Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen
terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu,
oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam
kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik
dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan
perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa
kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas (Salmin, 2000).
Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesis dan absorbsi atmosfer atau udara. DO di suatu perairan sangat berperan dalam proses
penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu
perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti DO. Semakin
banyak jumlah DO (dissolved oxygen), maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen
terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik
yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi (Salmin, 2000).
DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di
samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam
proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari
udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan
tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) (Swingle, 1968) atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg
O
2
/lt. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam
dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70% (Huet, 1970).
Metode titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan
kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan
dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl
2
dan NaOH atau KI, sehingga akan terjadi
endapan MnO
2
. Dengan menambahkan H
2
SO
4
atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut
kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I
2
) yang ekivalen dengan oksigen terlarut.
Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na
2
S
2
O
3
) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji) (Anonim, 2011)
Dengan menggunakan metode titrasi Winkler dapat ditentukan kadar Dissolved Oxygen
(DO) dari suatu perairan. Dari kandungan DO yang diperoleh, dapat diketahui apakah kandungan
DO yang dibutuhkan oleh organisme air tercukupi atau tidak.

1.2 Permasalahan
Dalam praktikum ini permasalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara menganalisis DO dengan metode Winkler?
2. Bagaimana cara pembuatan reagen yang digunakan untuk mengukur
DO dengan metode winkler?
3. Bagaimana cara mengetahui kandungan DO dalam air kran di kolam FST?
4. Bagaimana kualitas air kran kolam FST yang digunakan sebagai sampel?

1.3 Tujuan
Dalam praktikum ini bertujuan untuk:
1. Dapat melakukan analisis DO dengan metode Winkler.
2. Dapat mengetahui cara pembuatan reagen yang digunakan untuk mengukur
DO dengan metode winkler.
3. Dapat mengetahui kandungan DO dalam air kran di kolam FST.
4. Dapat mengetahui kualitas air kran kolam FST yang digunakan sebagai
sampel.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
Hipotesis kerja : Semakin tinggi kandungan DO dalam suatu sampel, maka

semakin baik kualitas air kran FST tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum mengenai Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Keberadaan oksigen di perairan sangat penting untuk diketahui sebab oksigen sangat penting
bagi kehidupan. Banyaknya O
2
terlarut dalam peerairan biasa disebut DO. Dilihat dari jumlahnya,
oksigen terlarut adalah satu jenis gas terlarut dalam air pada urutan kedua setelah nitrogen.
Namun jika dilihat kepentingannya bagi kehidupan, oksigen menempati urutan paling atas.
Sumber utama oksigen dalam perairan adalah hasil difusi dari udara, terbawa melalui presipitasi
(air hujan) dan hasil fotointesis fitoplankton. Sebaliknya, kandungan DO dalam air dapat
berkurang karena dimanfaatkan oleh aktivitas respirasi dan perombakan bahan organik (Sumeru,
2008).
Kekurangan oksigen dapat dialami karena terhalangnya difusi akibat stratifikasi salinitas
yang terjadi. Rendahnya kandungan DO dalam air berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan
dan kehidupan akuatik lainnya, dan jika tidak ada sama sekali DO mengakibatkan munculnya
kondisi anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika (Sumeru, 2008).
Air mengalir pada umumnya kandungan oksigennya cukup karena gerakannya menjamin
berlangsungnya difusi antara udara dan air. Bila pencemaran organik pada badan air, DO
tersebut digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan pencemar organik tersebut.
Komposisi populasi hewan dalam air sangat erat hubungannya dengan kandungan oksigen.
Kelarutan oksigen atmosfer dalam air segar atau tawar berkisar dari 14,6 mg/liter pada suhu 0
o
C
hingga 7,1 mg/liter pada suhu 35
o
C pada tekanan satu atmosfer (Canter, 1977).

2.2 Tinjauan Umum mengenai Analisis Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dengan Metode
Winkler
Metode titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar
DO. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan MnCl
2
dan NaOH atau KI, sehingga akan terjadi endapan MnO
2
.
Dengan menambahkan H
2
SO
4
atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga
akan membebaskan molekul iodium (I
2
) yang ekivalen dengan DO. Iodium yang dibebaskan ini
selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na
2
S
2
O
3
) dan menggunakan
indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI
2
+ NaOH Mn(OH)
2
+ 2 NaCI
Mn(OH)
2
+ O
2
2 MnO
2
+ 2 H
2
O
MnO
2
+ 2 KI + 2 H
2
O Mn(OH)
2
+ I
2
+ 2 KOH
I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
Na
2
S
4
O
6
+ 2 NaI
(Salmin, 2000)
Kelebihan metode Winkler dalam menganalisis DO (Dissolved Oxygen), yaitu:
a. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang akurat.
b. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan
cara DO meter.
c. Dibandingkan dengan metode titrasi, peranan kalibrasi alat DO meter sangat menentukan
akurasinya hasil penentuan pengukuran (Anonim, 2011).
Kelemahan metode Winkler dalam menganalisis DO (Dissolved Oxygen),yaitu:
a. Penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar
amilum tidak membungkus I
2
karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali
ke senyawa semula.
b. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I
2
mudah menguap
dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada
titrasi iodometri yaitu penguapan I
2
, oksidasi udara dan adsorpsi I
2
oleh endapan (Anonim,
2011).

