Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia perindustrian di Indonesia sudah menjadi hal yang tidak asing lagi
terlihat. Tidak hanya di perkotaan, kini daerah yang sebagian besar terdiri dari
pedesaan juga dibangun perindustrian, sebagai contoh kecilnya adalah pabrik.
Pabrik setiap harinya menghasilkan sebuah limbah toksik (beracun) yang sebagian
besar dibuang didaerah perairan. Hal ini menurut mereka dapat mengurangi polusi
di udara apabila limbah tersebut dibuang di perairan, akan tetapi, mereka tidak
sadar bahwa apabila limbah tersebut terus dibuang di perairan maka akan
meracuni biotik dan abiotik yang terdapat pada perairan tersebut. Sebagai contoh
adalah matinya hewan yang ada di perairan (ikan, plankton, dan zooplankton)
karena sistem pernafasan dan proses metabolisme nya tidak dapat berproses
dengan baik dan tumbuhan yang tumbuh di dalam perairan akan mengalami
hambatan untuk berfotosintesis karena pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan terhambat. (Effendi,
2003).
Berdasarkan permasalahan yang ada, mengakibatkan jumlah oksigen yang
terlarut dalam air atau yang disebut dengan Dissolved Oxygen (DO) menjadi
kurang (sedikit). Hal ini dapat membuat kualitas air tersebut tidak layak untuk
dikonsumsi. Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan salah satu
parameter penting dalam analisis kualitas air. DO di suatu perairan sangat
berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air.
Semakin banyak jumlah DO yang terukur, maka kualitas air semakin baik. Kadar
DO yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi
anaerobik yang terjadi. (Hanafi, 2013).
Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran DO dengan menggunakan
metode Winkler. Metode winkler secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut dari suatu perairan. Kandungan DO yang
diperoleh, dapat diketahui apakah kandungan DO tersebut yang dibutuhkan oleh
organisme air dapat tercukupi atau tidak. Pengukuran DO bertujuan untuk melihat
sejauh mana air sampel mampu menampung biota air seperti ikan dan

1
mikroorganisme, selain itu, kemampuan air untuk membersihkan pencemaran
juga ditentukan oleh banyaknya oksigen yang terdapat di dalam air. (Huct, 1970)

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah:
1. Berapa nilai Dissolved Oxygen (DO) terhadap air sampel keran pada ruang
226 Laboratorium Ekologi Umum ?
2. Bagaimana kualitas air yang digunakan pada praktikum ini berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 ?
3. Faktor apa saja yang memengaruhi nilai DO pada air sampel ?

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:
1. Mengetahui nilai DO terhadap air sampel keran pada ruang 226 Laboratorium
Ekologi Umum.
2. Mengetahui kualitas air yang digunakan pada praktikum kali ini berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.
3. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi nilai DO pada air sampel.

1.4 Hipotesis
Hipotesis dari praktikum kali ini adalah, jika jumlah nilai Dissolved Oxygen
(DO) pada air sampel semakin tinggi, maka kualitas pada air sampel tersebut akan
semakin bagus. Apabila jumlah nilai Dissolved Oxygen (DO) pada air sampel
semakin rendah, maka kualitas pada air sampel tersebut semakin buruk atau
tercemar. Faktor yang memengaruhi DO ada beberapa, yaitu suhu, semakin tinggi
suhu maka semakin sedikit DO yang dihasilkan, selain itu ada tingkat kekeruhan
(turbiditas) yang tinggi maka DO yang terkandung dalam perairan tersebut
rendah, lalu apabila arus deras maka kandungan DO tinggi daripada yang berarus
pelan,selanjutnya salinitas yang tinggi maka tingkat kelarutan oksigen nya pun
tinggi, dan pH yang rendah (asam) maka nilai DO nya tinggi, sedangkan apabila
pH tersebut tinggi (basa) nilai DO yang rendah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dissolved Oxygen


