Anda di halaman 1dari 108

Panduan Lumpur Aktif

I. Latar Belakang

Sumber Air Buangan dan Kuantitasnya


Air buangan dapat dideskripsikan sebagai air yang telah digunakan yang berasal dari
pemukiman, perkantoran, sekolah, rumah sakit, penjara dan kegiatan industri yang pada
akhirnya akan dikembalikan ke lingkungan. Air limbah dapat terencerkan oleh air tanah atau
air permukaan saat dialirkan dari sumber ke lokasi pengolahan tergantung pada sistem
pengumpulnya. Infiltrasi ke sistem pengumpul limbah akan berdampak pada debit air limbah
yang akan diolah. Meskipun untuk kuantitas air limbah domestik dapat diketahui, tetapi untuk
kegiatan industri lebih bervariasi. Kebanyakan industri menggunakan pengolahan setempat
untuk air buangannya, sangat jarang sebuah industri menggunakan pengolahan air limbah yang
juga diolah air limbah publik didalamnya.

Karakteristik Air Buangan

Solids
Komponen dalam air limbah umumnya dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara yang salah
satunya dapat dibedakan menjadi kandungan anorganik dan kandungan organik. Bahan
kandungan anorganik yang dimaksud meliputi pasir, kerikil halus, mineral, logam dan bahan
yang tidak biodegradable. Sedangkan bahan organik yaitu yang mengandung unsur karbon,
berasal dari makhluk hidup dan dapat dijadikan sebagai sumber makanan oleh organisme.
Padatan yang terdapat pada air limbah akan berdampak buruk bagi lingkungan dan karena itu
dibutuhkan pengelolaan dalam pembuangan air limbah tersebut. Padatan akan meningkatkan
sedimentasi pada sistem perairan, merugikan tanaman dan hewan serta membatasi penggunaan
air. Istilah “Solids” termasuk ke dalam beberapa komponen. Istilah “Suspended Solids”
mengacu pada partikel yang dapat terlihat, berpengaruh terhadap kekeruhan dan dapat disaring.
“Dissolved Solids” adalah partikel yang melewati penyaring atau filter dan tidak terlihat. Hanya
pada saat sampel air diuapkan maka padatan terlarut tersebut terlihat jelas.

Istilah “Settleable Solids” adalah partikulat yang akan mengendap dalam jangka waktu tertentu
dalam keadaan diam. Meski sudah jarang digunakan untuk pemantauan debit air limbah, tes
seetleability masih sering digunakan dalam mengendalikan operasional biologis pengolahan air
limbah, terutama pada proses lumpur aktif. Istilah padatan lain yang sering dikenal ialah
“Colloidal Solids”, istilah ini mengacu pada partikel yang sangat halus atau dapat dikatakan
dengan ukuran mikroskopis dan tidak akan menetap. Partikel ini ni dapat melewati kertas saring
dan dapat berdampak pada penampilan air yang akan sedikit keruh jika mengandung padatan
ini.

Padatan dapat menjadi organik atau anorganik. Misalnya, garam meja dalam air akan menjadi
anorganik, padatan terlarut. Lada dalam air akan menjadi organik, padatan tersuspensi. Fraksi
padatan organik sering diperkirakan dapat terbakar oleh material. Bahan organik akan terbakar
atau "volatilize" pada suhu 550°C, sedangkan bahan anorganik akan tetap sebagai residu dan
disebut sebagai "fixed". Tabel di bawah menunjukkan komposisi padatan untuk air limbah
rumah tangga. Secara keseluruhan, jumlah padatan yang terdapat pada limbah domestik
diperkirakan sekitar 0,20-0,25 lbs/d/kapita atau 0,091-0,113 kg/hari/orang.

Fresh Stale
Soluble 15 - 25 % 50 %
Colloidal
75 - 85 % 50 %
Suspended

As Wastewater Becomes Stale,


More of the Suspended Organics
Become Dissolved

Penting untuk dicatat bahwa fraksi padatan organik yang terlarut dalam air limbah dapat
berubah. Seperti tabel di atas, menunjukkan ketika air limbah baru masuk menjadi jenuh,
ukuran partikel berkurang, persentase organik partikulat menurun dan persentase terlarut
(soluble) organik padatan meningkat. Air limbah yang jenuh lebih sulit untuk diolah, karena
membutuhkan waktu detensi yang lebih lama dan mengurangi efisiensi proses pengolahan air
limbah biologis. Dengan demikian, penting untuk membatasi waktu detensi limbah dalam
sistem pengumpulan, pemerataan tank, clarifiers primer, dll.

Biochemical Oxygen Demand


Karakteristik lain dari air limbah yang sangat diatur adalah Biochemical Oxygen Demand
(BOD). Banyak dari komponen air limbah yang membutuhkan oksigen pada sistem pengolahan
air limbah atau pada aliran penerima. Tuntutan ini terjadi dikarenakan mikroorganisme,
terutama bakteri yang memanfaatkan polutan dalam air limbah sebagai makanan. Bakteri
memetabolisme polutan sehingga membutuhkan oksigen dan oksigen terlarut tersebut diambil
dari perairan. Sehingga beban polutan di perairan meningkat dan jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengkonsumsi polutan meningkat. Istilah "Biochemical Oxygen Demand"
juga menjelaskan bahwa sebagian besar kebutuhan oksigen terjadi akibat pencemar organik,
tetapi beberapa polutan anorganik seperti amonia juga dapat berkontribusi pada kebutuhan
oksigen. Amonia secara biologis teroksidasi menjadi nitrat (nitrifikasi) sehingga seluruh
oksigen digunakan. Jadi total BOD adalah jumlah dari Carbonaceous Oxygen Demand (CBOD)
dan Nitrogenous Oxygen Demand (NOD).

Bio
Chemical
Oxygen
Demand

Carbonaceous BOD
NitrogenousBOD
Total Biochemical
Oxygen Demand
Total BOD5 = CBOD + NOD
0.17 - 0.22 lbs/d/capita

Di laboratorium, kadar BOD dari air limbah ditentukan oleh pengenceran sebagian dari sampel
air limbah dengan nutrient-rich, air dengan pH yang buffer diencerkan dalam botol BOD 300
ml. Konsentrasi awal oksigen terlarut (DO) dari sampel yang diencerkan ditentukan dan botol
diinkubasi pada suhu 20°C selama 5 hari. DO akhir dalam botol ditentukan dan BOD sampel
dihitung berdasarkan oksigen yang digunakan dan jumlah sampel pengenceran. Jika hanya
CBOD air limbah yang akan ditentukan, maka nitrification inhibitor ditambahkan ke botol
BOD selama pengenceran.

Dampak lingkungan dari BOD pada perairan penerima dapat digambarkan dengan grafik di
bawah ini. Di sisi kiri grafik, kondisi aliran bersih ditunjukkan dengan nilai DO yang relatif
tinggi dengan konsentrasi kisaran 5 - 7 mg / L dan sedikit sedimen.

BOD

Dissolved Sediment D.O.


Oxygen
Sediment Oxygen Sag

Ketika beban pencemar masuk ke perairan (zona degradasi), maka konsentrasi BOD akan
meningkat karena bakteri yang berada yang hadir secara alami diperairan akan menemukan
sumber makanan. Bakteri tersebut akan terbiasa terhadap suplai makanan dan populasinya akan
meningkat pada zona dekomposisi aktif. Dalam zona ini konsumsi oksigen sangat tinggi pada
DO yang di perairan. Sedimen meningkat sebagai pencemar dan dikonversi ke massa bakteri
yang menumpuk di bagian bawah perairan.

Variety

Population

Zat pencemar yang dikonsumsi menjadi pasokan makanan bagi bakteri akan menjadi terbatas.
Oksigen akan berpindah dari atmosfer menjadi konsumsi oksigen dan DO dari perairan tersebut
akan meningkat di Zona Recovery. Sehingga, kadar BOD akan turun dan perairan tersebut
menjadi bersih kembali.

Unsur biologis yang berada di perairan kerat kaitannya dengan kadar DO yang tersedia, jenis
organisme yang diharapkan di masing-masing zona ini akan berubah. Dalam perairan yang
bersih dengan DO tinggi bisa diharapkan untuk menemukan organisme-organisme yang tidak
tahan terhadap zat pencemar. Ini akan mencakup berbagai macam organisme, tetapi untuk
organisme jenis ini secara keseluruhan memiliki populasi yang relatif rendah. Di zona degradasi
dan dekomposisi aktif , organisme yang berkembang menyebabkan kadar DO rendah sehingga
memberikan keuntungan pada organisme tersebut dan populasi dapat meningkat pesat, namun
keanekaragaman hayati berkurang dikarenakan sebagian organisme yang tidak tahan terhadap
beban pencemar akan menurun.

Jadi sungai dapat memulihkan dirinya sendiri (Self-Purification) selama beban pencemar tidak
begitu besar sehingga sistem yang terjadi adalah proses dekomposisi aktif. Dalam
mempertimbangkan dampak lingkungan dari pencemar tertentu pada perairan, meskipun harus
dipertimbangkan berbagai kemungkinan beban pencemar lainnya. Pencemaran dengan sumber
yang tidak dari satu titik seperti pertanian dengan sistem terbuka (run-off) dan air hujan serta
pembuangan di sumber lain seperti saluran pelimpah (overflows) pada saluran pembuangan
akan bercampur sehingga menambah beban pencemar pada perairan. Jika kebutuhan oksigen
total pada perairan melebihi kapasitasnya untuk pemulihan, maka akan berdampak matinya
biota perairan, bau dan penggunaan air yang sangat terbatas.
Nutrients
Nitrogen dan fosfor adalah nutrisi yang diperlukan oleh setiap organisme hidup dan menjadi
komponen di setiap sel. Limbah domestik, limbah hewan, sisa makanan dan banyak limbah
industri mengandung nutrisi tersebut. Jika unsur ini dibuang ke sungai atau danau maka akan
menjadi pupuk dan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman air. Tingkat pertumbuhan yang
tinggi ini juga akan menyebabkan danau dipenuhi oleh gulma dan kadar sedimen meningkat.
Seiring waktu, danau akan dipenuhi dengan sedimen. Eutrofikasi adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan proses penuaan pada danau karena secara bertahap akan dipenuhi
dengan sedimen. Mengawasi secara teliti dari beban nutrisi yang dibuang ke lingkungan
membantu untuk memperlambat proses tersebut. Informasi lebih rinci tentang dampak nutrisi
dan pengolahan/pengurangan proses ini akan dijelaskan nanti.

Human Health Hazards and Toxins


Air limbah dapat mengandung banyak zat yang mungkin berbahaya bagi manusia. Limbah
domestik selalu menunjukkan kemungkinan terdapatnya mikroorganisme menular atau
patogen. Pekerja yang mengurus bagian pengolahan limbah pabrik kemungkinan terpapar lebih
besar oleh salah satu dari beberapa penyakit yang ditularkan melalui air. Salah satu aspek yang
paling penting dari pengolahan air limbah adalah untuk mencegah pembuangan organisme ini
ke dalam lingkungan di mana orang lain mungkin juga beresiko terkena dampak.

Human Health Hazards


Pathogens
Nitrate
Toxic Materials

Materials Toxic to Biota


Metals
Ammonia
Pesticides,
Herbicides
Chlorine
Acids/Bases

Bahan beracun terhadap manusia atau biota air dapat masuk ke sistem pengumpul air limbah
dari beberapa sumber seperti pertanian, industri, maupun domestik. Pestisida, herbisida, asam
basa dan klorin yang digunakan untuk mensterilkan air limbah juga termasuk dalam daftar
bahan yang berbahaya.

Meskipun bidang pengolahan air limbah telah berkembang dengan pesat pada seratus tahun
terakhir, kita masih harus menyadari bahwa operator pengolahan air limbah memiliki tugas
yang sangat sulit. Air limbah yang diterima oleh fasilitas pengolahan adalah campuran
kompleks dari zat yang sebagian besar tidak diketahui dan tidak dianjurkan untuk dibuang ke
lingkungan. Operator harus menyadari bahwa pentingnya posisi ini dalam perlindungan sumber
daya alam dan perlindungan kesehatan masyarakat.

II. Proses Pengolahan Air Limbah

Skema Jenis Pengolahan Air Limbah


Proses pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi dua kategori umum, yang pertama
fisik/kimia. Kategori ini termasuk Screening, Sedimentasi, Filtrasi, presipitasi dan Chemical
Destruct. Kategori kedua yaitu biologi, termasuk proses yang bergantung pada organisme hidup
untuk menghilangkan pencemar dari air limbah. Proses ini meliputi beberapa proses seperti
kolam stabilisasi, trickling filter, rotating biological contractors dan lumpur aktif.

Dalam kebanyakan kasus pengolahan air limbah umumnya melalui penggunaan kombinasi
fisik, kimia dan proses pengolahan biologis (pengolahan lengkap). Misalnya, sebuah pabrik
pengolahan tertentu ingin melakukan Preliminary Treatment (fisik) untuk menghilangkan
kotoran besar dan partikel kasar, Primary Treatment (fisik/kimia) untuk menghilangkan
padatan tersuspensi settleable, Secondary Treatment (kimia/biologis) untuk menghapus
partikulat yang tersisa dan bahan organik terlarut, Chemical Precipitation (kimia) untuk
mengurangi nutrisi di perairan, Tertiary Filtration (fisik) untuk menghapus sisa partikel halus
dan kimia atau desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet.

Preliminary Treatment
Preliminary Treatment dimaksudkan untuk melindungi proses awal dengan mengurangi
partikel-partikel besar yang dapat menyumbat atau menyebabkan kerusakan pada peralatan.
Proses yang sering digunakan yaitu dengan cara pemasang bar screen untuk mengurangi
partikulat besar seperti tongkat, batu, kain, dll. Bar screen cenderung digunakan dalam aliran
dengan jarak antar batangnya sekitar 1 ½ inci.

Untuk pembersihan dapat dilakukan secara manual di fasilitas yang lebih kecil atau mekanis
dibersihkan secara otomatis di fasilitas yang lebih besar. Bar screen ini sendiri telah terjadi
peningkatan penggunaan dalam beberapa tahun terakhir. Seringkali bar screen ini dirancang
untuk menghilangkan partikel dengan ukuran ¼ inci dan mengurangi sebagian lebih besar dari
komponen yang tidak dibutuhkan pada perairan serta memberikan peningkatan perlindungan
pada proses awal (hilir).
Grinding dan shredding memiliki mekanisme seperti comminuters dan telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk mengurangi ukuran puing-puing besar. Puing-puing hasil cacahan akan
diteruskan pada proses pengolahan selanjutnya. Meskipun peralatan yang lebih modern lebih
efisien dan tidak perlu perawatan intensif seperti comminuters.

Screening atau grinding biasanya disertai dengan penyisisah partikel kasar. Partikel kasar
meliputi bahan anorganik berat seperti pasir, kerikil, dll. Bahan-bahan yang keras tersebut
kemungkinan dapat menimbulkan kerusakan pada pompa dan akan terakumulasi di proses
pengolahan primer dan sekunder serta menambah komponen anorganik yang tidak diinginkan
pada lumpur.

Ada beberapa pilihan untuk penyisihan partikel kasar (grit), tetapi dua proses yang umumnya
digunakan adalah gravity git separator dan aerated grit separators. Gravity Separators hanya
memperlambat kecepatan aliran ke titik di mana partikel kasar akan tertahan sehingga tidak
teralirkan keluar, tetapi bahan organik akan tetap disuspensi; kecepatan yang diinginkan adalah
1 ft/s atau 0,31 m/detik. Singkatnya, gravity separators adalah saluran di mana kecepatan diatur
dengan partikel kasar yang akan disisihkan secara manual. Tipe lain dari gravity separators
adalah detritor process, tangki pengendapan (umumnya persegi panjang) dengan revolving
plow akan mengarahkan partikel kasar menuju pengumpul (sump) dan akan disisihkan dari
tangki.

Aerated Grit Chambers beroperasi dengan prinsip sama seperti gravity separators, kecuali pada
penyesuaian kecepatan aliran melalui channel, pada aerated grit chambers udara dimasukkan
melalui bagian bawah separator. Udara menyebabkan turbulensi di dalam tangki untuk menjaga
zat organik di suspensi sementara memungkinkan partikel kasar untuk tertahan. Umumnya air
lift pump yang digunakan untuk menyisihkan partikel kasar dari separator.

Aerated Grit Separator

Pemantauan aliran biasanya termasuk dalam bagian awal dari proses. Hal ini melibatkan sistem
pengukuran pipa aliran tertutup, tetapi umumnya lebih sering aliran diarahkan melalui Parshall
Flume di mana tingkat aliran mendeteksi perangkat (seperti sensor ultrasonik) oleh level cairan
dalam flume dengan tingkat aliran melalui flume.

Pengukuran aliran/debit sangat penting karena berbagai alasan seperti keperluan anggaran,
operasional, dan memenuhi peraturan. Anggaran dalam penggunaan saluran pembuangan
biasanya didasarkan pada debit air buangan, hidrolik dan tarif beban organik pada proses
pengolahan memerlukan data aliran, pada proses pengolahan arus kembali dan tarif kimia
relatif terhadap pengukuran aliran influen, dan pelaporan pengolahan arus informasi hampir
selalu diperlukan dalam debit laporan pemantauan. Hal ini jelas bahwa peralatan flow
measuring harus secara berkala dikalibrasi dan dilayani. Dianjurkan bahwa perawatan ini
dilakukan oleh teknisi yang memenuhi syarat minimal sekali per tahun.

Flow
Measurement

Determine Loading on WWTP


Determine Loading on Stream
Discharge Permit Parameters
Budgeting
Sewer Use Charges
Pace Chemical Feed &
Process Return Flows

Sedangkan bagian awal dari proses pengolahan mungkin tidak menjadi daerah yang paling
diprioritaskan dari sebuah pengolahan untuk dikerjakan, tetapi proses ini sangat penting karena
akan menjaga peralatan untuk terus dipertahankan dalam keadaan baik. Jika operator
mengamati puing-puing besar atau partikel kasar terakumulasi dalam proses awal (hilir), proses
pengolahan awal harus diperiksa secara cermat untuk daerah yang harus lebih baik
dipertahankan atau dioperasikan. Jika situasi ini dibiarkan terus-menerus, efisiensi pengolahan
secara keseluruhan dan pengoperasian pabrik tersebut akan berkurang.

Primary Treatment
Kebanyakan fasilitas lumpur aktif mencakup langkah primary treatment menjelang secondary
process. Klarifikasi primer adalah proses sedimentasi yang dimaksudkan untuk menghilangkan
bahan organik berat settleable. Hal ini dapat menyisihkan beberapa beban organik sebelum
proses sekunder dan memungkinkan padatan untuk disisihkan lebih ekonomis sebagai lumpur
primer daripada lebih encer dan lebih keras untuk menguras biomassa pada proses sekunder.

Primary clarifiers dapat dirancang baik sebagai bak persegi panjang atau lingkaran dengan
kedalaman minimal sekitar 10 feet atau 3 meter. Dimensi tangki bervariasi sesuai dengan beban
hidrolik yang diharapkan, tetapi umumnya untuk waktu detensi sekitar 2 jam dan tingkat
limpahan permukaan 400-600 galon/hari/feet2 atau 140,67-253,407 liter/hari/meter2 di aliran
rata-rata harian. Untuk bentuk bak antara persegi panjang atau lingkaran, ketentuan dibuat
untuk mengumpulkan dan mengeluarkan lumpur menetap, menguras dan menghilangkan
lemak dan bahan mengambang lainnya serta pemakaian clarified primary untuk limbah pada
proses sekunder.

Grafik di bawah ini menunjukkan efisiensi penyisihan yang diharapkan untuk padatan dan BOD
dalam clarifier primer. Perhatikan bahwa kenaikan efisiensi removal dengan waktu sampai
waktu detensi sekitar 2 jam, setelah itu penambahan penyisihan hanya sedikit yang terjadi.
Seperti yang dibahas sebelumnya, tentang penyisihan untuk BOD dapat benar-benar mulai
menurun sebagai degradasi mulai terjadi pada clarifier. Padatan mulai dipecah menjadi partikel
yang lebih kecil, dan akhirnya yang terlarut kembali, sehingga meningkatkan beban organik
pada proses sekunder dan memproduksi asam organik serta produk sampingan lainnya yang
sulit untuk diolah. Oleh karena itu penting bahwa sistem primary treatment dioperasikan
dengan benar. Sludge harus disisihkan dari clarifier sebelum dekomposisi dimulai dan waktu
detensi hidrolik yang diperbolehkan dapat melebihi yang ditentukan. Situasi baik akan
menurunkan kinerja dari proses primary dan secondary treatment.

Primary Sedimentation Efficiency Primary Sedimentation Efficiency


100 100
Settleable Solids

80 80

60 60
Suspended Solids BOD

40 40

20 20

0 0

Time, Hrs. Time, Hrs.

