Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum M.K.

Produktivitas Perairan

Hari/Tanggal : Kamis/30 Mei 2013 Asisten : Dudi Muhammad Wildan Fajar Sidik Fauzia Fitriana Santika Ratnasari

PENENTUAN KUALITAS PERAIRAN SUNGAI CIGAMBRENG BERDASARKAN BIO INDIKATOR


Disusun Oleh : Kelompok 4

Siska Agustina Anis Haerunnisa Ranitya Nurlita Nurul Mega Kusuma Ajeng Vamellia Deni Rahmat Hidayat Tri Yuliani Decritia Dwi Aprianti Hanapiah Pradana Arthama

C24100013 C24100027 C24100036 C24100039 C24100042 C24100064 C24100085 C24100059 C24100072

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Sungai adalah salah satu sumber mata air yang keberadaannya penting bagi manusia. Sungai dicirikan dengan adanya arus dan mengalir pada satu arah. Menurut Effendi (2003) pada perairan sungai biasanya tercampur secara menyeluruh massa air. Sungai dimanfaatkan sebagai sumber air, sumber irigasi, dan sering pula dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah industri, domestik, atau pertanian. Segala bentuk kegiatan domestik sepeti mandi dan mencuci dilaukan di sungai, apabila kondisinya masih dalam keadaan bagus. Sungai tergantung dengan kondisi iklim dan karakteristiknya terkait curah hujan dan tingkat evaporasi di DAS-nya. Secara umum sungai dapat dibedakan berdasarkan hulu, tengah, hilir. Setiap bagian ini memiliki karakteristik yang berbeda seperti substrat, kecepatan arus, kondisi kualitas air dan sebagainya. Penting sekali untuk mengetahui kualitas air suatu sungai, apabila sungai tersebut menjadi sumber air bagi masyarakatnya. Salah satunya adalah sungai Cigambreng. Produktivitas perairan Sungai Cigambreng diukur dengan melihat kualitas air dan mengetahui jenis biota indikator yang berada pada sungai tersebut terutama makrozoobentos. Adanya arus merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme penyusun sungai, sehingga organisme yang mampu hidup adalah organisme-organisme yang memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap karakteristik sungai yang unik. Selain itu di sekitar Sungai Cigambreng juga dapat ditemukan beberapa tambak ikan yang membuang limbahnya ke sungai terutama daerah hilir sehingga dapat mencemari kualitas airnya. Oleh karena itu praktikum ini dilakukan agar dapat diketahui kondisi perairan Sungai Cigambreng, Bogor Jawa Barat.

1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas perairan berdasarkan biota indikator, parameter fisika, dan hidrologi Sungai Cigambreng, Ciampe, Bogor Jawa Barat.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parameter Fisika 2.1.1 Suhu Suhu menunjukan derajat panas suatu benda, semakin tinggi suhu suatu benda makan semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukan energi yang dimiliki suatu benda. Satuan suhu secara internasional yaitu Kelvin (K). Secara kualitatif, pengukuran suhu dapat dirasakan secara

langsung seperti penggunaan tangan yang akan memberikan sensasi kepada pengukur. Secara kuantitatif, pengukuran dilakukan menggunakan termometer. (Julianti 2008). Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Selain itu dapat mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi, dan pada gilirannya, memerlukan lebih banyak oksigen di dalam perairan tersebut. Kenaikan suhu air suatu perairan alamiah umumnya disebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing aliran air tersebut. Dengan adanya penebangan atau pembukaan vegetasi di sepanjang tebing aliran tersebut mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang dapat menembus ke permukaan aliran air tersebut dan, pada gilirannya akan meningkatkan suhu didalam air (Asdak 1995).

2.1.2 Kedalaman Menurut Hutabarat dan Evans (2000) in Saifuddin (2004), kedalaman berhubungan dengan stratifikasi suhu, penetrasi cahaya, densitas serta kandungan oksigen dan zat-zat hara yang terdapat di dalamnya. Tingkat kedalaman suatu perairan akan mempengaruhi biota yang ada di dalamnya, yaitu mempengaruhi tekanan yang diterima biota dalam air seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan tersebut.

