Anda di halaman 1dari 8

1

Buana Sains Vol 17 No 1: 1 - 8, 2017

ORDINASI SUNGAI BIRU DESA TULUNGREJO KECAMATAN


BUMIAJI KOTA BATU BERDASARKAN
MAKROZOOBENTHOS

Lorine Tantalu1, Sri Sudaryanti2 dan Mulyanto2


1Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana
Tunggadewi
2Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kalutan

Universitas Brawijaya

Abstract
This research aim to make ordination of Blue Rivers on Dusun Wonorejo, Desa
Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu based on macrozoobenthos and
environmental variable which support. The research is conducted in the early of
February to mid of August. Items at the research consisting of macrozoobenthos
community, water, environmental physical on Blur Rivers. Intake of some sample
conducted in 15 sites which done only one intake as long as Blue River which
representing reference site area. Way of intake of the makrozoobenthos sample are done
with kicking sampling methods. Macrozoobenthos which had been taken would be
identified and calculated as data sampling. Data analysis technique use CANOCO
(“Canonical Community Ordination”) programs on 4.5 version for determining the
ordination of ecology group based on makrozoobenthos. From data analysis use
CANOCO to be got Blue River ordination from 15 sites that is A ordination counted 7
site that means are good condition proven by finding of Glossomatidae. B ordination
counted 8 site that means are site that begin to degradation proven by finding of
Simuliidae.
Keywords: Ordination, Blue River, Makrozoobenthos

Pendahuluan Sumber biru yang terletak di Dusun


Sungai Biru merupakan salah satu anak Wonorejo, Desa Tulungrejo Kecamatan
sungai yang masuk ke dalam Sungai Bumiaji tersebut masih dalam status
Brantas. Lingkungan di sekitar Sungai kepemilikan Perhutani. Debit maksimal
Biru merupakan daerah hutan primer Sumber Biru mencapai 25 l/dt dan debit
yang saat ini mulai terancam minimalnya pada kisaran 17 l/dt, dan
keberadaannya karena adanya aktvitas sampai data ini disusun Sumber Biru
manusia yang mengeksploitasi masih belum digunakan untuk air minum
sumberdaya alam secara besar – besaran, penduduk setempat atau untuk air baku
akibatnya debit air sumber menjadi sawah. Air yang berasal dari Sumber Biru
berkurang. Penelaahan sungai biru ini akan bertemu dengan sumber air yang
sebagai kawasan konservasi perlu lain yang terletak pada lereng Gunung
dilakukan mengingat keberadaan Biru dan membentuk aliran Sungai Biru.
“reference site” di kawasan DAS Brantas Salah satu langkah yang dapat untuk
mulai berkurang. Data Inventarisasi Mata mengevaluasi kualitas air Sungai Biru
Air Wilayah Dinas Sumberdaya Air dan adalah dengan pengujian menggunakan
Energi Kota Batu (ESP, 2005), mata air makrozoobenthos. Menurut Sudaryanti
2

