (K2Cr2O7). Kemudian dilanjutkan dengan preparasi terhadap sampel ( tergantung
sample yang dianalisa ). Lalu sampel dianalisa dengan cara dititrasi menggunakan Kalium
Bikromat (K2Cr2O7) dan ditambahkan indicator yang sesuai sebagai penanda titik equivalent.
Sehingga kadar Fe(II); Nitrat; Khlorat; Peroksida Organik; dsb dapat diketahui dengan
perhitungan pada tahap akhir.

Kata Kunci : Oksidimetri; Kalium Bikromat; titik equivalent; penetapan Fe(II); Sodium
Diphenylamina Sulfonat ; N-phenylantranilic acid.

1. LATAR BELAKANG
2

Analisis kuantiatif bertujuan untuk menentukan banyaknya zat atau


senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif dibedakan
menjadi 2 yaitu:
a. Metode konvensional (klasik)
b. Metode instrumental (modern)
Analisis kuantitatif kovensional dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Analisis volumetri (titrasi)
b. Analisis gravimetri
Titrasi merupakan metode analisis kuantitatif yang dilakukan dengan
cara mengukur volume larutan standar yang bereaksi kuantitatif dengan analit
(sampel). Larutan standar merupakan larutan yang diketahui konsentrasinya
secara pasti. Larutan standar dimasukkan ke dalam buret,dan larutan yang
akan dianalisis diletakkan di dalam wadah erlenmeyer. Apabila suatu asam
kuat dititrasi dengan suatu basa kuat,maka konsentrasi asam kuat dapat
diketahui dengan mengukur jumlah basa kuat yang bereaksi dengannya.
Akhir reaksi selama titrasi diketahui dengan bantuan suatu indicator.
Indikator yang digunakan merupakan asam organik lemah yang memiliki
warna berbeda ketika beradadalam bentuk ion dan molekulnya. Keadaan ini
terjadi pada kondisi keasaman yang berbeda. Suatu indikator harus dipilih
untuk menandai akhir titrasi tersebut dengan pertimbangan pH larutan pada
saat tercapai titik ekivalen.
Analisis volumetri (titrasi) dilakukan dengan metode:
a.
b.
c.
d.

Asidi-Alkalimetri
Oksidasi-Reduksi
Presipitimetri
Kompleksometri

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada
titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai
reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan
terjadi dalam analisis. Prosedur titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan
suhu yang dinaikkan, penambahan katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi
kembali. Pereaksi berlebih biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil
kelebihannya dengan mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi
selanjutnya. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator
3

telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Beberapa contoh dari titrasi redoks
antara lain adalah titrasi permanganometri, titrasi iodometri dan titrasi iodimetri. Hubungan
reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan
perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat
menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi
redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.
Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah
persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila
memenuhi syarat.Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan
suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit
dengan titran.
Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi
redoks memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta,
sifatoksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup
baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih
mudah.Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator.
Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan
indicator seringkali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna
titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau
penentuan alkohol dengan kalium dikromat. Beberapa titrasi redoks menggunakan
amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang
lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika
kedua indicator di atas tidak dapat diaplikasikan,misalnya ferroin, metilen, blue, dan
nitroferoin. Kalium dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl.
Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi
dengan tiosulfat),dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan
ferosianida dan nitrit.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Analisis

Bikromatometri

merupakan

salah

satu

jenis

analisis

Oksidimetri. Dimana, analisis Oksidimetri merupakan analisis dengan prinsip


titrimetri dimana titrasi berlangsung antara suatu oksidator pada buret sebagai
4

penitrasi dan reduktor pada erlenmeyer. Larutan standar yang digunakan


pada analisis ini adalah Kalium Bikromat atau K 2Cr2O7. Penggunaan K2Cr2O7
sebagai larutan standar dikarenakan sifatnya yang merupakan pereaksi
oksidasi yang cukup kuat meskipun tidak sekuat KMnO 4.
Kalium dikromat merupakan agen pengoksidasi yang lebih lemah
dibandingkan kalium permanganat, tetapi memiliki beberapa keuntungan
daripada kalium permanganat. Kalium dikromat dapat diperoleh dalam kondisi
murni dan stabil hingga temperatur titik leburnya. Larutan standar kalium
dikromat