2.2 Parameter Kimia 2.2.1 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH merupakan indikator yang digunakan menyatakan tingkat keasaman. Derajat keasaman yakni berupa konsentrasi ion hdrogen (H+) dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Indikator tingkat keasaman suatu zat asam yang dimasukkan ke dalam air akan mengakibatkan bertambahnya ion hidrogen (H+) dalam air dan berkurangnya ion hidroksida (OH-), sedangkan pada basa terjadi sebaliknya. Zat basa yang dimasukkan ke dalam air akan mengakibatkan bertambahnya ion hidroksida (OH-) dan berkurangnya ion hidrogen (H+). Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni, ion H+ terlarut dan ion OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7 pada kesetimbangan. Menurut Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003), pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, maka semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas di suatu perairan. Alkalinitas dapat mencapai nol pada pH < 5. Derajat keasaman penting sebagai parameter kualitas air yang digunakan untuk mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu, pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia dalam perairan. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dalam suatu perairan dan umumnya menyukai nilai pH berkisar 7-8,5 (Effendi 2003).

2.2.2 Dissolved Oxygen (DO) Oksigen telarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolisme organisme, terutama untuk proses respirasi. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas air (Odum 1971 dalam Wijaya 2009). Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Sistem perairan mengalir seperti sungai umumnya mempunyai kandungan oksigen

terlarut yang tinggi dan kandungan karbondioksida bebas yang rendah. Hal ini disebabkan oleh peran arus yang membantu dalam memberikan sumbangan oksigen (Hynes 1972 dalam Wijaya 2009). Di perairan tawar, kandungan oksigen terlarut berkisar antara 8 mg/liter pada suhu 25 0C. Kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter (Effendi 2003). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Hubungan antara kadar oksigen dan suhu yaitu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu, kelarutan oksigen semakin berkurang (Wijaya 2009) Oksigen di perairan danau lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada mintakat epilimnion. Perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas tumbuhan air. Kadar oksigen pada zona eufotik lebih tinggi, semakin kebawah (pada lapisan kompensasi dan profundal) semakin berkurang. Keadaan perairan dengan kadar oksigen yang sangat rendah berbahaya bagi organisme akuatik. Semakin rendah kadar oksigen terlarut, semakin tinggi toksitas (daya racun) zinc, copper (tembaga), lead (timbal), sianida, hidrogen sulfida, dan amonia. Oksigen yang terlarut dalam air sungai berasal dari udara yang berdifusi pada permukaan sungai dan sebagian lagi berasal dari hasil fotosintesis tumbuhan yang ada di dalam air. Baku mutu DO kualitas iar yaitu 0-6 mg/L (Wijaya 2009).

2.2.3 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh bakteri dalam menyeimbangkan zat-zat organik yang dapat dibusukkan di bawah keadaan aerobik (Soewandita dan Sudiana, 2010). Bahan organik dapat didekomposisi melalui dua tahap yaitu bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik kemudian bahan organik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi bahan anorganik yang lebih stabil. Penentuan nilai BOD hanya

tahap pertama saja yang berperan, sedangkan tahap kedua dianggap sebagai pengganggu. Secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003). BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd 1988 in Effendi 2003. BOD5 menunjukkan banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba aerob dalam proses respirasi untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20 0C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd 1988). Secara tidak langsung BOD5 menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologi dan merupakan indikator dari jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar organik. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Wijaya 2009).

2.2.4 TDS TDS (Total Dissolve Solid) adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6-10-3 mm) berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lainnya yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 m (Rao 1992 in Effendi 2003). Keadaan TDS pada perairan dipengaruhi oleh limpasan dari tanah, pelapukan batuan, adanya limbah domestik dan industri. Sumber utamanya berasal dari bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan seperti Na, Ca, Mg, SO4, HCO3- dan Cl- (Effendi 2003). T TDS mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan air ada hubungannya dengan produktifitas. Transparan yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi. Cahaya tidak dapat tembus banyak jika konsentrasi bahan tersuspensi tinggi (Sastrawijaya 2000).

2.2.5 TSS (Total Suspended Solid) TSS (Total Suspended Solid) adalah bahan-bahan tersusupensi yang tidak larut dalam air (diameter >1 mm) dan tertahan pada saringan miliopore dengan diameter 0,45 m. TSS dipengaruhi oleh lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Menurut Effendi (2003), peningkatan nilai TSS menyebabkan peningkatan kekeruhan. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada akhirnya

menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan dengan cara menghalangi dan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air dan dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. TSS mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan. Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan TSS yaitu air yang memiliki kandungan TSS <4 mg/L termasuk air yang berkualitas sangat baik, sedangkan air yang memiliki kandungan TSS antara 20-35 mg/L termasuk air yang berkualitas buruk (Canter dan Hill 1981).