L. Tantalu, S. Sudaryanti dan Mulyanto / Buana Sains Vol 17 No 1 : 1-8

(1997) makrozoobenthos adalah mendapatkan pembenaran terhadap


organisme yang hidup di dasar substrat keadaan dan praktik – praktik yang
(sedimen, debris, batang kayu, sedang berlangsung (Nazir, 2003)
macrophyta dan alga filamen) di habitat Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel
perairan, pada sebagian siklus hidupnya Sungai Biru merupakan daerah yang
dan tertahan pada ukuran mata jaring 200 masih alami, dimana melewati daerah di
sampai 500 μm. Menurut Sudaryanti Dusun Wonorejo Desa Tulungrejo
(1997) makrozoobenthos memiliki Kecamatan Bumiaji Kota Batu dengan
keuntungan sebagai biomonitor yaitu (1) jarak 9 km dari Sumber Biru I sampai
sebagian besar hidup menetap (2) efek sebelum pertemuan dengan aliran dari
polusi lokal dapat terdeteksi (3) kunci Desa Sumber Brantas. Pengambilan
identifikasi tersedia untuk beberapa
sampel makrozoobenthos terdapat pada
kelompok (4) peralatan sederhana (5) 15 stasiun “reference site” dimana pada
beberapa spesies mempunyai toleransi masing – masing stasiun terdapat mata
lebar dan beberapa spesies mempunyai air. Jarak antar masing – masing stasiun
toleransi sempit. Tujuan dari penelitian diantaranya (1) stasiun I sampai VII
ini adalah untuk mengetahui komunitas berkisar antara 200 – 300 m, (2) stasiun
makrozoobenthos dan membuat ordinasi VIII sampai XII berkisar antara 300 –
Sungai Biru berdasarkan komunitas 400 m, dan (3) stasiun XIII sampai XV
makrozoobenthos. berkisar antara 50 – 200 m.
Materi dan Metode Metode Pengambilan Sampel
Materi Penelitian Makrozoobenthos
Lokasi penelitian berada di Sungai Biru Menurut Sudaryanti (2004) penggunaan
Dusun Wonorejo, Desa Tulungrejo, jala tangan untuk pengambilan sampel
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa makroinvertebrata umumnya digunakan
Timur, identifikasi dilakukan di pada perairan yang dangkal (dimana
Laboratorium Ilmu – Ilmu Perairan (IIP) untuk Jawa Timur memiliki kedalaman
Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya sungai kurang dari 1 m) sehingga
Malang. Materi pada penelitian ini adalah memungkinkan peneliti untuk melakukan
makrozoobenthos, kondisi fisik secara langsung pengambilan sampel di
lingkungan pengambilan sampel sungai sepanjang total 10 m di daerah
(naungan, pasang surut (pasut), lumut, “riffle”. Penggunaan metode dengan jala
arus, makrofita dan kemiringan), dan tangan ini ditujukan untuk analisis
substrat dasar perairan sungai (deposit sampel secara kualitatif, sehingga tidak
sediment (CPOM), plume (lumut halus diperlukan satuan unit pengambilan
pada substrat), dan lokal NPS). sampel. Hasilnya akan memberikan
keluaran komposisi taxa yang dapat
Metode Penelitian
mencerminkan kondisi lokal kualitas
Metode yang digunakan dalam penelitian
perairan sungai. Jala tangan yang
ini adalah metode survei. Survei pada
digunakan untuk pengambilan sampel
umumnya melakukan pengumpulan data
terdiri atas pegangan dan sebuah jala
sejumlah unit (satuan) individu dalam
yang telah diberi kerangka dimana
waktu yang bersamaan (Marzuki,1983).
tempat organisme dikumpulkan. Jala
Metode survei bertujuan untuk
tangan ini memiliki lebar 200 sampai 400
membedah dan menguliti serta mengenal
masalah – masalah sehingga mampu mm, tinggi 2 – 3 m, bahu (penguat) 100
– 200 mm dan ukuran mata jala 500 µm.
3

