Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran ekosistem diartikan sebagai masuknya zat, energi atau mahluk

hidup ke dalam lingkungan secara sengaja atau alamiah yang dapat menyebabkan

terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup. Perubahan keadaan tersebut

dapat terjadi karena masuknya zat komponen lain ke dalam air sehingga kualitas

dari air tersebut turun hingga batas tertentu yang menyebabkan air tidak dapat

dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Beberapa parameter yang paling banyak

mendapat perhatian karena mencerminkan kualitas air dan kesehatan suatu

ekosistem perairan seperti konsentrasi BOD, COD, suhu, dan total padatan

tersuspensi (TSS) dan oksigen terlarut (DO) (Yulis, dkk., 2018: 2).

Dissolved Oxygen (DO) istilah untuk menunjukkan banyaknya oksigen

yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan miligram per liter.

Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang

relatif kecil. Adanya oksigen di dalam perairan sangat penting bagi organisme

perairan karena jika konsentrasi DO di dalam air rendah menunjukkan adanya

bahan pencemar organik yang tinggi. Oleh karena itu, penentuan kadar oksigen

terlarut (DO) dalam air sangat penting karena dijadikan sebagai tolak ukur dalam

penentuan kualitas air limbah (Fadzry, 2020: 82).

Konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan akan bersifat sementara atau

musiman dan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Konsentrasi oksigen terlarut pada

perairan sungai semakin ke hilir akan semakin turun hingga tidak memenuhi baku

mutu yang sudah ditetapkan. Konsentrasi oksigen terlarut menurun karena

alirannya semakin lambat dan percikan airnya kecil sehingga oksigen lebih

rendah. Semakin besarnya konsentrasi BOD mengindikasikan bahwa perairan

1
2

tersebut telah tercemar. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah pada stasiun 3

(3,73 mg/L) langsung dapat mempengaruhi kehidupan organisme akuatik yang

berada di dalamnya, karena oksigen sangat diperlukan oleh organisme akuatik

baik untuk proses pertumbuhan, respirasi dan bereproduksi. Penguraian bahan

organik secara terus menerus dengan kandungan oksigen terlarut yang semakin

habis akan mengakibatkan terbentuknya H2S di perairan tersebut (Afwa, 2021:

176).

Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan percobaan penentuan

Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Dissolved Oxygen (DO) pada sampel air

danau Mawang yang bertujuan untuk mengetahui nilai Biochemical Oxygen

Demand (BOD) dan Dissolved Oxygen (DO) pada sampel air danau Mawang dan

perbandingan hasil yang diperoleh dengan Biochemical Oxygen Demand (BOD)

dan Dissolved Oxygen (DO) air bersih

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berukut:

1. Berapa nilai Dissolved Oxygen (DO) dan Biochemical Oxygen Demand

(BOD) air danau Mawang?

2. Bagaimana perbandingan hasil yang diperoleh dengan Dissolved Oxygen

(DO) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) air bersih?

C. Tujuan

Tujuan pada percobaan ini adalah sebagai berukut:

1. Mengetahui nilai Dissolved Oxygen (DO) dan Biochemical Oxygen

Demand (BOD) air danau Mawang

2. Membandingan hasil yang diperoleh dengan Dissolved Oxygen (DO) dan

Biochemical Oxygen Demand (BOD) air bersih


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran Air
Sumber daya perairan dapat dimanfaatkan sehingga menimbulkan

perubahan ekosistem dalam skala tertentu. Jika tidak menggunakan pertimbangan

prinsip-prinsip ekologi dapat menimbulkan penurunan kualitas lingkungan serta

kerusakan ekosistem. Aktivitas manusia yang meningkat dapat memberi pengaruh

terhadap pemanfaatan perairan dan menimbulkan limbah yang banyak sehingga

terjadi penurunan kualitas lingkungan karena terganggu keseimbangan alaminya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang

dimaksud pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi atau

komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air

mengalami penurunan sampai tingkat tertentu yang mengakibatkan air tidak bisa

berfungsi sesuai peruntukkannya (Kamalia dan Sudarti, 2022: 2).