2.2.5 Kesadahan Kesadahan merupakan sifat air yang mengandung ion-ion logam valensi dua dan ion penyebab utama kesadahan Ca dan Mg. Kesadahan berasal dari kontak terhadap tanah dan pembentukan batuan. Kesadahan ditentukan dengan titrasi menggunakan EDTA (Ethylene-Diamine Tetraacetic Acid) atau senyawa lain yang dapat bereaksi dengan Ca dan Mg. Air sadah banyak dijumpai pada daerah yang lapisan tanah atas tebal dan ada pembentukan batu kapur (Sutrisno 2006).

2.3 Parameter Biologi 2.3.1 Bentos Bentos adalah semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) (Barus 2004). Menurut Odum (1994), bentos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasaar atau hidup di dasar endapan. Binatang bentos dapat dibagi berdasarkan cara makannya menjadi pemakan penyaring (seperti kerang) dan pemakan deposit (seperti siput). Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap sehingga perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun kelimpahannya tergantung kepada kepekaan/toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Komposisi dan kelimpahan bentos air relatif tetap dalam lingkungan yang relatif stabil (APHA 1992). Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (APHA 1992).

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Produktivitas Perairan ke sungai dilaksanakan pada hari Minggu, 05 Mei 2013 pukul 06.00 WIB sampai selesai. Praktikum ini dilaksanakan di Sungai Cigambreng, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Lokasi pengambilan contoh berada pada posisi 6 36' 54" S dan 106 43' 46" E dan di Laboratorium Biomikro I, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK, IPB.

3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk praktikum antara lain penggaris, cutter, termometer, botol sampel, plastik sampel, kit indikator, surber, drift net, paralon skala, tali raffia yang sudah diberi skala, pH meter, DO meter, gelas erlenmeyer, botol DO 150 ml, spidol permanen, kertas label, syring (injeksi), alat tulis dan buku catatan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah, MnSO4, NaOH-Ki, H2SO4, Amylum, Natrium Thio-sulfat, air sampel yang dimasukkan ke dalam botol DO tanpa bubling, air sampel yang diaerasi terlebih dahulu, alkohol, nutrien untuk analisis BOD, KIT indikator Proling MSP, FPIK, IPB.

3.3 Prosedur Kerja Alat dan metode yang digunakan dalam analisis kualitas perairan parameter fisika kimia perairan yang diamati di hulu Sungai Cigambreng, Bogor dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1. Parameter fisika kimia perairan yang diamati di Sungai Cigambreng Parameter a. Fisika Suhu Kedalaman TDS TSS b. Kimia pH Satuan C m mg/l mg/l
-

Alat/Metode Termometer Paralon berskala Gravimetri Gravimetri pH meter

Keterangan APHA APHA APHA APHA APHA

DO BOD Kesadahan c. Biologi Bentos Neuston d. Hidrologi Lebar sungai Lebar badan sungai Kecepatan arus

mg/l mg/l mg/l CaCO3 individu individu m m m/s

Winkler Titrimetri Titrimetri Surber dan drift net Saringan halus dan seser tali rafia berskala tali rafia berskala floating droadge dan flow meter

APHA APHA APHA APHA APHA APHA APHA APHA

Pengukuran yang dilakukan untuk parameter fisika suhu, TDS, dan TSS. Suhu diukur dengan menggunakan termometer. Termometer dicelupkan ke air dan dibiarkan selama 3-5 menit. Setelah itu dilihat berapa suhu yang terukur dan kemudian dicatat. Parameter biologi yang diukur adalah bentos dan neuston. Pengambilan benthos dilakukan dengan menggunakan dua alat yakni surber dan driftnet. Driftnet pertama kali dipasang saat akan memulai praktikum karena butuh waktu yang lama yakni sekitar 3 jam. Drifnet ditancapkan dibagian perairan sungai yang diinginkan. Drifnet ditancapkan mengikuti arah arus. Driftnet dibiarkan selama 3 jam. Setelah 3 jam driftnet diambil dan kemudian diambil bentos yang tersaring pada driftnet. Sampel bentos yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol sampel yang tersedia dan dianalisis/diidentifikasi di laboratorium. Pengambilan sampel bentos dengan menggunakan surber dilakukan di tiga tempat yakni, tepi, tengah dan tepi sungai sisi lainnya. Surber diletakkan di dasar dan kemudian batu yang berada pada luasan area surber digosok-gosok. Selama 5 menit lalu surber diangkat dan jika ada bentos yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol sampel dan diidentifikasi di laboratorium. Pengambilan sampel neuston pada setiap stasiun terbagi menjadi tiga titik lokasi. Tiga lokasi tersebut yaitu tepi 1, tengah dan tepi 2. Setiap titik dilakukan pengambilan ulangan sampel sebanyak 3 kali. Pengambilan sampel neuston dilakukan dengan mengambil biota yang terdapat pada permukaan perairan. Sampel biota yang sudah diambil dimasukkan kedalam botol sampel. Kemudian