L. Tantalu, S. Sudaryanti dan Mulyanto / Buana Sains Vol 17 No 1 : 1-8

Prosedur pengambilan sampel menurut Program CANOCO dirancang untuk


Sudaryanti (2004) adalah sebagai berikut: analisis dalam studi ekologi komunitas.
1. Tiang jala dipegang dengan arah Distribusi faktor lingkungan diplotkan
melawan arus; 2. Dasar perairan diaduk dalam suatu diagram ordinasi, yang
dengan 2 kaki secara bersama – sama menggambarkan habitat yang disukai
untuk melepaskan organisme dari dasar oleh taxa. Penelitian benthos dengan
perairan. Organisme akan masuk ke menggunakan program CANOCO sudah
dalam jala; 3. Bagian dalam jala diperiksa dilakukan untuk klasifikasi dan ordinasi
kalau ada batu atau ranting. Batu atau Sungai Brantas (Sudaryanti, 1995).
ranting tersebut dicuci di dalam jala; 4. Pembacaan ordinasi pada penelitian ini
Pengambilan sampel diulangi di daerah yaitu melalui “profesional judgment” dan
“riffle” sampai total sepanjang 10 m; 5. melalui hasil penelitian sebelumnya yaitu
Organsime dicuci dengan air dan penelitian Sudaryanti (1998) yang
dikumpulkan pada salah satu sudut jala menggunakan program CANOCO.
dengan terus menyiram air, hal ini untuk
kemudahan pengambilan sampel dari Hasil dan Pembahasan
dalam jala; 6. Jala dibalik ke arah luar Deskripsi Daerah Penelitian
untuk memindahkan sampel ke dalam Dusun Wonorejo tersebut merupakan
wadah sampel; 7. Pengawetan sampel daerah dataran tinggi (1400 – 1600 dpa),
dilakukan dengan alkohol 96%. dan memiliki potensi pariwisata yang
Metode Pengukuran Faktor Ekologis berupa Coban Talun. (Dusun Wonorejo,
Pengukuran nir kualitas air meliputi 2007). Salah satu sungai yang berasal dari
kecepatan arus diukur dengan Dusun Wonorejo dan juga merupakan
menggunakan metode Panduan anak sungai yang masuk ke dalam Sungai
Praktikum Limnologi (2004) dan substrat Brantas, adalah Sungai Biru yang berasal
dasar dengan menggunakan merode dari mata air Sumber Biru yang terletak
Sudaryanti (1997). Pengamatan kondisi di Gunung Biru. Sumber Biru itu sendiri
fisik lingkungan yang diamati adalah memiliki debit air maksimal sebanyak 25
deposit sedimen (CPOM), naungan, l/dt dan debit air minimal sebanyak 17
makrofita, plume (bulu halus pada l/dt, perlu diketahui pula bahwa sumber
substrat), kemiringan, perifito (tanaman mata air tersbut masih belum
yang menempel pada lereng sungai), dipergunakan untuk aktivitas penduduk
lumut, lokal NPS (kemungkinan di Dusun Wonorejo (ESP, 2005).
masuknya nitrogen dari pestisida Deskripsi stasiun selengkapnya
pertanian) dan detrititus pada tercantum dalam Tabel 1.
substrat.Kualitas air oksigen terlarut
Ordinasi Sungai Biru Berdasarkan
menggunakan metode Panduan
Makrozoobenthos
Praktikum Limnologi (2004).
Hasil analisis data dengan menggunakan
Analisis Data CANOCO didapatkan ordinasi Sungai
Makrozoobenthos diidentifikasi sampai Biru yang disesuaikan dengan kualitas air
degan tingkat famili kecuali untuk dan faktor fisik lingkungannya. Lampiran
Oligochaeta (“class”), Acarina (“ordo”), 7 dan Lampiran 8 menunjukkan diagram
dan Chironomide (“sub famili”) ordinasi Sungai Biru berdasarkan
(Sudaryanti, et al., 2001). Kemudian makrozoobenthos yang didukung oleh
dilanjutkan dengan analisis data kualitas air dan fisik lingkungan. Dari
menggunakan program CANOCO diagram tersebut didapatkan bahwa
(“Canonical Community Ordination”).
4

