Badung
1.1 Latar Belakang
Sungai merupakan salah satu sumber mata air yang dapat dimanfaatkan manusia dan
makhluk hidup lainnya dalam memenuhi kebutuhan biologis mereka. Sungai tersebar di berbagai
tempat, baik pedesaan maupun perkotaan. Sungai di pedesaan umumnya memiliki air yang
jernih, berbeda halnya dengan di kota yang dipenuhi sampah, pekat, hitam, dan bau. Di samping
itu keberadaan rumah kumuh di sepanjang bantaran sungai, membuat suasana penat bagi
penduduk sekitar. Sungai kota seringkali menjadi momok pemerintah kabupaten atau kota dalam
upaya menata dan memperindah kota.
Salah satu sungai terbesar yang melintasi kota Denpasar yaitu Sungai Badung. Sungai
yang terletak di pusat kota tersibuk ini keberadaanya sangat mengkhawatirkan, bukannya
mendukung penciptaan keindahan kota, Sunagi Badung justru menjadi sumber masalah kota.
Pada berbagai sudut Sungai Badung selalu terdapat genangan sampah yang mengapung, Sungai
Badung telah dijadikan tempat pembuangan sampah bagi sebagian masyarakat atau warga kota
yang kurang memiliki disiplin lingkungan. Sungai Badung memiliki fungsi seperti sebuah
selokan karena penampakan fisiknya, air kotor, berwarna gelap, berlumpur tebal, dipenuhi
sampah, dan bau limbah dari rumah tangga dan dunia usaha. Selain itu di sungai badung banyak
di temukan sampah padat yang berupa plastic.
Plastik selalu lazim dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita selama
50 tahun terakhir. Akibatnya, produksi dan konsumsi berlebih bahan ini telah menyebabkan
peningkatan yang signifikan dalam produksi plastik global dan pembuangan selanjutnya selama
dua dekade terakhir. Namun, karena praktik pengelolaan limbah yang buruk di seluruh dunia,
sejumlah besar plastik, mulai dari ukuran makro (> 25mm) hingga nano (<100nm), berakhir di
ekosistem laut. Secara khusus, mikroplastik adalah partikel antara 1 sampai 5mm yang sebagian
besar berasal dari sumber primer seperti serat tekstil, microbeads kosmetik, dan residu pabrikan,
atau sumber sekunder seperti pemecahan potongan plastik yang lebih besar. Partikel-partikel
plastik ini terjadi dalam komposisi kimia yang bervariasi, dan memiliki sifat yang berbeda, daya
apung dan panjang gelombang spektral. Polimer mikroplastik yang paling umum ditemukan
termasuk polietena (PE), polipropilen (PP), polivinilklorida (PVC), polistirena (PS), dan
poliamida (PA) yang semuanya terurai di bawah pengaruh radiasi UV, salinitas laut dan abrasi
karena, misalnya gelombang.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini telah banyak memberikan kemudahan yang
dapat dilakukan dalam kehidupan manusia bahkan yang tidak terpikirkan sebelumnya. Salah satu
teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah di Indonesia sebagai negara yang
memiliki keluasan wilayah hutan adalah teknologi penginderaan jarak jauh. Teknologi
penginderaan jauh dan masalah kebakaran pada wilayah kehutanan di Indonesia menjadi latar
belakang diangkatnya penelitian dengan judul Aplikasi Penginderaan Jauh dan Monitoring
Dalam Mendeteksi Mikroplastik Di Sungai Badung Penginderaan jauh atau dalam istilah asing
sering disebut juga dengan istilah Remote Sensing merupakan ilmu untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah atau gejala dengan cara analisis data yang diperoleh dengan menggunakan
alat kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala tersebut (Lillesand et al, 2015). Umumnya
penelitian yang berkaitan dengan bidang ilmu Remote Sensing dilakukan dengan melibatkan
aplikasi pihak ketiga sebagai aplikasi pengolah citra. Aplikasi pihak ketiga banyak tersedia di
internet mulai dari yang gratis hingga berbayar. Penggunaan teknologi penginderaan jauh yang
bisa mengamati keadaan permukaan bumi tanpa bersentuhan langsung dengan lokasi sangat
membantu dalam menentukan titik pencemaran mikroplastik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah kelimpahan mikroplastik, karakteristik dan komposisi polimer yang terdapat
di Sungai Badung?