Dissolved Oxygen (DO) adalah sejumlah oksigen yang terlarut dalam suatu
perairan yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mgO2/L). Dissolved
oxygen atau yang biasa disebut dengan oksigen terlarut merupakan salah satu
parameter penting dalam analisis kualitas air. Oksigen dalam air yang mengalir
umumnya tercukupi karena gerakannya menjamin berlangsungnya difusi antara
udara dan air. Bila terjadi pencemaran organik pada badan air, DO tersebut
digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan pencemar organik tersebut. Hal
ini dapat menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen terlarut dalam air.
(Hariyanto, 2008).
Kekurangan oksigen juga dapat dialami karena terhalangnya difusi akibat
stratifikasi salinitas yang terjadi. Rendahnya kandungan DO dalam air
berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan akuatik lainnya, dan jika tidak
ada DO sama sekali mengakibatkan munculnya kondisi anaerobik dengan bau
busuk dan permasalahan estetika. Kandungan DO dalam air dapat digunakan
sebagai indikator kualitas suatu perairan. Semakin besar nilai DO pada air,
mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai
DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. (Hariyanto, 2008).
Pengukuran DO bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung
biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk
membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air.
Oleh sebab itu, pengukuran parameter ini sangat dianjurkan di samping parameter
lain yang sering digunakan, seperti BOD dan COD dalam suatu perairan.
(Hutabarat, 2006).

2.2 Analisis Dissolved Oxygen (DO)


Analisis oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 cara, yaitu
metode titrasi dengan cara Winkler dan metode elektrokimia.

3
a. Metode elektrokimia
Metode elektrokimia adalah metode yang menggunakan peralatan DO meter.
Menganalisa DO menggunakan alat ini adalah dengan menganalisa kadar DO hari
ke nol dan selanjutnya menganalisa kadar DO hari ke 5. Kadar DO selanjutnya
dapat dianalisa dengan mengurangkan selisih antar keduanya. Cara penentuan
oksigen terlarut dengan metode elektrokimia adalah cara langsung untuk
menentukan oksigen terlarut dengan alat yang disebut DO meter. (Walina, 2004).
Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda
dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini
menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan,
elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permiabel
terhadap oksigen. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Walina, 2004) :
Katoda : O2 + 2H2O + 4e 4HO-
Anoda : Pb + 2HO- PbO + H2O + 2e

b. Metode Winkler
Metode Winkler adalah metode pengukuran kandungan oksigen terlarut
dengan cara titrasi iodometri menggunakan reagen. Fungsi dari reagen adalah
memunculkan karakteristik suatu zat yang terdapat dalam sampel yang dianalisa.
Reagen yang digunakan dalam metode Winkler adalah MnSO4 , NaOH + KI,
H2SO4 pekat, dan amilum. Fungsi menambahkan MnSO4 adalah untuk
membentuk endapan MnO4 pada sampel, NaOH + KI berfungsi untuk
memunculkan senyawa iodium pada sampel, H2SO4 pekat berfungsi melarutkan
endapan, dan amilum berfungsi mendeteksi adanya iodium dalam sampel .
(Walina, 2004).
Penggunaan metode Winkler diketahui dengan sampel yang akan dianalisis
ditambah larutan MnSO4 dan NaOH atau KI terlebih dahulu, sehingga akan
terbentuk endapan MnO2. Penambahkan H2SO4 atan HCl akan membuat endapan
yang terbentuk larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2)
yang ekuivalen dengan DO. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi
dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan dibuktikan adanya iodium
menggunakan indikator larutan amilum (kanji). (Walina, 2004).

4
Reaksi kimia yang terjadi pada titrasi Winkler dalam pembuatan reagen adalah
sebagai berikut (Walina, 2004) :
MnCl2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCl
2 Mn(OH)2 + O2 MnO2 + 2H2O
MnO2 + 2KI + 2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI
Perhitungan kandungan DO dengan metode Winkler dapat dihitung dengan
melihat volume titran natrium tiosulfat (Na2S2O3). Perhitungan ini dapat
dirumuskan sebagai berikut (Pramudji, 2003) :
..8000
OT = (4) ................................................................... (1)
100

keterangan:
OT = oksigen terlarut (mg O2/l)
a = volume titran natrium tiosulfat (ml)
N = normalitas larutan natrium tiosulfat (ek/l)
V = volume botol Winkler (ml)

2.4 Baku Mutu Nasional Tentang Air


Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
mengemukakan beberapa elemen penting dari kualitas air, yaitu sebagai berikut :
a. pH
Nilai pH yang normal berada antara 6 8 pH, air terpolusi berbeda-beda
tergantung dari jenis buangannya. Buangan yang banyak mengandung asam-asam
organik biasanya akan meningkatkan keasaman air. Air buangan industri-industri
bahan organik pada umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah yang
tinggi, sehingga keasaman juga tinggi atau pH nya rendah. Perubahan keasaman
pada air buangan, baik kearah alkali (pH naik) maupun kearah asam (pH turun)
akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air. Air buangan yang
mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering
menyebabkan karat pada besi.