2.3 Tinjauan Umum mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Oksigen Terlarut
(Dissolved Oxygen)
2.3.1 Suhu
Suhu air merupakan regulator utama proses alamiah di dalam lingkungan akuatik. Ia dapat
mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan berperan secara langsung atau tidak langsung
bersama dengan komponen kualitas air lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Suhu air
mengendalikan spawning dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangan yang dapat menyebabkan kematian kalau air menjadi panas
atau dingin sekali secara mendadak. Air yang lebih dingin lazimnya menghambat perkembangan,
sedangkan air yang lebih panas umumnya mempercepat aktivitas. Suhu air juga mempengaruhi
berbagai macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik (Canter, L.W. 1977).
2.3.2 Kecepatan Arus
Arus merupakan suatu gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal dan
vertikal massa air. Arus merupakan faktor ekologis yang penting terutama pada perairan yang
arusnya cukup tinggi. Arus dapat mempengaruhi distribusi gas terlarut, garam, dan makanan
serta organisme dalam air. Kecepatan arus tergantung kemiringan dasar, lebar, kedalaman sungai
dan debit air. Arus yang cukup tinggi akan memaksa organisme yang hidup di dalamnya
melakukan adaptasi untuk dapat bertahan sehingga pada perairan yang berarus cepat mempunyai
karakteristik tertentu dengan bentuk organisme yang biasa berada di air yang tergenang.
Umumnya kandungan DO pada perairan berarus deras cukup tinggi (Latief, 2003).
2.3.3 Kekeruhan (Turbiditas)
Turbiditas merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai seberapa jauh cahaya mampu
menembus air, dimana cahaya yang menembus air akan mengalami pemantula oleh bahan-bahan
tersuspensi dan bahan koloidal. Satuannya adalah Nephelometric Turbidity Unit (NTU), dimana
1 NTU sama dengan turbiditas yang disebabkan oleh 1 mg/l SiO
2
dalam air. Dalam danau atau
perairan lainnya yang relatif tenang, turbiditas terutama disebabkan oleh bahan koloid dan
bahan-bahan hakus yang terdispersi dalam air. Dalam sungai yang mengalir, turbiditas terutama
disebabkan oleh bahan-bahan kasar yang terdispersi. Biasanya jika kekeruhan cukup tinggi,
maka DO yang terkandung dalam perairan tersebut rendah. Selain itu, turbiditas penting bagi
kualitas air permukaan, terutama berkenaan dengan pertimbangan estetika, daya filter, dan
disinfeksi. Pada umumnya jika turbiditas meningkat, nilai estetika menurun, filtrasi air lebih
sulit dan mahal, dan efektivitas desinfeksi berkurang. Turbiditas dalam perairan mungkin terjadi
karena material alamiah, atau akibat aktivitas proyek, pembuangan limbah, dan operasi
pengerukan (Canter, L.W., 1977).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Mei 2012, untuk pembuatan regaen
dilakukan pada pukul 10.40 WIB-13.30 WIB di Ruang 226 dan untuk titrasi dilakukan pada
pukul 13.30 WIB-14.30 WIB di Ruang 122 Fakultas Sains dan Teknologi Kampus C Universitas
Airlangga.

3.2. Alat dan Bahan
Alat :
1. Botol Winkler 250 mL
2. Buret mikro 2 mL atau digital buret 25 mL
3. Pipet volume 5 mL; 10 mL dan 50 mL
4. Pipet ukur 5 mL
5. Erlenmeyer 125 mL
6. Gelas piala 400 mL
7. Labu ukur 1000 mL
Bahan:
1. MnSO
4.
H
2
O (mangan sulfat)
2. Air Suling
3. MnSO
4
(mangan sulfat)
4.

NaOH (natrium hidroksida) atau KOH (kalium hidroksida),
5. NaI (natrium iodida) atau KI (kalium iodida)
6. Amilum/kanji
7. NaN
3
(Natrium azida)
8. H
2
SO
4
pekat (asam sulfat pekat)
9. Na
2
S
2
O
3
. 5H
2
O (sodium thiosulfat)
10. Air kran kolam FST


3.3. Cara Kerja
Tabel. 3.3.1 Cara Pembuatan Reagen Mangan Sulfat
1. Mangan sulfat (MnSO
4.
H
2
O) sebanyak 22,75 g ditimbang
2. Mangan sulfat (MnSO
4.
H
2
O)

dilarutkan dengan air suling sampai dengan 62,5 mL dalam labu
ukur tepat sampai tanda tera

Tabel. 3.3.2 Cara Pembuatan Reagen Alkali Yodida Azida
1. Natrium hidroksida (NaOH) sebanyak 31,75 g dan natrium iodida (NaI) 8,44 g ditimbang
2. Natrium hidroksida (NaOH) dan Natrium Iodida (NaI) yang telah ditimbang, diencerkan
dengan air suling sampai 67,5 mL yang ditambahkan larutan 0,625 gr natrium azida (NaN
3
)
dalam 2,5 mL air suling

Tabel. 3.3.3 Cara Pembuatan Reagen Natrium Thiosulfat
1. Natrium thiosulfat (Na
2
S
2
O
3
. 5H
2
O) sebanyak 0,39 g ditimbang
2. Natrium thiosulfat (Na
2
S
2
O
3
. 5H
2
O) yang telah ditimbang dan dilarutkan dengan air suling
yang telah didihkan (bebas oksigen)
3. Larutan Na
2
S
2
O
3
ditambah 0,025 g NaOH ditambahkan dan diencerkan hingga 62,5 mL

Tabel. 3.3.4 Cara Pengambilan Sampel
1. Pengambilan sampel digunakan botol Winkler
2. Pengambilan air dilakukan di kran kolam FST dengan bibir botol Winkler didekatkan dengan
lubang kran

Tabel. 3.3.5 Cara Pengujian DO
1. Air sampel diambil dari kran kolam FST menggunakan botol Winkler
2. Mangan sulfat (MnSO
4
) sebanyak 1 mL dan 1 mL alkali iodida azida ditambahkan
menggunakan ujung pipet tepat di atas permukaan larutan
3. Botol segera ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna
4. Gumpalan dibiarkan mengendap 5-10 menit
5. Asam sulfat pekat (H
2
SO
4
pekat) sebanyak 1 ml ditambahkan dan ditutup
6. Larutan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna
7. Larutan homogen yang telah larut sempurna sebanyak 100 mL dipipet dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 150 mL
8. Larutan sampel

dititrasi Na
2
S
2
O
3
0,025 N sampai larutan berwarna kuning pucat atau kuning
transparan
9. Larutan sampel

ditetesi 2 tetes indikator amilum atau kanji
10. Titrasi kembali dilakukan sampai larutan jernih atau sampai warna biru tepat hilang
Kadar DO dihitung

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data-data sebagai berikut, dengan air sampel yang
berasal dari air kran kolam FST :
Tabel 4.1 Data hasil pengamatan
No. Pengamatan Hasil Pengamatan
1. Volum titran natrium tiosulfat (a) 2,9 ml
2. Normalitas larutan natrium tiosulfat (N) 0,025 N
3. Volume botol Winkler (V) 250 ml

4.2 Analisis Data
Berikut ini adalah hasil analisis perhitungan dari data yang diperoleh:
OT (Oksigen Terlarut) =
=
2,9 x 0,025 x 8000


250-4

= 2,35 mg O
2
/L

4.3 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) di air
kran kolam FST. Dari kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen), dapat diketahui kualias air
kran di kolam FST. Langkah pertama adalah pembuatan reagen, reagen yang dibuat adalah
larutan mangan sulfat, larutan alkali iodida azida, dan larutan natrium thiosulfat 0,025 N. Dalam
pembuatan reagen mangan sulfat, mangan sulfat yang digunakan sebanyak 22,75 g MnSO
4.
H
2
O
dan air suling sebanyak 62,5 mL. Dalam pembuatan reagen alkali yodida azida, alkali yodida
azida yang digunakan sebanyak 31,75 g NaOH dan 8,44 g NaI dan air suling sebanyak 67,5 mL.
Sebanyak 0,625 gr NaN
3
dalam 2,5 mL air suling ditambahkan pada pembuatan alkali yodida
azida. Dalam pembuatan reagen natrium thiosulfat, natrium thiosulfat yang digunakan sebanyak
0,39 g Na
2
S
2
O
3
. 5H
2
O, 0,025 g NaOH yang diencerkan, dan air suling 62,5 mL.
Langkah selanjutnya adalah pengujian DO. Air sampel diambil dari kran kolam FST
menggunakan botol Winkler. Pengambilan sampel dilakukan dengan bibir botol Winkler
didekatkan dengan lubang kran, agar tidak ada gelembung udara yang dihasilkan, dimana adanya
gelembung udara akan mempengaruhi nilai DO yang diukur. Tutup Winkler dibuka, 1 mL
MnSO
4
dan 1 mL KI (alkali iodida azida) ditambahkan menggunakan ujung pipet tepat di atas
permukaan larutan. MnO
2
dan KI (alkali iodida azida) berfungsi untuk mengikat O
2
.
Reaksi yang terjadi adalah:
MnO
2
+ 2 KI + 2 H
2
O Mn(OH)
2
+ I
2
+ 2 KOH.
Setelah itu, botol segera ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna.
Ion mangan yang ditambahkan pada sampel mengikat oksigen dan terjadi endapan MnO
2.
Gumpalan dibiarkan mengendap 5-10 menit. Setelah mengendap, 1 ml H
2
SO
4
pekat
ditambahkan dalam larutan dan ditutup. H
2
SO
4
berfungsi untuk melarutkan endapan kembali.
Larutan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna. Pada saat endapan larut, molekul iodium
yang ekivalen dengan oksigen terlarut juga ikut terbebas. Iodium (I
2
) yang dibebaskan ini
selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat. Larutan yang telah homogen
tersebut sebanyak 100 mL larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 mL. Larutan
sampel