2. Bagaimana mikroplastik di Sungai Badung dapat dideteksi dengan menggunakan Citra
LANDSAT pada Teknologi Penginderaan Jarak Jauh?
1.3 Tujuan
1. Mengatahui kelimpahan mikroplastik, karakteristik dan komposisi polimer yang terdapat
di Sungai Badung
2. Mengatahui mikroplastik di Sungai Badung dapat dideteksi dengan menggunakan Citra
LANDSAT pada Teknologi Penginderaan Jarak Jauh
1.4 Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis mikroplastik yang mencemari sungai.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Sungai Badung
Sungai Badung merupakan salah satu sungai utama di Propinsi Bali yang mengalir di tengah-
tengah Kota Denpasar. Tukad Badung memiliki panjang aliran ± 21 km, berhulu di Desa
Lukluk Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung dan bermuara di daerah Teluk Benoa
(Estuary Dam), Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan. Daerah Aliran Tukad Badung
diperkirakan sekitar 29,23 km2 dengan debit rata-rata 2,39 m3/dt di musim kemarau dan 3,04
m3/dt di musim hujan
2.2 Mikroplastik
Mikroplastik (MPs) dirujuk ke bentuk partikel plastik dengan ukuran mulai dari 1μm hingga 5
mm (Frias et al., 2019). Saat ini, anggota parlemen telah ditemukan di lingkungan air tawar yang
berbeda, seperti danau, sungai dan bahkan air limbah pabrik pengolahan (Barrows et al., 2018;
Eerkes-Medrano et al., 2015). Banyak bidang penelitian dan studi eksperimental menunjukkan
bahwa anggota parlemen berpotensi mempengaruhi kehidupan dan pengembangan organisme
melalui jalur langsung dan tidak langsung, termasuk langsung kontak, kepatuhan, konsumsi, dan
pada akhirnya transfer ke seluruh rantai makanan (Farrell et al., 2013; Long et al., 2015)
Survei Lokasi
1. Maping Titik Sampling
2. Sampling air dan sedimentasi di dalam sungai
Titik sampling di hulu sungai, di bantaran pemukiman dan di
hilir sungai
3. Sampel air pertama kali difraksinasi menjadi dua kelas ukuran: 5
mm – 500 μm dan 500–300 μm. Untuk menghilangkan bahan
organik (yang akan mengganggu analisis spektroskopi) dari air
mikroplastik sampel, sampel kelas ukuran 500-300 μm dirawat
dengan enzimatik pemurnian
Browne, M.A., Crump, P., Niven, S.J., Teuten, E., Tonkin, A., Galloway, T. And Thompson, R.,
2011. Accumulation of microplastic on shorelines woldwide: sources and sinks. Environ. Sci.
Technol. 45(21), 9175-9179.
Farrell, P. and Nelson, K., 2013. Trophic level transfer of microplastic: Mytilus edulis (L.) to
Carcinus maenas (L.). Environ. Pollut. 177, 1-3.
Heim, B., 2005. Qualitative and Quantitative Analyses of Lake Baikal's Surface-waters Using
Ocean Colour Satellite Data (SeaWiFS). Doctoral Thesis. (142 pp).Hinata, H., Mori, K., Ohno,
K., Miyao, Y., Kataoka, T., 2017. An estimation of the
Feng, S., Lu, H., Tian, P., Xue, Y., Lu, J., Tang, M., & Feng, W. (2020). Analysis of microplastics in a
remote region of the Tibetan Plateau: Implications for natural environmental response to human
activities. Science of The Total Environment, 140087.
Goddijn-Murphy, L., Peters, S., van Sebille, E., James, N. A., & Gibb, S. (2018). Concept for a
hyperspectral remote sensing algorithm for floating marine macro plastics. Marine Pollution
Bulletin, 126, 255-262.
Yonkos, L. T., Friedel, E. A., Perez-Reyes, A. C., Ghosal, S., & Arthur, C. D.
(2014). Microplastics in four estuarine rivers in the Chesapeake Bay, USA. Environmental
science & technology, 48(24), 14195-14202.