5
b. Temperatur
Berbagai proses industri air sering digunakan sebagai medium pendingin.
Digunakan air tersebut akan menerima panas dari bahan yang didinginkan lalu
dibuang ketempat asalnya. Air buangan ini jelas akan mempunyai temperatur
yang lebih tinggi dari air asalnya. Kenaikan temperatur ini akan berakibat pada
turunnya oksigen terlarut, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya
kehidupan ikan dan hewan air lainnya, dan jika batas temperatur yang mematikan
terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati.
c. Warna, bau dan Rasa
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi. Warna air yang tidak
normal biasanya menunjukkan adanya polusi. Warna air dapat dibedakan atas dua
macam yaitu warna sejati (true color) yang disebabkan oleh bahan-bahan terlarut,
dan warna semu (apparent color), yaitu selain adanya bahan-bahan terlarut juga
adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid.
Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-
bahan kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan air, baik yang masih
hidup ataupun yang sudah mati. Air yang berbau sulfite disebabkan oleh reduksi
sulfat dengan adanya bahan-bahan organic dan mikroorganisme anaerobik.
Rasa tidak terdapat pada air yang normal. Timbulnya rasa yang menyimpang
biasanya disebabkan oleh adanya polusi, dan rasa yang menyimpang tersebut
dihubungkan dengan bau, karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan.
Bau yang tidak normal pada air juga dianggap mempunyai rasa yang tidak
normal.
d. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme hidup
untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. BOD tidak
menunjukkan jumlah bahan organic yang sebenarnya, tapi hanya mengukur secara
relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
buangan tersebut. Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm,
dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap murni., jika nilai BOD
air mencapai 5 ppm maka kemurnian air tersebut diragukan. Buangan industri
mempunyai nilai BOD 100 sampai 1.000 ppm. Tingginya nilai BOD menjadi

6
masalah ketika oksigen terlarut dalam air sebelumnya sudah terlalu rendah, yang
mengakibatkan organisme hidup tidak dapat memecah atau mengoksidasi bahan-
bahan buangan yang ada di dalam air,
e. DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen (DO) merupakan parameter mutu air karena nilai oksigen
terlarut dapat menunjukan tingkat pencemaran. DO berasal dari proses fotosintesis
tanaman air, dimana jumlahnya tergantung dari jumlah tanaman dan dari atmosfir
yang masuk kedalam air. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah
mengakibatkan biota yang ada di dalam air akan mati, sebaliknya apabila tingkat
kelarutan oksigen yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan proses perkaratan
semakin cepat karena oksigen akan mengikat hydrogen yang melapisi permukaan
logam. DO ditegaskan dalam Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/L.

2.3 Faktor yang Memengaruhi Kandungan Dissolved Oxygen (DO)


Pada saat melakukan pengukuran kandungan Dissolved Oxygen (DO) pada air
sampel, tentu akan didapatkan beberapa kesalahan yang berbeda dengan perkiraan
sebelumnya. Beberapa kesalahan tersebut tentunya sangat berpengaruh dalam
hasil akhir analisis perhitungan DO. Kesalahan yang kita peroleh tidak dapat
dipisahkan dari faktor yang memengaruhi. Beberapa faktor yang memengaruhi
yaitu kandungan Dissolved Oxygen (DO) di dalam air adalah sebagai berikut
(Maria, 2010) :
a. Suhu
Suhu air merupakan regulator utama proses alamiah di dalam lingkungan
akuatik. Suhu dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan berperan
secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas air
lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Suhu air mengendalikan aktivitas,
memacu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang dapat
menyebabkan kematian jika air menjadi panas atau dingin sekali secara
mendadak. Air yang lebih dingin lazimnya menghambat perkembangan,
sedangkan air yang lebih panas umumnya mempercepat aktivitas. Suhu air juga
mempengaruhi berbagai macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan

7
akuatik. Oleh karena itu, semakin tinggi suhu yang dihasilkan maka semakin
sedikit pula kadar DO yang terdapat pada suatu perairan, begitupun sebaliknya
semakin dingin suhu perairan, maka semakin tinggi pula DO yang dihasilkan.
(Andayani, 2005).
b. Kecepatan Arus
Arus merupakan suatu gerakan air yang mengakibatkan perpindahan
horizontal dan vertikal massa air. Arus merupakan faktor ekologis yang penting
terutama pada perairan yang arusnya cukup tinggi. Arus dapat mempengaruhi
distribusi gas terlarut, garam, dan makanan serta organisme dalam air. Kecepatan
arus tergantung kemiringan dasar, lebar, kedalaman sungai dan debit air. Arus
yang cukup tinggi akan memaksa organisme yang hidup di dalamnya melakukan
adaptasi untuk dapat bertahan sehingga pada perairan yang berarus cepat
mempunyai karakteristik tertentu dengan bentuk organisme yang biasa berada di
air yang tergenang. Oleh karena itu, kandungan DO pada perairan berarus deras
cukup tinggi daripada yang berarus pelan. (Latief, 2003).
c. Kekeruhan (Turbiditas)
Turbiditas merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai seberapa jauh
cahaya mampu menembus air, dimana cahaya yang menembus air akan
mengalami pemantulan oleh bahan-bahan tersuspensi dan bahan koloid.
Satuannya adalah Nephelometric Turbidity Unit (NTU), dimana 1 NTU sama
dengan turbiditas yang disebabkan oleh 1 mg/l SiO2 dalam air. Danau atau
perairan lainnya yang relatif tenang, turbiditas terutama disebabkan oleh bahan
koloid dan bahan-bahan harus yang terdispersi dalam air. Sungai yang mengalir,
turbiditas terutama disebabkan oleh bahan-bahan kasar yang terdispersi. Biasanya
jika kekeruhan cukup tinggi, maka DO yang terkandung dalam perairan tersebut
rendah. . (Lesmana, 2001).
Turbiditas penting bagi kualitas air permukaan, terutama berkenaan dengan
pertimbangan estetika, daya filter, dan disinfeksi. Pada umumnya jika turbiditas
meningkat, nilai estetika menurun, filtrasi air lebih sulit dan mahal, dan efektivitas
desinfeksi berkurang. Turbiditas dalam perairan mungkin terjadi karena material
alamiah, atau akibat aktivitas proyek, pembuangan limbah, dan operasi
pengerukan. (Lesmana, 2001).

8
d. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut pada sebuah
perairan. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan laut berbeda
tergantung pada organisme biotik dan abiotik yang hidup di dalamnya. Salinitas
yang tinggi maka tingkat oksigen nya pun tinggii, karena zooplankton dan
plankton yang ada di dalam perairan akan hidup dengan baik, serta apabila terkena
sinar matahari secara langsung maka akan mudah untuk menguap sehingga akan
ada perpindahan oksigen dan karbondioksida secara terus menerus dengan cepat.
Akhirnya akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam suatu perairan tersebut
tinggi. (Mulyadi, 2014).

9
(halaman ini sengaja dikosongkan)

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Pembuatan reagen untuk titrasi DO dengan metode Winkler dilaksanakan
pada hari Jumat, 08 April 2016 pukul 15.00, sedangkan untuk pengambilan
sampel air berlangsung pada hari Selasa, 12 April 2016 pukul 08.50-10.40 WIB di
ruang Laboratorium Ekologi Umum 226 dan 227, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Dissolved Oxygen (DO) adalah botol
winkler, botol polyethilen, labu erlenmeyer, pipet tetes, buret, statif, gelas ukur,
gelas beaker,
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah MnSO4, NaN3, H2SO4, NaOH-KI, Na2S2O3,
indikator amilum, akuades, dan air keran.

3.3 Cara Kerja


Cara kerja pada praktikum Dissolved Oxygen (DO) adalah sebagai berikut :
a. Pembuatan reagen
Reagen Mangan Sulfat
Bubuk ditimbang 240 gram MnSO4. 4H2O
Bubuk dimasukan kedalam labu ukur 500 ml
Bubuk ditambahkan akuades hingga encer
Hasil

Reagen Alkali Iodida Azida


NaOH 250 gram dan NaI 67,5 gram ditimbang, dan ditambahkan 5 gram
NaN3
Dilarutkan secara terpisah dalam 50 ml akuades
Larutan diencerkan hingga 500 ml dan didinginkan
Hasil

11
Reagen Natrium Thiosulfat
Bubuk Na2S2O3.5H2O ditimbang 0,31025 gram
Dilarutkan dalam air suling hingga volume 500 ml
Larutan diawetkan dengan 0,125 gram NaOH
Diencerkan dengan akuades hingga 500 ml
Hasil

Reagen Amilum
Kanji ditimbang sebanyak 2,5 gram
Reagen dilarutkan dengan akuades sebanyak 500 ml
Larutan didihkan selama 2 menit hingga jernih
Larutan didinginkan dan diawetkan dengan 0,76 gram asam salisilat
Hasil

b. Pengambilan sampel

Air keran pada Laboratorium Ekologi Umum ruang 226

Sampel dilakukan pada air keran yang di taruh pada botol Winkler
Dilakukan dengan bibir botol Winkler didekatkan dengan lubang keran
Hasil

c. Pengujian DO

Air keran

Air sampel diambil dari keran menggunakan botol Winkler


MnSO4 sebanyak 1 ml dan 1 ml alkali iodida azida ditambahkan
menggunakan ujung pipet di atas permukaan larutan
Botol segera ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan
sempurna
Gumpalan dibiarkan 5-10 menit
Asam sulfat pekat sebanyak 1 ml ditambahkan kedalam larutan dan
ditutup
Larutan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna
Larutan homogen yang telah larut sempurna sebanyak 100 ml dimasukan
kedalam erlenmeyer 150 ml
Larutan sampel dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai larutan berwarna
kuning pucat
Larutan sampel ditetesi 2 tetes indikator amilum atau kanji
Titrasi kembali dilakukan sampai larutan jernih atau sampai berwarna biru
tepat hilang kadar DO dihitung

Hasil

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan kandungan oksigen terlarut dari sampel air
keran ruang 226 Laboratorium Ekologi Umum, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data hasil percobaan pertama :
No Pengamatan Hasil pengamatan

1. Volume titran natrium 6,9 ml


thiosulfat (a) sebelum di tetes
amilum
2. Volume titran natrium 2,1 ml
thiosulfat (a) sesudah di tetes
amilum
3. Total volume titran natrium 9 ml
thiosulfat (a)
4. Normalitas larutan natrium 0,01 ek/ml
thiosulfat (N)
5. Volume botol Winkler (V) 250 ml
6. Suhu ruangan 29C
7. Ph air kran 7,5

Tabel 4.2 Data hasil percobaan kedua :


No . Pengamatan Hasil pengamatan

1. Volume titran natrium 7 ml


thiosulfat (a) sebelum di tetes
amilum
2. Volume titran natrium 2,7 ml
thiosulfat (a) sesudah di tetes
amilum
3 Total volume titran natrium 9,7 ml
thiosulfat (a)
4 Normalitas larutan natrium 0,01 ek/ml
thiosulfat (N)
5. Volume botol Winkler (V) 250 ml
6. Suhu ruangan 29C
7. Ph air kran 7,5

13
4.2 Analisis data
Analisis data pengukuran kadar DO pada air keran ruangan 226 Laboratorium
Ekologi Umum, Fakultas Sains dan Teknologi dengan melakukan percobaan
secara duplo (dua kali) percobaan adalah sebagai berikut :

4.2.1 Percobaan pertama


Percobaan pertama mengunakan rumus dari metode Winkler adalah sebagai
berikut :
..8000
OT = (4)
100

Keterangan :
OT = oksigen terlarut (mg O2/L)
a = volume titran natrium thiosulfat (ml)
N = normalitas larutan natrium thiosulat (ek/l)
V = volume botol winkler (ml)
. . 8000
OT =
( 4)
100

9. 0, 0097. 8000
=
(250 4)
100
250
698,4
= = 7,1 mg O2/L
98,4

Diiperoleh kandungan DO dalam air keran ruang 226 Laboratorium Ekologi


Umum, Fakultas Sains dan Teknologi dipercobaan pertama adalah 7,1 mg O2/L

4.2.2 Percobaan kedua


Percobaan kedua mengunakan rumus dari metode Winkler adalah sebagai
berikut :
..8000
OT = (4)
100