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sumber daya alam

terbesar didunia, untuk mengelola sumber daya alam tersebut diperlukan bantuan

dari berbagai industri seperti tekstil, kertas, pupuk, perkebunan dan lain-lain.

Selain menghasilkan produk, industri juga menghasilkan limbah. Salah satu

limbah utama yang dihasilkan oleh industri adalah air. Air limbah merupakan air

buangan yang dihasilkan dari pemakaian air dari proses produksi dan berbagai

aktivitas lain yang ditampung dalam danau buatan. Air limbah yang dihasilkan

berpotensi memberikan dampak pencemaran lingkungan jika dalam proses

produksi menggunakan bahan kimia yang berlebihan. Bahan yang dapat

menimbulkan masalah pencemaran yaitu bahan organik, non-organik dan logam

berat yang konsentrasinya melebihi baku mutu yang diperbolehkan untuk masuk
4

ke lingkungan. Limbah dengan karakteristik tersebut dapat menimbulkan

kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia dalam jangka waktu yang panjang

(Andika, dkk., 2020: 14).

Analisis kualitas limbah sebelum dibuang ke lingkungan perlu dilakukan

untuk mengetahui apakah limbah tersebut berbahaya atau tidak sehingga dapat

dilakukan upaya untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh air limbah

tersebut. Keberadaan limbah dapat memberikan dampak negatif terhadap

lingkungan, seperti mengganggu transparansi air, menggangu proses fotosintesis

yang berujung pada defisiensi oksigen, menyebabkan tumor ataupun kematian

pada organisme akuatik, serta mengakibatkan iritasi, keracunan, mutasi gen, dan

kanker pada manusia. Analisis kualitas limbah dapat dilakukan menggunakan

indikator biologi dan kimia. Indikator biologi merupakan korelasi perilaku

komunitas di alam dengan lingkungan. Sedangkan indikator kimia dilakukan

dengan melakukan analisis BOD, COD dan DO (Andika, dkk., 2020: 14).

B. Biological Oxygen Demand (BOD)

Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang ada

di dalam air. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik

dibutuhkan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya dari proses

oksidasi. Prinsip dari pengukuran BOD yaitu mengukur kandungan oksigen

terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah diinkubasi selama 5 hari pada

kondisi gelap agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen dan

pada suhu tetap yaitu 20 ℃ atau disebut dengan DO5 (Fadzry, dkk., 2020: 82).

BOD atau sering disebut Biological Oxygen Demand merupakan jumlah

oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi

bahan organik dalam kondisi aerobik. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah
5

bahan organik yang sebenarnya, melainkan hanya mengukur jumlah oksigen yang

dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan organik tersebut. Sedangkan COD atau

yang sering disebut dengan Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di dalam air secara

kimiawi (Andika, dkk., 2020: 15)

Tujuan analisis BOD dan COD dalam pengolahan limbah yaitu BOD

penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk

menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi, mengetahui ukuran fasilitas

unit pengolahan limbah, mmengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam

pengolahan limbah dan mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang

diperbolehkan bagi pembuangan air limbah Kadar BOD dan COD pada suatu air

limbah harus memenuhi baku mutu yang telah ditentukan. Baku mutu adalah

batas atau kadar makhluk hidup, zat atau energi atau komponen lain yang ada atau

harus ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang adanya sesuai dengan

peruntukannya (Andika, dkk., 2020: 15)

C. Oksigen Terlarut (DO)

Konsentrasi oksigen terlarut atau dikenal dengan Dissolved Oxygen (DO)

adalah oksigen terlarut mengacu pada tingkat oksigen bebas dan non senyawa

yang ada dalam air atau cairan lainnya. Kosentrasi oksigen terlarut merupakan

parameter penting dalam menilai kualitas air karena pengaruhnya terhadap

orgenisme yang hidup di dalam tubuh. Oksigen terlarut merupakan faktor penting

kedua hanya untuk air itu sendiri. Tingkat oksigen terlarut yang terlalu tinggi atau

terlalu

rendah dapat membahayakan kehidupan akuatik dan mempengaruhi kualitas air

(Prasetya dan Yudianti, 2017: 43). Kekurangan kadar oksigen dapat menyebabkan
6

stress, mudah tertular penyakit dan menghambat pertumbuhan. Kandungan

oksigen dapat menurun akibat pernafasan organisme dalam air dan perombakan

bahan organik (Mardhiya, dkk., 2017: 133-134).

Sumber DO dalam perairan dapat diperoleh dari hasil fotosintesis

fitoplankton atau tumbuhan hijau dan proses difusi dari udara, serta hasil proses

kimiawi dari reaksi-reaksi oksidasi. Keberadaan oksigen (O 2) di perairan biasanya

diukur dalam jumlah oksigen terlarut yaitu jumlah milligram gas oksigen (O 2)

yang terlarut dalam satu liter air. Pada ekosistem perairan, keberadaan oksigen

(O2) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain distribusi temperatur,

keberadaan produser autotrop yang mampu melakukan fotosintesis, serta proses

difusi oksigen dari udara (Tahir, 2021: 45).

DO merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem

perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar

organisme air. DO mengancam hewan laut ketika konsentrasi lebih rendah dari

2 mg/L yang didefinisikan sebagai hipoksia. Kelarutan maksimum O 2 di dalam air

sebesar 14,16 mg/L. konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya

suhu air. Peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi O 2 akan menurun dan

sebaliknya suhu semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi DO semakin

tinggi (Tahir, 2021: 45).

DO sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan, terutama untuk

pertumbuhan, memperbaiki jaringan dan reproduksi. Sumber DO dapat berasal

dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas

fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Ikan dapat hidup di dalam air dan

mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang. DO di dalam air akan

berdifusi kedalam sel-sel insang ke jaringan sebelah dalam dari badannya.

Kebutuhan DO minimum untuk ikan air tawar tropis ± 5 mg/l (80% saturasi),
7

sedangkan untuk ikan laut tropis ± 5 mg/l (75% saturasi). Ikan-ikan yang gesit

umumnya lebih banyak membutuhkan oksigen, sementara ikan lele dan gurame

termasuk jenis ikan yang mampu hidup di perairan dengan kandungan DO sedikit,

karena ikan ini mempunyai pernafasan tambahan yang memungkinkan untuk

mengambil oksigen dari udara di luar air (Sugiyanti dan Astuti, 2018: 203).

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Oksigen Terlarut

Oksigen dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses

metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk

pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi

bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobic. Sumber utama oksigen

dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil

fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi

oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu,

salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang

surut.

Semakin besar suhu maka kadar DO akan semakin kecil. Masuknya

bahan-bahan buangan organik, menjadi penyebab utama berkurangnya DO di

perairan. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya

suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan,

kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan

udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Semakin ke dalam laut maka terjadi

penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang

dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi

bahan-bahan organik dan anorganik (Muslim, dkk., 2020: 46).

Konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan akan bersifat sementara atau

musiman dan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Konsentrasi oksigen terlarut pada
8

perairan sungai semakin ke hilir akan semakin turun hingga tidak memenuhi baku

mutu yang sudah ditetapkan. Konsentrasi oksigen terlarut menurun karena

alirannya semakin lambat dan percikan airnya kecil sehingga oksigen lebih

rendah. Semakin besarnya konsentrasi BOD mengindikasikan bahwa perairan

tersebut telah tercemar. Semakin besar konsentrasi BOD suatu perairan,

menunjukkan konsentrasi bahan organik di dalam air juga tinggi. Peningkatan

BOD berpengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut berkurang (Afwa, dkk.,

2021: 176)

Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan ikan diperairan

sebaiknya harus diatas titik kritis. Konsentrasi DO minimun di perairan adalah

sebesar 2 mg/l karena masih cukup menunjang secara normal komunitas akuatik

di perairan. Sebagian besar spesies ikan akan menoleransi penurunan nilai oksigen

di bawah nilai minimum untuk waktu singkat, namun dalam periode waktu yang

lama penurunan oksigen akan menyebabkan ikan menjadi stres. Kondisi DO yang

rendah juga bisa berakibat pada kematian dan pertumbuhan dari ikan, kisaran DO

0,3-1,0 mg/l akan menyebabkan kematian pada ikan apabila berlangsung lama,

sedangkan kisaran DO 1,0-5,0 mg/l akan membuat pertumbuhan ikan menjadi

lambat (Sugiyanti dan Astuti, 2018: 209).

Konsentrasi rendah oksigen terlarut dalam air, ikan sendiri dapat

merespon dalam dua cara. Pertama, aliran darah dapat ditingkatkan dengan

membuka lamellae lanjut sekunder untuk meningkatkan area pernapasan yang

efektif atau konsentrasi sel darah merah dapat ditingkatkan dengan membawa

oksigen dari darah per satuan volume. Kedua, dapat dicapai dengan mengurangi

volume

plasma darah (misalnya dengan meningkatkan laju aliran urin) dalam jangka
9

pendek, dengan melepaskan sel darah ekstra dari limpa dalam jangka panjang

(Sugiyanti dan Astuti, 2018: 209).

E. Analisis Oksigen Terlarut

Pengukuran kadar oksigen terlarut dapat menggunakan dua metode yaitu

dengan metode titrasi dan metode elektrokimia. Metode titrasi yaitu dengan cara

winkler sedangkan metode elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan

oksigen terlarut dengan alat DO meter (Mardhiya, dkk., 2017: 134). Metode DO

meter yaitu dengan menekan power untuk menghidupkan alat lalu memasukkan

batang probe ke badan air. Setelah itu, menunggu sampai stabil dan mencatat nilai

DO. DO meter sebelum digunakan dalam pengukuran kandungan oksigen terlarut

pada air telah dikalibrasi menggunakan akuades (Afwa,dkk., 2021: 171).

Prinsip penentuan nilai DO dan BOD dengan metode titrasi winkler adalah

titrasi iodometri (modifikasi azida). Pada metode ini, volume yang akan

ditentukan adalah volume larutan natrium thiosulfat (Na 2S2O3) yang digunakan

untuk titrasi iodium (I2) yang dibebaskan. Persamaan dalam menentukan nilai DO

dan BOD adalah sebagai berikut (Nurhalisa, dkk., 2017: 25):


V Tiosulfat × N tiosulfat × Be O2 × P × 1000………(2.1)
DO (mg/L) =
V sampel
BOD = DO0 – DO5 …………………....…(2.2)

Keterangan:

DO0 = oksigen terlarut 0 hari

DO5 = oksigen terlarut 5 hari

Be O2 = 32 g/L

P = pengenceran
10
11

BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini telah dilaksanakan pada Senin, 22 Mei 2023 pukul 07.00-

09.40 WITA. Bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan

1. Alat
Alat - alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu hotplate, buret 50 mL,

botol winkler, Erlenmeyer 250 mL dan Erlenmeyer 100 mL, gelas kimia 100 mL,

statif dan klem, pipet skala 25 mL dan 10 mL, pipet tetes dan batang pengaduk.

2. Bahan

Bahan - bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu air danau

Mawang (H2O), indikator amilum (C6H10O8)n, larutan alkali-iodida-azida (NaOH-

KI), asam sulfat (H2SO4), larutan mangan sulfat (MnSO4) 40%, larutan natrium

tiosulfat (Na2S2O3) dan tissu.

C. Prosedur Kerja

1. Penentuan DO0

Mengambil sampel air danau Mawang menggunakan botol winkler dan

pastikan tidak ada gelembung udara yang masuk serta ditutup rapat. Kemudian

menambahkan larutan MnSO4 40% dan mendiamkan beberapa menit. Setelah itu,

menambahkan sebanyak 2 mL larutan alkali-iodida-azida dan mendiamkan hingga

terbentuk endapan coklat. Selanjutnya menambahkan sebanyak 2 mL larutan asam

sulfat dan menghomogenkannya. Kemudian memipet sebanyak 50 mL sampel ke

dalam Erlenmeyer. Setelah itu, menitrasi menggunakan larutan natrium tiosulfat

hingga berubah warna menjadi kuning muda. Selanjutnya menambahkan indikator


12

amilum sebanyak 5 tetes hingga berwarna biru. Kemudian menitrasi kembali

hingga berubah warna menjadi bening dan mencatat volume natrium tiosulfat

yang digunakan. Penentukan dilakukan secara duplo.

2. Penentuan DO5

Mengambil sampel air danau menggunakan botol winkler dan pastikan

tidak ada gelembung udara yang masuk serta ditutup rapat. Kemudian

menginkubasi pada ruang yang gelap selama 5 hari. Setelah itu, menambahkan

larutan MnSO4 40% dan mendiamkan beberapa menit. Selanjutnya menambahkan

sebanyak

2 mL larutan alkali-iodida-azida dan mendiamkan hingga terbentuk endapan

coklat. Kemudian menambahkan sebanyak 2 mL larutan asam sulfat dan

menghomogenkan. Setelah itu, memipet sebanyak 50 mL sampel ke dalam

Erlenmeyer. Selanjutnya menitrasi menggunakan larutan natrium tiosulfat hingga

berubah warna menjadi kuning muda. Kemudian menambahkan indikator amilum

sebanyak 5 tetes hingga berwarna biru. Setelah itu, menitrasi kembali hingga

berubah warna menjadi bening dan mencatat volume natrium tiosulfat yang
digunakan. Penentukan dilakukan secara duplo.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
Tabel 4.1 Penentuan DO0
Setelah Penambahan Bahan
Sebelum
Na2S2
Penambahan MnSO4 H2SO4 Na2S2O3 Amilum
NaOH.KI O3
Bahan 40% 4M Pertama 1%
Kedua
Endapan Kuning Biru
Keruh Keruh Bening Bening
Coklat Muda Pekat

Tabel 4.2 Penentuan DO5


Sebelum Setelah Penambahan Bahan
Penambahan MnSO4 H2SO4 Na2S2O3 Amilum Na2S2O3
NaOH.KI
Bahan 40% 4M Pertama 1% Kedua
Endapan
Keruh Keruh Bening Bening Bening Bening
Putih

2. Reaksi

a. Penentuan DO

Mn2+ + O2 → MnO2

MnSO4 + NaOH-KI → Mn(OH)2↓ + K2SO4

2Mn(OH)2↓ + O2 → 2MnO2↓ + 2H2O

MnO2 + 2H2SO4 → Mn4+ + 2SO42- + 4H+

MnO2 + 2I- + 4H+ → Mn2+ + I2 + H2

b. Penentuan BOD

Mn2+ + O2 → MnO2

MnSO4 + NaOH-KI → Mn(OH)2↓ + K2SO4

2Mn(OH)2↓ + O2 → 2MnO2↓ + 2H2O

MnO2 + 2H2SO4 → Mn4+ + 2SO42- + 4H+

MnO2 + 2I- + 4H+ → Mn2+ + I2 + H2

16
13

C6H10O6 + I2 → C6H10O6I2

C6H10O6I2 + 2Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI + C6H10O6

3. Analisis Data

a. Simplo

Dik :

V Na2S2O3 = 1 mL

V sampel = 50 mL

N Na2S2O3 = 0,025 N

Be O2 = 32 g/L

Dit : DO……….?

Penyelesaian :
V( Na 2 S2 O3 ) x N ( Na 2 S2 O3 ) x Be O2 x 1000
DO =
Volume Sampel
1 mLx 0,025 N x 32 g/L x 1000
= 50 mL
= 16 ppm
b. Duplo

Dik :

V Na2S2O3 = 1,5 mL

V sampel = 50 mL

N Na2S2O3 = 0,025 N

Be O2 = 32 g/L

Dit : DO……….?

Penyelesaian :
V( Na 2 S2 O3 ) x N ( Na 2 S2 O3 ) x Be O2 x 1000
DO =
Volume Sampel
1,5 mLx 0,025 N x 32 g/L x 1000
= 50 mL
= 24 ppm
14

c. Triplo

Dik :

V Na2S2O3 = 1,7 mL

V sampel = 50 mL

N Na2S2O3 = 0,025 N

Be O2 = 32 g/L

Dit : DO……….?

Penyelesaian :
V( Na 2 S2 O3 ) x N ( Na 2 S2 O3 ) x Be O2 x 1000
DO =
Volume Sampel
1,7 mLx 0,025 N x 32 g/L x 1000
= 50 mL

= 27,2 ppm
B. Pembahasan

Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan

nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen

terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya,

kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam

dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. Oksigen berperan

sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain

yang lebih sederhana dan tidak beracun. Organisme tertentu, seperti

mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun

rnenjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun, karena peranannya

yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan

umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya (Muslim, dkk., 2020: 46).

Pengambilan sampel pada percobaan ini dilakukan di danau Mawang

dengan menenggelamkan botol winkler ke dalam danau hingga botol benar-benar

terisi dan tidak ada gelembung udara. Botol winkler ditutup saat berada di dalam
15

air untuk menghindari adanya oksigen dari luar yang ikut masuk ke dalam botol.

Penambahan magnesium sulfat (MnSO4) berfungsi untuk mengoksidasi oksigen

terlarut di dalam air. Penambahan alkali ioda azida untuk membuat larutas dalam

keadaan alkalis (basa) dan membentuk endapan coklat Mn(OH) 2. Penambahan

asam sulfat dilakukan untuk melarutkan kembali endapan yang terbentuk dan

membebaskan iodium (I2) yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Natrium

thiosulfat (Na2S2O3) berfungsi sebagai titran yang akan menitrasi iodium bebas

(I2) sampai berubah warna menjadi warna kuning jerami. Amilum berfungsi

sebagai indikator, larutan berwarna dari biru dan dititrasi hingga tidak berwarna.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada DO 5 tidak terdapat oksigen

terlarut yang diakibatkan oleh perubahan suhu seperti yang telah dinyatakan

Tahir, (2021: 45) bahwa peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi O2

akan menurun dan sebaliknya suhu semakin rendah akan meningkatkan

konsentrasi DO semakin tinggi. Nilai DO0 danau Mawang untuk simplo sebesar

16 ppm, duplo

24 ppm dan triplo 27,2 ppm. Nilai DO pada sampel air danau Mawang melewati
ambang batas yang telah ditetapkan sehingga dapat disimpulkan bahwa kehidupan

ikan dalam danau Mawang kurang aman. Hal ini dijelaskan dalam teori Sugiyanti

dan Astuti (2018: 209) yang menyatakan konsentrasi oksigen terlarut yang aman

bagi kehidupan ikan diperairan sebaiknya harus diatas titik kritis. Konsentrasi DO

minimun di perairan adalah sebesar 2 mg/L karena masih cukup menunjang secara

normal komunitas akuatik di perairan. Berdasarkan PP No. 82/2001 kadar oksigen

terlarut dalam air bersih yaitu minimal 5 ppm.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.

1. Dissolved Oxygen (DO) dan Biochemical Oxygen Deman (BOD) danau

Mawang untuk DO5 tidak berhasil akibat tidak adanya oksigen terlarut

yang terpengaruhi oleh suhu. Nilai DO 0 simplo, duplo dan triplo berturut-

turut sebesar 16 ppm, 24 ppm dan 27,2 ppm.

2. Perbandingan yang diperoleh dari nilai Dissolved Oxygen (DO) air danau

Mawang tidak sesuai dengan standar Dissolved Oxygen (DO) Sulawesi

Selatan No. 14 Tahun 2003 tentang pengelolaan, pengendalian dan

pencemaran air bahwa kadar DO yang memenuhi syarat adalah 3-6 ppm.

B. Saran

Saran pada percobaan ini adalah pada percobaan selanjutnya

menggunakan sampel air laut pantai losari untuk dibandingkan dengan sampel

sebelumnya.

16

Anda mungkin juga menyukai