dapat

diperoleh

dengan

menimbang

garam

kering

dan

melarutkannya dalam sejumlah air (aquades). Larutan ini cukup stabil bila
disimpan dalam wadah bertutup, sehingga terhindar dari penguapan
pelarutnya. Larutan kalium dikromat digunkan pada kondisi asam, yang
tereduksi dengan cepat menjadi garam krom(III) yang berwarna hijau pada
temperatur ruang.
Larutan kalium bikromat juga cukup stabil dari reduksi oleh material organik
daripada kalium permanganat, disamping stabil terhadap cahaya. Karena itu
kalium dikromat merupakan reagen yang baik untuk analisis besi dalam
bijihnya; bijih dilarutkan dalam asam klorida, besi (III) direduksi menjadi besi
(II) dan larutan dititrasi dengan larutan standar kalium bikromat
Cr2O72- + 6Fe2+ + 14H+

2Cr3+ + 6Fe3+ + 7H2O

Dalam kondisi asam, reduksi kalium bikromat dapat dituliskan dengan


persamaan
Cr2O72- + 14H+ + 6e-

2Cr3+ + 7H2O

Persamaan ini mengindikasikan hubungan ekivalensi, 1 ekivalen bikromat


adalah 1/6mol atau 1/6 x 294.18 atau 49.039 gr. Sehingga 1 liter larutan
standar 0.1M mengandung 4.9030 gr/Liter.
Munculnya warna hijau karena reduksi kalium bikromat tidak
memungkinkan untuk menentukan titik ekivalen titrasi dengan pengamatan
langsung terhadap warna larutan. Suatu indikator redoks harus ditambahkan
untuk memberikan perubahan warna yang tegas. Tujuan ini melahirkan cara
5

penentuan titik ekivalen dengan metode indikator eksternal. Indikator-indikator


yang banyak digunakan untuk analisis titrasi dengan kalium bikromat antara
lain asam N-fenilantranilat, (0,1% dalam 0,005 M NaOH) dan natrium
difenilsulfonat (0,2% larutan berair). Indikator kedua terutama digunakan
dengan keberadaan asam fosfat.
(Widodo, Didik Setio dan Retno Ariadi Lusiana. 2010. Kimia Analisis
Kuantitatif. Hlm119-122. Graha Ilmu,Semarang)

3. METODE ANALISIS

Prinsip Analisis :
Adapun dilakukan preparasi sample (contohnya dalam sample
biji besi) terlebih dahulu sebagai perlakuan awal dalam analisis
Bikromatometri. Dimana analisis diawali dengan mereduksi besi yang
terdapat dalam sample tersebut dari Fe 3+ menjadi Fe2+ dengan cara
melarutkan sample ke dalam HCl dan akan direduksi oleh SnCl 2. Fe2+
6

yang terbentuk kemudian dititrasi menggunakan larutan K 2Cr2O7


dengan indikator Sodium Diphenylamina Sulfonat. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna yang mencolok.

Reaksi yang terjadi :


Pada saat Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ menggunakan SnCl2
HCl
2 Fe3+ + Sn2+
Sn4+ + 2 Fe2+
2+
Pada saat Fe dititrasi menggunakan larutan K2Cr2O7

6 Fe2+ + Cr2O72- + 6H+

2 Cr3+ + 6 Fe3+ + 7 H2O

Alat dan bahan yang digunakan :


a. Alat
1. Buret 50 mL
2. Neraca analitik
3. Erlenmeyer 250 mL
4. Gelas piala
5. Labu ukur 250 mL
6. Pipet gondok 10 mL
7. Pipet gondok 20 mL
8. Gelas ukur 50 mL
9. Hot plate
10. Pipet tetes
11. Propipet atau ballpipet
12. Kaca arloji atau botol timbang
13. Oven
14. Krus porselen
b. Bahan
1. Padatan K2Cr2O7 p.a.
2. Sample
3. Larutan HCl 12 M
4. Larutan SnCl2 0,5 M
5. Larutan HgCl2 0,25M
6. Larutan H3PO4 85%
7. Larutan H2SO4 pekat
8. Indikator Sodium Diphenylamina Sulfonat
9. Aquades

Prosedur kerja :
A. MENYIAPKAN LARUTAN STANDARD K2Cr2O7 0,1 N.
- Timbang dengan teliti sebanyak 0,2 0,3 gram K 2Cr2O7 yang
telah

dikeringkan didalam oven pada suhu 140 0C selama

30-60 menit.
7

- Larutkan dengan aquades sampai 250 mL didalam labu ukur


250 mL dan gojog hingga tercampur secara homogen.
Larutan ini akan menghasilkan larutan K2Cr2O7 0,1000 N.
Catatan : BE K2Cr2O7 = 1/6 Mr K2Cr2O7
B. MELARUTKAN SAMPEL BIJIH BESI DAN MEREDUKSI Fe
(III)
- Menimbang dengan teliti sekitar 0,5 gram sampel bijih besi
didalam

beaker glass 500 mL.