biota diawetkan dengan menggunakan alkohol 70%. Sampel tersebut selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Biologi Mikroorganisme. Parameter kimia yang dianalisis meliputi pH, kesadahan, DO, dan BOD. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan bantuan pH meter. Begitpun dengan DHL dan DO. Untuk DO, dilakukan dua metode pengukuran yakni dengan menggunakan DO meter dan dengan menggunakan metode winkler. Sedangkan untuk BOD, air sampel diaerasi terlebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam botol DO dan dilapisi plastik atau sebagai botol gelap dan dianalisis setelah 3 hari. Pengukuran Kesadahan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bantuan alat spektrofotometer untuk mengetahui panjang absorbans. Parameter hidrologi yang diukur meliputi lebar sungai, lebar badan sungai, arus, kedalaman dan sketsa lokasi. Lebar sungai dan lebar badan sungai diukur dengan menggunakan tali rafia yang sudah ditandai atau meteran. Tali atau meteran dibentangkan hingga mencapai seberang sungai kemudian ditentukan hingga batas mana lebar sungai dan hingga batas mana lebar badan sungai. Hasilnya kemudian dicatat. Untuk pengukuran arus pertama disiapkan tali 10 m terlebih dahulu kemudian ujungnya diberi botol sampel yang telah diisi air sebagiannya. Botol dibiarkan mengikuti arus dan dihitung waktu yang dibutuhkan botol untuk menjadikan talinya tegang (tidak merenggang). Waktunya dicatat dan kemudian dihitung besar arus yang terdapat di sungai tersebut.

3.3.5 Pembacaan KIT Indikator KIT indikator yang digunakan untuk menganalisis kualitas perairan sungai Cigambreng adalah KIT yang dikeluarkan oleh LIPI dan Laboratorium Produktivitas Lingkungan MSP IPB. Cara pembacaan KIT tersebut adalah dengan melihat biota bentik yang terjaring baik oleh drifnet ataupun surber. Biota tersebut kemudian diidentifikasi dan dilihat di bagian KIT, biota tersebut menunjukan warna yang berbeda. Warna biru menunjukan kualitas air sangat baik, warna hijau berarti baik, warna kuning berarti sedang, warna merah berarti buruk, dan warna hitam berarti sangat buruk.

3.4. 3.4.1

Analisis Data Perhitungan Nilai Oksigen Terlarut (DO) Perhitungan nilai oksigen terlarut (DO) di perairan didapat berdasarkan

rumus sebagai berikut :

DO

(mltitran)(NThio) 8 1000 mlBOD mlreagen mlsampel ( ) mlbotolBOD

3.4.2 Perhitungan BOD Perhitungan nilai BOD di perairan dapat berdasarkan rumus sebagai berikut :
DO5 (mltitran)(NThio) 8 1000 mlBOD mlreagen mlsampel ( ) mlbotolBOD BOD = DO0 DO5

3.4.2 Arus

Keterangan: V : kecepatan arus S : panjang tali T : waktu ketika tali menegang

3.4.3

Total Suspended Solid (TSS) Perhitungan nilai TSS di perairan dapat berdasarkan rumus sebagai

berikut : TSS (mg/l) = Keterangan : a = berat (mg) kertas saring dan residu b = berat (mg) kertas saring
(a b) gram 1000 50ml

3.4.4 Kesadahan Perhitungan nilai kesadahan di perairan dapat berdasarkan rumus sebagai berikut : Kesadahan Total
mltitran Mtitran 100.11000 mlsampel

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Pengamatan ini dilakukan pada posisi 6 36' 54" S dan 106 43' 46" E.