dititrasi Na
2
S
2
O
3
0,025 N sampai larutan berwarna kuning pucat atau kuning transparan.
Reaksi yang terjadi adalah:
I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
Na
2
S
4
O
6
+ 2 NaI
Setelah terbentuk larutan kuning transparan yang pertama, Larutan sampel

ditetesi 2 tetes
indikator amilum atau kanji. Larutan indikator amilum atau kanji berfungsi untuk mengetahui
ada tidaknya kandungan amilum dalam air sampel atau tidak. Warna biru pada larutan sampel
menunjukkan uji positif adanya amilum. Titrasi kembali dilakukan sampai larutan jernih atau
sampai warna biru tepat hilang dan kadar DO dihitung.
Dari perhitungan menggunakan rumus OT (oksigen terlarut), dihasilkan oksigen terlarut
pada air kran kolam FST adalah sebesar 2,35 mg O
2
/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O
2
/L. Jadi, dapat
dikatakan bahwa air kran kolam FST baik, yaitu memenuhi baku standar yang telah ditetapkan.
Jadi, dengan kualitas air kran kolam FST yang baik, yaitu memenuhi baku standar yang ada,
air kran kolam FST dapat mendukung kehidupan makhluk hidup, terutama untuk biota perairan
(vegetasi dan hewan akuatik). Selain itu, air kran kolam FST dapat digunakan untuk keperluan
pertamanan dan pertanian.

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan data dan analisis perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Analisis suatu kandungan DO dapat menggunakan metode titrasi dengan cara Winkler.
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan 1 mL MnSO
4
dan 1 mL alkali iodida azida sehingga akan
terjadi endapan. Dengan menambahkan H
2
SO
4
pekat, maka endapan yang terjadi akan
larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I
2
) yang ekivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
natrium thiosulfat (Na
2
S
2
O
3
) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
2. Pembuatan reagen yang digunakan untuk mengukur DO (Dissolved Oxygen) dengan
metode Winkler sesuai dengan aturan dalam SNI tentang cara pembuatan reagen dalam
titrasi iodometri.
3. Kandungan DO dalam air kran di kolam FST adalah 2,35 mg O
2
/L.
4. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang
harus ada pada air adalah >2 mg O
2
/L, jadi dapat disimpulkan kualitas air kran kolam
FST yang digunakan sebagai sampel adalah baik, karena kandungan DO-nya memenuhi
baku standar, yaitu 2,35 mg O
2
/L.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim
1
. 2012. Laporan Praktikum Penyehatan Air. http://setiya-dewi-
megasari.blogspot.com/2012/02/laporan-praktikum-penyehatan-air-dan_24.html. Diakses pada
27 Mei 2012.
Burhan, Latief. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Surabaya : Airlangga University Press.
Canter, L.W. (1977) dalam Soemarno 2010. Beberapa Parameter Kualitas Sumberdaya Air. Malang :
Universitas Brawijaya.
Huet, H.B.N. (1970) dalam Santika, Sri Sumesti 1987. Metode Penelitian Air.
Jakarta : Usaha Nasional.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD)
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana.
30(3): 21-26.
Sumeru, Sri Umiyati, Ir. 2008. Produksi Biomassa Artemia. http://www.gooogle. com./Produksi
Biomassa Artemia/. Diakses tanggal 27 Mei 2012.
Swingle, H.S. (1968) dalam Akrimi 2007. Teknik Pengamatan Kualitas Air dan
Plankton di Reservat Danau Arang-Arang Jambi. Jambi : Universitas
Negeri Jambi.

Anda mungkin juga menyukai