- Tambahkan 10 mL larutan HCl 12 M dan tutup dengan kaca


arloji
- Panaskan diatas hot plate dibawah titik didih sampai sampel
larut (sekitar 20-50 menit) yaitu larutan sampai berubah
menjadi kuning, ini
-

menunjukkan terbentuknya besi (III)].

Larutan diuapkan sampai sekitar 5 mL dan larutkan


dengan aquades sampai 15 mL.

- Larutan dipanaskan sampai mendidih


- Tambahkan larutan SnCl2 0,5 M tetes demi tetes sampai
warna

kuning

berubah

menjadi

warna

hijau

terang

(kadangkadang) tidak berwarna.


Ingat : penambahan SnCl2 jangan terlalu berlebih.
- Larutan dipanaskan lagi kemudian didinginkan sampai suhu
kamar
- Tambahkan 10 mL aquades dan 10 mL larutan HgCl 2 0,25M
disertai dgn pengadukan. Semua sisa SnCl 2 akan teroksidasi
menjadi Sn (IV).
- Biarkan sekitar 3 menit, endapan putih (Hg 2Cl2) akan
terbentuk
- Bila terbentuk endapan berwarna abu-abu atau hitam. Itu
berarti terbentuk Hg logam, larutan dibuang (preparasi
diulang)
- Bila larutan tetap berwarna putih maka titrasi dengan larutan
standar K2Cr2O7 dengan cara dibawah.
8

- Percobaan dilakukan 3 kali.


C. TITRASI SAMPEL DENGAN LARUTAN STANDAR K2Cr2O7
- Larutan tersebut diatas encerkan dengan aquades sampai 50
ml dalam labu ukur.
- Ambil 10,00 mL larutan tersebut dengan pipet volume,
tuangkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
- Segera tambahkan 100 mL aquades, 5 mL H2SO4 (1:5), 3 mL
H3PO4 85% dan 5 tetes indikator difenilamin sulfonat.
- Larutan dititrasi dengan larutan standar K 2Cr2O7 0,1000 N yg
disiapkan.
- Percobaan dilakukan 3 kali
- Hitung kadar besi (%) yang ada dalam sampel dengan
persamaan :

Kadar Fe(%) =

FP = faktor pengenceran, dalam hal ini 50/10

Diagram proses analisa


HCl
sample

PREPARASI
AWAL

PEMANASAN
selama 20 50 menit

SnCl2 0,5 M

PELARUTAN

MEREDUKSI
HgCl2 0,25M + aq

sambil dipanaskan

PENGENCERAN
10

PREPARASI
TITRASI
ANALISA

FP :

H2SO4 (1:5)
+ H3PO4 85%
indikator

4. PEMBAHASAN
Meskipun K2Cr2O7 sebagai larutan standar memiliki sifat nonhigroskopis, stabil, dan tahan terhadap cahaya, namun pada saat pembuatan
larutan standar ini dari padatan juga diperlukan pemanasan menggunakan
oven pada suhu 1400C selama 30-60 menit terlebih dahulu agar berat K 2Cr2O7
lebih konstan. Setelah pembuatan larutan standar selesai, bila perlu, juga
dilakukan standaridisasi menggunakan Natrium Tiosulfat untuk mengetahui
secara pasti konsentrasi larutan standar yang telah dibuat. Apabila
konsentrasi larutan standar telah dipastikan, maka dilanjutkan dengan analisis
yang dalam hal ini digunakan untuk penetapan kadar Fe dalam biji besi.
Adapun hal yang juga perlu diingat, dimana K 2Cr2O7 yang termasuk sebagai
larutan standar primer maka standardisasi tidak selalu harus dilakukan karena
mempunyai sifat yang inert. Dalam penetapan kadar besi yang terdapat
dalam biji besi seperti yang dicontohkan sebagai salah satu penerapan yang
menggunakan metode analisis bikromatometri ini, besi di dalam sampel ini
dapat dianalisa dengan cara tidak langsung yaitu dengan melarutkan sampel
bijih besi kedalam HCl untuk membentuk besi (III).
F2O3 + 6 H+

2 Fe3+ + 3 H2O

Adapun fungsi HCl dalam hal ini hanya digunakan untuk melarutkan
dan menimbulkan suasana asam. Selanjutnya besi (III) yang terdapat dalam
sample direduksi dengan SnCl2 untuk membentuk besi (II).
11

2 Fe3+ + Sn2+

HCl

Sn4+ + 2 Fe2+

Dimana, SnCl2 yang ditambahkan sebaiknya tidak berlebihan. SnCl 2 yang


terlalu banyak akan bereaksi dengan HgCl 2 yang ditambahkan untuk
mengetahui adanya kelebihan SnCl 2 yang terlalu banyak, dalam hal ini SnCl 2
akan mereduksi Hg (II) menjadi Hg logam yang berwarna abu-abu sampai
hitam. Bila terjadi seperti itu maka pelarutan sampel bijih besi diulang dari
awal. Besi (II) yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar kalium dikromat
K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan indikator difenilamin sulfonat.
6 Fe2+ + Cr2O72- + 6H+

2 Cr3+ + 6 Fe3+ + 7 H2O

5. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan analisis dikromatometri maka praktikan
dapat menarik beberapa kesimpulan yang penting, yaitu :
a. Dikromatometri adalah metode titrasi menggunakan larutan kalium
dikromat K2Cr2O7

sebagai titran yang dapat digunakkan untuk

penetapan Fe(II), NO3-, ClO3-, H2O2, MnO4- dan Cr2O72- dsb.


b. Larutan K2Cr2O7 merupakan larutan standar primer yang beratnya
stabil dan tahan terhadap cahaya. Biasanya, digunakan untuk
menstandardisasi Na2S2O3.

Pada pembuatan Larutan K2Cr2O7,

padatan K2Cr2O7 yang akan dilarutkan perlu

dipanaskan dalm oven

terlebih dahulu agar lebih stabil.


d. Untuk penetapan kadar Fe(II) dari biji besi, dilakukan preparasi awal
terhadap sample yang berupa biji besi. Biji besi tersebut dilarutkan
dalam HCl terlebih dahulu sehingga Fe 3+ direduksi menjadi Fe2+.
Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan K 2Cr2O7 dan akan
teroksidasi kembali menjadi Fe3+. Sehingga hal yang sangat perlu
diperhatikan adalah penambahan peraksi harus berlebih agar benarbenar teroksidasi seluruhnya menjadi Fe3+.
12

DAFTAR PUSTAKA
Wijayanti, Merita Ika. 2009. Tugas Kimia Analisis I Analisis Bikromatometri.
IST AKPRIND: Yogyakarta
Widodo, Didik Setio dan Retno Ariadi Lusiana. 2010. Kimia Analisis
Kuantitatif. Hlm 119-122. Graha Ilmu: Semarang

13

LAMPIRAN
14

Contoh perhitungan
PENETAPAN KADAR Fe DALAM BIJI BESI MENGGUNAKAN
METODE DIKROMATOMETRI

HASIL PENGAMATAN :

Berat Sample Biji Besi = 2,560 g

Normalitas larutan K2Cr2O7 = 0, 9976 N

Pelarutan menggunakan = SnCl2 0,5 M

Reduksi = 10 mL aquades dan 10 mL larutan HgCl2 0,25M

H2SO4 (1:5) yang ditambahkan = 5 mL


H3PO4 85% yang ditambahkan = 3 mL
indikator difenilamin sulfonat = 5 tetes

Tabel Hasil Titrasi Fe dalam biji besi oleh K2Cr2O7


Titik Ekivalen
PERCOBAAN
(mL)
1

2,5

3,0
15

2,5

Rata rata TE

2,67

Keterangan : perubahan warna menjadi merah ungu

BE Fe = 56 g/mol

Perhitungan

Kadar Fe(%) =

= 2,67 mL x 0, 9976 N x 56 g/mol x

x 100 %

2,560 g x 1000
= 29, 1330 %

Jadi, kadar Fe yang terdapat dalam biji besi sebanyak 2,560 g = 29, 1330 % .
Adapun penetapan nya menggunakan metode analisis bikromatometri
dengan K2Cr2O7 sebagai larutan standar.

16

PERALATAN LABORATORIUM YANG DIGUNAKAN

Neraca Analitik

Buret 50 mL

17

Erlenmeyer 250 mL

Labu ukur 100 mL

Gelas piala

Pipet gondok 10 mL

18

Gelas ukur 100 mL

Krus porselin

Hot plate

pipet tetes

19

Anda mungkin juga menyukai