Berikut ini adalah sketsa lokasi pengambilan contoh di sungai Cigambreng stasiun 7 (tujuh):

Gambar 1. Sketsa lokasi pengambilan sample

Gambar 1 diatas menunjukan sketsa lokasi pengambilan sample baik secara fisika, biologi, maupun hidrologi. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa perairan tersebut terdiri dari substrat batuan besar dengan arus yang cukup deras. Berikut ini disajikan tabel parameter lingkungan yang diamati, terdiri dari parameter fisika, kimia dan hidrologi.

Tabel 2. Parameter Fisika, Kimia, dan Hidrologi


Parameter Komponen Suhu (pH meter) Fisika Suhu (Termometer) TSS TDS pH Kimia Satuan
0 0

Nilai 22,7-23,6 22-23 0,004 44,6 5,67-6,37 (dengan alat) ; 7 (pH stick) 4,2-4,3 (alat); 5,708 (Winkler) 6,422 0,053 13 14 0,705 44,444

C C

mg/L mg/L -

DO BOD Kesadahan Lebar Sungai Lebar Badan Sungai Arus Kedalaman rata rata

mg/L mg/L mg/lCaCO3 meter meter m/s cm

Hidrologi

Berdasarkan hasil tabel diatas diketahui bahwa parameter yang diamati pada sungai berupa parameter fisika (suhu, TDS, TSS), parameter kimia (pH, kesadahan, DO, BOD dan parameter hidrologi (lebar sungai, lebar badan sungai, arus dan kedalaman). Arus adalah penciri utama dari perairan sungai. Arus pada sungai Cigambreng adalah 0,705 m/s. TSS dan TDS yang dihasilkan adalah 0,004 mg/L dan 44,6 mg/L. DO di perairan sungai bagian hilir adalah 5,708 mg/L karena tingginya interaksi air dengan udara. BOD sekitar 6,442. pH yang didapatkan adalah netral (6-7). Berikut ini disajikan tabel jenis-jenis organisme yang terdapat pada dua alat yang berbeda yaitu drift net dan surber. Tabel 3. Jenis Organisme Bentos Yang Terdapat Pada Drift net
Nama Organisme Nimfa capung jarum Nimfa lalat batu Hageneus bravestylus Jumlah 43 27 14

Tabel 4. Jenis Organisme Bentos Yang Terdapat Pada Surber


Lokasi Nama Organisme Belatungekor tikus SS1 Kepik pingang Nimfa lalat sehari perenang Nimfa capung jarum Jumlah 1 1 3 1

SS2

Nimfa capung jarum Nimfa capung biasa Larva laat dobson Belatung ekor jarum Kepik pingang Nimfa lalat sehari perenang Kepik air Siput

1 1 3 1 2 1 1 1

SS3

Tabel 5. Jenis Organisme Neuston


Nama Organisme Anggang-anggang Jumlah 8

Berdasarkan hasil tabel diatas diketahui bahwa jumlah organisme bentos paling banyak ditemukan pada alat surber. Jenis benthos yang paling banyak terdapat pada surber adalah jenis nimfa capung jarum dengan jumlah 45 individu yang didapatkan dari driftnet dan surber.

4.2.

Pembahasan Posisi pengambilan contoh biota dan air di Sungai Cigambreng terletak di

koordinat 6 36' 54" S dan 106 43' 46" E. Wilayah ini termasuk daerah hilir dari sungai letaknya tepat setelah jembatan. Posisi ini juga tepat setelah keberadaaan suatu tambak ikan yang membuang limbahnya ke sungai. Kondisi sungai secara visual bersih, namun terdapat bau tidak enak dari airnya. Kondisi perairan hilir sungai Cigambreng memiliki kecepatan arus 0,705 m/s. Menurut Mason (1981) kecepan aliran sungai 0,5-1 m/s digolongkan cepat. Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis dan sifat organisme yang hidup diperairan tersebut. Kecepatan arus yang tinggi dapat mengurang biodiversitas flora maupun fauna di sungai. Hanya biota yang mampu beradaptasi terhadap arus saja yang dapat bertahan hidup. Sehingga pada posisi stasiun ini hanya dapat ditemukan biota bentos dan neuston tapi tdk ditemukan nekton. Parameter untuk melihat kualitas perairan sungai Cigambreng daerah hilir biota yang dapat ditemukan adalah bentos dan neuston. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur

komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Menurut Pradinda (2008) in Barus (2011) hewan benthos yang biasa dijadikan sebagai bioindikator kualitas air adalah makrozoobentos. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo 2008). Nilai DO insial yang dihasilkan adalah sekitar 4,2-4,3 mg/L. Kondisi ini adalah kondisi yang baik untuk kehidupan biota. Kadar oksigen minimum untuk kehidupan biota adalah 2 mg/L. Nilai TDS dapat mengindikasikan keberadaan konsentrasi bahan-bahan anorganik di perairan. Nilai TDS yang didapat cukup rendah yaitu 44,6 mg/l dan masih berada pada kisaran baku mutu air kelas I (< 1000 mg/l) dan nilai TSS cukup rendah dan masih berada pada kisaran peruntukan baku mutu air kelas I (<50 mg/l). Kesadahan air disebabkan oleh ion-ion magnesium dan kalsium. Kesadaran dapat menurunkan tegangan permukaan air. Air yang dianggap bermutu tinggi mempunyai kesadahan yang rendah. Kalsium atau magnesium dapat bereaksi dalam air sadah dengan sabun sehingga sabun tidak memberi busa. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan nilai kesadahan air sungai Cigambreng sebesar 0,053 mg/l. Nilai kesadahan tersebut termasuk rendah dan tergolong dalam perairan lunak (Peavy et al. 1985 in Effendi 2003). Nilai kesadahan yang tinggi belum tentu disebabkan limbah industri, karena dapat disebabkan oleh susunan geologi tanah di sekitar sungai asahan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi oksigen sudah sangat memadai atau mencukupi untuk mendukung kehidupan biota. Berdasarkan identifikasi bentos yang didapatkan dengan KIT indikator (Pratiwi et. al. 2010) kualitas perairan bagian hilir sungai Cigambreng diklasifikasikan sebagai kualitas sedang. Hal ini dikarenakan ditemukannya biota serangga khususnya nimfa capung jarum dan larva insekta lainnya. Namun bentos yang ditemukan sebagian besar tubuhnya tidak utuh, sudah berupa sisa metamorfosanya. Menurut National River Watch kondisi perairan sungai Cigambreng daerah hilir adalah sedang karena ada capung jarum. Kriteria mutu air sungai

Cigambreng bila dilihat dari parameter fisika dan kimia berdasarkan Peraturan Pemerintah RI no 82 tahun 2001 masih termasuk kelas 1 keculi untuk nilai BOD masuk ke kelas III. Penentuan mutu air maupun kualitas perairan perlu memperhatikan parameter fisika, kimia dan biologi.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan Sungai Cigambreng berdasarkan kecepatan arusnya dapat digolongkan sebagai sungai berarus cepat yaitu sekitar 0,705 m/s. Sungai Cigambreng memiliki substrat berupa batu. Berdasarkan hasil analisis kualitas air dengan memperhatikan keberadaan makrozoobenthos, dapat dikatakan bahwa Sungai Cigambreng tergolong memiliki kualitas air sedang. Hal ini didasarkan pada keberadaan bentos indikator yang berada pada perairan Cigambreng

5.2 Saran Praktikum selanjutnya diharapkan melakukan analisis parameter kimia seperti nutrien dan parameter biologi berupa ferifiton untuk mendukung penentuan kualitas airnya. Hal ini dapat memberikan informasi yang jelas terutama apabila terjadi pencemaran akibat kegiatan domestik, pertanian, dan industri.

DAFTAR PUSTAKA

APHA. 1992. Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. 18th edition. Washington. Asdak S.1995. Pengaruh Parameter Kimia Terhadap Ekologi Sungai. Purnama bakti : Surabaya Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU Press. Canter L.W. dan G. Hill. 1981. Handbook of Variables for Environmental Impact Assesment and Arbor Science. New York. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius. Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. 4th ed. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Julianti Riza. 2008. Pengujian Suhu, Warna dan Bau pada Air Limbah. Skripsi. Politeknik Negeri Jember. Pratiwi N. T. M., Majarina K., Siti N. 2010. KIT Indikator. P2-Biologi LIPI dan Bag. Proling MSP-FPIK IPB Saifuddin A. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lgkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Sutrisno, T dan Eni, S. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta. Wijaya, H. K. 2009. Komunitas Perifiton Dan Fitoplankton Serta Parameter Fisika-Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air Di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai