Anda di halaman 1dari 8

7 PARAMETER AIR LIMBAH MENURUT PERMEN LHK NO 68 TAHUN 2016

Pencemaran air yang terus meningkat telah menurunkan kualitas air di seluruh dunia.
Apabila pencemaran air terus berlanjut tanpa perbaikan serta pengolahan limbah yang dibuang,
maka tidak ada lagi air bersih yang tersedia dan seluruh bentuk kehidupan terancam punah
karena keracunan zat toksik yang mencemari. Penyebab utama pencemaran air adalah
pembuangan limbah cair yang mengandung zat pencemar. Limbah yang turut andil dalam
pencemaran air secara umum dikelompokkan menjadi limbah domestik, industri, pertanian dan
perkebunan, kualitas air limbah yang dihasilkan diharapkan memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan oleh PERMEN LHK Nomor 68 Tahun 2016 tentang baku mutu air limbah domestik
yang meliputi 7 parameter yaitu pH, BOD, Chemical Oxygen Demand (COD), Total
Suspended Solids (TSS), minyak dan lemak, amonia, dan Total Coliform. Berikut penjelasan
dari ke tujuh parameter air limbah:
A. pH
Derajat keasaman sering dikenal dengan istilah pH (puissance negative de H) yaitu
logaritma dari kepekatan ion-ion H (hydrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Ion
hidrogen bersifat asam. Keberadaan ion hidrogen menggambarkan nilai pH (derajat
keasaman) pada suhu tertentu atau dapat ditulis dengan persamaan pH = - log [H+]. Kadar
ion H atau pH dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh
terhadapkehidupan organisme yang hidup dalam suatu lingkungan perairan. Dari kedua
ungkapan tersebut menunjukkan pH air dapat diukur dan nilai pH berkisar antara 0-14.
Pada pH tertentu dapat menggambarkan keadaan air apakah asam atau basa. Tinggiatau
rendahnya nilai pH air tergantung pada beberapa faktor yaitu:
a) Konsentrasi gas-gas dalam air seperti CO2
b) Konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat
c) Proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan.
Konsentrasi ion H dalam air mempunyai pengaruh terhadap organisme baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ada dua hal penting mengenai pH air terhadap
kehidupan organisme dalam air yaitu:
1. faktor pembatas karena organisme tertentu dapat hidup dengan baik pada pH
rendah, sedang organisme yang lain hidup pada pH tinggi atau pH netral (pH 7).
2. pH sangat erat kaitannya atau merupakan petunjuk terhadap faktor kimia lain-nya
seperti alkalinitas dan kesadahan.
Nilai pH pada banyak perairan alami berkisar antara 4 – 9, kehadiran CO2 dan sifat
basa yang kuat dari ion natrium, kalium dan kalsium dalam air laut cenderung mengubah
keadaan ini, sehingga air laut sedikit lebih basa berkisar antara 7,5 – 8,4. sistem
karbondioksida – asam karbonat – bikarbonat berfungsi sebagai buffer yang dapat
mempertahankan pH air laut dalam suatu kisaran yang sempit. pH air mempengaruhi
tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam
akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah
kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun,
aktifitas pernafasan menurun, aktifitas pernafasan naik dan selera makan akan berkurang,
hal sebaliknya terjadi pada suasana basa.

B. BOD (Biochemical Oxygen Demand)


BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi
bahan organik dalam kondisi aerobik. BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang
digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap
masuknya bahan organik yang dapat diurai. BOD atau kebutuhan oxygen biologis, adalah
jumlah oxygen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk
memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada didalam air lingkungan
tersebut. Sebenarnya peristiwa penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi
oleh mikroorganisme didalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi
apabila air lingkungan mengandung oxygen yang cukup. Jumlah mikroorganisme di dalam
air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih (jernih) biasanya
mengandung mikroorganisme yang relative lebih sedikit dibandingkan dengan air yang
telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat anti septik atau bersifat racun, seperti
phenol, kreolin, deterjen, asam sianida, insektisida dan sebagainya jumlah mikroorganisme
juga relative sedikit.
faktor yang dapat mempengaruhi nilai BOD yaitu faktor aerasi dan nutrient, pemberian
aerasi dan nutrien yang seimbang akan memenuhi kebutuhan mikroorganisme sebagai
makanannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan yang akan berbanding lurus
dengan peningkatan efektivitas. Proses aerasi merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi nilai BOD, karena dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air,
selain itu berguna bagi mikroorganisme dalam pertumbuhannya serta meningkatkan kerja
bakteri aerob. Peningkatan nilai BOD yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh senyawa
organik yang terkandung dalam sampel yang telah habis terkonsumsi sehingga
mikroorganisme kehabisan makanan lalu mengalami kematian yang kemudian ikut terukur
sebagai BOD.
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan
oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur
kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi
gelap dan suhu tetap (20 0C) yang sering disebut dengan DO5. Pengukuran oksigen dapat
dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan
menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada
prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan
oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses
dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen,
dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5.

C. COD (Chemical Oxygen Demand)


COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigenyang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. COD adalah banyaknya
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air, sehingga
parameter COD mencerminkan banyaknya senyawa organik yang dioksidasi secara kimia.
Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat dioksidasi dengan
cara menggunakan bahan kimia oksidator kuat dalam media asam. Beberapa bahan organik
tertentu yang terdapat pada air limbah, kebal terhadap degradasi biologis dan ada beberapa
diantaranya yang beracun meskipun pada konsentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat
didegradasi secara biologis tersebut akan didegradasi secara kimiawi melalui proses
oksidasi, jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi tersebut dikenal dengan
Chemical Oxygen Demand.
Kadar COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi
bahan organik yang terdapat dalam air limbah, konsentrasi bahan organik yang rendah tidak
selalu dapat direduksi dengan metode pengolahan yang konvensional. Air yang telah
tercemar limbah organik sebelum reaksi berwarna kuning dan setelah reaksi oksidasi
berubah menjadi warna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
terhadap limbah organik seimbang dengan jumlahkalium dikromat yang digunakan pada
reaksi oksidasi.
Chemical oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zatzat organik yang ada dalam
sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik
menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat
teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara
biologi (BOD) tidak semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zatzat organik yang secara alamiah dapat
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut di dalam air.

D. TSS (Total suspended solid)


Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan
total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar
dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak
terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah
liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan
dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity)
dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga
nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Banyaknya TSS di dalam air akan
menurunkan suplai oksigen terlarut. Apabila ketersediaan oksigen menurun dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan badan air menjadi anaerob sehingga menyebabkan kematian
organisme aerob. Dalam limbah terdapat senyawa-senyawa kimia yang memiliki bahan
aktif dari logam-logam berat seperti logam krom (Cr) yang bisa mencemari air.

Pada penentuan padatan tersuspensi total dengan menggunakan metode gravimetri.


Gravimetri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang didasarkan pada pengukuran
berat. Dilakukan dengan media penyaring yang dipreparasi terlebih dahulu dengan cara
diletakan dipasang sistem vakum dan dibilas dengan air bebas mineral yang tujuannya
adalah untuk sterilisasi media penyaring sehingga tidak ada pengotor, setelah itu divakum
hingga tiris tujuan dari proses vakum adalah untuk menghisap/mengurangi kadar air dalam
media penyaring lalu dipindahkan media penyaring ke media penimbang untuk dioven pada
suhu 103oC sampai dengan 105oC selama 1 jam, tujuan dari pengovenan ini adalah untuk
menghilangkan kadar air dalam media penyaring. Setelah itu, media penyaring yang telah
dioven sebelumnya didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu setelah
dioven agar diperoleh berat media penyaring yang stabil kemudian media penyaring
ditimbang untuk mengetahui beratnya yaitu sebesar 104,6 mg. Agar diperoleh berat media
penyaring yang tetap/konstan.

E. AMONIA (Total Amonia Nitrogen)

Keberadaan amonia dalam air sungai yang melebihi ambang batas dapat mengganggu
ekosistem perairan dan makluk hidup lainnya. Amonia sangat beracun bagi hampir semua
organisme. Amonia dapat bersifat racun pada manusia jika jumlah yang masuk tubuh
melebihi jumlah yang dapat didetoksifikasi oleh tubuh. Pada manusia, resiko terbesar
adalah dari penghirupan uap amonia yang berakibat beberapa efek diantaranya iritasi pada
kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada tingkat yang sangat tinggi, penghirupan uap
amonia sangat bersifat fatal. Amonia di perairan berasal dari sisa metabolisme (eksresi)
hewan dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Pada kegiatan
budidaya, keberadaaan amonia dihasilkan dari aktivitas ekskresi biota sendiri dan proses
dekomposisi bahan organik dari sisa pakan dan kotoran selama pemeliharaan.

Amonia di perairan akan ditemukan lebih banyak dalam bentuk ion amonium jika pH
perairan kurang dari 7, sedangkan pada perairan dengan pH lebih dari 7, amonia bebas atau
amonia tak terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih banyak.
Tingkat toksisitas amonia tak-terionisasi tergantung pada kondisi pH dan suhu di suatu
perairan, sehingga kenaikan nilai pH dan suhu menyebabkan proporsi amonia bebas di
perairan meningkat.

Air limbah domestik dapat mempengaruhi parameter amoniak disebabkan oleh air
limbah domestik yang dibuang langsung ke sungai ada yang bersifat organik. Bahan
organik akan mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme sehingga bahan organik
tersebut membusuk, limbah amoniak berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba
yang berasal dari perumahan, dan pertanian, bahan organik yang membusuk akan
mempengaruhi parameter amoniak. Air limbah domestik berasal dari air buangan memasak
rumah tangga juga langsung dibuang ke sungai dikarenkan air buangan memasak bersifat
organik.

F. TOTAL COLIFORM

Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan pathogenik lain. Lebih tepatnya,
bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen.
Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya
berkorelasi dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih
cepat, murah, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri
coliform adalah, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi, coliform adalah
indikator kualitas air.

Menurut ketentuan World Health Organization (WHO) dan American Public Health
Association (APHA) saat ini kualitas air ditentukan oleh kehadiran dan jumlah bakteri
didalamnya. Secara mikriobiologis, keberadaan bakteri coliform tinja pada air dapat
dijadikan penentu apakah air tersebut layak digunakan untuk keperluan tertentu seperti
untuk air minum, perikanan, peternakan, pertanian, dan lain-lain. Organisme colifrom tinja
merupakan organisme nonspora yang motil atau non-motil, berbentuk batang, dan mampu
memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam dan gas pada temperatur 44-44,5˚C
dalam waktu 48 jam.

Ada beberapa alasan mengapa organisme coliform dipilih sebagai indikator terjadinya
kontaminasi tinja dibandingkan kuman patogen lain yang terdapat dalam pencernaan antara
lain:

1. Jumlah organisme coliform tinja cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar 200-400
miliar
organisame ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya. Karena jarang sekali ditemukan
dalam air, keberadaan kuman ini dalam air memberik bukti kuat adanya kontaminasi
tinja manusia.
2. Organisme ini lebih mudah dideteksi melalui metode kultur dibandingkan tipe kuman
pathogen lainnya.
3. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman usus patogen lainnya.
4. Organisme ini lebih resisten terhadap proses purifikasi air secara alamiah. Bila
organisme ini ditemukan dalam sampel air maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
kuman usus patogen lain juga dapat diketemukan dalam sampel air tersebut di atas
walaupun dalam jumlah yang kecil.

Air bersih seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen apapun, dan juga
harus bebas dari bakteri yang memberikan indikasi pencemaran tinja. Parameter
bakteriologis yang dicantumkan berupa koliform tinja dan total koliform.

G. MINYAK/LEMAK
Sumber minyak dan lemak di perairan diduga berasal dari kegiatan rumah tangga,
bengkel, restauran, dan sebagainya. Kandungan minyak dan lemak yang berlebih di
perairan akan mengurangi penetrasi cahaya dan oksigen ke dalam air sehingga menghambat
laju pemurnian alami. Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota golongan lipid.
Minyak dan lemak didalamnya mengandung lipid kompleks (yaitu lesithin, cephalin,
fosfatida serta glikolipid), sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam
lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon. Minyak
dan lemak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam
lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, biji-
bijian, akar tanaman dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan lemak terdapat di seluruh
badan dan jumlah terbanyak terdapat pada jaringan adipose dan tulang sumsum.
Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi asam
lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena
mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat, linoleat atau asam
linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat
pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemah jenuh, misalnya asam palmitat
dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi.

Dampak yang nyata dari adanya lemak dan minyak di permukaan air adalah
terhalangnya penetrasi sinar matahari yang berarti mengurangi laju proses fotosintesa di
air. Penutupan itu juga akan mengurangi masukan O2 bebas dari udara ke air. Kurangnya
laju fotosintesa dan masukan O2 dari udara akan mengganggu organisme yang ada di air.
Minyak dan lemak merupakan bahan organik namun mempunyai rantai karbon yang
panjang dan komplek. Sebagian emulsi minyak dan lemak akan mengalami degradasi
melalui fotooksidasi spontan dan oksidasi oleh mikroorganisme. Penguraian lemak dan
minyak dalam kondisi kurang oksigen akan menyebabkan penguraian yang tidak sempurna
sehingga menimbulkan bau tengik.
DAFTAR PUSTAKA

BSE, T. (2014). PENGELOLAAN KUALITAS AIR. BSE.


Hendrawan, D. (2018). KUALITAS AIR SUNGAI CILIWUNG DITINJAU DARI
PARAMETER MINYAK DAN LEMAK. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia, vol 15, no 2, 86-87.

Najah, S., Aniriani, G. W., & Nasihah, M. (2020). Analisis Bakteri Total Coliform pada Air
WSLIC (Water and Sanitation for Low Income Communities) di Kecamatan
Karangbinangun Lamongan. Jurnal EnviScience, Vol 2.

Puspita, I., Ibrahim, L., & Hartono, D. (2016). PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT
YANG BERMUKIM DI KAWASAN BANTARAN SUNGAI TERHADAP
PENURUNAN KUALITAS AIR SUNGAI KARANG ANYAR KOTA TARAKAN.
Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol 23, no 2.

Anda mungkin juga menyukai