Keterangan :
OT = oksigen terlarut (mg O2/L)
a = volume titran natrium thiosulfat (ml)

14
N = normalitas larutan natrium thiosulat (ek/l)
V = volume botol winkler (ml)
..8000
OT = (4)
100

9,7. 0,0097. 8000
=
250 4
752,72
= = 7,6 mg O2/L
98,4

Diperoleh kandungan DO dalam air keran ruang 226 Laboratorium Ekologi


Umum, Fakultas Sains dan Teknologi pada percobaan kedua adalah 7,6 mg O2/L.

4.2.3 Rata-rata Oksigen Terlarut


Berdasarkan perhitungan kedua percobaan mengenai kandungan DO
menggunakan metode Winkler maka, diperoleh rata-rata kandungan DO sebagai
berikut :
Rata-rata = OT1 + OT2
2
= 7,1 + 7,6
2
= 7,35 mg O2/L

4.3 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen) air keran di Laboratorium ekologi umum ruang 226. Oksigen terlarut
adalah salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air, nilai DO diukur
dalam konsentrasi dan menunjukan jumlah oksigen yang terlarut dalam jenis air
yang di uji. (Canter, 1977). Berdasarkan kadar oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen), dapat diketahui kualias air kran di laboratorium ruang 226.
Metode pengukuran DO ada 2 macam, yaitu dengan menggunakan DO meter
(elektrokimia) dan metode winkler. Praktikum ini menggunkan metode winkler,
karena dapat menguji kelarutan oksigen dalam air secata lebih teliti dan akurat
dibandingkan dengan cara elektrokimia. Hal ini sesuai dengan kelebihan yang
dimiliki oleh metode winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah

15
dimana dengan cara titrasi berdasarkan metode winkler lebih analitis, teliti dan
akurat apabila dibandingkan dengan cara elektrokimia yang langsung
menggunakan alat DO meter. Peranan suhu dan salinitas ini juga sangat vital
terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut pada alat DO meter, karena itu
metode winkler dinilai lebih akurat karena tidak terpengaruh oleh suhu dan
salinitas. (Effendi, 2003). Sebelum memulai titrasi DO dibuat dahulu reagen-
reagen untuk praktikum. Reagen-reagen tersebut antara lain MnSO4, NaOH+KI,
H2SO4, Na2S2O3 dan larutan amilum.
Pengujian DO air keran, sampel diambil dari keran ruang 226 Laboratorium
Ekologi Umum menggunakan botol Winkler. Pengambilan sampel dilakukan
dengan bibir botol Winkler didekatkan dengan lubang keran dan dimiringkan agar
air mengalir pada dinding botol winkler secara perlahan, hal ini diperuntukan agar
tidak ada gelembung udara yang dihasilkan, dimana adanya gelembung udara
akan mempengaruhi nilai DO yang diukur. Gelembung udara yang dihasilkan
biasanya disebut dengan aerasi. Aerasi adalah air yang mengandung oksigen
karena kontak langsung dengan udara. (Effendi, 2003).
Tutup Winkler dibuka, 2 mL MnSO4 dan 2 mL KI NaOH-KI ditambahkan
menggunakan ujung pipet ukur tepat di atas permukaan larutan. Fungsi dari
reagen MnSO4 berfungsi untuk mengikat oksigen dalam sampel yang diuji
kandungan DO nya, sedangkan NaOH+KI berfungsi membuat gumpalan-
gumpalan dalam air yang nantinya gumpalan itu akan dilarutkan oleh H2SO4 serta
membebaskan senyawa iodium yang ekuivalen dengan oksigen. Saat
pencampuran reagen MnSO4 dengan NaOH-KI didapatkan endapan, endapan
tersebut adalah MnO2 dan KI (alkali iodida azida) yang berfungsi untuk mengikat
O2. Reaksi yang terjadi adalah (Canter, 1977) :
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH.
Botol segera ditutup dan dikocok secara sempurna. Fungsi dari pengkocokan
ini adalah agar air dapat homogen dengan reagen, lalu didiamkan hingga
terbentuk gumpalan sempurna. Ion mangan (Mn) yang ditambahkan pada sampel
mengikat oksigen dan terjadi endapan MnO2. Gumpalan dibiarkan mengendap 5-
10 menit. Setelah mengendap, enam tetes H2SO4 pekat ditambahkan dalam larutan
dan ditutup. Seharunya penambahan H2SO4 hanya sebanyak dua tetes,namun

16
dikarenakan H2SO4 yang dibuat kurang pekat maka ditambahkan agar
konsentrasinya meningkat. H2SO4 berfungsi untuk melarutkan endapan kembali.
Larutan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna.
Pada saat endapan larut, molekul iodium yang ekuivalen dengan oksigen
terlarut juga ikut terbebas. Iodium (I2) yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi
dengan larutan standar natrium thiosulfat (Na2S2O3). Fungsi dari reagen Na2S2O3
adalah sebagai titrasi dan titran, sehingga membuat larutan menjadi lebih pekat
dan homogen. Larutan yang telah homogen tersebut sebanyak 100 mL larutan
dimasukan dalam labu ukur, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer . Larutan
sampel dititrasi Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning pucat atau kuning
transparan. Reaksi yang terjadi adalah (Effendi, 2003) :
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Larutan akan menjadi berwarna kuning transparan yang pertama, larutan
sampel ditetesi 2 tetes indikator amilum atau kanji. Larutan indikator amilum atau
kanji berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya kandungan amilum dalam air
sampel. Warna biru pada larutan sampel menunjukkan uji positif adanya amilum.
Titrasi kembali dilakukan sampai larutan jernih atau sampai warna biru tepat
hilang dan kadar DO dihitung.
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus OT (oksigen terlarut),
dihasilkan oksigen terlarut pada air keran di ruang 226 Laboratorium Ekologi
Umum pada percobaan pertama sebesar 7,1 mg O2/L dan percobaan kedua sebesar
7,6 O2/L, maka diambil rata-rata dari pengukuran tersebut oksigen terlarut pada
air keran Laboratorium ekologi umum ruang 226 sebesar 7,35 mgO2/L.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO
minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/L. Jadi, dapat dikatakan
bahwa air keran laboratorium ruang 226 baik, karena memenuhi baku mutu
standar yang telah ditetapkan.
Perbedaan hasil pada percobaan pertama dan kedua disebabkan oleh
terdapatnya gelembung pada botol winkler serta kurang tepatnya jumlah reagen
yang dimasukan, yaitu reagen H2SO4 yang kurang pekat pada awalnya.
Berdasarkan hasil DO yang didapat, dengan kualitas air keran di ruang 226 yang

17
baik, air kran dapat mendukung kehidupan makhluk hidup, terutama untuk biota
perairan (vegetasi dan hewan akuatik).
Faktor yang memengaruhi tingkat kelarutan dalam air pada percobaan ini
adalah pH dimana pH yang rendah atau bersifat asam, maka air tersebut akan
memiliki tingkat kelarutan oksigen (DO) yang tinggi, sedangkan apabila pH
tersebut tinggi atau bersifat basa, maka kelarutan oksigen (DO) pada sebuah air
tersebur bernilai rendah. Faktor lainnya adalah suhu, suhu air yang lebih dingin
(rendah) akan memiliki nilai DO yang tinggi, sedangkan semakin tinggi suhu
yang dihasilkan maka semakin sedikit pula kadar DO yang terdapat pada suatu
perairan tersebut. (Andayani, 2005).

18
BAB V
KESIMPULAN

1. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada air keran Laboatorium ekologi
umum ruang 226, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dengan
menggunakan metode Winkler pada pengukuran pertama adalah 7,1 mgO2/L
dan pengukuran kedua adalah 7,6 mgO2/L, sehingga didapatkan rata-rata OT
adalah 7,35 mgO2/L.
2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO
minimum yang harus ada pada air adalah >2 mgO2/L. Jadi, dapat dikatakan
bahwa air keran Laboratorium ekologi umum ruang 226 baik, karena
memenuhi baku mutu standar yang telah ditetapkan, yaitu rata-rata DO nya
adalah 3 mgO2/L.
3. Faktor yang memengaruhi pengukuran oksigen terlarut pada pengamatan ke-1
dan ke-2 adalah suhu, pH, kecepatan arus, kekeruhan (turbiditas), dan salinitas.

19

Anda mungkin juga menyukai