L. Tantalu, S. Sudaryanti dan Mulyanto / Buana Sains Vol 17 No 1 : 1-8

ordinasi tersebut terbagi menjadi dua yang baik dan ordinasi B untuk bagian
bagian yaitu ordinasi A untuk bagian kiri kanan yang tergolong daerah stasiun yang
yang tergolong merupakan daerah stasiun kurang baik.
Tabel 1. Deskripsi Stasiun
Stasiun Kondisi Sekitar Lebar Sungai (m) Tipe Aliran Substrat
1 Hutan Primer 2.55 Riffle Cobble dan pebble
2 Hutan Primer 2.3 Riffle Cobble
3 Hutan Primer 0.76 Riffle Sand dan Cobble
4 Hutan Primer 2.15 Riffle Boulder dan Cobble
5 Hutan Primer 2.15 Riffle Boulder dan Cobble
6 Hutan Primer 1.45 Riffle Sand dan Gravel
7 Hutan Primer 2.65 Riffle Cobble dan Pebble
8 Hutan Primer 3.25 Riffle Cobble dan Pebble
9 Hutan Primer 3.05 Riffle Pebble, Cobble, Gravel dan
Sand
10 Hutan Primer 3.05 Riffle Pebble dan Cobble
11 Hutan Primer 3.25 Riffle Bedrock dan Cobble
12 Hutan Primer 3.65 Riffle Pebble dan Cobble
13 Padang 8.24 Riffle Pebble dan Cobble
Rumput
14 Padang 0.55 Riffle Sand dan Gravel
Rumput
15 Padang 2.5 Riffle Sand dan Silt
Rumput
Keterangan : Silt (0.004-0.06 mm), Sand (0.06-2 mm), Gravel (2-16 mm), Pebble (16-64 mm),
Cobble (64-256 mm), Boulder (> 256 mm), Bedrock (Batu padas).
1.0

12

Naungan

4
Lokal Np
10
9

Makrofit
3
7 11
Kemiring
13
CPOM 14Detritus
Deposit
Erosi da
Perifito
Lumut8 Pasut
Plume
15
1 2

5
6
-0.6

-1.0
Gambar 1. Diagram stasiun dan fisik lingkungan 1.0

Ephrydae
Argyrnta
12
1.0

1.0

Ephrydae
Argyrnta
12

A Noctudae B
3

Gamridae Blepadae
4
Noctudae
Limnedae
Psepedae Poecilia
7
Hydrbdae
Blepadae 10
Gyrindae
9
14
Gamridae
4 10 Hydrbdae Poecilia
Hemiptr1 Philodae 3 Elmidael
Glosidae
Limnedae
Psepedae 11
Elmidael Porifera 7
Glosidae Hydrsdae
Perlidae
Leptodae
Glosidae
Baetidae Leptodae Baetidae
HydrsdaeGlosidae
Porifera
Tipuldae Simuldae Platambs
Hygrbdae Perlidae
Tipuldae 13
Chirmnae Planodae Hydbidae
15 14
Libledae
8
Philodae Lepdodae
Tricldda Lepdodae
Simuldae
Planodae Hemiptr1
Heptadae
Caenidae
Hydrpdae 11 Tanypnae
Caenidae
Heptadae
Hydrpdae
Chirmnae Tricldda
Coleptra
Hygrbdae Orthonae Helodida Centrdae
Gyrindae9 Centrdae Lumbrdae Muscidae Tanypnae
Dystcdae
Platambs Dystcdae Coleptra Pholidae
8
Libledae
Helodida Orthonae
2 Pholidae 6 15
Hydbidae
Dixidaee 1 2
Megaltra Lumbrdae
Muscidae 5
Psycodae
Gerridae Dixidaee
Tabandae
Haplodae
Haplodae 5
Psycodae
Gerridae
Tabandae 6
-0.6

-0.6

1
Megaltra 13

-0.8 1.0 -0.6 1.0


Gambar 2. Diagram analisis antara spesies dan stasiun A dan stasiun B
5

L. Tantalu, S. Sudaryanti dan Mulyanto / Buana Sains Vol 17 No 1 : 1-8

Hasil analisis data menggunakan program yang memakan CPOM. Menurut Merrit
CANOCO memetakan dua wilayah dan Cummins (1979) Hydrophilidae
ordinasi yaitu ordinasi A dan ordinasi B. memiliki sifat hidup di daerah yang
Gambar 2. diketahui spesies yang memiliki banyak vegetasi. Keberadaan
terdapat pada ordinasi A (ordinasi Baetidae dan Caenidae mencerminkan
diagram bagian kiri) meliputi statisun 1, kondisi perairan cukup terdegradasi
2, 4, 7, 9, 10, dan 12, dengan famili pencemaran organik. Menurut Sudaryanti
Ephrydidae (1 ekor), Argyronela (1 ekor), (2003b), sungai yang memiliki taxa
Limnephilidae (3 ekor), Psephenidae (1 ekor), Glossosomatidae dan Elmidae memiliki
Hydrophilidae (15 ekor), Bleparoceritidae (5 status perairan yang sehat. Haplotaxidae
ekor), Elmidae larva (40 larva), merupakan makrozoobenthos yang
Glosossomatidae (31 ekor) , Leptoceridae (496 hidup di daerah “streams” dan “rivers”.
ekor), Perlidae (134 ekor), Tipulidae (20 Larva Bleparoceritidae hidup pada perairan
ekor), Chironominae (25 ekor), Baetidae beraliran deras (Borror, et al., 1992).
(1317 ekor), Philopotamidae (12 ekor), Ditinjau dari keberadaan spesies yang
Caenidae (13 ekor), Heptagenidae (216 menunjukkan status perairan sungai sehat
ekor), Gyrinida (1 ekor), Hygrobiidae (16 yang tersebut diatas, didukung oleh
ekor), Dysticidae Platambus (1 ekor), kecepatan arus yang tinggi (37 – 78
Pholicentropodidae (16 ekor), Dixidae (3 cm/dt) dengan kandungan oksigen
ekor), Muscidae (4 ekor), Haplotaxidae (2 terlarut yang tinggi pula (6,9 – 9, mg/l),
ekor), Tabanidae (1 ekor), Gammaridae (1 ditunjang pula dengan naungan dan
ekor) dan Megaloptera (1 ekor) dimana kandungan CPOM yang tinggi (90% dan
pada ordinasi A tersebut berada pada 100%).
stasiun Pada ordinasi A , kecepatan arus Berbeda halnya dengan ordinasi
dan naungan yang tinggi. Menurut bagian kanan atau disebut dengan
Sudaryanti (2003a) Perlidae, Heptagenidae, ordinasi B, spesies yang ditemukan
Philopotamidae, Leptoceridae, Limnephilidae, meliputi famili Hydropsychidae, Simuliidae,
dan larva Megaloptera mencerminkan Planorbidae, Libellulidae, Porifera,
kondisi perairan sungai masih sehat. Ceratopogonidae, Tricladida, Lepidostomatidae,
Menurut Suwignyo et al., (2005) Lumbriculidae, Tanypodinae, Orthocladinae,
Dysticidae terutama hidup di perairan Coleoptera sp., Psychomidae, Gerridae,
dengan substrat jernih yang banyak Hemiptera sp., dan Hydrobiidae, dimana
tumbuhan airnya. Psephenidae hidup spesies tersebut terdapat pada stasiun 3,
dalam sungai yang dangkal dan berarus 5, 6, 8, 9, 13, 14, dan 15, dimana kondisi
deras dengan substrat batu dan kerikil. lingkungan dipengaruhi kondisi
Tipulidae hidup di dasar sungai lingkungan yang didominasi oleh substrat
dan dekat mata air (Borror, et al., 1992), plume yang terlihat dari substrat yang
Tipulidae termasuk “shredders” yaitu berlumut dan halus (cenderung tidak
memakan daun – daun yang jatuh (Merrit berbatu), dan detritus yang tinggi.
dan Cummins, 1979). Menurut Kecepatan arus dan CPOM pada
Macdonald (1990) “riffle beetles” ordinasi B berkisar antara (47, 48 dan 43
(Coleoptera) merupakan indikator periaran cm /dt), CPOM 70-80% dan rerata
yang sehat, sedangkan larva oksigen terlarut 7.5 mg/ml. Baetidae dan
“caddiesflies” (Trichoptera) merupakan Hydropsicychidae merupakan organisme
indikator perairan yang cukup sehat atau “collectors”. Menurut Wallace dan
sedang. Menurut Sudaryanti (1992) Webster dalam Sudaryanti et al., (2000b)
Coleoptera memiliki sifat “shredders” “collectors” (“gatherers”) atau
6

L. Tantalu, S. Sudaryanti dan Mulyanto / Buana Sains Vol 17 No 1 : 1-8

pengumpul, merupakan hewan pemakan (7,5 mg/l), namun kawasan tersebut


partikel bahan organik halus (diameter memiliki naungan yang tidak banyak (80
<1 mm). Menurut Sudaryanti (2003a) %) dibandingkan dengan stasiun yang
Hydropsychidae dan Simuliidae lain. Hal ini yang mengakibatkan stasiun
mencerminkan kondisi perairan yang 12 berada di ordinasi A menjadi ordinasi
cukup terganggu pencemaran organik. B. Perbedaan posisi stasiun 3, 5, 6 dari
Simuliidae dapat ditemukan pada ordinasi B menjadi bagian dari ordinasi
perairan yang berbatu, banyak bagian kiri, dan begitu pula sebaliknya
mengandung sisa dekomposisi dan pada stasiun 12, menyebabkan adanya
vegetasi, ditemukan mulai sungai bagian perbedaan keberadaan spesies.
hulu sampai sungai yang besar (“streams” Ephrydidae, Argyronela, Baetidae, Dysticidae,
sampai “river”), begitu pula untuk dan Noctuidae pada diagram berdasarkan
Lumbriculidae. Hemiptera meliputi kualitas air berada pada ordinasi A, hal
Gerridae hidup pada daerah “streams” ini menandakan bahwa spesies tersebut
dan “rivers” (Quigley, 1977), umumnya cenderung menyukai daerah yang
hidup pada perairan yang mneggenang memiliki kandungan oksigen tinggi (6,5 –
(Borror et al., 1992). Larva Diptera 9,4 mg/l) dan kecepetan arus yang cukup
seperti Ceratopogonidae yang hidup pada tinggi (37 – 78 cm/dt), namun beralih
substrat berpasir sampai lumpur, menjadi bagian dari ordinasi bagian
sedangkan pada family Chironomidae kanan pada diagram berdasarkan fisik
utamanya pada subfamily Orthocladinae lingkungan. Menurut Borror et al., (1992)
dan Tanypodinae biasa hidup di mana – organisme pengikal sarang laba – laba
mana (Borror, 1992). Libellulidae atau memiliki bentuk lingkungan yang khas
nimfa capung tidak dapat hidup di sehingga membutuhkan daerah berarus
perairan tercemar dengan kandungan lambat (46 cm/dt). Baetidae tergolong
oksigen yang rendah. Keberadaan makrozoobenthos yang hidup pada
Planorbidae dan Hydrobiidae kondisi lingkungan apapun , terbukti
menandakan bahwa perairaan tersebut bahwa Baetidae ditemukan disemua
beraliran lambat (Suwignyo, et al., 2005). stasiun pengambilan sampel.
Pada diagram ordinasi Ceratopogonidae, Lumbriculidae, Psychomidae
makrozoobenthos dapat dilihat bahwa dan Gerridae yang merupakan bagian dari
keberadaan spesies dipengaruhi oleh fisik ordinasi bagian kanan pada diagram
lingkungan dan kimianya. Hal ini terbukti ordinasi berdasarkan kualitas air menjadi
bahwa untuk stasiun 3, 5 dan 6 yaitu bagian dari ordinasi A pada diagram
pada diagram ordinasi berdasarkan ordinasi berdasarkan fisik lingkungan.
kualitas air stasiun 3, 5, dan 6 yang Menurut Borror et al., (1992),
berada di ordinasi B menjadi bagian dari Ceratopogonidae merupakan larva akuatik
ordinasi A pada diagram ordinasi yang hidup di dalam pasir dan memakan
berdasarkan fisik lingkungan. Hal ini tumbuh – tumbuhan yang membusuk.
diakibatkan karena stasiun yang memiliki Kesimpulan dan Saran
kecepatan arus yang rendah (47, 48 dan
43 cm /dt) tersebut memiliki nilai Kesimpulan
CPOM yang cukup tinggi (100 %). a. Dari analisis data menggunakan
Stasiun 12 juga mengalami hal yang sama, CANOCO (Canonical Community
stasiun XII merupakan stasiun yang Ordination) didapatkan ordinasi Sungai
cenderung memiliki kandungan oksigen Biru dari 15 stasiun didapat ordinasi A
terlarut dan kecepatan arus yang tinggi yang menempati daerah ordinasi sebelah
7

L. Tantalu, S. Sudaryanti dan Mulyanto / Buana Sains Vol 17 No 1 : 1-8

kiri sebanyak 7 stasiun yang degradasi kesehatan perairan sungai, alat


mencerminkan kondisi perairan yang monitoring yang tepat adalah
sehat dan ordinasi B yang berada pada menggunakan makrozoobenthos; c.
ordinasi sebelah kanan sebanyak 8 Perencanaan pengelolaan DAS terpadu,
stasiun yang mencerminkan kondisi khususnya Sungai Biru perlu dilakukan,
daerah perairan yang mulai mengalami yaitu dengan melibatkan semua
degradasi bahan organik yang ditinjau “stakeholder” terkait guna menjaga
dari tinggi detritus, plume dan lokal NPS; kawasan perairan yang mencerminkan
b. Makrozoobenthos yang menyusun kondisi perairan yang sehat atau
ordinasi A yang menandakan perairan mengupayakan kegiatan rehabilitasi lahan
sehat yaitu famili Ephrydidae, Argyronela, guna mengembalikan kondisi perairan
Limnephilidae, Psephenidae, Hydrophilidae, yang mulai terdegradasi. Contoh
Bleparoceritidae, Elmidae larva, stakeholder tersebut yaitu melibatkan
Glosossomatidae, Leptoceridae, Perlidae, LSM dari masyarakat disekitar wilayah
Tipulidae, Chironominae, Baetidae, Sungai Biru yaitu seperti “fokalmesra”,
Philopotamidae, Caenidae, Heptagenidae, Bapeda Kota Batu, serta semua
Gyrinidae, Hygrobiidae, Dysticidae Platambus, masyarakat di sekitar Sungai Biru.
Pholicentropodidae, Dysticidae, Dixidae
Muscidae, Haplotaxidae, Tabanidae, Daftar Pustaka
Gammaridae, Megaloptera dan Noctuidae. Allan, J.D. 1995. Stream Ecology, Structure
Ordinasi A tersebut berada pada stasiun and Function of Running Waters. School
1, 2, 4, 7, 9, 10, dan 12.; c. Daerah of Natural Resourches and Environment,
University of Michigan. USA
makrozoobenthos yang menyusun
APHA. 1985. Standard Methods for
ordinasi B yang menandakan perairan Examination of Water. 16th Edition.
mulai terdegradasi, dimana keberadaan American Public Health Association 1015
naungan dan CPOM yang mulai Fifteenth Street NW Washington DC
berkurang diantaranya famili Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi.
Hydropsychidae, Simuliidae, Planorbidae, Jurusan Biologi Fakultas MIPA.
Libellulidae, Porifera, Ceratopogonidae, Universitas Sumatra Utara. Medan
Tricladida,Lepidostomatidae,Lumbriculidae,Ta Borror, D.J., C. A. Triplehorn, dan N.F.
nypodinae, Orthocladinae, Coleoptera sp., Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran
Psychomidae, Gerridae, Hemiptera sp. dan Serangga. Edisi Keenam. Diterjemahkan
Hydrobiidae, dimana spesies tersebut oleh S. Partosoedjono, IPB. Gadjahmada
University Press. Yogyakarta.
terdapat pada stasiun 3, 5, 6, 8, 9, 13, 14,
Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi
dan 15. Stasiun 12 dapat dikatakan Pengolahan Sumber Daya dan
terdegradasi apabila dilihat dari fisik Lingkungan Perairan.
lingkungannya, dan stasiun 3, 5, dan 6 Kanisius.Yogyakarta
dapat dikatakan berkualitas air baik ESP (Environmental Service Program).
walaupun fisik lingkungannya mulai 2005. Data Inventarisasi Mata Air
terdegradasi. Wilayah Dinas Sumberdaya Air Dan
Energi Kota Batu. ESP – USAID.
Saran Malang
a. Penelitian lebih lanjut mengenai Hynes, H.B.N. 1972. The Ecology of
ordinasi wilayah DAS berdasarkan Running Waters. 2nd Edition. Liverpol
keberadaan makrozoobenthos yang University Press. Liverpol
didukung dengan pengamatan kualitas
air.; b. Untuk mendeteksi adanya
8

L. Tantalu, S. Sudaryanti dan Mulyanto / Buana Sains Vol 17 No 1 : 1-8

Marzuki. 1983. Metodologi Riset. Cetakan Sudaryanti, S. 1998. Studi Pendahuluan


Ketiga. Bagian Penerbitan Fakultas Mengenai Penggunaan Teknik Analisis
Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Multivariate Untuk Menduga Kondisi
Yogyakarta Ekologis Sungai Brantas. Symposium on
Macdonald, G.L. 2000. Freshwater Benthic Environmental Chemistry and
Ecology and Aquatic Entomology Toxicology. Yogyakarta
Homepage. Akses tanggal 21 Juli 2008. Sudaryanti, S. 2000. Status Pengetahuan
Alamat situs tentang Potensi Serangga Akuatik dan
http://www.lakes.chebucto.org/ Pengembangannya sebagai Indikator
ZOOBENTH/BENTHOS/benthos.htm Cemaran Air. Prosiding Simposium
l Keanekaragaman Hayati Artropoda pada
Merrit, R.W. dan K.W. Cummins. 1979. An Sistem Produksi Pertanian. Diterbitkan
Introduction to The Aquatic Insects of oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia
North America. Kendall/Hunt dan Yayasan Keanekaragaman Hayati
Publishing Company. Iowa. United States Indonesia. Bogor
of America. Sudaryanti, S. 2003a. Pemanfaatan Serangga
Mulyanto. 1992. Diktat Kuliah Manajemen Sebagai Indikator Pencemaran Perairan.
Perairan. Fakultas Perikanan Universitas Disampaikan dalam Seminar
Brawijaya. Malang Perhimpunan Biologi dan Perhimpunan
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Entomologi Malang. Diselenggarakan
Indonesia. Jakarta oleh BALITTAS pada tanggal 10 Juni
Odum, E. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. 2003. Malang
Edisi Pertama. Alih Bahasa T Sudaryanti, S. 2003b. Refleksi Pemberdayaan
Samingan.Penerbit Gajah Mada Penelitian Bioassessment untuk Penilaian
University Press. Yogyakarta Kualitas Air Sungai. Disampaikan pada
Sudaryanti, S. 1995. Classificasion and Seminar Biologi Nasional ITS, 14
Ordination Macroinvertebrate Oktober 2003. Fakultas Perikanan
Communities In The Brantas River, East Universitas Brawijaya. Malang
Java Related to Environmental Variables. Sudaryanti, S. 2004b. Petunjuk Teknik
Department of Water Quality Bioassesment. Pengambilan Contoh
Management and Aquatic Ecology, Makroinvertebrata dengn Jala Tangan.
Wageningen Agricultural University. The Fakultas Perikanan. Universitas
Netherlands Brawijaya. Malang
Sudaryanti, S. 1997. Prosiding Pelatihan: Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardianto, dan
Strategi Pemantauan Kualitas Air Sungai M. Krisanti. 2005. Avertebrata air, Jilid 2.
Secara Biologi. Buku II, Materi Pelatihan. Penebar Swadaya. Depok
Program Studi Manajemen Sumberdaya Welch, E. B. 1980. Ecological Effect of
Perairan Fakultas Perikanan Universitas Waste Apllied Limnology and Pollutant
Brawijaya. Malang Effect. Cambrige University Press.
Washington USA

Anda mungkin juga menyukai