Dasar-dasar Lumpur Aktif


Proses lumpur aktif merupakan proses pengolahan air limbah biologis. Ini berarti bahwa
pengolahan terjadi akibat polutan yang terdapat di perairan digunakan sebagai sumber pangan
dengan berbagai jenis mikroorganisme. Hal ini terkait dengan proses pertumbuhan
mikroorganisme, karena organisme tersuspensi dalam air limbah lebih baik daripada melekat
pada media seperti dalam trickling filter atau proses rotating biological contractor.

Karena ini adalah proses biologis, maka memahami beberapa konsep mengenai biologi dasar
akan sangat dibutuhkan. Berikut beberapa istilah yang akan digunakan dalam pembahasan ini
dan penjelasannya :

 Anaerobik Organisme yang tidak memerlukan DO atau nitrat (NO3)


 Aerobik Organisme yang memerlukan DO
 Fakultatif Organisme yang bisa bertahan dengan atau tanpa DO
 Heterotrofik Organisme yang mengkonsumsi zat organik dalam air limbah
 Autotrophik Organisme yang mampu menggunakan senyawa anorganik sebagai
sumber makanan
Proses lumpur aktif bergantung pada budidaya jutaan populasi mikroorganisme dari berbagai
jenis, sebagian besar bakteri aerobik dan bakteri heterotrofik fakultatif yang tersuspensi dalam
air limbah saat melewati reaktor (tangki aerasi).
Air

Primary Secondary
Effluent Aeration MLSS Secondary Effluent
Tank Clarifier

Return Activated
Sludge
Waste Activated
Sludge

Suspensi ini yang disebut sebagai mixed liquor atau Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS),
disertakan dengan oksigen dan terus dicampur dengan gelembung udara. Hal ini terjadi secara
alami oleh organisme (tidak perlu untuk memasok organisme tersebut dari sumber lain).
Organisme memakan pencemar organik dalam air limbah, zat pencemar dikonversi ke
organisme yang lebih (biomassa) dan beberapa produk sampingan. Jumlah biomassa yang
dihasilkan sering diperkirakan sebagai sekitar 0,7 pon atau setara dengan 0,318 Kg dan untuk
setiap pon tersebut maka BOD akan tersisihkan dalam proses sekunder. Sedangkan bakteri
individu tidak terlihat mata, mereka menempel satu sama lain untuk membentuk suatu massa
biologis yang dapat dengan mudah dilihat sebagai flok berwarna coklat.

Berikut jumlah yang cukup untuk waktu perawatan mixed liquor mengalir dari tangki aerasi ke
clarifier sekunder dimana biomassa dibiarkan tenggelam dari air limbah dan limbah lolos ke
langkah pengolahan selanjutnya. Biomassa yang terendapkan dikembalikan ke proses
pengoolahan sebagai pemasok organisme yang akan terus menghilangkan zat pencemar.
Biomassa ini kembali disebut sebagai Return Activated Sludge (RAS).

Karena ini adalah proses hidup dan terus berkembang, maka hal ini akan terus membuat
biomassa sampai ke titik dengan kuantitas terlalu banyak. Jumlah biomassa dalam proses
dikendalikan dengan menyisihkan (membuang) sebagian dari itu setiap hari. Kelebihan
biomassa ini disisihkan dari sistem sekunder dikenal sebagai Waste Activated Sludge (WAS).
Sel Bakteri
Hal ini akan sangat membantu jika kita memahami sedikit tentang sel bakteri dan tahu
bagaimana ia mampu menyisihkan pencemar. Diagram di
bawah menunjukkan bentuk sel pada umumnya. Bagian
dalam sel berisi tentang informasi reproduksi, mekanisme
penyimpanan makanan, dll. Sekitarnya sel adalah membran
yang menjaga organisme bersama-sama dan dalam bentuk
terlarut makanan akan masuk. Dinding sel dilapisi dengan
lapisan lendir yang digunakan untuk perangkap partikel.

Diagram di bawah menunjukkan sebuah sel bakteri tersuspensi dalam air limbah yang
mengandung pencemar organik terlarut dan partikulat. Pencemar organik terlarut melewati
membran sel (penyerapan) dan digunakan sebagai sumber makanan langsung. Partikulat
organik tidak bisa melewati membran, tetapi menempel pada lapisan lendir (adsorpsi).
Organisme mulai memproduksi enzim yang disekresikan melalui membran dan melarutkan
partikel dan memungkinkan untuk melewati membran yang juga digunakan sebagai makanan.
Dengan cara ini organisme mampu menyisihkan pencemar organik baik yang larut dan partikel
dari air limbah.

New Cells Wastewater

NH3
Slime Layer CO2
H2O

Cell
Oxygen Food Membrane
Storage
Enzymes

(Absorption )

Soluble Organics Adsorbed


Particle

Hal lain yang juga ditunjukkan dalam diagram adalah oksigen harus dipasok ke organisme
karena dibutuhkan untuk memetabolisme pencemar organik dan produksi sel bakteri baru.
Produk sampingan metabolisme ini termasuk amonia (NH3), karbon dioksida (CO2) dan air
(H2O).

Tiga Langkah dalam Pengolahan Biologis


Pengolahan air limbah secara biologi sering digambarkan terjadi dalam tiga langkah. Pada
langkah pertama yaitu terjadi transfer, makanan dari air limbah tersebut dipindahkan ke sel.
Jika pencampuran dan waktu detensi yang diperlukan sudah memadai untuk memastikan bahwa
organisme yang datang melakukan kontak dengan sumber makanan.

Langkah kedua yaitu konversi, terjadi akibat organisme memetabolisme pasokan makanan dan
mengubahnya menjadi sel-sel baru. Agar ini terjadi pasokan makanan harus dalam bentuk yang
mudah digunakan. Beberapa senyawa dengan mudah terdegradasi oleh bakteri, sementara yang
lain dimetabolisme lebih lambat. Beberapa pencemar tidak dapat dimetabolisme sampai
organisme menjadi terbiasa untuk itu, memproduksi jenis enzim yang bagus. DO pada
lingkungan harus tersedia, jika tidak organisme aerobik tidak akan efisien menghilangkan
pencemar dan akan masuk dalam lingkungan anaerobik. Keseimbangan gizi harus tepat untuk
konversi berlangsung. Seperti bentuk kehidupan lain, organisme membutuhkan nitrogen dan
fosfor dan antara nutrisi minor lainnya dalam rangka memetabolisme makanan dan membangun
sel-sel baru. Rasio karbon untuk nitrogen fosfor umumnya diambil sebagai 100:5:1.

Pada langkah ketiga pengolahan yaitu flokulasi dan separasi (pemisahan), mikroorganisme
tetap bersama untuk membentuk partikel besar yang akan menetap dan keluar dari air limbah
sehingga dapat dimurnikan di clarifier sekunder. Flokulasi terjadi ketika pencampuran
memungkinkan organisme untuk melakukan kontak satu sama lain, tetapi tidak menyebabkan
kondisi hingga turbulen bahan flokulasi hancur. Settleability dan pemadatan dari partikel flok
tergantung pada kepadatan, ukuran dan bentuk partikel serta efisiensi clarifier. Settleability
dipengaruhi oleh banyaknya filamentous bacteria, yaitu yang membentuk rangkaian saat
mereka tumbuh daripada membentuk flok. Tingkat pertumbuhan berlebihan dari bakteri ini
dapat menyebabkan kondisi penumpukan (bulking) di mana mixed liquor tidak tercampur
dengan baik sehingga mengambil lebih banyak volume pada clarifier. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah kadar DO tidak tepat di lingkungan dan
ketidakseimbangan gizi dan dapat mengakibatkan hilangnya padatan dalam limbah clarifier.
Tentang bulking dan pengendalian dengan filamentous bacteria akan dijelaskan nanti.

III. Faktor Pengontrolan dan Perhitungan pada Lumpur Aktif

Pendahuluan Faktor Pengontrolan


Operasi yang tepat dari pengolahan lumpur aktif akan membutuhkan pengetahuan tentang
faktor-faktor biologis dan fisik yang mempengaruhi efisiensi proses. Faktor-faktor ini meliputi:
 Beban organik dan hidrolik pada tangki aerasi
 Oksigen terlarut dalam tangki aerasi
 Tingkat buangan biosolids
 Tingkat lumpur aktif yang dikembalikan (RAS)
 Beban pada clarifier
 Padatan yang menetap (solids settling) dan karakteristik pemadatan

Beban Organik (Organic Loading)


Beban/muatan organik mengacu pada jumlah pound per hari BOD yang memasuki proses. Pada
umumnya pengolahan lumpur aktif ini didasarkan pada limbah primer, tetapi pada pengolahan
tanpa clarifiers primer itu akan didasarkan pada aliran influen pengolahan. Beban BOD dalam
pounds per hari dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan Pounds Formula.
Mengalikan laju aliran dalam juta galon per hari dengan berat satu galon air (8,34 Lbs/Gallon
atau 0,0998 Kg/Liter) dan dikali konsentrasi dalam miligram per liter BOD dalam perairan
sehingga menghasilkan jumlah pound per hari BOD dalam perairan.

Pounds Formula
Lbs = MG X 8.34 Lbs X Conc, mg
D D Gal L

Lbs = MG X 8.34 Lbs X Parts


D D Gal M Parts

Use to Determine the Pounds per Day of a


Material in a Given Flow at a Given
Concentration

note:
•Flow Must Be In Million Gallons/Day
•8.34 Lbs is the Weight of a Gallon of
Water
•Conc Must be in Part per Million
Terms

Hal ini mungkin menguntungkan untuk menghitung beban organik selama lima atau tujuh hari
rata-rata. Hal ini membantu untuk merata-ratakan beban fluktuasi hari demi hari yang
memungkinkan pengontrolan lebih konsisten pada saat operasi. Tujuh hari rata-rata akan
dihitung dengan rata-rata pon BOD untuk hari tertentu dengan nilai-nilai selama enam hari
sebelumnya.

Kuantitas dari Mikroorganisme


Konsentrasi dari mixed liquor (MLSS) ditentukan melalui analisis suspended solids dari
suspensi dalam tangki aerasi. Suspensi ini termasuk massa biologis serta ketersediaan bahan
anorganik dalam air limbah, jumlah massa biologis diperkirakan dengan menentukan
kandungan organik dari MLSS. Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) ditentukan
dari MLSS yang dikeringkan dalam muffle furnace pada suhu 550°C. Bahan yang terbakar pada
suhu tertentu tersebut yang diperkirakan adalah organik sehingga dapat dihitung massa
biologis. Materi yang tetap (non-volatile atau fixed) diperkirakan fraksi anorganik dari MLSS.
Jadi dalam perhitungan proses pengontrolan di mana semua padatan harus diperhitungkan,
MLSS digunakan dalam perhitungan. Dalam perhitungan di mana hanya populasi biologis aktif
yang harus diperhitungkan dalam MLVSS.

Determination of Mixed Liquor


Suspended Solids (MLSS) and
Mixed Liquor Volatile Solids
Suspended (MLVSS)

Jumlah mikroorganisme yang tersedia untuk pengolahan juga dihitung dengan menggunakan
rumus pound. Karena mikroorganisme berada dalam tangki aerasi, pon mikroorganisme
dihitung dengan mengalikan volume tangki aerasi (s) dalam jutaan galon kali berat dari galon
air (8,34 lb/gal atau 0,0998 Kg/Liter) kali konsentrasi MLVSS dalam miligram per liter.

Rasio Makanan untuk Mikroorganisme (Food to Microorganism F:M)


Rasio makanan untuk mikroorganisme (F:M) adalah salah satu kontrol utama yang digunakan
pada pengolahan lumpur aktif. Hal ini membantu operator untuk menjaga keseimbangan antara
jumlah makanan yang tersedia dengan jumlah mikroorganisme dalam tangki aerasi. Karena
makanan yang tersedia untuk mikroorganisme dapat direpresentasikan oleh kadar BOD dari air
limbah. Rasio F:M dihitung dengan membagi jumlah pon BOD yang memasuki sistem
pengolahan sekunder dengan jumlah pon MLVSS di tangki aerasi.
F:M CalculationsF:M Calculations
Problem A:
How many pounds of MLVSS should be
maintained in an aeration tank with a volume of
0.105 MG receiving primary effluent BOD of 630
lbs/d ? The desired F:M is 0.3.

F =M = 630 lbs/d = 2100 lbs MLVSS


F/M 0.3

Problem B:
What will be the MLVSS concentration in mg/L ?

lbs = Conc X 0.105 MG X 8.34 lbs/gal

lbs = 2398 mg/L


MG X 8.34 lbs/gal

Sementara pengolahan terbaik tidak selalu sama yang terjadi pada rasio F:M pada pengolahan
yang berbeda, rentang untuk pengolahan konvensional lumpur aktif sering diberikan sebagai
0,25-0,45. Pengolahan lumpur aktif beroperasi dalam model Extended Aeration yang biasanya
beroperasi dengan rasio F:M dalam rentang 0,05-0,15.

Sejak operator biasanya tidak memiliki kontrol atas jumlah pon BOD yang memasuki instalasi
pengolahan air limbah, F:M disesuaikan dengan cara menyesuaikan jumlah pon MLVSS dalam
sistem sekunder. Jika biomassa yang diperlukan lebih besar (menaikkan MLVSS) jumlah
biomassa terbuang harus dikurangi, dan jika biomassa diperlukan lebih sedikit (menurunkan
MLVSS) tingkat pembuangan harus ditingkatkan sampai pon diperlukan biomassa dicapai.
Beberapa hal yang harus diingat mengenai membuat perubahan operasional:
1) Sistem biologis bereaksi lambat untuk jenis perubahan kontrol (memberikan sistem waktu
untuk beradaptasi dengan perubahan sebelum membuat penyesuaian lain, dan;
2) Konsistensi merupakan kunci keberhasilan operasi; menggunakan moving average untuk
menghitung pon BOD dan membuat beberapa penyesuaian .
F:M adalah yang paling berguna sebagai alat operasional ketika operator sudah menetapkan
target F:M dan berdasarkan rata-rata beban BOD dapat dihitung pon MLVSS yang dibutuhkan
untuk mencapai F:M. Bagilah pon BOD dengan target F:M untuk menghitung pon MLVSS
yang dibutuhkan. Konsentrasi MLVSS di tangki aerasi kemudian dapat dihitung dengan
membagi pon MLVSS oleh volume tangki aerasi dalam jutaan galon dan diperoleh 8,34
lbs/gallon atau 0,0998 Kg/Liter.

Waktu Tinggal Sel (CRT), juga dikenal sebagai Usia Lumpur (SA) atau Solids Retention
Time (SRT)
Dapat didefinisikan sebagai rata-rata lama waktu dalam hari suatu organisme tinggal atau
berada dalam sistem pengolahan sekunder.

Grafik di bawah menggambarkan fase pertumbuhan dalam sistem biologi dan bagaimana
tingkat pertumbuhan mikroorganisme dapat berubah dengan peningkatan CRT. Ketika pasokan
makanan dimasukkan ke instalasi pengolahan biologis yang sudah dinyalakan, tersedia banyak
makanan tapi sangat sedikit organisme. Organisme dikatakan di fase lag (Lag Phase) ketika
mereka mulai menyesuaikan diri dengan limbah, sehingga memproduksi enzim yang
dibutuhkan dan populasi mulai meningkat. Setelah organisme telah terbiasa, tingkat
pertumbuhan meningkat pesat dalam fase log pertumbuhan (Log Growth Phase). Pada kondisi
ini pasokan makanan tidak menjadi faktor pembatas dikarenakan BOD dikonversi menjadi
biomassa dan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar. Dalam fase penurunan
pertumbuhan (Declining Growth Phase) populasi telah tumbuh pada kondisi di mana pasokan
makanan yang tersedia mulai membatasi produksi sel-sel baru dan organisme mulai bersaing
untuk makanan. Rata-rata umur populasi (CRT 5 hari atau lebih), organisme yang lebih besar
dan lebih kompleks yang mampu bersaing untuk sisa makanan yang lebih banyak dan
organisme pemangsa mulai memakan yang lebih kecil sebagai rantai makanan berkembang.
Dalam tahap endogen (endogenous phase) pasokan makanan telah habis dan usia rata-rata
populasi (CRT sekarang hingga >15 hari) dan tingkat pertumbuhan organisme terus menurun.
Makanan yang telah disimpan oleh organisme dapat dimetabolisme dan organisme memakan
satu sama lain dalam Endogeneous Respiration. Meskipun konsentrasi organisme besar,
produksi lumpur akan lebih rendah.
Lag Log Declining Endogenous
Growth Growth Growth Growth

Food

Conventional
Treatment

Extended Air

Sludge Production

Time

Mengingat tujuan dan biaya pengolahan air limbah, ada keuntungan yang jelas dalam
mengoperasikan sistem lumpur aktif dalam mode extended aeration. BOD akan hampir
sepenuhnya hilang, menghasilkan limbah kualitas tinggi dan produksi lumpur akan berada di
titik terendah. Nitrifikasi (oksidasi amonia) hampir pasti terjadi karena besarnya populasi
organisme serta tangki aerasi maka sistem ini lebih tahan digunakan untuk menghindari
kerusakan. Hal ini dikarenakan operasi biasanya lebih konsisten dari hari ke hari. Pengolahan
ini biasanya dirancang tanpa clarifier primer, karena beban organik pada sistem sekunder cukup
ringan. Biosolids yang terbuang dari sistem sekunder sering diolah dan dipekatkan dengan alat
aerobic digestion dan diikuti oleh pembuangan pada lahan pertanian. Ketenaran mode extended
aeration ini dibuktikan dengan dibangunnya sejumlah besar fasilitas seperti oxidation ditch dan
sequencing batch reaktor (keduanya biasanya dioperasikan dalam mode extended air) di
Michigan dalam beberapa tahun terakhir.
Tapi hal tersebut tidak praktis untuk membangun sebuah proses extended aeration untuk kota
dan industri. Pengolahan extended air harus mampu menampung lumpur selama waktu detensi
pada bak aerasi yang biasanya dalam kisaran sekitar 24 jam. Mereka juga harus mampu
mempertahankan populasi mikroorganisme besar seperti MLSS dengan rentang nilai 5000
mg/L. Dalam situasi di mana laju aliran air limbah atau pemuatan BOD besar, membangun
sebuah proses extended air akan terlalu mahal karena membutuhkan sangat besar tangki aerasi
dan clarifiers sekunder.

Sebagian besar besar pengolahan lumpur aktif di Michigan (>5 MGD) beroperasi dalam mode
konvensional. Clarifiers primer menyisihkan sebagian besar dari beban organik sebelum air
limbah diolah di sistem sekunder. Lumpur primer dan biomassa terbuang dari sistem sekunder
dapat menebal diikuti oleh anaerobic digestion, stabilisasi kapur atau insinerasi. Kualitas
limbah cair biasanya tinggi diakibatkan proses nitrifikasi mungkin tidak terjadi, tergantung
sebagian besar pada beban organik dan hidrolik.

Waktu tinggal sel dihitung dengan membagi total pon MLVSS dalam sistem aerasi dengan
jumlah pon biomassa yang terbuang per hari. Perhatikan penggunaan Bagian volatile biomassa
dalam rumus CRT (MLVSS). Sebenarnya rumus akan bekerja dengan baik jika volatile solids
konsisten pada kedua bagian atas dan bawah. Tapi karena kita lagi memerhatikan pada bagian
biologis padatan, kita akan menghindari kebingungan dengan menggunakan padatan volatil.

Dalam pengolahan clarifiers sekunder, jumlah total biomassa yang signifikan dapat diadakan
di clarifiers. Dalam situasi ini operator mungkin dapat memasukkan padatan tersebut dalam
perhitungan di mana jumlah total biomassa di tangki aerasi dan clarifiers sekunder dibagi
dengan jumlah biomassa terbuang per hari adalah Mean Cell Residence Time (MCRT) atau
rata-rata waktu tinggal sel. Kadang-kadang dalam menghitung MCRT jumlah padatan yang
hilang dalam limbah ditambahkan ke jumlah biomassa terbuang per hari. Tapi bagi sebagian
besar fasilitas, perhitungan CRT sudah tepat. Seperti F:M, CRT paling efisien di mana sebuah
instalasi akan beroperasi paling baik ditentukan oleh pengalaman.

Salah satu alat yang biasanya dimanfaatkan oleh operator lumpur aktif adalah mikroskop.
Penjelasan yang lebih rinci tentang penggunaan mikroskop akan dijelaskan nanti, tetapi akan
sangat membantu apabila membahas mengenai penggunaan organisme sebagai indikator dalam
mengendalikan proses. Dengan meningkatnya CRT, jenis organisme dalam mixed liquor akan
menjadi lebih besar dan lebih kompleks. Sementara operator tidak bisa melihat sebagian besar
bakteri bahkan dengan penggunaan mikroskop, organisme yang lebih besar dan yang lebih
kompleks lebih mudah untuk diidentifikasi. Karena ukuran dan kompleksitas organisme
meningkat maka akan berdampak meningkatnya CRT, jenis organisme yang mendominasi di
mixed liquor menjadi indikator untuk usia lumpur.

Pada saat CRT rendah (< sekitar 4 hari) bentuk kehidupan sederhana yang tersedia seperti
amoebas dan flagellates. Dengan meningkatnya umur lumpur (> sekitar 4 hari), organisme yang
lebih kompleks seperti ciliates berenang free swimming ciliates dan stalked ciliates muncul.
Pada saat CRT tinggi, hewan bersel seperti rotifers dan nematodes dapat ditemukan,
pembahasan lebih rinci mengenai hal tersebut akan dibahas nanti. Tetapi pada saat ini harus
diketahui bahwa ketika CRT meningkat maka kompleksitas dan ukuran organisme juga akan
meningkat. Sehingga memudahkan operator yang ahli dalam penggunaan dasar mikroskop
untuk menentukan kualitas biomassa di sistem pengolahan.

Permasalahan pada saat operasional mungkin sering dikaitkan dengan CRT yang tidak layak.
Lumpur yang baru terbentu (dengan nilai CRT rendah) akan berpengaruh dengan populasi
mikroorganisme yang tidak memadai atau beban BOD yang berlebihan (tingginya rasio F:M)
yang menyebabkan kondisi log growth. Sel-sel menjadi terdispersi dibandingkan menjadi
pembentukan flok, partikel yang tertahan rendah dan limbah menjadi keruh. Dalam kondisi
tersebut oksigen digunakan dengan cepat karena tingkat metabolisme yang tinggi dan produksi
lumpur yang tinggi. Salah satu tanda-tanda kondisi ini terjadi adalah produksi busa berwarna
putih yang mengepul dalam jumlah besar.

Pada keadaan yang lebih buruk, lumpur yang sudah menumpuk (dengan nilai CRT tinggi) akan
berpengaruh pada operasional dengan populasi mikroorganisme yang berlebihan. Semua BOD
pada influen telah digunakan dan organisme sekarang dalam fase endogeneous respiration
(nilai F:M rendah). Penggunaan oksigen pada proses metabolisme lebih sedikit dan produksi
lumpur menurun. Mixed liquor mengendap dengan cepat karena padat lebih padat dan
membentuk flok yang lebih besar. Effluent yang diharapkan nantinya akan bersih dengan
beberapa flok yang masih tertinggal. Pengolahan yang beroperasi dengan lumpur yang sudah
lama berada pada instalasi pengolahan akan mengalami kondisi slurp, padat, berminyak dan
menyebabkan buih coklat yang terakumulasi pada tangki aerasi dan kadang-kadang pada
clarifiers sekunder. Meskipun tidak jarang untuk melihat beberapa slurp pada pengolahan yang
dioperasikan dalam mode extended air. Jumlah slurp yang berlebihan bukan hanya tidak sedap
dipandang tetapi dapat menyebabkan jalanan menjadi licin dan berbahaya. Pada suhu dingin
slurp dalam tangki aerasi dan clarifiers dapat membeku, sehingga menyebabkan kesulitan
dalam operasional dan kerusakan/kegagalan pada mesin.

Slurp disebabkan oleh pertumbuhan organisme filamen bercabang (biasanya Nocardia).


Filamen akan mengapung ke permukaan dan akan menjebak partikel lain serta gelembung
udara untuk membentuk buih yang sangat tahan terhadap semua hal untuk menghilangkannya.
Solusi terbaik adalah biasanya untuk mengurangi CRT, lebih berhati-hati sehingga biomassa
yang disisihkan tidak terlalu banyak dan dengan sisa waktu yang tertinggal maka kondisi slurp
akan berkurang. Sebagai solusi jangka pendek, mungkin perlu secara fisik untuk menyisihkan
slurp dengan cara disedot mengguakan vacuum truk atau pompa.

Wasting Rates
CRT telah dijelaskan sebelumnya sebagai rata-rata lama waktu tinggal (dalam hari) suatu
organisme yang tetap dalam sistem pengolahan sekunder. Operator menentukan CRT untuk
operasional unit instalasi dan untuk maintainsnya dilakukan dengan cara membuang biomassa
yang berlebih sesuai kebutuhan yang dikenal dengan limbah Lumpur Aktif atau Waste
Activated Sludge (WAS) pada sistem sekunder. Dengan kata lain, jumlah biomassa (MLSS) di
sistem sekunder dikendalikan dan dikelola melalui buangan solid.

Hampir semua pengolaham lumpur aktif, buangan solid akan dikembalikan lagi pada unit
pengolahan lumpur. Lumpur yang dikembalikan lebih baik daripada Mixed Liquor karna akan
meminimalkan volume air yang harus diproses oleh sludge thinckening/dewatering equipment.

Sementara itu, hal terbaik yang dapat dilakukan untuk membuang padatan ini secara terus
menerus untuk mencapai stabilitas sistem yang maksimal terkendala oleh kemampuan pipa dan
keterbatasan waktu. Selama sistem pembuangan ini dipraktekkan, hal terbaik yang dapat
dilakukan adalah untuk membuang selama periode waktu yang praktis dan ketika beban muatan
pada sistem sekunder di hari dengan titik yang rendah. Perubahan drastis tidak boleh dilakukan
dalam tingkat buangan dari satu hari ke hari karena akan berdampak dengan waktu sistem
biologis yang sulit untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sebelum perubahan lain dibuat.
Konsistensi adalah kunci utama dalam kesuksesan penoperasian pengolahan lumpur aktif.

Banyak pengolahan lumpur aktif yang dirancang untuk memasukkan buangan solid di sistem
sekunder ke clarifiers utama. Alasannya adalah bahwa biomassa co-settle yang kurang pada
dengan padatan primer digabungkan sehingga massa jenis lumpur akan meningkat. Masalah
yang sering terjadi karena proses ini adalah banyak dari padatan biologis tidak mengendap di
clarifier primer dan akan kembali ke tangki aerasi sehingga meningkatkan CRT dan sering
menyebabkan masalah operasional. Sebuah operasi yang lebih efisien akan terjadi jika WAS
yang terbuang langsung ke unit pengolah lumpur dan tidak diperbolehkan untuk kembali ke
sistem pengolahan. Sangat penting bahwa peralatan yang mengatur semua padatan dan
kemampuan dari penampungan padatan adalah bagian dari rencana untuk membangun atau
memperluas pengolahan lumpur aktif.

Buangan padatan dari sistem sekunder adalah salah satu kontrol yang paling penting untuk
operator karena telah mencakup semua aspek yang paling penting dari pengolahan populasi
biomassa. Sayangnya, pengaturan buangan ini terbatas di beberapa fasilitas oleh kemampuan
desain yang rendah. Ketidakmampuan lumpur dan limbah untuk kembali pada saat yang sama
serta pipa WAS yang terlalu besar atau terlalu kecil sehingga tidak memadai atau tidak ada
kemampuan WAS untuk mengalir setelah melalui pengukuran. Hal ini mengakibatkan
bertambahnya tingkat kesulitan dalam mengoperasikan beberapa pengolahan. Sangat penting
bahwa desain sistem meliputi pengendalian WAS dan pengukuran penggunaan peralatan .
Kondisi pengontrolan WAS yang baik adalah salah satu yang memungkinkan operator untuk
mengatur totalizer yang menentukan jumlah maksimum galon terbuang dalam suatu hari
tertentu dan juga memungkinkan operator untuk mengontrol dan memantau laju aliran WAS.

Dalam menentukan rentang WAS yang baik, kita perlu kembali ke hubungannya dengan CRT:
CRT(days) = Pon dari MLVSS pada aerator
Pon/hari WAS VSS

Untuk menentukan tingkat buangan, hal pertama yang harus dilaukan adalah menentukan CRT.
Misalnya, CRT untuk pengolahan lumpur aktif konvensional dapat ditetapkan pada 8 hari atau
untuk pengolahan extended air CRT dapat ditetapkan 20 hari. Dengan asumsi bahwa
pengolahan memiliki konsentrasi biomassa berdasarkan rasio F:M, nilai CRT akan digunakan
untuk membangun kadar buangan yang akan memberikan kestabilan pada populasi biomassa.

Karena kita sudah tahu CRT, persamaannya dapat disusun kembali untuk meentukan jumlah
pon WAS:

Pon WAS VSS = Pon of MLVSS in aerators


hari CRT (hari)

Perhitungan di atas memberikan jumlah pon biomassa yang harus dibuang setiap hari, operator
biasanya menghitung jumlah galon bahan yang yang harus terbuang per hari. Jika konsentrasi
WAS diketahui (sama seperti RAS VSS), ini bisa dilakukan dengan menata ulang rumus pound
untuk menentukan MGD:

WAS (MGD) = Pon/hari WAS VSS __ .


RAS VSS (mg/L) x 8.34 Pon
galon
Perlu diingat bahwa hasil akhir dari perhitungan ini adalah aliran di MGD dan karena laju aliran
limbah yang tidak besar, MGD yang dihitung biasanya dalam jumlah kecil. Mengubahnya ke
galon per hari dari MGD:

MGD x 1,000,000 = galon per hari

Jika buangan harus dilakukan selama 24 jam. Maka waktu yang didapatkan:

WAS (gpm) = galon/hari_ .


1440 menit/hari

Jadi buangan yang harus dilakukan selama periode waktu yang lebih singkat:

WAS (gpm) = galon/hari .


menit buangan/hari

Resirkulasi Lumpur Aktif atau Return Activated Sludge (RAS)


Return Activated Sludge (RAS) mengacu pada padatan biologi (mixed liquor solids) yang
mengendap di clarifier sekunder dan akan kembali ke tangki aerasi. Ada dua alasan penting
untuk mengembalikan organisme ini. Pertama, jika mereka tidak terus menerus dipindahkan
dari clarifier, maka padatan biologis ini akan cepat terisi dan mereka akan hilang dalam limbah.
Kedua, organisme ini merupakan komponen utama dari sistem pengolahan. Jika mereka tidak
kembali, maka populasi biomassa tidak bisa dipertahankan dan sistem pengolahan akan gagal.
RAS membawa kembali mikroorganisme yang lapar ke dalam tangki aerasi di mana mereka
dapat kembali memakan limbah organik yang masuk.

Ada beberapa kesalahpahaman yang sering terjadi mengenai RAS. Beberapa kekeliruan
tersebut ialah konsep mengenai RAS mengembalikan makanan kembali ke dalam tangki aerasi
untuk mikroorganisme di dalam tangki. Perlu diingat bahwa makanan (BOD) harus benar-benar
pergi pada proses pengolahan. Tujuan yang sebenarnya adalah untuk mengembalikan
mikroorganisme guna mempertahankan populasi biologis dalam tangki aerasi.
Kesalahpahaman lain adalah bahwa RAS mengontrol konsentrasi MLSS dalam sistem. RAS
hanya dapat mengubah konsentrasi MLSS secara jangka pendek dan hanya ketika padatan
berada di dalam sistem yang tidak seimbang. RAS juga menjadi parameter operasional yang
mengontrol konsentrasi biomassa di sistem WAS (jika memerlukan biomassa yang lebih maka
WAS berkurang dan jika biomassa diperlukan sedikit maka WAS meningkat).

Lumpur dikembalikan terus-menerus dari clarifiers sekunder. Operator biasanya mencoba


untuk mengontrol RAS sampai lapisan lumpur di clarifier antara 1 dan 3 kaki sehingga baru
dapat dilakukan pemeliharaan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan agar lapisan lumpur
tidak terlalu dalam dan jarak yang aman didapatkan untuk pemeliharaan antara bagian atas
lapisan lumpur dan permukaan air di clarifier, dapat dipastikan bahwa padatan tidak akan hilang
dalam laju aliran melalui clarifier yang berfluktuasi. Hal ini yang diinginkan untuk
mempertahankan beberapa padatan di clarifier (hal ini membantu untuk terjadinya penebalan
lumpur kembali dan akan mengurangi jumlah bahan per galon yang harus digunakan).

Nilai RAS pada pengolahan umumnya dikontrol secara elektronik melalui pengukuran dan
katup otomatis. Dalam banyak pengolahan, RAS dapat dijadikan satu saluran dengan influen
(laju aliran influen meningkat dan nilai RAS juga meningkat). Jadi 40% nilai RAS berarti jika
1 MGD laju aliran pada influen, maka nilai RAS adalah 0,4 MGD. Nilai RAS berkisar dari 30%
menjadi sekitar 125%. RAS dapat mengatur persenan dari aliran influen dan MGD indikator.
Penggabungan laju alir RAS dengan laju alir influen membantu untuk menghindari
terbentuknya padatan di clarifiers sekunder selama periode aliran tinggi dan menghindari
memompa semua padatan dari clarifier selama periode aliran rendah.

Sementara pengukuran aliran dari alat diperlukan untuk menentukan nilai RAS, simpler
approach mungkin yang terbaik untuk menentukan kedalaman lumpur di clarifier sekunder dan
membuat penyesuaian dengan RAS. Banyak operator menggunakan perangkat yang dikenal
sebagai "sludge judge" untuk proses ini. Gambar di bawah ini merupakan clear plastic tube
ditandai dengan ketinggian sebesar 1 kaki dan untuk diameter 1 inci, dengan panjang yang
memungkinkan operator untuk mencapainya dari jembatan pada clarifier ke bagian bawah
clarifier. Bagian bawah tabung ini memiliki katup yang memungkinkan tabung untuk terisi
padatan di clarifier, tapi akan tertahan ketika operator menarik tabung ke atas. Operator
kemudian dapat benar-benar melihat kedalaman lumpur di tangki dan nilai RAS yang
meningkat atau menurun sesuai dengan kedalaman lapisan yang diinginkan. Sebuah
pendekatan alternatif untuk pengukuran lapisan lumpur adalah dengan menggunakan salah satu
dari banyak perangkat elektronik di pasar untuk menentukan interface lumpur/air. Terlepas dari
metode pengukuran, penentuan ini harus dibuat setidaknya sekali per shift pada setiap clarifier
dengan peningkatan frekuensi jika perubahan dalam tingkat RAS sedang dibuat atau jika
dikurangi pengendapan jika terjadi masalah.
Tingkat RAS dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan mass balance pada clarifier
sekunder.
Q + Rq
Influent
Flow, Q MLSS

RAS Flow, Rq RAS SS

Pada dasarnya, pendekatan ini berpusat pada pemikiran bahwa dalam clarifier sekunder pon
padatan diambil dari clarifier (RAS) harus sama dengan pon dari bahan yang memasuki clarifier
(MLSS).

Dengan menggunakan rumus pound untuk menunjukkan pon bahan yang menuju ke clarifier,
aturan yang sama juga digunakan dengan pon bahan yang diambil dari clarifier dan solusi untuk
laju aliran RAS (Rq) menghasilkan rumus:

Rq = Q X MLSS .
RAS SS – MLSS

Dalam rumus di atas, Rq adalah laju aliran lumpur kembali yang dihitung, Q adalah laju alir
influen, RAS SS adalah RAS ditangguhkan konsentrasi padatan dalam miligram per liter, dan
MLSS adalah Mixed Liquor ditangguhkan konsentrasi padatan dalam miligram per liter.

Perlu diperhatikan bahwa unit aliran untuk Rq akan cocok dengan unit yang digunakan untuk
aliran influen Q (jika Q dijadikan dalam MGD, Rq juga akan dalam MGD). Jika operator perlu
menghitung Rq dalam hal persen aliran influen, hanya menggunakan 100% untuk Q.

Rq, % = 100 % X MLSS_


RAS - MLSS

Juga perlu untuk dicatat bahwa total suspended solids yang cenderung digunakan daripada
padatan volatil dalam rumus RAS untuk RAS dan MLSS. Hal ini dapat diterima karena kita
memperhatikan jumlah total lumpur di clarifier bukan hanya dengan massa biologis. Perlu
diingat saat menggunakan rumus RAS bahwa perhitungan ini dapat memberikan titik awal yang
baik atau cek untuk tingkat RAS. Cara yang paling praktis mengontrol laju RAS adalah dengan
pengukuran lapisan lumpur yang sebenarnya.

RAS metering dan kontrol adalah daerah lain di mana operator harus waspada saat fasilitas baru
sedang dirancang atau sistem pengolahan yang ada diperluas. Biaya tambahan pada modal
terkait dengan meter dan katup ialah hal yang lumrah untuk dikeluarkan ketika terjadi kesulitan
pada operasional yang telah ada di beberapa fasilitas yang dianggap penting.
Kurang Baik Baik Lebih baik
RAS
M1
Secondary Secondary Secondary Secondary
Clarifier Clarifier Clarifier Clarifier
#1 #2 #1 #2

V1 V2
P1 P2
M1 M2

V1 V2
RAS Wet Well
What are the
RAS Chances of Secondary Secondary
Clarifier Clarifier
Pump Controlling #1 #2
Sludge blankets ? P1 P2

Pertimbangan untuk kontrol RAS pada skema di atas. Pada contoh pertama aliran RAS dari dua
clarifiers tergabung ke dalam satu pipa utama untuk pompa RAS. Tidak ada ketentuan untuk
mengendalikan aliran atau menghitung aliran dari salah satu clarifiers (lapisan lumpur akan
sangat sulit untuk dikontrol). Dalam skema kedua masing-masing clarifier memiliki sendiri
katup pengontrol aliran RAS dan pompa. Kedua pompa akan memompanya ke dalam pipa
utama di mana aliran akan dapat dihitung. Hal ini lebih baik karena memungkinkan operator
untuk mengetahui perbedaan jumlah RAS dari setiap clarifier, tapi karena meteran hanya
mengukur aliran keseluruhan dari dua clarifiers, maka akan sangat sulit untuk menyeimbangkan
aliran RAS. Bahkan dengan pompa yang berukuran sama dan dengan katup kontrol yang diatur
sama, RAS yang dipompa dari dua clarifiers tidak akan sama karena hydraulic head yang
dipompakan akan berbeda untuk setiap pompa. Memasang meteran pada pipa dari masing-
masing clarifier bukan pada aliran gabungan akan memberikan kontrol yang lebih baik, tetapi
menyesuaikan aliran dari satu clarifier masih akan mempengaruhi aliran dari yang lain.

Diagram ketiga merupakan pendekatan yang terbaik. RAS dari setiap clarifier mengalir melalui
katup kontrol dan meteran aliran ke sumur pengumpul, di mana satu set pompa akan
memompakannya dari sumur pengumpul. Pengaturan ini memungkinkan operator untuk
melakukan penyesuaian terhadap aliran RAS dari masing-masing clarifier yang diperlukan.

IV. Kemampuan Pengendapan Biomassa (Biomassa Settleability)


Sebelumnya kita membahas tiga langkah pengolahan air limbah biologi yang mencakup
Transfer, Konversi, Flokulasi dan Pemisahan. Meskipun dua langkah pertama mungkin
berlangsung secara efektif, tidak memerlukan keahlian khusus untuk memisahkan biomassa
dari limbah sehingga proses tidak akan berfungsi. Organisme harus bergabung menjadi
seukuran partikel yang memiliki kepadatan yang cukup untuk memungkinkan mereka untuk
tenggelam ke dasar clarifier sekunder. Biomassa harus sepenuhnya padat sehingga lapisan
lumpur tidak berada pada jumlah yang berlebihan di dalam clarifier atau padatan mungkin akan
hilang terbawa pada saluran effluen.

Sebuah prosedur sederhana yang biasa disebut Settleometer Test digunakan untuk menentukan
karakteristik dari mixed liquor. Percobaan ini membutuhkan settleometer, yaitu menggunakan
silinder plastik bening dengan kapasitas 2 liter. Volume pada silinder kisaran dari 100 sampai
1000 sentimeter kubik (atau mililiter) dari per liter lumpur yang mengendap.

Sebuah sampel dari mixed liquor harus diperoleh dari debit akhir pada tangki aerasi, harus
berhati-hati agar buih tidak ikut masuk ke dalam wadah sampling. Jangan biarkan sampel yang
akan dihitung terendapkan terlebih dahulu sebelum tes pengendapan dilakukan. Hasil akhir
yang didapatkan ialah konsentrasi MLSS dalam miligram per liter pada sampel ini.

Campur sampel dengan baik dan isi settleometer ke 1000. Segera mulai timer dan pada menit
ke 30 catat volume lumpur yang terendapkan pada settleometer.

Lebih baik lagi jika tetap mencatat volume lumpur yang mengendap setiap 5 menit dan
mempersiapkan grafik volume lumpur yang mengendap dibandingkan dengan waktu dalam
menit. Hal ini memungkinkan operator untuk melihat apakah padatan menetap terlalu cepat
atau lambat. Padatan yang menetap terlalu cepat bisa menjadi indikasi dari lumpur jenuh yang
mungkin terbawa oleh limbah, sedangkan padatan yang menetap terlalu lambat atau tidak padat
juga dapat dicuci keluar dari clarifier selama masa beban hidrolik tinggi.
Baik Terlalu Lambat Terlalu Cepat

Ini juga merupakan cara yang baik untuk memungkinkan sampel masuk di settleometer untuk
tambahan waktu sekitar 30 sampai 60 menit setelah settling test. Perhatikan gelembung kecil
yang terbentuk pada endapan lumpur. Gelembung nitrogen ini mengakibatkan nitrat direduksi
menjadi gas nitrogen (denitrifikasi) dalam kondisi anoxic. Gelembung akan naik ke permukaan
sehingga partikel flok akan menempel dan mengapung ke permukaan. Terkadang denitrifikasi
yang terjadi di clarifier sekunder akan menyebabkan terbentuknya buih sehingga terbawa ke
permukaan, sementara kebanyakan denitrifikasi yang terjadi dapat menyebabkan jumlah yang
signifikan dari biomassa bagian atas clarifier. Settleometer Test dapat memberikan peringatan
pertama untuk operator apabila kondisi ini mungkin akan menjadi masalah.

Terdapat dua faktor utama untuk menentukan volume lumpur yang mengendap di settleometer
pada waktu ke 30 menit. Pertama, pemadatan partikel solid menunjukkan berapa banyak
volume biomassa akan mengisi settleometer. Tapi operator harus mengetahui pengaruh faktor
kedua, yaitu konsentrasi MLSS pada volume lumpur yang mengendap. Selama MLSS tidak
berubah, hasil tes settleometer dapat dibandingkan dari satu hari ke hari berikutnya. Tapi
apabila MLSS meningkat volume lumpur yang mengendap di settleometer akan ikut
meningkat. Karena kita menggunakan tes settleometer terutama untuk menunjukkan seberapa
baik pengaruh dari mixed liquor, kita harus memperhitungkan konsentrasi biomassa di
settleometer tersebut. Hal ini memungkinkan operator untuk melacak perubahan dalam kualitas
lumpur meskipun perubahan konsentrasi MLSS.

Indeks Volume Lumpur atau Sludge Volume Index (SVI)


SVI digunakan oleh operator untuk menentukan dan membandingkan mixed liquor settleability.
Secara matematis akan berhubungan dari volume lumpur yang mnengendap di settleometer
dengan konsentrasi MLSS. Definisi untuk SVI ini sendiri adalah volume dalam mililiter yang
diisi oleh satu gram lumpur aktif yang telah mengendap selama 30 menit. Perhatikan bahwa
SVI berhubungan dengan volume lumpur dalam mililiter untuk konsentrasi MLSS dalam gram
per liter. Sebuah rumus sederhana untuk SVI adalah:

SVI = mls Settled dalam 30 menit atau SVI = mls Settled _


MLSS konesentrasi, gram/L MLSS, mg/L/1000

Pertimbangkan jika settleometer diisi sesuai tanda dengan mixed liquor yang memiliki
konsentrasi 2400 mg/L dan setelah 30 menit volume lumpur yang mengendap adalah 260 ml.
SVI dapat dihitung sebagai berikut:

SVI = _ mls Settled _ . = __ 260 ml __ m= 260 = 108


MLSS, mg/L / 1000 2400 mg/L / 1000 2,4

SVI dari 108 menunjukkan bahwa setiap gram lumpur yang mengendap akan mengisii volume
sebesar 108 mililiter. SVI biasanya diberikan tanpa unit. Perlu diingat jika SVI meningkat,
maka lumpur kurang padat sehingga akan terisi lebih volume (lapisan lumpur di clarifier
meningkat). Kondisi yang sempurna dianggap apabilaa 1 gram lumpur akan menempati volume
100 ml (SVI = 100/1.0 = 1.0). SVI dalam kisaran 80 sampai 120 menunjukkan settleability
baik.

Sludge Density Index (SDI)


SDI adalah cara lain untuk memperlihatkan pemadatan lumpur, memanfaatkan informasi yang
sama seperti SVI, tapi dalam bentuk densitas lumpur (berat per volume daripada volume per
berat). Definisi untuk SDI adalah gram dari lumpur aktif yang menempati volume 100 ml
setelah 30 menit terjadi pengendapan. Rumus untuk SDI adalah:

SDI = gram/L dari MLSS or MLSS, mg/L / 1000


mls settled dalam 30 menit/100 mls settled dalam 30 menit/100
Perhatikan contoh yang diberikan di atas di mana MLSS adalah 2400 mg/L dan setelah 30 menit
dai pengendapan maka volume lumpur menjadi 260 ml. SDI dihitung sebagai berikut:

SDI = 2400 mg/L / 1000 = 2.4 = 0.92 260 mL/100 = 2.6

Nilai SDI 0,92 menunjukkan bahwa setiap 0,92 gram lumpur akan mengisi volume 100 ml. Jika
SDI meningkat maka pemadatan juga akan meningkat dan volume dari lapisan lumpur yang
terisi akan menurun. Seperti SVI, situasi yang sempurna terjadi bila 1 gram lumpur menempati
volume 100 ml (SDI = 1,0/100/100 = 1.0). Kisaran settleability yang baik ketika menggunakan
SDI adalah 0,8 sampai 1,2 (lagi SDI biasanya diberikan tanpa unit).

Pengaruh SVI/SDI
Operator biasanya tidak menggunakan SVI dan SDI sekaligus karena keduanya adalah
indikator dari pemadatan lumpur, tetapi biasanya menggunakan salah satu yang dirasa paling
cocok. Bagi mereka yang tidak ingin mencoba mengingat kedua rumus, ada konversi sederhana
antara untuk dua indikator tersebut (membagi salah satu yang kita dapatkan dengan 100 dan
akan mendapatkan nilai yang lainnya).

SDI = 100 / SVI atau SVI = 100 / SDI


Misalnya, jika SVI adalah 133, SDI adalah 100/133 = 0,75. Jika SDI adalah 0,6, maka SVI
adalah 100 / 0,6 = 167.

Hubungan SDI untuk Konsentrasi RAS


Tes settleometer yang digunakan untuk memperkirakan kondisi yang ada di clarifier sekunder.
Ini berarti bahwa konsentrasi lumpur mengendap di settleometer harus kira-kira sama dengan
konsentrasi lumpur mengendap di clarifier yang merupakan lumpur yang akan dikembalikan.

Pertimbangkan definisi matematika dari SDI:

SDI = ____ _gram / L dari MLSS__ __


mls menetap selama 30 menit / 100
SDI dari 1,0 berarti bahwa 1 gram lumpur menempati volume 100 ml:

SDI 1,0 = 1 gram / Liter_


100ml / 100
Jadi konsentrasi lumpur menetap di settleometer (RAS dari clarifier) akan menjadi 1 gram/100
ml atau 10 gram/L. Karena air dan kebanyakan dari lumpur memiliki berat 1 gram per mililiter,
kita dapat menunjukkan hubungan dari 1 gram lumpur per 100 gram air yang sama sebagai
solusi 1% dari berat.

SDI = 1.0 = 1 gram solids = 1 gram solids. = 1 % RAS Concentration


100 ml air 100 grams air
Atau kita dapat menyatakan konsentrasi lumpur menetap (RAS) dalam hal mg / L:

SDI = 1,0 = 1 gr solid = 1000 mg solid = 10.000 mg solid = 10.000 mg/L RAS
100 ml air 100 ml air 1.000 ml air

Jadi jika konsentrasi SDI adalah 1.0, konsentrasi RAS yang diharapkan adalah 1% atau 10.000
mg/L.
Hubungan dari Rasio F:M terhadap Kemampuan Pengendapan
Grafik di bawah menggambarkan dampak dari F:M terhadap kemampuan pengendapan pada
mixed liquor. Mulai di sisi kanan grafik dan bergerak ke kiri, kita dapat melihat bahwa F:M
mengalami penurunan dari titik awal 1,2. SVI meningkat secara drastis dan kemudian turun
lagi ke dalam area terkontrol pada rasio F:M kisaran 0,25-0,45. Jika F:M terus berkurang, SVI
akan menigkat drastis dan kemudian turun ke daerah kontrol lainnya apabila F:M kurang dari
0,20.

300

200

100

Extended Conventional High Rate


Air

0 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20


F:M Ratio

Secara operasional, ini menunjukkan bahwa ada tiga daerah di mana kemampuan mengendap
berada pada kondisi yang baik, hal ini dapat dilihat dari rasio F:M pada daerah high rate,
conventional dan extended air. Ketika mode High Rate beroperasi tidak efektif, maka banyak
unit lumpur aktif yang beroperasi di mode konvensional dan banyak beroperasi dalam mode
extended air. Grafik tersebut juga menunjukkan potensi konsekuensi yang memungkinkan
terjadi yang dapat dilihat dari nilai rasio F:M.

V. Persyaratan Aerasi dan Peralatannya

Persyaratan Aerasi
Aerasi adalah konten dari reaktor lumpur aktif yang memenuhi dua persyaratan penting.
Pencampuran harus terjadi dalam rangka memberikan kontak antara biomassa dan polutan yang
masuk hal ini menjamin bahwa seluruh isi tangki aerasi berada dalam keadaan tersuspensi.
Zona mati di dalam tangki dapat memungkinkan pengendapan terjadi dan mixed liquor akan
menumpuk di dasar tangki. Komponen yang mengendap ini mulai membusuk pada area
oksigen terlarut yang rendah sehingga membentuk kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan
filamentous bacteria. Filamen ini menjembatani antara partikel flok, mengurangi densitas dari
mixed liquor dan menyebabkan masalah pada proses pengendapan di clarifier sekunder. Pada
unit di mana peralatan aerasi tidak memberikan cukup pencampuran, tambahan pencampuran
mungkin diperlukan.

Aerasi juga harus memberikan oksigen ke populasi bakteri aerob dan bekateri fakultatif serta
organisme lain dalam mixed liquor. Operator biasanya mengendalikan laju aerasi untuk
menjamin konsentrasi 2-3 mg / L dari oksigen terlarut (DO) pada akhir pembuangan tangki
aerasi. DO dengan konsentrasi lebih tinggi akan membuang tenaga, sementara DO rendah (<1
mg / L) dapat mendorong pertumbuhan filamentous bacteria.

Jumlah udara yang harus dipasok ke tangki aerasi untuk mencapai konsentrasi DO yang
dibutuhkan tergantung pada beberapa faktor. BOD (biochemical oxygen demand)
meningkatkan beban organisme yang akan membutuhkan lebih banyak oksigen untuk
metabolisme dari limbah dan udara harus lebih banyak disalurkan untuk menjaga konsentrasi
DO dalam kisaran yang diinginkan. Sama halnya dengan jumlah pon biomassa dalam sistem
yang meningkat maka pasokan udara harus ditingkatkan juga agar setiap organisme akan
menggunakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menopang dirinya sendiri. Tujuan
pengolahan adalah seperti, Denitrifikasi dan juga faktor yang menentukan berapa banyak udara
harus disediakan. Sementara yang dibutuhkan sekitar 1,0 sampai 1,5 pon oksigen untuk
menurunkan 1 pon BOD, hal ini berarti membutuhkan 4,5 pon oksigen untuk mengkonversi 1
pon amonia menjadi nitrat (nitrifikasi).

Efisiensi oksigen yang ditransfer oleh peralatan aerasi akan berperan besar dalam menentukan
berapa banyak oksigen yang dipasok ke organisme dengan masing-masing feet3 dari udara yang
dikirimkan ke tangki aerasi. Tidak semua oksigen yang dipasok ke tangki aerasi dilarutkan ke
dalam air melainkan dalam bentuk gas, kemudian akan jadi gelembung ke permukaan dan
hilang ke atmosfer.

Efisiensi standar oksigen yang akan disalurkan atau Standard Oxygen Transfer Efficiency
(SOTE) untuk berbagai peralatan aerasi berkisar dari sekitar 10% sampai sekitar 40% dalam
air bersih dan pada 15 feet atau 4,5 meter dari kedalaman (duffused aeration). Transfer oksigen
juga dapat dijadikan sebagai Standard Oxygen Transfer Rate (SOTR) yang dinyatakan dalam
satuan pon oksigen yang ditransfer per jam tenaga kuda.

Aktual Oxygen Transfer Efficiency (AOTE) atau Aktual Oxygen Transfer Rate (AOTR) dalam
air limbah akan lebih sedikit daripada SOTE atau SOTR. Transfer oksigen dipengaruhi oleh
banyak faktor, termasuk jenis peralatan yang digunakan (dan seberapa baik dipertahankan),
suhu udara, karakteristik kimia air dan tingkat di mana organisme menggunakan oksigen
(tingkat penyerapan oksigen). Misalnya, jika SOTR untuk perangkat aerasi tertentu dapat
berkisar setinggi 6,5 pon atau 2,95 Kg oksigen per jam tenaga kuda, maka AOTR dapat
diharapkan berada di kisaran 2,5 pon atau 0,9 Kg oksigen per jam tenaga kuda.

Peralatan Aerasi – Mechanical Aeration


Udara yang disalurkan ke tangki aerasi menggunakan aerator mekanik atau sistem aerasi
tersebar. Aerator mekanik akan memercikan mixed liquor ke udara sehingga menyebabkan
oksigen untuk larut ke dalam air. Ada banyak jenis aerator mekanik, termasuk desain vertikal
dan horisontal. Aerator vertikal dapat memompa mixed liquor dari bagian bawah tangki dan
aliran akan dibalikkan oleh deflector atau dapat digunakan impeller, impeller berputar dalam
mixed liquor dekat permukaan tangki aerasi. Penyesuaian kedalaman perendaman impeller
akan mempengaruihi perubahan jumlah aerasi dan pencampuran yang terjadi.

Aerator mekanik horisontal atau rotor, yang biasa terlihat di unit oxidation ditch di mana
panjang poros horizontal digantungkan tepat di atas permukaan tangki aerasi. Sedangkan pada
poros diberikan sikat logam atau cakram plastik yang bertujuan untuk memutar bagian yang
terendam dalam mixed liquor, melakukan proses aerasi dan memberitahukan kecepatan dari
mixed liquor yang menjaga biomassa dalam keadaan tersuspensi. Tingkat aerasi dapat diubah
dengan mengatur kedalaman cairan di dalam tangki, sehingga dapat menaikkan atau
menurunkan perendaman dari rotor.

Actual Oxygen Transfer Rates untuk aerator mekanik berkisar dari sekitar 1,8-2,5 pon oksigen
per jam tenaga kuda.
Peralatan Aerasi – Diffused Aeration
Metode yang paling umum digunakan pada aerasi dengan pengolahan lumpur aktif
konvensional adalah sistem diffused aeration. Dalam sistem ini blower (kompresor) digunakan
untuk memasok udara pada tekanan rendah ke sistem perpipaan dengan air diffusers terendam
di dasar tangki aerasi. Diffusers memutuskan aliran udara ke dalam gelembung kecil dari
oksigen yang ditransfer ke cairan sehingga gelembung akan naik ke permukaan. Meningkatkan
jumlah waktu kontak gelembung tersebut dengan cairan meningkatkan efisiensi transfer
oksigen. Tangki aerasi biasanya dirancang cukup dalam (sekitar 15-18 kaki atau 4,5-5,5 meter)
untuk memaksimalkan waktu tempuh gelembung ke permukaan, tetapi tidak begitu dalam
karna dapat menciptakan head (tekanan) yang besar terhadap blower yang beroperasi di luar
jangkauan efisiensi maksimum yang tersedia. Tangki aerasi juga kadang-kadang dikonfigurasi
untuk menyebabkan gerakan rolling cairan di dalam tangki, hal ini bertujuan untuk menjaga
gelembung udara dalam kontak dengan mixed liquor selama mungkin.

Blower dapat diklasifikasikan sebagai positive displacement atau sentrifugal. Blower


sentrifugal yang digunakan dalam hampir semua media untuk pengolahan lumpur aktif. Alat
ini mengoperasikan turbin denga rpm yang tinggi, dengan output udara 20.000 - 150.000 CFM.
Volume udara yang dipompa adalah variabel dalam jangkauan, disesuaikan dengan
mengendalikan Inlet Guide Vane (throttling valve pada sisi hisap dari blower).

Positive Displacement Blowers sering disebut sebagai rotary lobe blowers. Volume tetap udara
dipindahkan setiap waktu oleh lobus datang bersamaan. Blower ini beroperasi pada rpm rendah
daripada blower sentrifugal dan umumnya menghasilkan kurang dari 20.000 CFM udara. Tidak
seperti blower sentrifugal, output udara positive displacement blowers tidak dapat divariasikan
dengan menggunakan throttling valve. Output udara hanya dapat diubah dengan mengubah
kecepatan di mana blower beroperasi, misalnya dengan mengubah ukuran pulley pada blower
atau motor penggerak.

Pemeliharaan Blower (Blower Maintanance)


Baik sentrifugal ataupun positive displacement, blower sulit dan mahal untuk memperbaiki
karena alat ini beroperasi pada kecepatan tinggi dan memiliki mesin yang sangat sensitif. Usaha
yang bergerak dalam bidang pengolahan limbah sangat jarang yang melakukan perbaikan pada
jenis peralatan besar dan biasanya kontrak untuk pekerjaan ini harus dilakukan terlebih dahulu.

Panas, getaran dan debu sering menyebabkan kerusakan dini dan kegagalan pada blower. Filter
udara tidak dipelihara dengan baik yang mengakibatkan pembatasan udara pada darah suction
atau kebocoran yang memungkinkan debu masuk ke blower yang merusak kedua jenis blower.
Pelumasan dan perawatan pencegahan lainnya harus dilakukan sesuai dengan spesifikasi
pabrik.

Perpipaan
Perpipaan yang menghubungkan blower untuk sistem difusi udara pada tangki aerasi dapat
berupa pipa penurunan sederhana memanjang dari dek tangki aerasi ke dasar tangki atau
menggunakan sistem pipa gantung (swing type). Keuntungan dari sistem pipa gantung adalah
engsel di pipa yang memungkinkan operator untuk mengambil aerator keluar dari tangki
menggunakan crane di dek tangki saat pemeliharaan diffuser diperlukan. Operasi ini
membutuhkan kru yang memadai dan ketaatan seksama terhadap semua pertimbangan
keamanan.
Peralatan difusi (Diffusion Equipment)
Diffusers udara telah dirancang dalam berbagai bentuk dan ukuran selama bertahun-tahun.
Diffusers udara umumnya dapat diklasifikasikan sebagai gelembung kasar (coarse bubble) atau
gelembung halus (fine bubble).

Diffusers gelembung kasar (coarse bubble) telah digunakan selama bertahun-tahun pada
pengolahan lumpur aktif. Tekanan udara dari aliran blower akan melewati orifice (lubang kecil)
di diffuser dan udara tersebut dipecah menjadi gelembung kecil. Diffusers umumnya terbuat
dari plastik atau stainless steel dan memberikan pencampuran yang baik dan aerasi dengan
kemungkinan head loss yang rendah. Diffusers ini tahan terhadap penyumbatan dan dapat
beroperasi untuk jangka waktu yang lama dengan perawatan yang minimal. SOTE dalam air
bersih untuk diffusers gelembung kasar bervariasi dari 9% sampai 13% pada kedalaman 15 kaki
atau 4,5 m. Untuk AOTR berkisar dari 1 sampai 2 pon oksigen per jam tenaga kuda, tergantung
pada jenis diffuser dan konfigurasi tangki aerasi.

Diffusers gelembung halus mulai dikenal pada era 1970-an yang mengakibatkan biaya energi
meningkat dan batas izin pembuangan menjadi lebih ketat. Mengingat bahwa biaya listrik untuk
mengoperasikan sistem aerasi di pengolahan lumpur aktif membuat penambahan biaya yang
besar dari anggaran tahunan untuk fasilitas ini karena kebutuhan untuk memaksimalkan
efisiensi sistem aerasi. Nilai SOTE bervariasi tergantung pada jenis diffuser, mulai dari 13%
sampai 40% dalam air bersih pada kedalaman 15 kaki atau 4,5 m. Perlu dicatat bahwa efisiensi
transfer sebenarnya dalam air limbah akan lebih rendah daripada di air bersih, terutama karena
usia dari suatu sistem. AOTR bervariasi dari sekitar 1,3-2,5 pon atau 0,6-1,15 Kg oksigen per
jam tenaga kuda.

Awalnya diffusers gelembung halus masuk ke porous socks yang nantinya akan diikat oleh
diffusers gelembung kasar. Hal ini memiliki keberhasilan yang terbatas, karena tidak biasa bagi
operator untuk menemukan banyak dari porous socks mengambang di tangki aerasi secara cepat
setelah instalasi. Diffusers pelat yang berpori juga dikembangkan secara signifikan
meningkatkan perpindahan oksigen, tetapi sering terpasang dan menjadi perawatan intensif.

Saat ini ada beberapa pemasok diffusers gelembung halus di pasaran dan banyak pengolahan
lumpur aktif sekitar Michigan telah dikonversi dari sistem gelembung kasar menjadi sistem
gelembung halus. Modern diffusers gelembung halus telah mengurangi konsumsi energi pada
sistem pengolahan lumpur aktif dan kurang rentan terhadap penyumbatan.

Diffusers gelembung halus tersedia dalam beberapa bentuk, diantaranya:

Ceramic Dome Porous Flexible Ceramic Disc Diffusers


Diffusers Membrane Diffusers

Penyumbatan pada diffuser masih menjadi perhatian dengan sistem difusi gelembung halus
karna kesalahan dapat terjadi baik melalui udara atau dari melalui air. Kerusakan melalui udara
mungkin disebabkan oleh debu dan kotoran yang ditarik ke blower dan disimpan di bagian
dalam diffuser, minyak dari blower atau pipa dan skala pipa serta karat.

Kerusakan melalui air juga dapat terjadi akibat dari gangguan listrik, di mana tekanan yang
hilang pada diffuser dan padatan mulai menumpuk dalam material difusi. Distribusi udara yang
buruk dapat memungkinkan kontaminan untuk menumpuk pada diffusers sehingga pasokan
udara lebih rendah. Penyebab lain dari kerusakan melalui air ialah masuknya minyak dan lemak
dengan jumlah yang banyak dalam air limbah, sehingga beban organik tinggi pada tangki aerasi
dan pengendapan bahan anorganik terjadi pada diffuser serta pertumbuhan lendir biolgis
(bioslime) pada diffuser.

Fasilitas yang memanfaatkan ceramic fine bubble systems kadang-kadang dirancang dengan
sistem pembersih gas di mana gas hidrogen klorida disuntikkan ke dalam sistem difusi secara
berkala. Gas ini akan membentuk kondisi asam di diffuser, membunuh pertumbuhan lendir
biologis dan melarutkan endapan anorganik. Hal ini dapat dilakukan oleh staf di fasilitas atau
dapat dikontrak untuk sebuah perusahaan yang lebih akrab dengan penanganan jenis peralatan.
Meskipun awalnya dianggap diperlukan setiap enam bulan, banyak fasilitas yang diketahui
tidak perlu melakukan pembersihan secara rutin.
VI. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Biologis

Pengaruh Suhu pada Proses Lumpur Aktif


Seperti yang terjadi pada setiap sistem biologis, aktivitas dan efisiensi biomassa di fasilitas
lumpur aktif tergantung dengan tingginya suhu pada air limbah. Telah dibuktikan bahwa setiap
penurunan 10oC suhu air di tangki aerasi mengurangi aktivitas biomassa sekitar 50%. Ini berarti
bahwa ketika suhu air turun, tingkat pertumbuhan organisme melambat. Penyisihan BOD yang
terjadi akan terjadi lebih lambat dan sistem akan membutuhkan pemulihan lebih lama setelah
jenuh.

Suhu air limbah di kota yang menggunakan air tanah sebagai air minum biasanya lebih stabil.
Influen limbah di kota ini biasanya cukup konsisten di (50-55)oF atau (10-13)oC. Fasilitas di
kota-kota yang menggunakan air danau atau air sungai sebagai sumber air minum mungkin
mengalami lebih bervariasi suhu air limbah. Seringkali perubahan terbesar dalam suhu air
limbah terjadi menyusul cepatnya lelehan salju dan setelah hujan.

Seperti yang ditunjukkan pada grafik sebelumnya, aktivitas biologis meningkat menjadi
maksimum pada suhu sekitar 100oF atau sekitar (37-38)oC. Peningkatan suhu di luar titik yang
diperkirakan akan menyebabkan biomassa mati atau punah.

Pengaruh pH pada Proses Lumpur Aktif


Seperti ditunjukkan dalam grafik di bawah, aktivitas biologis di pengolahan lumpur aktif adalah
akan baik dengan kisaran pH sekitar 6,5-8,5. Pertumbuhan dapat terjadi di luar kisaran tersebut,
namun pada tingkat penurunan dan akan berakibat pada filamentous bacteria terutama pada pH
rendah. Penyerapan oksigen optimal antara pH 7,0 dan 7,4. Umumnya nilai pH di bawah 7 lebih
merugikan dari yang di atas 7. Perubahan yang mendadak dan fluktuasi pada pH akan
berdampak penting dalam merusak.
Meskipun pH dapat dikendalikan pada pengolahan air limbah dengan penambahan asam atau
basa sebelum tangki aerasi, hal ini masuk ke kategori mahal dan tidak praktis untuk fasilitas
kota dan industri besar. Cara terbaik untuk mengendalikan pH berpengaruh adalah untuk
mengontrol sumber asam dan basa yang dibuang ke sistem pengumpulan.

Toksisitas pada Unit Lumpur Aktif


Berbagai macam senyawa organik dan anorganik diketahui menjadi racun bagi biomassa pada
lumpur aktif. Banyak dari logam berat seperti cadmium, krom, nikel, dan timah beracun di atas
sekitar 1 mg / L. Perak, arsenik dan merkuri yang beracun pada konsentrasi kurang dari 1 mg /
L. Sianida, herbisida dan pestisida dapat meracuni sistem biologis ini karena mereka tidak
dibutuhkan.

Keracunan sering mengakibatkan kenaikan konsentrasi DO dalam tangki aerasi. Organisme


menjadi cacat atau hancur oleh bahan beracun, sehingga tingkat penyerapan oksigen berkurang
dan konsentrasi DO di dalam tangki aerasi meningkat. Ini dapat diikuti oleh deflocculation, di
mana partikel flok tidak lagi mampu mempertahankan struktur dan datang terpisah
meninggalkan limbah yang sangat keruh. Kemampuan mengendap di clarifier sekunder sering
terganggu dan jika fasilitas ini terjadi proses nitrifikasi dengan peningkatan mendadak denga
mengkonversi amonia dalam limbah sehingga organisme nitrifikasi akan punah. Jika kadar
BOD yang terjadi lebih tinggi, bakteri heterotrofik dan organisme lainnya akan dirugikan atau
punah.

Organisme dapat menyesuaikan diri sampai batas tertentu untuk bahan beracun dengan
konsentrasi yang cukup rendah, asalkan konsentrasi tersebut cukup konsisten. Pengolahan
lumpur aktif telah dikenal untuk menghilangkan sejumlah besar logam berat dari aliran limbah
setelah melewati proses acclimation (penyesuaian). Peningkatan tiba-tiba atau jangka waktu
yang terlalu lama antara dosis akan menghasilkan efek toksik.
Masalah yang mungkin terjadi dari penghapusan bahan beracun (terutama logam) oleh
biomassa adalah bahwa bahan ini sering berkonsentrasi dalam lumpur terbuang dari sistem
sekunder. Hal ini akan menyebabkan masalah untuk fasilitas yang akan membuang lumpur ini
pada lahan pertanian. Solusi terbaik untuk masalah ini adalah untuk mengontrol bahan beracun
pada sumbernya, tidak membiarkan bahan beracun tersebut untuk masuk ke dalam sistem
pengumpulan.

VI. Oxygen Uptake Rate (OUR)


Tingkat di mana biomassa menggunakan oksigen dalam metabolisme polutan dalam air limbah
tergantung pada beberapa faktor. Jumlah dan usia biomassa, suhu air, jumlah makanan yang
tersedia dan kesehatan biomassa. Semua faktor tersebut mempengaruhi seberapa cepat limbah
dapat dimetabolisme dan seberapa cepat oksigen digunakan. Penentuan OUR dapat digunakan
oleh operator sebagai alat kontrol, terutama dalam memantau sistem untuk bahan beracun
dalam air limbah. Rendahnya nilai OUR dibandingkan biasanya dalam sistem yang memiliki
banyak makanan dan mikroorganisme biasanya merupakan indikasi bahwa biomassa telah
dipengaruhi oleh toksisitas (Nilai OUR yang lebih tinggi dibandingkan biasanya dapat
mengindikasikan kelebihan beban organik). Kadar OUR yang tinggi dapat kembali normal
dalam waktu singkat menjadi indikasi terjadinya shock atau slug load.

Sementara OUR harus ditentukan pada sampel yang baru dari tangki aerasi, sampel tempat
pengumpulan akan menjadi pertimbangan penting. Sampel harus dikumpulkan pada awal
tangki di mana terjadi pencampuran dari pencampuran lumpur dengan influen limbah. OUR
seharusnya tinggi pada kondisi ini dalam tangki aerasi dan akan memberikan indikasi yang baik
dari metabolisme pada saat sumber makanan tinggi (mungkin titik sampling terbaik untuk
memantau toksisitas). Sampel yang dikumpulkan dekat pembuangan akhir tangki aerasi harus
menunjukkan bahwa metabolisme hampir selesai sebelum melewati ke clarifier sekunder.
Konsentrasi OUR yang tinggi pada akhir pembuangan tangki aerasi mungkin merupakan
indikasi dari waktu detensi yang tidak memadai dalam tangki aerasi atau kelebihan beban
organik. Hal ini akan menjadi lebih mudah untuk operator dalam mengumpulkan sampel di
kedua ujung tangki aerasi dan pada titik tengah untuk mengetahui indikasi keseluruhan
bagaimana metabolisme berlangsung melalui tangki.

Tes OUR sangat sederhana dan cepat dilakukan dengan peralatan yang sudah di gunakan di
laboratorium IPAL. Peralatan yang dibutuhkan termasuk DO meter dengan menggunakan botol
BOD dan timer. OUR hanya mengukur jumlah oksigen yang digunakan dalam botol BOD
selama periode waktu 10 menit, dengan hasil yang dilaporkan sebagai miligram per liter
oksigen yang digunakan per jam.
Tes ini dapat dimodifikasi untuk menghilangkan variabel karena jumlah biomassa dalam
sampel dengan membagi OUR oleh gram per liter MLSS. Dalam hal ini hasilnya dilaporkan
sebagai Specific Oxygen Uptake Rate (SOUR), dalam satuan miligram oksigen digunakan per
jam per gram MLSS. SOUR juga dapat disebut sebagai Respirasi Rate (RR).

Specific Oxygen Uptake Rate


(Respiration Rate)

1. Gunakan sampel baru dari mixed liquor pada tangki aerasi.

2. Tentukan konsentrasi (Gram / Liter) dari MLSS.

3. Lengkapilah sampel dengan oksigen terlarut dengan cara diguncang dalam wadah yang terisi
sebagian selama 45 detik (atau menggunakan udara terkompresi dengan batu aerasi).

4. Botol BOD diisi dengan penuh sebanyak 300 ml dan masukkan calibrate DO probe. Gunakan
pengaduk pada probe atau mixer magnetik dan batang.

5. Tunggu sekitar satu menit sementara DO meter stabil.

6. Hitung mg/L DO yang menurun dengan interval 10 menit.

7. Hitung SOUR, mg O2/hr/gram

SOUR, mg O2/hr/gram = OUR, mg O2/L/hr


MLSS, gram/L

Contoh :

Tentukan SOUR dari sampel Mixed Liquor dengan data berikut:


MLSS = 2500 mg / L
DO Awal = 8,3 mg / L
DO akhir = 2,4 mg / L
Penipisan oksigen tercatat lebih dari 10 menit.
8.3 mg/L - 2.4 mg/L X 60 min
10 min hr
= SOUR = 14,16 mgO2/hr/gram
2.5 G/L

Dalam beberapa kondisi, mungkin menguntungkan untuk menentukan SOUR pada sampel
"Fed" dengan kata lain pada sampel mana sumber makanan ditambahkan yang biasa digunakan
larutan gula. Jika SOUR masih rendah pada sampel mixed liquor setelah penambahan larutan
gula, hal ini mengindikasikan jika terdapat zat beracun atau penghambat.

Tes SOUR juga dapat digunakan untuk membantu menentukan apakah limbah adalah
biodegradable. Subtitusi supernatan dari sampel mixed liquor yang mengendap dengan air
limbah yang bersangkutan. Jika SOUR tinggi maka limbah dapat diolah dalam proses biologi,
jika SOUR rendah maka limbah berkontribusi sedikit terhadap ketersediaan makanan atau
mengindikasikan terdapat efek toksik. Penambahan gula ke dalam tes mungkin akan membantu
untuk menentukan apakah limbah tersebut beracun.

Sebuah online respirometer yang memonitor pengambilan oksigen terus menerus, mungkin
dapat membantu dalam beberapa fasilitas. Meskipun mahal dan cukup memerlukan perawatan
intensif, instrumentasi ini dapat digunakan karena berpengaruh dalam memuat karakteristik
beban influen yang dapat berubah secara signifikan dan tiba-tiba atau kehadiran dari toksisitas
influen yang sering dikhawatirkan.

VI. Pemeriksaan Mikroskopis Lumpur Aktif


Pemeriksaan mikroskopis dari MLSS dapat menjadi bantuan yang signifikan dalam evaluasi
proses lumpur aktif. Meskipun bakteri heterotrofik dan autotrophik yang terutama bertanggung
jawab untuk memurnikan air limbah yang terlalu kecil untuk dapat dengan mudah diamati,
kehadiran beberapa mikroorganisme lainnya dalam flok lumpur dapat memberikan indikasi
kondisi pengolahan dan efisiensi. Yang paling penting dari mikroorganisme indikator ini adalah
protozoa dan rotifera. Bentuk kehidupan ini lebih tinggi juga memainkan peran penting dalam
memurnikan air limbah, dengan cara mengkonsumsi bakteri dan partikulat kecil dan
meningkatkan kemampuan pengendapan biomassa.

Dominasi ciliates dan rotifera di MLSS adalah tanda kualitas lumpur yang baik. Dengan RAS
yang tepat, WAS dan taraf aerasi sehingga dapat diharapkan untuk menghasilkan limbah
dengan kualitas tinggi. Terbalik, dominasi organisme berfilamen dan sejumlah ciliates adalah
karakteristik dari lumpur aktif berkualitas buruk. Kondisi ini umumnya terkait dengan lumpur
yang mengendap kurang baik. Lumpur flok biasanya ringan dan halus karena memiliki
kepadatan rendah. Ada banyak organisme lain seperti nematoda (cacing) dan larva serangga
menular melalui air yang dapat ditemukan. Hal ini biasanya tidak secara signifikan
mempengaruhi kualitas perawatan.

Mikroorganisme yang penting untuk operator adalah protozoa dan rotifera. Seperti telah
dibahas sebelumnya, protozoa memakan bakteri dan membantu untuk menyediakan limbah
yang baik. Pada dasarnya, operator harus peduli dengan tiga kelompok protozoa, yang masing-
masing memiliki makna dalam pengolahan air limbah. Kelompok-kelompok ini meliputi:
1) Amoeboids
2) Flagellates
3) Ciliates

Amoeboids

Membran sel Amoeboids sangat fleksibel dan mobilitas organisme ini diciptakan oleh gerakan
protoplasma dalam sel. Makanan dicerna dengan cara penyerapan melalui membran sel.
Amoeboids mungkin mendominasi pada flok MLSS selama periode awal mulai dari proses
lumpur aktif atau ketika proses pemulihan dari kerusakan.

Flagellates
Organisme ini ditandai dengan ekor (Flagela) yang memanjang dari tubuhnya sendiri. Mobilitas
mereka diciptakan oleh gerakan mencambuk ekor, yang memungkinkan mereka untuk bergerak
dengan sedikit gerakan berpilin. Dominasi dari flagelata terkait dengan MLSS flok cahaya
tersebar, populasi rendah bakteri dan beban organik tinggi (BOD). Lumpur flok padat lebih
banyak, flagelata yang mendominasi akan menurun dengan peningkatan bakteri. Ketika
flagelata tidak lagi mampu berhasil bersaing untuk pasokan makanan yang tersedia, populasi
mereka berkurang ke titik tidak diperhitungkan.
Ciliates
Organisme ini ditandai dengan rambut berputar seperti membran (silia) yang meliputi seluruh
atau sebagian dari membran sel mereka. Mobilitas mereka diciptakan oleh pergerakan silia dan
di sekitar tenggorokan silia yang dimanfaatkan untuk asupan makanan. Ciliates mungkin
mendominasi selama periode akhir dari sistem lumpur aktif.

Mereka jauh lebih besar dari flagelata dan untuk keperluan pemeriksaan mikroskopis dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok dasar yaitu free swimming ciliates dan stalked ciliates.

Free Swimming Ciliates


Free Swimming Ciliates biasanya terdapat pada sejumlah besar bakteri dalam lumpur aktif.
Organisme ini memakan bakteri lain dalam limbah. Oleh karena itu, kehadiran mereka
umumnya indikasi dari proses pengolahan yang mendekati pengolahan dengan proses
optimum. Keunggulan dari flagelata mengindikasikan penurunan efisiensi pengolahan dan
MCRT dari sistem harus ditingkatkan untuk mempertahankan dominasi relatif organisme ini,
stalked ciliates dan bentuk organisme yang lebih tinggi seperti rotifera.

Stalked Ciliates
Organisme ini sering hadir ketika free swimmers tidak dapat bersaing untuk makanan yang
tersedia. Sebuah keunggulan relatif dari organisme ini bersama dengan rotifera akan
menunjukkan proses yang stabil dan efisien operasi.

Rotifers
Meskipun besar dibandingkan dengan kebanyakan organisme pada lumpur aktif lainnya,
rotifera adalah kelompok mikroorganisme multi-selular terkecil. Organisme ini termasuk
aerobik yang sensitif, yang hanya ada di mana oksigen terlarut berlimpah. Rotifera dapat
mengikat partikel flok dengan menggunakan ekor bercabang atau mungkin free swimmer dalam
air limbah, grazing on bacteria, ganggang, protozoa dan partikel kecil dalam limbah. Pada
akhirnya mereka memiliki silia yang diputar untuk mengumpulkan makanan serta untuk
mendorong organisme melalui air. Rotifera lebih berlimpah pada waktu tinggal sel yang lebih
tinggi dan merupakan indikasi dari tingginya tingkat pengolahan.

Evaluasi MLSS Menggunakan Pemeriksaan Mikroskopis


Pengamatan aktivitas mikroorganisme dan mendominasi dalam lumpur aktif dapat memberikan
bimbingan dalam membuat penyesuaian proses kontrol. Lembar Kerja pemeriksaan
mikroskopis untuk lumpur aktif dapat membantu operator dalam memutuskan apakah akan
menambah atau mengurangi MCRT berdasarkan dominasi relatif dari organisme yang
ditemukan di MLSS. Penurunan ciliates dan rotifera sering menjadi indikasi dari pengendapan
lumpur yang kurang baik. Pengamatan ini dapat memungkinkan untuk mendeteksi perubahan
beban organik atau tempat tinggal sel waktu sebelum kerusakan terjadi. Perubahan ini dapat
dikorelasikan dengan pengamatan karakteristik pengendapan dari MLSS dalam 30 menit tes
pengendapan dan dengan perhitungan rasio F:M. Jika tes lainnya mengkonfirmasi pengamatan
ini, penyesuaian terhadap MLSS harus dilakukan untuk mengatasi masalah.

Singkatnya, dominasi relatif dari ciliates dan rotifera adalah indikasi stabilitas proses. Dominasi
ini dikaitkan dengan efisiensi pengolahan berbagai kondisi pembebanan. Peningkatan atau
penurunan dominasi organisme ini mungkin menunjukkan proses terganggu sebelum ada
pengaruh besar pada kinerja proses.

Pemilihan Mikroskop
Ciri minimum harus dipertimbangkan ketika memilih mikroskop yang akan digunakan untuk
penggunaan operasional rutin adalah sebagai berikut:
1. Memiliki pencahayaan atau sistem eksternal yang memungkinkan variasi intensitas cahaya.
2. Memiliki sistem kondensor.
3. Memiliki penumpu yang dapat bergerak. Tahapan harus dikontrol oleh coaxial handle
daripada mengunakan secara manual tarik-dorong.
4. 10X dan 40X objectives.
5. 10X lensa mata.
Sedangkan peralatan penunjang harus mencakup:
6. Cahaya biru penyaring (Jenis siang hari)
7. Slide
8. Coverslips
9. Beberapa pipet tetes kecil
BAGIAN-BAGIAN MIKROSKOP
Cara Penggunaan Mikroskop
Prosedur untuk mempersiapkan slide dan menggunakan mikroskop adalah sebagai berikut:
1. Pilih kaca penutup dan slide yang bersih.
2. Gunakan pipet atau long tipped medicine dropper untuk memindahkan satu tetes sampel
mixed liquor ke pusat kaca slide.
3. Hati-hati mengambil kaca penutup dengan dua sudut. Jangan menyentuh area bersih.
4. Tarik kaca penutup bersama kaca slide ke arah lumpur yang diteteskan.
5. Begitu kaca penutup menyentuh tetesan lumpur, memungkinkan kaca penutup untuk jatuh
ke kaca geser.
6. Tempatkan slide pada meja objek mikroskop.
7. Pindahkan meja objek ke dalam kurang lebih 1/8 inci dari objekt. Lihatlah menggunakan
kaca geser melalui lensa mata mikroskop.
8. Gunakan pengarah kasar pada mikroskop untuk membawa lumpur ke bidang fokus.
9. Gunakan pengarah halus untuk memperbaiki fokus sesuai mata Anda.
10. Identifikasi organisme yang terdapat dalam lumpur.

Prosedur Pemeriksaan
Ketika melakukan pemeriksaan mikroskopis dari lumpur aktif, selembar kertas harus disimpan
berguna untuk membuat sketsa yang diamati lebih jelas. Dalam hal varietas mikroorganisme
yang tidak diketahui, operator dapat mengidentifikasi ini nanti. Tujuan dari pemeriksaan ini
adalah untuk menentukan dominasi relatif mikroorganisme. Hal ini dapat dicapai dengan
prosedur yang diuraikan di bawah ini dan memanfaatkan lembar kerja seperti yang
diilustrasikan (terlampir).
Prosedur pemeriksaan:
1. Catat tanggal, waktu, suhu dan lokasi sampel pada lembar kerja.
2. Minimal tiga slide per sampel yang harus diperiksa.
3. Scan setiap slide dan hitung jumlah mikroorganisme dalam masing-masing kelompok.
4. Memberikan tanda untuk setiap mikroorganisme dihitung dalam ruang kelompok yang
sesuai pada lembar kerja.
5. Setelah menyelesaikan pemeriksaan tiga slide, totalkan jumlah organisme yang dihitung
dalam setiap kelompok.
6. Ketiga total yang lebih tinggi diinterpretasikan sebagai organisme yang mendominasi.
LEMBAR KERJA UNTUK
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DARI
LUMPUR AKTIF

AM
Tanggal: Waktu: PM

Oleh: Suhu: °C

Lokasi Sampel:

Microorganism Slide Slide Slide


Group No. 1 No. 2 No. 3 TOTAL

Amoeboids

Flagellates

Free Swimming
Ciliates

Stalked
Ciliates

Rotifers

Worms

Relative Predominance:

1.

2.

3.
JUMLAH RELATIF MIKROORGANISME VS KUALITAS LUMPUR

VII. CLARIFIERS

Tujuan dan prinsip


Clarifiers dapat disebut sebagai bak sedimentasi atau tangki pengendapan. Ketiga istilah
tersebut menggambarkan fungsi clarifiers yaitu untuk menyediakan area diam yang akan
menghasilkan pemisahan padatan yang mengendap dari aliran air limbah.
Preliminary Primary Secondary Treatment Treatment
Treatment

Bar Screens Primary Aeration Secondary


Grit Removal Clarifier Tank Clarifier

Clarifiers primer dapat digunakan setelah pengolahan awal (preliminary) untuk memisahkan
padatan organik berat dari air limbah sebelum aliran terus ke proses sekunder(lumpur aktif).
Desain waktu detensi biasanya sekitar 2 jam. Clarifiers primer menyisihkan sebagian besar
(sampai sekitar 40%) dari padatan dan beban BOD dan sisanya diolah dalam proses sekunder,
yang memungkinkan desain proses sekunder lebih kecil sehingga akan meningkatkan efisiensi.
Clarifiers primer biasanya tidak digunakan dalam sistem pengolahan lumpur dengan extended
aeration, karena sistem pengolahan sekunder dalam fasilitas ini jauh lebih besar dari pada
pengolahan lumpur aktif konvensional.

Padatan yang menumpuk di clarifiers primer yang sering disebut lumpur primer atau raw
sludge. Lumpur ini biasanya tidak dipompa dari clarifier terus-menerus, tapi dipompa secara
periodik yang biasanya sekali atau dua kali per shift. Jika hanya tersedia sedikit oksigen terlarut
di proses ini akan menyebabkan lumpur tidak stabil, lumpur primer harus sering disisihkan dari
clarifier untuk mencegah dekomposisi anaerobik. Sludge yang tidak disisihkan cukup sering
dapat menyebabkan bau yang berlebihan dan lumpur yang mengapung akan menhasilkan gas
(karbon dioksida dan metana) yang dilepaskan dari zat organik membusuk.

Material yang mengapung seperti minyak dan lemak adalah hasil penipisan dari permukaan
clarifier. Material ini dipompa langsung ke proses penanganan lumpur, sementara beberapa
pengolahan yang memiliki sistem terpisah akan mengumpulkan limbah tersebut terlebih dahulu
sebelum dibuang.

Limbah dari clarifier primer akan berisi partikulat yang tidak mudah mengendap serta semua
padatan terlarut dalam air limbah influen. Aliran ini kemudian diteruskan ke bagian sekunder
dari proses pengolahan.

Clarifiers sekunder mengikuti proses pengolahan biologis sekunder. Dalam proses lumpur
aktif, clarifiers sekunder memisahkan biomassa (mixed liquor) dari aliran, berkonsentrasi di
bagian bawah clarifier. Padatan ini kemudian dipompa dari bawah clarifier kembali ke bagian
atas tangki aerasi sebagai lumpur yang akan diresirkulasi.

Meskipun lumpur sekunder biasanya lebih stabil daripada lumpur primer, penting untuk
menjaga tingkat lapisan lumpur di dalam kontrol. Lumpur sekunder biasanya lebih ringan dari
lumpur primer dan dapat dikelola dari clarifier jika tingkat lapisan lumpur terlalu tinggi.
Lumpur sekunder juga rentan terhadap filamentous bulking dan lumpur yang mengapung
mengalami proses denitrifikasi.

Lapisan lumpur di clarifier sekunder harus dipertahankan dalam kisaran ketebalan 1 sampai 2
feet. Ini akan menyediakan air yang cukup di atas lumpur untuk menghindari kehilangan
padatan dari clarifier. Menjaga beberapa lumpur di clarifier memungkinkan padatan untuk
berkonsentrasi sehingga bahan yang harus terbuang dalam satuan galon lebih sedikit dan debit
lumpur resirkulasi mungkin akan lebih rendah.

Pertimbangan Umum dalam Clarifier


Clarifiers pada umumnya dirancang berdasarkan Hukum Stoke. Model matematika ini
berkaitan dengan faktor whic yang menentukan tingkat pengendapan partikel dalam air.

VF = 2 (p - po) g (d/2)2
9N
VF Penurunan Velocity

(P - po) Selisih densitas antara partikel dan air

n Viskositas air

g Percepatan gravitasi konstan

d Diameter partikel

Hukum Stoke menunjukkan bahwa penurunan vertikal (laju pengendapan) dari partikel dalam
air secara langsung berkaitan dengan perbedaan kepadatan antara partikel dan air serta ukuran
partikel. Laju pengendapan berbanding terbalik dengan viskositas air. Sehingga jika kepadatan
dan ukuran partikel meningkat maka tingkat pengendapan juga meningkat. Densitas dan
viskositas dari air meningkat maka laju pengendapan berkurang.

Suhu air di clarifier yang terkait dengan kedua densitas dan untuk pengurangan tingkat dari
viskositas air. Suhu dari air akan menurun jika densita meningkat (sampai 4oC). Ini berarti
bahwa air menjadi lebih dingin, kerapatannya menjadi lebih dekat dengan kepadatan partikel
yang mencoba untuk mengendap dan laju pengendapan mengalami penurunan.

Efisiensi clarifier dalam menghilangkan padatan juga terkait dengan aspek fisik clarifier.
Umumnya seperti luas permukaan yang akan meningkatkan efisien pada clarifier. Kedalaman
harus cukup untuk mencegah gerusan padatan dari lapisan lumpur ke limbah. Ukuran clarifier
harus sesuai dengan kuantitas aliran yang dilalui (hydraulic loading), ukuran clarifier harus
sesuai dengan kuantitas padatan (solids loading), bentuk dari clarifier, desain influen/efluen,
mekanisme penyisihan padatan dan operasi serta pemeliharaan clarifier. Semua hal tersebut
terkait dengan efisiensi dari clarifier yang akan digunakan dalam proses pengolahan.

Karakteristik aliran di clarifier adalah faktor besar dalam menentukan kemampuannya untuk
pengendapan padatan. Aliran harus tersebar secara merata mungkin di seluruh clarifier sehingga
padatan tidak dilakukan di daerah dengan kecepatan aliran tinggi. Short circuiting di clarifiers
dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana aliran di bagian clarifier lebih tinggi daripada
di sisa clarifier. Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor termasuk:
• Hilang atau rendahnya influent baffling
• Aliran effluen tidak merata
• Tumbuhnya tanaman atau akumulasi sampah di saluran effluen
• Terjadinya stratifikasi suhu karena terlalu dingin atau sangat hangat pada aliran influen

Jenis Clarifiers
Meskipun ada banyak perbedaan di antara berbagai produsen clarifiers, secara umum dapat
dikelompokkan menjadi persegi panjang, lingkaran atau inclined plate.

Inclined plate (Lamella) clarifiers meningkatkan luas


permukaan yang tersedia untuk pengendapan karena
serangkaian plate (atau dalam beberapa kasus berupa tabung) di
clarifier. Jenis clarifier ini bekerja dengan baik untuk diterapkan
pada industri, namun memiliki penggunaan yang terbatas di
proses pengolahan biologis. Lendir yang tercipta menumpuk di
plate yang menyebabkan arus pendek dan terjadi plugging
sehingga membutuhkan perawatan yang intensif.

Clarifiers persegi panjang sering digunakan sebagai clarifiers primer pada pengolahan lumpur
aktif dan terkadang digunakan sebagai clarifiers sekunder.
Effluent
Drive Weir
Inlet Unit
Baffle Flight Scum Effluent
Inlet Trough Launder

Drive
Gear
Idler
Sprockets

Sludge Drive
Trough Chain

Withdrawal
Pipe

Influen limbah tersebar di seluruh tangki oleh baffle pada inlet. Baffle ini mungkin vertical plate
pada inlet "T" atau serangka dengan gate valves. Aliran yang melewati tangki mengendap di
bawah dan aliran air diklarifikasi melalui saluran efluen ke dalam discharge launder.

Padatan yang mengendap di bawah yang tergerus ke dalam sludge hopper pada akhir influen
dari clarifier dengan seperangkat wooden atau fiberglass flights. Flights berada di hampir
sepanjang clarifier dan melekat pada baja atau rantai plastik digerakkan oleh motor listrik dan
sprocket. Pada kebanyakan pengolahan, clarifiers persegi panjang digunakan sebagai
pengolahan primer karena flights tidak bisa terus kontinu, tetapi dihidupkan satu jam atau lebih
sebelum pemompaan lumpur dimulai dan mematikan ketika pemompaan selesai.
Flights ditarik sepanjang permukaan clarifier, mereka
memindahkan material yang mengapung menuju scum
removal through. Ini umumnya merupakan pipa yang
dioperasikan secara manual yang telah ditempatkan.
Sebagai operator pindahkan slot ke dalam air dan buih
dibuang ke proses penanganan padatan atau proses
penanganan buih.

Desain saluran efluen yang biasanya digunakan adalah "V notched" atau "saw toothed". Hal ini
membantu untuk menjaga kecepatan aliran konstan agar laju aliran yang melewati saluran
meningkat. Hal ini juga cenderung membuat partikel terperangkap pada saluran.

Dalam clarifier persegi panjang memungkinkan adanya satu saluran atau beberapa saluran.
Secara umum, jumlah linear feet dari saluran yang meningkat akan lebih efisien pada clarifier.
Saluran bisa saja berbentuk lurus atau mungkin berbentuk serpentine (S-shaped). Saluran
serpentine meningkatkan panjang keseluruhan dari saluran di clarifier.

Circular clarifiers umumnya digunakan sebagai clarifiers sekunder, tetapi dapat digunakan
juga sebagai clarifiers utama. Biasanya untuk konfigurasi circular clarifiers, influen masuk
melalui tengah tangki menuju ke pusat pengumpul. Sebuah circular baffle mencegah padatan
yang terbawa oleh aliran langsung ke saluran limbah, tetapi mengarahkan mereka ke bagian
dasar tangki. Padatan mengendap di dasar tangki di mana mereka tergerus ke bak lumpur di
tengah.
Center Baffle Scum
Scum Beach/Trough Drive Unit Baffle
Skimmer Arm Effluent
Weir

Effluent
Launder

Clarifier Influent
Sludge Plow
Sludge Sump

Pada pengolahan lumpur aktif, lumpur dipompa terus menerus (RAS) kembali ke akhir influen
dari tangki aerasi. Mekanisme pengumpulan lumpur terdiri dari rotating frame dengan plows
melekat padanya. Plows dibuat pada sudut sehingga sebagai kolektor lumpur dapat memutar
lumpur tersebut sehingga dapat dipindahkan ke bak lumpur. Penyesuaian clearance antara
plows dan dasar dari tangki mungkin diperlukan secara berkala untuk mencegah kontak antara
plows dan lantai serta untuk menghindari meninggalkan kelebihan padatan dalam tangki.

Mekanisme yang mendorong sistem pengumpulan lumpur juga mendorong skimmer di


permukaan clarifier. Skimmer totates mengarahkan material yang mengapung ke sebuah scum
beach dan ke dalam scum through. Tepat sebelum lengan skimmer mencapai scum beach, tuas
bawah air diaktifkan yang memungkinkan aliran pembilasan air melalui scum through. Limbah
tersebut kemudian diarahkan ke unit penanganan padatan atau proses penanganan limbah.

Di sekeliling tangki, air dari clarifiers


melewati scum baffle dan bagian atas efluen ke dalam discharge launder. Launder dan saluran
dapat terpasang langsung ke dinding luar clarifier (1), atau dapat melekat pada dinding dalam
(2), ataupun launder dan saluran dapat disuspensi di clarifier (3). Seperti di clarifiers primer,
saluran Vnotched yang umumnya digunakan.
Masalah yang umum dialami ialah pada desain yang ditunjukkan dalam diagram nomor 2 di
atas. Masalah yang terjadi adalah bahwa launder dapat berpengaruh pada aliran di tangki yang
berkontribusi hilangnya padatan pada saluran efluen. Untuk meminimalkan masalah ini,
dibuatlah beberapa desain clarifier yang lebih baru termasuk baffle yang memanjang ke bawah
dari sudut dalam launder pada sudut clarifiers. Hal ini mengarahkan kembali aliran saat menuju
pusat dan bawah clarifier.

Desain yang ditampilkan dalam diagram nomor 3 juga mungkin rentan terhadap hilangnya
padatan, khususnya antara tepi luar launder dan dinding clarifier. Pertimbangan hati-hati dalam
penempatan launder (tidak terlalu dekat dengan dinding clarifier) dan baffling yang tepat
terutama ketika membangun clarifier.

Variasi Clarifier
Selama bertahun-tahun banyak alternatif desain clarifier telah digunakan, beberapa berhasil dan
beberapa tidak begitu berhasil. Pembahasan berikut ini berisi beberapa alternatif desain yang
lebih sering digunakan.

Salah satu desain setelah melihat beberapa penggunaan di Indonesia adalah persilangan antara
persegi panjang dan circular clarifiers. Ini adalah clarifier persegi dengan koleksi lumpur
melingkar dan mekanisme skimming. Desain ini sering disebut sebagai Clarifier Squircular.
Keuntungan dari desain ini dari clarifier persegi panjang yakni saluran limbah terdapat di
keempat sisi akan lebih baik dibandingkan hanya pada salah satu ujungnya. Ini juga memiliki
keunggulan luas permukaan dibandingkan circular clarifier.
Salah satu kelemahan dari desain ini adalah mekanisme pengumpul lumpur harus dirancang
untuk mengumpulkan padatan di sudut-sudut dan sepanjang sisi tangki persegi. Pengumpul
lumpur memiliki bagian yang membalik keluar untuk plow lumpur di sudut-sudut tangki dan
kemudian ditarik kembali ke posisi setelah limbah ini telah melewati sudut. Hal ini telah
menjadi perhatian pemeliharaan di beberapa pengolahan dengan clarifiers ini.

Beberapa clarifiers dirancang sebagai peripheral feed, lebih baik dibanding center feed. Air
limbah memasuki area baffle dan kemudian melewati slot di bagian bawah baffle ke bagian
bawah clarifier. Lapisan lumpur di clarifier ini dimaksudkan untuk menyaring partikel halus
dari aliran limbah saat melintas melalui lapisan lumpur. Gambar di bawah menunjukkan
clarifier peripheral feed dengan debit launders radial

Radial Discharge Peripheral Feed


Peripheral feed, center discharge

Peripheral feed memiliki desain pusat debit ditunjukkan di atas digunakan dalam beberapa
fasilitas di Indonesia dan tampaknya sangat sukses. Dalam desain khusus ini, baffle meluas
hampir ke dasar tangki, dengan kontinu slot sepanjang bagian dasar. Air limbah melewati slot,
lalu menuju ke clarifier dan dilanjutkan ke saluran debit di pusat. Lumpur terkumpul antara
baffle dan dinding clarifier.

Terdapat juga variasi dengan cara penyisihan lumpur dari clarifier. Daripada membajak lumpur
ke bak di pusat clarifier, dalam beberapa desain mekanisme pengumpul lumpur menghisap
lumpur ke pipa yang berputar bersama dengan plows lumpur yang berbentuk segitiga. Operator
dapat mengontrol aliran lumpur melalui masing-masing pipa oleh penyesuaian telescoping
valves digambarkan di bawah di ujung kanan.

Pada desain yang sedikit mirip, clarifier yang digambarkan di bawah, menarik lumpur ke dalam
tabung horisontal berputar. Sistem pengumpul
lumpur menggunakan pendekatan vakum yang
mungkin memiliki kolektor lumpur terhubung
langsung ke pompa lumpur, atau mungkin
mengandalkan tekanan hidrolik untuk menarik
lumpur ke kolektor.
Pengoperasian clarifier
Pengoperasian clarifier yang baik dimulai dengan inspeksi dan pemeliharaan rutin. Drive
mechanisms perlu dilumasi dan dipelihara seperti yang dipersyaratkan oleh produsen.
Setidaknya beberapa kali setiap pergantian shift clarifiers harus diamati untuk mendapatkan
operasi yang tepat. Setidaknya sekali setiap shift kedalaman lumpur harus ditentukan di setiap
clarifier.

Dalam clarifiers persegi panjang, operator harus memperhatikan kelancaran sistem pengumpu
lumpur. Gerakan tidak menentu dapat menunjukkan flights yang rusak, rantai yang telah usang
atau sprockets, atau terdapat puing-puing yang besar di dalam tangki. Lumpur yang mengapung
dapat menunjukkan komponen yang usang atau rusak. Tripped breakers atau sheared pins pada
mekanisme penggerak juga indikasi keausan berlebihan, kesesuaian yang tidak tepat atau
puing-puing besar yang mengganggu sistem kerja peralatan.

Dalam circular clarifiers, operator harus memeriksa untuk melihat bahwa skimmer/pengumpul
lumpur beroperasi dengan lancar. Juga periksa untuk terus memastikan bahwa sampah pada
palung tidak ada.

Padatan cenderung untuk mengumpul di pusat baffle, sepanjang saluran dan dalam launder dari
circular clarifiers, sehingga membutuhkan frekuensi pembersihan yang rutin. Ganggang dan
gulma air tumbuh dengan cepat di musim panas ketika suhu air hangat dan tersedia banyak
sinar matahari. Pembersihan dapat dicapai dalam beberapa cara, tetapi paling sering melibatkan
operator dengan menggunakan sapu. Perawatan harus diambil agar tidak masuk ke kondisi di
mana keselamatan dapat terancam. Menyemprot pertumbuhan lendir mungkin lebih aman dan
lebih cepat tetapi mungkin tidak efektif.

Beberapa fasilitas memiliki selang dan nozel yang dipasang sepanjang saluran dan launder
melalui yang memungkinkan untuk menyemprotkan air yang sudah diklorinasi untuk
mengendalikan pertumbuhan lendir. Ini mungkin efektif, tetapi perawatan harus diambil untuk
menghindari menyebabkan residu klorin dalam limbah yang melebihi batas dalam izin
pembuangan.

Beberapa fasilitas telah menggunakan kuas pada lengan skimmer dari circular clarifier. Sikat
yang dipasang akan membersihkan saluran dan launder. Ini telah terbukti efektif dan tentunya
jauh lebih mudah daripada membersihkan clarifier secara manual. Biasanya sikat yg digunakan
adalah spring loaded dan dapat dilepaskan sehingga operator dapat mengontrol apakah kena
atau tidak ke permukaan clarifier karena dapat meminimalkan keausan pada kuas. Sistem ini
tersedia secara komersial, tetapi beberapa fasilitas telah dirancang dan dipasang sikat pembersih
oleh mereka sendiri.
Beberapa fasilitas telah menggunakan pelindung di atas saluran clarifier dan launders. Hal ini
akan menahan masuknya sinar matahari dan membatasi pertumbuhan tumbuhan. Ini adalah
metode yang cukup sederhana dan efektif, tetapi tidak membatasi akses ketika diperlukan
pembersihan atau pemeliharaan.

Banyak pengolahan telah menggunakanl aluminium atau pelindung dari fiberglass pada
clarifiers sekunder. Ini juga membantu untuk meminimalkan pertumbuhan ganggang dengan
meminimalkan cahaya. Pelindung memungkinkan akses mudah ke clarifiers dan memberikan
situasi kerja jauh lebih nyaman ketika bekerja di clarifier dalam cuaca dingin.

Beban Clarifier (Clarifier Loading)


Seperti kebanyakan proses pengolahan air limbah, clarifiers dirancang untuk mengolah
sejumlah kandungan di dalam air limbah. Debit yang lebih dari nilai desain akan mengakibatkan
hilangnya efisiensi dan padatan dalam limbah clarifier. Beban clarifiers dapat dinyatakan
dalam hidrolik atau beban padatan. Beban hidrolik mengacu pada jumlah galon yang pergi ke
clarifier yang berkaitan dengan ukuran clarifier.
Waktu detensi adalah acuan terhadap pembebanan hidrolik, yang menunjukkan berapa lama
waktu yang dibutuhkan air untuk keluar dari clarifier dari saluran masuk (influent) sampai
saluran keluar (effluent). Hal ini biasanya dinyatakan dalam jam, dengan nilai desain biasanya
antara 2 dan 3 jam.

DT (jam) = Volume tangki, MG X 24


Aliran dalam tangki, MGD

Hati-hati untuk memastikan bahwa satuan volume tangki dan aliran unit cocok (jika volume
yang diberikan dalam jutaan galon, maka gunakan unit juta galon per hari untuk debit. Jika
volume diberikan dalam galon, menggunakan galon per hari sebagai debit). "24" dalam
persamaan mengkonversi dari satuan "hari" untuk unit "jam".

Surface Overflow Rate (SOR) umumnya digunakan untuk menunjukkan pembebanan hidrolik
yang berkaitan dengan jumlah galon per hari limpahan air dari clarifier, hal ini digunakan untuk
menghitung luas permukaan dalam feet2. Nilai desain untuk kondisi aliran rata-rata biasanya di
kisaran 400 sampai 800 galon per hari per feet2.

SOR, gpd/ft2 = _Debit, galon/hari_


Luas permukaan, ft2

Weir Overflow Rate (WOR) juga sering digunakan untuk menyatakan beban hidrolik. WOR
berkaitan dengan jumlah galon per hari yang meluap saluran clarifier dalam jumlah feet linear
saluran. Nilai desain untuk WOR biasanya di kisaran 10.000 galon per hari per feet saluran.

WOR, gal/d/ft = Debit, gallons/day_


Panjang saluran, ft

Surface Loading Rate (SLR) berkaitan jumlah pon padatan per hari yang masuk clarifier untuk
luas permukaan dalam feet2. Nilai desain untuk SLR biasanya sekitar 25 sampai 30 pound per
hari per feet2.

SLR, pon/d/ft2 = _Solids, pon/hari___


Luas permukaan, ft2

Dengan membiasakan akan perhitungan beban clarifier tersebut, operator mungkin dapat
memecahkan masalah untuk pengendapan. Jika clarifier limbah padatan tersuspensi secara
berlebihan, tes kemampuan pengendapan pada padatan akan membantu untuk menentukan
apakah mereka akan tetap mengendap di clarifier. Jika padatan yang mengendap di settleometer
tetapi tidak di clarifier, penentuan hidrolik dan padatan pembebanan pada clarifier dapat
membantu untuk menjelaskan masalah.
VIII. Nitrogen
Nitrogen dapat menjadi perhatian dalam hal lingkungan dan kesehatan, tergantung pada bentuk
atau senyawa nitrogen tersebut. Misalnya, ammonia (NH3) dalam baku mutu pengelolaan
dibatasi dikarenakan memiliki sifat sebagai toksik/racun bagi organisme di perairan. Ammonia,
nitrit (NO2-) dan Nitrat (NO3-) bersifat fertilizier, meningkatkan laju pertumbuhan gulma di
sungai dan danau. Nitrit dan nitrat dibatasi dalam pembuangan ke air tanah karena akan
menyebabkan gangguan pada bayi yang dikenal sebagai “baby blue syndrome” atau
methemoglobinemia. Nitrit perlu diperhatikan dalam pengoperasian instalasi pengolahan air
limbah dimana klorin digunakan sebagai desinfektan sehingga membutuhkan jumlah klorin
yang besar.

Nitrogen terdapat dalam berbagai bentuk yang terus-menerus berubah di lingkungan dan dalam
pengolahan air limbah. Diagram siklus nitrogen di bawah ini menggambarkan bentuk dan
transformasi yang terjadi. Memahami siklus nitrogen penting bagi operator pabrik pengolahan
air limbah, terutama ketika bekerja pada pengolahan dimana proses nitrifikasi dan/atau
denitrifikasi diperlukan.

4 2

Dimulai dari (1), nitrogen yang terdapat di atmosfer sekitar 79% dari udara yang kita hirup.
Petir mengoksidasi gas nitrogen ini menjadi nitrat berguna sebagai pupuk bagi tumbuhan.
Nitrogen juga dapat dikonversi menjadi nitrat (2) dan ammonia (5). Nitrat dan ammonia dalam
air dan tanah digunakan oleh tanaman sebagai makanan, dan beberapa tanaman mengambil
nitrogen langsung dari udara (3). Tanaman yang memanfaatkan nitrogen tersebut dikonsumsi
oleh hewan pamakan tanaman (4), nitrogen adalah komponen penting dari setiap sel tanaman
dan hewan; yang menjadi salah satu elemen yang diperlukan untuk dapat bertahan hidup, yang
berfungsi untuk membentuk protein dan molekul organik kompleks lainnya. Ketika tanaman
mati, bakteri pengurai senyawa nitrogen organic ini melepaskan nitrogen dalam bentuk gan
ammonia (NH3) dan ammonium yang dilarutkan di dalam air sebagai ion (NH4+)(5). Ketika
hewan mati dan terurai, senyawa juga ikut terurai to melepaskan ammonia. Dari diagram,
nitrogen atmosfer yang terurai dari tanaman dan hewan membentuk senyawa nitrogen organic.
Ketika senyawa ini terurai ammonia dilepaskan. Hal ini jelas dapat berpengaruh untuk setiap
instalasi pengolahan air limbah domestic dimana nitrogen dalam dua bentuk utama yaitu
nitrogen organic dan ammonia/ammonium. Total dari nitrogen organic dan ammonia disebut
Total Kjeldahl Nitrogen (TKN). Ini adalah istilah penting karena dapat mengukur nitrogen
dalam air limbah yang akan tersedia untuk biomassa. Selanjutnya beberapa jenis bakteri
autotrof mampu mengoksidasi ammonia menjadi NO2 (6) dan kemudian menjadi N2 (1); ini
adalah proses denitrifikasi. Pada titik ini siklus telah selesai; nitrogen yang berasal dari atmosfer
telah dikembalikan ke atmosfer.

Nitrifikasi
Aerobic

NH3 NO2 NO3

Autotrophic Bacteria

Proses nitrifikasi penting dalam pengolahan air limbah karena toksisitas ammonia dan
kebutuhan oksigen didalam limbah. National Pollutant Discharge Elimination System
(NPDES) membatasi konsentrasi ammonia di dalam limbah. Tergantung pada beberapa factor,
dengan batas konsentrasi mungkin kurang 1 mg/L. Dengan konsentrasi influen ammonia 15-20
mg/L, dimana pengolahan harus terjadi proses nitrifikasi untuk mengkonversi hamper semua
ammonia menjadi nitrat sebelum dibuang. Nitrat umumnya tidak diatur dalam pembuangan air
limbah permukaan karena tidak dianggap beracun tidak ada kebutuhan oksigen.

Perlu diingat bahwa polutan organik dipecah oleh bakteri heterotrofik dalam biomassa lumpur
aktif, nitrogen dilepaskan dalam bentuk ammonia. Pada saat yang sama biomassa tumbuh dan
mengambil nitrogen; meskipun biomassa biasanya tidak optimal dalam menghapusnitrogen
untuk memenuhi batas baku mutu pembuangan.

Nitrifikasi juga merupakan proses biologis, tetapi melibatkan bakteri autotrofik. Bakteri ini
mampu memanfaatkan senyawa anorganik (seperti ammonia) sebagai sumber energy,
menggunakan karbondioksida (atau bikarbonat) sebagai sumber karbon untuk membangun sel-
sel. Dua jenis bakteri autotrofik yang terlibat dalam proses nitrifikasi adalah: Nitrosomonas
mengoksidasi ammonia menjadi nitrit, dan kemudian bakteri Nitrobacter mengoksidasi nitrit
menjadi nitrat.

NH3 NO2 NO3

Nitrosomonas Nitrobacter
Di dalam pengolahan proses nitrifikasi diperlukan untuk mengurangi konsentrasi ammonia
dalam limbah, tujuannya untuk pengkondisian system lumpur aktif yang akan mendorong
akumulasi bakteri autotrofik. Dalam beberapa pengolahan biasanya otomatis terjadi karena
sistem aerasi.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk nitrifikasi dalam pengolahan lumpur aktif:

1. Nitrifikasi adalah proses mengkonsumsi oksigen, yang membutuhkan sekitar 4,6 miligram
oksigen untuk setiap milligram ammonia berubah menjadi nitrat. Hamper dua kali lebih
banyak oksigen yang dibutuhkan nitrifikasi yang akan menyisihkan CBOD. Oksigen terlarut
harus dijaga pada konsentrasi yang lebih tinggi dari penyisian CBOD. Meskipun nitrifikasi
dapat dimulai pada DO minimal 0,5 mg/L, biasanya DO harus ditingkatkan 3-5 mg/L untuk
menjamin nitrifikasi efisien dalam proses aerasi.
2. Organisme nitrifikasi tidak bersaing cukup baik dengan bakteri heterotrofik dan dihambat
oleh BOD karbon larut. Waktu penahanan di aerasi cukup lama (> 5 jam) untuk penyisihan
CBOD sebelum proses nitrifikasi dimulai.
3. Organisme nitrifikasi tumbuh lenih lambat dari bakteri heterotrofik. Nitrifikasi kira-kira
mulai CRT pada 4 atau 5 hari, tetapi yang terbaik adalah jika lebih dari 8 hari.
4. Suhu merupakan faktor penting dalam proses nitrifikasi. Saat duhu air limbah berkurang,
tingkat pertumbuhan organisme nitrifikasi berkurang, sehingga mengurangi proses
nitrifikasi. Di bawah suhu 50oC nitrifikasi menjadi sulit, membutuhkan waktu penahanan
yang lama dan CRT yang tinggi. Jika proses nitrifikasi dalam suhu dingin, pemulihan
mungkin hamper mustahil sampai suhu air limbah meningkat. Suhu rendah berdampak pada
nitrobakter tersebut; ini dapat menyebabkan akumulasi nitrit, menyebabkan masalah
desinfeksi jika menggunakan klorin.
Konsentrasi MLSS yang lebih tinggi dapat membantu utnuk mengimbangi masalah suhu
nitrifikasi dingin, tetapi pendekatan ini dibatasi oleh jumlah biomassa yang dapat
dipertahankan dalam pengolahan. Transfer oksigen harus memadai untuk mendukung
kuantitas biomassa di pengolahan, clarifier sekunder harus mampu mengolah semua
biomassa, dan masalah CRT tinggi dapat terjadi.
5. Bakteri autotrofik sensitive terhadap pH, dengan nitrifikasi terbaik terjadi antara pH 8,0-8,5.
Proses nitrifikasi mengkonsumsi alkalinitas sesuai dengan persamaan berikut:

NH4HCO3 + O2 HNO3 + H2O + CO2

Hal ini menunjukkan bahwa ammonium bikarbonat digunakan dan asam nitrat, air dan
karbon dioksida adalah produksi. Perlu diingat bahwa alkalinitas bersifat sebagai buffer
(resistensi terhadap perubahan pH). Dalam proses nitrifikasi buffer yang akan digunakan dan
menghasil asam nitrat. Jika alkalinitas yang terpakai cukup dan asam nitrat yang dihasilkan
cukup dihasilkan pH larutan yang menurun, menghambat bakteri autotrofik dan proses
nitrifikasi.

Untuk setiap pon (453,6 gr), 7 pon (3.175,15 gr) alkalinitas akan hancur. Dan mungkin
terjadi tambahan reaksi yang mengkonsumsi alkalinitas; bahan kimai ditambahkan untuk
menyisihkan fosfor dan alkalinitas:

2.404,04 – 61.234,97 gr (5,3 – 13,5 lbs) alkalinitas tiap penambahan 453,6 gr (lb) Fe
2.721,55 – 4.082,33 gr (6,0 – 9,0 lbs) alkalinitas tiap penambahan 453,6 gr (lb) Al

Air limbah dan lumpur yang diperoleh untuk menjadi septik dalam sistem proses pengumpul,
primery clarifier, sludge thickener, atau penanganan padatan lainnya yang menghasilkan
alkalinitas. Semua faktor ini harus dipertimbangkan saat menangani nitrifikasi.

Penurunan pH yang disebabkan karena alkalinitas yang tidak mencukupi tidak biasa terjadi
pada pengolahan lumpur aktif limbah domestic, terutama dimana air tanah yang
dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Air limbah domestic umumnya tidak mengandung
ammonia dalam jumlah yang banyak, mengandung alkalinitas yang cukup untuk proses
nitrifikasi tanpa penurunan pH. Hal yang mungkin lebih diperhatikan adalah konsentrasi
ammonia influen yang tinggi atau air permukaan atau air dalan yang digunakan sebagai air
minum.

Secara umum, setidaknya total alkalinitas pada influen 150 mg/L cukup untuk proses
nitrifikasi di pengolahan air limbah domestic. Jika alkalinitas pada efluen 50 mg/L maka
proses penuruna pH tidak terjadi. Jika ditemukan alkalinitas yang rendah akan menjadi
penyebab masalah nitrifikasi, natrium bikarbonat, natrium hidroksida atau asam dapat
ditambahkan ke dalam tangka aerasi untuk meningkatkan pH dan menambah kapasitas
buffer.

Salah satu alasan dari proses aerasi berhasil dalam pengolahan lumpur aktif seperti pada
pengurutan reaktor dan parit oksidasi yang dirancang waktu detensi di dalam aerator (24 jam),
tinggi CRT (20 hari), dan rendah F : M (0,05 – 0,15). Kondisi ini hampir menjamin proses
nitrifikasi menghasilkan rendah ammonia pada efluen, diberikan alkalinitas yang cukup, suhu
air limbah yang cukup tinggi, dan meperhatikan pada proses resirkulasi padatan ke dalam aliran
limbah.

Denitrifikasi

Denitrifikasi adalah proses penrubahan dari nitrat menjadi nitrit, dan kemudian menjadi gas
nitrogen oleh bakteri heterotrofik (kadar BOD yang dikonsumsi).
Anoxic Environment
NO3 NO2 N2

Heterotrophic Heterotrophic
Bacteria Bacteria

Seperti yang ditunjukkan pada persamaan di atas, pada bagian anoksik (tidak terdapat oksigen
terlarut, tetapi terdapat nitrat) bakteri heterotrofik dapat menggunakan oksigen dari nitrat dan
nitrit, dan kemudian gas nitrogen dilepaskan.

Gas nitrogen yang dilepaskan selama denitrifikasi terkadang menimbulkan masalah dalam
pengoperasian IPAL. Liquor dimasukkan ke dalam secondary clarifier, dan padatan
mengendap di bagian bawah. Jika padatan terdapat di clarifier terlalu lama, kadar DO akan
menurun, dan menciptakan kondisi anoksik. Nitrat yang telah mengalami denitrifikasi
melepaskan gas nitrogen dalam bentuk gelembung-gelembung kecil yang akan naik ke atas
permukaan, membawa beberapa endapan biomassa dengannya. Hal ini dapat mengakibatkan
gumpalan biomassa mengambang di permukaan, atau mengakibatkan sebagian besar lumpur
naik ke atas permukaan. Jika gelembung-gelembung atau biomassa yang mengapung dalam 1
jam, perawatan harus dilakukan untuk menjaga lapisan lumpur pada pada level minimal
clarifier. Jumlah lumpur yang diresirkulasi harus disesuaikan untuk memastikan biomassa tidak
tetap di clarifier terlalu lama untuk terjadinya denitrifikasi.

Denitrifikasi diperlukan dimana konsentrasi nitrat dan nitrit perlu diperhatikan. Pada situasi ini
instalasi pengolahan air limbah membuang limbah ke air tanah, maka diperlukan izin
pembuangan limbah ke air tanah. Izin ini biasanya membatasi Total Inorganic Nitrogen (TIN)
(NH3-N + NO2-N + NO3-N) pembuangan sebesar 5 mg/L. pengolahan ini harus mampu
nitrifikasi dengan menolah ammonia menjadi nitrat dan kemudian nitrat menjadi gas nitrogen
dalam proses denitrifikasi.

Diagram di bawah ini menggambarkan skema aliran untuk IPAL khusus denitrifikasi. Kadar
BOD berkurang, dan ammonia berubah menjadi nitrat pada saat air limbah melalui reaktor
aerobic (oksik) pertama. Campuran liquor kemudian mengalir ke anoksik (tidak ada DO) dan
menyuplai sumber makanan.

Return Sludge

Aeration Tank
BOD Removal and Denitrification Oxit
Clarifie r
Nitrification (Anoxic) c
(Oxic )

Bakteri yang terdapat di dalam campuran liquor memetabolisme BOD pada ketiadaan DO,
dengan memanfaatkan oksigen yang terdapat pada molekul nitrat, melepaskan gas nitrogen ke
atmosfer. Untuk mecegah gelembung-gelembung gas nitrogen ini menyebabkan masalah pada
clarifier sekunder, campuran liquor dialirkan dari zona anoksik ke zona aerobic lainnya.

Denitrifikasi juga diperlukan dalam proses nitrifikasi untuk menyisihkan fosfor secara biologis.
Nitrat merupakan sumber oksigen yang akan menghambat untuk mencapai kondisi anaerob
yang diperlukan pada proses ini.

Modifikasi lain dari proses lumpur aktif yang biasa dirancang untuk nitrifikasi dan denitrifikasi
seperti Sequencing Batch Reactor dan Concentric Ring Oxidation Ditch.

Masalah yang mungkin sering dijumpai ketika mencoba mencapai denitrifikasi adalah
mengandalikan oksigen terlarut. Ketika instalasi pengolahan air limbah yang baru dibangun
beban organic biasanya lebih rendah dari desain dan kemampuan aerasi sangat melebihi batas.
Hal ini menyebabkan kelebihan DO dalam tahap aerobic yang merusak kemampuan untuk
mencapai kondisi anoksik. Limbah yang mengandung ammonia rendah tetapi dengan nitrat
yang tinggi, tidak memenuhi izin/ baku mutu 5 mg/L untuk pembuangan limbah ke air tanah.
Para desainer dan operator harus menjamin fleksibilitas dalam mendesain pengolahan yang
akan mengontrol muatan organic (jumlah dan ukuran reaktor) dan mengontrol DO (jumlah dan
ukuran blower aerasi) dimana diperlukan proses denitrifikasi.

Ada manfaat denitrifikasi selain untuk memenuhi baku mutu. Kondisi tidak ada DO dapat
membantu untuk mengontrol pertumbuhan bakter, pengembalian oksigen dengan
menggunakan bakteri untuk memanfaatkan oksigen yang diperlukan pada proses nitrifikasi,
dan pengembalian alkalinitas yang diperlukan dalam proses nitrifikasi.

Produksi 3,57 mg Alkalinitas (OH-) untuk tiap pengurangan mg NO3

NO3 + ORG N2 + CO2 + H2O + OH-


Nitrit dan Permasalahan Desinfeksi

Nitrit (NO2-) dapat menyebabkan masalah dalam proses desinfeksi pada pengolahan air limbah
yang menggunakan klorin. Hal ini disebabkan nitrit yang tidak stabil, dan mudah teroksidasi
menjadi nitrat (NO3-) oleh klorin. Nitrit disebut sebagai ”spons” klorin karena afinitasnya.
Klorin bereaksi dengan nitrit bukan sebagai desinfektan, meningkatkan kadar coliform pada
efluen limbah.

Pada IPAL dapat melihat permasalahan ini selama bulan Februari dan Maret, pada musim semi
dan awal musim dingin.

Ketika klorin ditambahkan ke air, hydrogen klorida dan asam hipoklorit terbentuk (persamaan
1). Asam hipoklorit mengionisasi menjadi ion hydrogen dan ion hipoklorit (persamaan 2). Ion
hipoklorit (OCl-)adalah oksidator kuat dan akan bereaksi dengan nitrit untuk membentuk nitrat
dan klorida (persamaan 3).

(1) Cl2 + H20 HCl + HOCl


(2) HOCl H+ + OCl-
(3) OCl- + NO2- NO3- + Cl-

Selama klorida tidak memiliki sifat desinfektan, desinfeksi akan terganggu. Jumlah konsumsi
klorin terhadap nitrit dapat diperkirakan 5 mg klorin per mg nitrit.

Masalah Air Dingin NO2

Pada suhu air limbah di atas 63°F (17°C) konversi ammonia menjadi nitrit adalah langkah
paling lambat dalam proses nitrifikasi, konversi nitrit menjadi nitrat menjadi cepat. Hal ini
menyebabkan konsentrasi ammonia menjadi rendah, konsentrasi nitrit rendah (< 1 – mg/L
NO2), dan konsentrasi nitrat tinggi di efluen.

NH3 NO2 NO3


ketika suhu air limbah berada di antara 54 dan 57°F (12 dan 14°C) reaksi pertama yang terjadi
menjadi cepat. Ammonia dioksidasi menjadi nitrit, tetapi konversi nitrit menjadi nitrat
membutuhkan waktu yang lebih.
NH3 NO2 NO3
Hal ini menyebabkan akumulasi nitrit (NO2 bisa mencapai 15 mg/L) dalam limbah. Dengan
setiap milligram nitrit menggunakan sampai 5 miligram klorin, mungkin hamper tidak mungkin
untuk menyediakan klorin untuk desinfeksi.
Masalah Air Panas NO2

Konsumsi nitrit pada klorin tidak hanya terkendala pada suhu dingin, tetapi juga pada
pengolahan air limbah dalam air panas. Dalam proses denitrifikasi, pertama nitrat direduksi
menjadi nitrit secara biologis dan kemudian menjadi gas nitrogen yang akan dilepaskan ke
udara. Denitrifikasi terjadi dalam keadaan anoksik (rendah DO) dan tersedia sumber makanan
untuk bakteri heterotrofik. Dalam ketiadaan DO dan dengan sumber makanan yang tersedia,
bakteri memanfaatkan oksigen nitrat untuk memetabolisme makanan, dan melepaskan gas
nitrogen.

Proses reduksi nitrat menjadi nitrit terjadi dengan cepat, sementara proses reduksi nitrit menjadi
gas nitrogen lebih lambat

NO3 NO2 N2
Apabila sumber makanan yang tersedia untuk tiap proses mencukupi terjadi akumulasi nitrit
minimal. Apabila sumber makanan tidak tersedia selalma proses denitrifikasi, langkas kedua
berlangsung sangat lambat sehingga nitrit menumpuk dan yang ditujukan untuk desinfeksi
dikonsumsi untuk mengoksidasi nitrit kembali menjadi nitrat.

Pengolahan yang berlangsung denitrifikasi harus berhati-hati untuk menjaga seluruh sistem
aerobik, dan memastikan resirkulasi lumpur yang cukup untuk mencegah denitrifikasi dari
lumpur sekunder pada clarifier. Proses denitrifikasi terjadi bahwa organisme memiliki
penyediaan yang cukup dari BOD.

Toksisitas dan Masalah NO2

Nitrifikasi biasanya lebih dipengaruhi oleh toksik selain jenis-jenis bakteri lainnya. Toksisitas
dapat menyebabkan kehilangan nitrifikasi, dengan peningkatan ammonia dia dalam limbah.
Beberapa racun mempengaruhi bakteri Nitrobacter daripada Nitrosomonas. Ini berarti bahwa
konversi ammonia menjadi nitrit dapat terjadi, sedangkan konversi nitrit menjadi nitrat
terhambat, dengan akumulasi nitrit yang terdapat di dalam limbah. Bahan bakar seperti minyak
tanah, bahan bakar jet, bensin dan minyak diesel adalah beberapa bahan yang dikenal menjadi
racun bagi Nitrobakter.

Pengaruh Ammonia pada Masalah NO2

Ketika klorin dilarutkan ke dalam air yang tidak mengandung ammonia, reaksi klorin disebut
“klorin bebas”. Ketika berlangsung desinfeksi, klorin bebas juga bereaksi sangat cepat dengan
nitrit untuk mengoksidasi menjadi nitrat. Jadi di instalasi pengolahan air limbah yang
mengandung ammonia yang sangat rendah tetapi terjadi akumulasi nitrit, permasalahan
desinfeksi sangan mungkin terjadi.

NH3 + NO2 + NO3 + Cl = Disinfection Problems

Apabila NH3 tersedia, klorin bebas bereaksi dengan ammonia untuk membentuk
chloramines.

NH3 + Cl NH2Cl

Meskipun tidak sekuat desinfeksi seperti klorin bebas, chloramines (seperti monokloramin,
NH2Cl) lebih stabil dalam air dan tidak cepat bereaksi dengan nitrit. Hal ini memungkinkan
desinfeksi untuk berlangsung meskipun terhadapat nitrit.

IX. FOSFOR

Pentingnya Pengendalian Fosfor


Fosfor (P) diatur dalam air limbah yang dibuang ke air permukaan karena sifat-sifatnya sebagai
fertilizer. Seperti nitrogen, fosfor berasal dari organisme dengan rasio 100C : 5N : 1P. ini adalah
salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan untuk membangun sel-sel dan bertahan hidup.
Tanaman tidak tumbuh dimana tidak tersedia P yang cukup. Hal ini berlaku di bidang pertanian
dimana P ditambahkan ke tanah untuk mendorong pertumbuhan tanaman, tetapi pada sistem
perairan dimana dapat membatasi pertumbuhan tanaman yang diinginkan.

Pertumbuhan tanaman di danau berhubungan dengan keadaan eutrofikasi danau. Danau yang
dingin dan dalam, dengan pertumbuhan minimal tanaman dan rendah konsentrasi nutrien yang
sangat rendah diklasifikasikan sebagai Oligotrofik (oligo = beberapa, trofik = nutrien). Danau
yang berada pada perubahan beban nutrien diklasifikasikan sebagai Mesotrofik (meso =
pertengahan), lalu danau yang dangkal, hangat, dan mendapatkan nutrien yang tinggi
diklasifikasikan sebagai Eutrofik (eu = baik, eutrofikasi = cukup nutrien).

Mengontrol laju eutrofikasi pada danau melibatkan tingkat pertumbuhan tanaman pengendali.
Hal ini dapat dicapai dengan mengendalikan beban nutrisi dalam danau. Nitrogen dan fosfor
adalah nutrien yang dibutuhkan tanaman, nitrogen tersedia secara alami untuk digunakan.
Fosfor di lain sisi, hanya tersedia danau mineral yang mengandung fosfor larut, atau dari
pembuangan pengolahan air limbah yang dibuang ke danau atau dari sumber nonpoint aliran
pertanian. Mengontrol fosfor danau adalah suatu metode praktis yang membatasi laju
pertumbuhan tanaman dan tingkat eutrofikasi.

Batas pembuangan fosfor di Michigan telah ditetapkan untuk air permukaan sebesar 1,0 mg/L.
namun batas baku mutu ini ditentukan oleh kuantitas aliran, karakteristik air penerima,
pemuatan nutrien saat itu. Selain batas konsentrasi, banyak pengolahan yang juga membatasi
jumlah fosfor yang dapat dibuang selama periode waktu. Populasi meningkat dan pembangunan
terus berlanjut, batas fosfor menjadi lebih ketat di beberapa daerah. Terutama pada daerah dekat
danau dimana telah terjadi perkembangan pesat dan banyak sumber fosfor terhadap lingkungan.

Bentuk Fosfor di dalam Air Limbah

Konsentrasi influen Total P untuk pengolahan air limbah kota berkisar 2,5 mg/l sampai 6 mg/L,
sebagian besar jumlah inflow/ infiltrasi sistem pengumpulan dan kontribusi industri. Total P
mencakup 3 bentuk umum seperti P: Organik-P, Poly (kental) P, dan Ortho-P. Ketiga bentuk
ini diperkirakan terbentuk dalam air limbah.

Organic-P termasuk P yang merupakan bagian dari senyawa organic; sisa makanan dan hasil
buangan dari manusia dan hewan berkontribusi dalam membentuk P pada limbah. Senyawa
Organik-P terlarut di dalam air limbah, tetapi sering dikaitkan dengan partikulat. Poly-P adalah
bentuk rantai panjang, yang terdiri dari banyak banyak molekul PO4 yang berkaitan. Poly-P
terlarut, banyak ditemukan di detergen, dan sering ditambahkan pada proses penyediaan air
minum untuk menyerap (mengikat) besi dan tidak akan menyebabkan kerak dan berwarna.
Ortho-P dapat dianggap sebagai molekul PO4: sering disebutsebagai “fosfat sederhana”. Fosfor
berbentuk larutan, dan banyak terdapat di dalam detergen dan bahan pembersih, terutama pada
pembersih industri. Misalnya, produsen susu dan pemrosesan makanan sering menggunaka
asam fosfat (H3PO4) untuk pembersihan, dan Ortho-P digunakan dengan konsentrasi tunggi.

Penyisihan Fosfor – Sedimentasi dan Serapan Biomassa

Karena banyak Organik-P yang berikatan dengan partikel di dalam air limbah, beberapa
penyisihan akan terjadi ketika endapan padatan tersisih di clarifier primer. Sedimentasi primer
dapat menyisihkan 5-15% dari Total-P yang ada di IPAL.

Fosfor juga akan diambil oleh biomassa yang berkembang secara biologis di IPAL dengan rasio
100C : 5N : 1P. Pengolahan clarifier primer diikuti oleh trickling filter yang mampu
menyisihkan 20-30% dari total P. Pengolahan clarifier primer diikuti juga oleh activated sludge
yang dapat menyisihkan 30-50% dari total P. Penyisihan P ini cukup besar, tetapi bahkan 50%
penyisihan tidak akan mampu memenuhi batas 1 mg/L P, ijin yang diberikan pada konsentrasi
P sebesar 5 mg/L. Untuk IPAL dengan batas P sebesar 1 mg/L harus menambahkan pengolahan
spesifik penyisihan P.
Penyisihan Fosfor – Presipitasi Kimia

Metode yang peling umum digunakan pada


Chemical
Chemical Phosphorus
Phosphorus
penyisihan P adalah presipitasi dengan menggunak
Removal
Removal
garam logam. Dalam proses ini bahan kimia
ditambahkan yang akan mengikat P menjadi Total Phosphorus
Organic
Phosphorus
partikel yang mengendap. Lumpur kimia itu
Metal Salt
Condensed (Poly)
kemudian akan disisihkan dengan padatan lainnya Addition
Phosphates
Ortho
pada clarifier. Phosphates Ortho
Phosphates

Menentukan dosis garam logam tersebut penting,


menimbang banyaknya benuk P pada limbah.
Garam logam paling efektif untuk menyisihkan WAS RAS
Ortho-P. Sementara Organik-P dan Poly-P
dikonversi menjadi Ortho-P melalui proses
pengolahan air limbah secara biologis, dosis yang
tepat akan didapat setelah konversi dilakukan. Pada proses lumpur aktif, larutan garam logam
biasanya diberikan pada pengaliran akhir tangka aerasi atau pada sebelum clarifier sekunder.

Larutan garam besi efektif utnuk menyisihkan P selama bertahun-tahun. Besi dapat
ditambahkan dalam keadaan divalent sebagai Ferrous Chloride (FeCl2), atau trivalent sebagai
Ferric Chloride (FeCl3). Kedua larutan ini bersifat asam, korosif dan meninggalkan bekas
setiap berkontak menjadi warna oranye. Tindakan keselamatan harus diamati dengan tepat.

FeCl2 didapatkan dari pemasok yang memperoleh ini sebagai hasil sampingan dari pengawetan
baja (biasa disebut “pickle liquor”), dimana larutan asam klorida digunakan untuk
membersihkan bagian-bagian baja sebelum diproses lebih lanjut. Larutan ini lebih murah
dibandingkan dengan lainnya, tetapi dilakukan perawatan untuk “tramp metals” yang juga larut
dalam asam salama proses opersi. Operator juga harus memastikan bahwa larutan yang tersedia
telah difilter dari pemasok untuk menyisihkan partikulat jika tidak membentuk lumpur di
tangka penyimpanan, dan menyebabkan masalah penyumbatan di larutan pompa, pipa dan
katup. Ferric Chloride (FeCl3) biasanya pembersih produk dengan besi berpersentase tinggi di
dalam larutan, tetapi lebih mahal. Nilai buku untuk dosis sekitar 5,2 lbs (23.586,8 gr) FeCl3 per
lb (453,592 gr) P.

Larutan garam-garam alumunium juga sering digunakan untuk penyisih P dalam berbagai
pengolahan. Garam yang paling umum digunakan adalah aluminum sulfat (Al2(SO4)3 14H2O,
biasa disebut sebagai tawas. Meskipun larutan asam, larutan ini tidak berbahaya seperti larutan
garam besi dan tidak bernoda. Kerugian utama dari tawas adalah dosis yang digunakan sekitar
dua kali dari larutan garam besi, dan biaya yang mungkin lebih tinggi. Nilai buku untuk dosis
sekitar 9,6 lbs (43,544,9 gr) tawas per lb (453,592 gr) P.

Penyisihan Fosfor – Peningkatan Penyerapan secara Biologis

Selama akhir tahun1960-an dan awal tahun 1970-an ditemukan bahwa beberapa pengolahan
lumpur aktif lebih banyak menyisihkan P dari rasio 100C : 5N : 1P tanpa penambahan bahan
kimia. Teori-teori ini terjadi karena difokuskan pada jenis aerasi dan air limbah kimia. Akhirnya
ditemukan pada pengolahan ini siklus MLSS dari kondisi anaerobic menjadi aerobik. Konsep
yang sederhana ini untuk meningkatkan penyisihan fosfor secara biologis dalam proses lumpur
aktif.

Penelitian menemukan bahwa dalam situasi dimana MLSS Biological P Removal


siklus melalui kondisi anaeronik menjadi aerobik sejenis Phosphorus Storing Bacteria

Acinetobacter (Assin Eato Back Ter)


bakteri (Acinobacter) mulai untuk menumpuk pada biomassa Anaerobic
yang memanfaatkan P sebagai mekanisme penyimpanan Fermentation
Acetate Production
energy. Selection of Acinetobacter
P Released to Produce Energy
Aerobic
Dalam reactor fermentasi dengan kondisi anaerobic, bakteri
Stored Food Consumed
heterotrofik mulai memecah bahan organic yang terdapat di Excess P Taken Up
Sludge Wasted

dalam limbah, melepaskan asam volatile (asam asesat) ke


dalam larutan. Proses biodegradasi asam organic terjadi
dengan mudah menjadi sumber makanan bagi Acinobakter. Bakteri akan mengkonsumsi asam
organic lalu melepaskan P ke dalam larutan untuk memproduksi energy yang bergunan untuk
metabolism. Konsentrasi Ortho-P pada reactor ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan
influen P.

Ketika MLSS masuk ke dalam reactor aerobik bakteri Acinetobacter mengkonsumsi makanan
yang tersimpan dan menggabungkan fosfor menjadi biomassa (sering disebut “Luxury
Uptake”). Lumpur sekunder terbuang ketika organisme dalam keadaan aerobik, sehingga
terjadi penyisihan P.
Banyak perubahan desain yang terjadi
selama bertahun-tahun dalam upaya
untuk memaksimalkan penyisihan P oleh
biomassa. Proses A/O (Anaerobik/ Oksik)
adalah salah satu dari proses penyisihan
fosfor secara biologis. Meskipun proses
A/O telah berhasil di Amerika Serikat bagian selatan, tidak diketahui bagaimana sistem akn
merespon pada saat musim dingin. Sebuah proyek pada tahun 1984 di Pontiac, Michigan
dimana setengah dari pengolahan air limbah East Boulevard menggunakan proses A/O. Proyek
ini mengevaluasi pengaruh dari suhu air dingin limbah, kemampuan untuk proses nitrifikasi
ketika penyisihan fosfor secara biologis, dan penelitian pengaruh dari pemakaian kembali
supernatant anaerobic digester pada proses. Laporan yang diterbitkan pada tahun 1991
menunjukkan bahwa proses ini mampu secara efektif menghilangkan fosfor kurang dari 1 mg/L
secara konsisten, bahkan dalam suhu rendah (40-50°F atau 4,5-10oC). Juga ditemukan bahwa
nitrifikasi berlanjut dan pemakaian kembali digester supernatant tidak merugikan proses A/O.

Proses penyisihan Bio-P lainnya telah diterapkan di


Biological P Removal
Michigan selain A/O; Kota Adrian menggunakan proses Phostrip
Phostrip. Sebagian dari lumpur kembali dialihkan ke Chemical and Biological P
Removal
tangka stripper anaerobic, dan melepaskan P ke tangka Adrian, MI
Aeration Tank Clarifier
pengendapan. Asam kemudian ditambahkan untuk
pengendapan fosfor. Setelah pengoperasian proses
Stripper Lime Sludge
Precip
Phostrip selama beberapa tahun kota tersebut kembali pada
Not very Popular Due to Difficulties
proses lumpur aktif konvensional dengan penyisihan With Lime

fosfor kimia karena kesulitan dalam hal operasi dan


mekanis.
Proses A2/O (Anaerobik, Anoksik, Oksik)
adalah proses yang serupa dengan A/O,
tetapi ditambahkan resirkulasi nitrifikasi
liquor menjadi zona anoksik sehingga
terjadi denitrifikasi pada tangka aerasi. Hal
ini meminimalkan konsentrasi nitrat yang
seharusnya dapat diresirkulasi ke zona
anaerobic, dan menyebabkan potensi interferensi.
Saluran melingkar konsentris oksidasi adalah Concentric Ring Oxidation Ditch
modifikasi dari lumpur aktif yang juga menyisihkan
fosfor secara biologis. Mekanisme biologis sama seperti
Anaerobic
yang dijelaskan sebelumnya, tetapi pengolahan ini Aerobic

Aerobic
menggunakan konfigurasi tangka yang berbeda.
Dirancang dengan tiga tangki aerasi pada lingkaran
konsentris, influen air buangan memasuki lingkaran
pertama yang dioperasikan dalan kondisi anaerobic.
Mixed liquor kemudian melewati menuju dua lingkaran lainnya, keduanya dalam kondisi
aerobik. Mixed liquor melewati lingkaran anaerobic melepaskan fosfor, diikuti dengan
penyerapan fosfor dalam dua lingkaran. Beberapa bio-solid aerobik kemudian terbuang,
menyisihkan fosfor dari saluran pembuangan.

Modifikasi lumpur aktif lainnya untuk menyisihkan fosfor secara biologis adalah Sequencing
Batch Reactor (SBR). Sistem mengisi dan mengalir dengan fase mengisi anaerobic dimana
terjadi pelepasan fosfor terjadi dan diikuti dengan fase reaksi aerobik dimana fosfor diserap
oleh biomassa. Selama fase mengendap biomassa akan mengendap ke dasar, dan air bersih
melimpah dari bagian atas reactor dan mengalir. Biomassa yang berlebih biasanya terbuang
selama proses pengaliran ataupun diam, yang juga menyisihkan fosfor dari sistem.

Ortho-P

D.O.

Pertimbangan Penyisihan Fosfor secara Biologis

Ada beberapa pertimbangan penting dalam mencoba untuk menentukan apakah aliran air
limbah atau pengolahan lumpur aktif dapat menyisihkan fosfor secara biologis.

• Penyisihan Bio-P paling efektif dimana ada konsentrasi influen BOD yang memadai.
Lemah, limbah yang diencerkan mungkin tidak tersedia cukup oksigen untuk mencapai
kondisi anaerobic yang dibutuhkan. Jumlah BOD yang dibutuhkan lebih banyak
dibandingkan dengan fosfor (BOD:P), dengan rasio sekitar 15-20:1 biasanya menjadi
lebih baik.
• Waktu detensi anaerobic yang cukup, asalkan tidak terlalu lama untuk mereduksi
sulfat menjadi sulfide (kecenderungan akan membusuk). Waktu detensi optimum
anaerobic bergantung seberapa besar rasio BOD:P, tetapi umumnya dalam kisaran 1-3
jam.
• Waktu detensi aerobik harus cukup panjang untuk penyisihan BOD dan bila perlu
dengan proses nitrifikasi. Waktu minimum sekitar 4-5 jam.
• Pengolahan mampu menghasilkan padatan tersuspensi yang rendah pada efluen (di
bawah 20 mg/L). Padatan mixed liquor yang hilang pada efluen sekunder akan
mengandung lebih banyak fosfor (berat sekitar 8%) dari padatan mixed liquor pada
pengolahan lumpur aktif konvensional (berat sekitar 2%). Hal ini dimungkinkan untuk
pengolahan penyisihan Bio-P untuk memenuhi baku mutu dan padatan tersuspensi
barada dalam batas baku mutu.
• Nitrifikasi (nitrat) dapat mengganggu jika tidak untuk denitrifikasi. Nitrat menjadi
sumber oksigen bagi bakteri ketika DO tidak tersedia, sehingga tidak dibenarkan untuk
memasuki zona anaerobic.
• Supernatan dari penanganan padatan harus berhati-hati dikendalikan untuk
menghindari sistem penyisihan Bio-P dengan fosfor yang berlebihan. Digester aerobik
akan melepaskan P menjadi supernatant bila dibiarkan menjadi anaerobic.

Manfaat Penyisihan Bio-P

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, banyak pengolahan lumpur aktif di Michigan yang
digunakan untuk mendapatkan manfaat dari proses penyisihan Bio-P. Keuntungan ini
termasuk mengurangi pemakaian bahan kimia yang menyebabkan mengurangi total
produksi lumpur kimia, biaya yang lebih rendah, proses yang lebih aman, kemungkinan
terkontaminasi logam dari lumpus berkurang, dan reseikulasi biomassa selama kondisi
anaerobic/aerobik membantu untuk menghambat tumbuhnya bakteri yang berserabut.

Pertimbangan Khusus Penyisihan Bio-P

Saat manfaat yang didapat lebih besar daripada kelemahan penyisihan Bio-P, operator harus
ingat bahwa ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses:

1. Akan ada periode waktu ketika penambahan kimia yang akan dibutuhkan untuk
melengkapi proses penyisihan Bio-P; persiapan sistem kimia akan diperlukan.
2. DO dibutuhkan untuk melepaskan P yang berlawanan dengan yang dibutuhkan
nitrifikasi. Dalam pengolahan dimana efluen ammonia yang diatur operator harus
mengetahui kondisi yang dibutuhkan untuk setiap proses yang terjadi dan kondisi
terbaru pada pengolahan. Dalam mencoba menyelesaikan masalah, perlu diingat bahwa
nitrifikasi hanya dapat terjadi secara biologis, sedangkan penyisihan fosfor dapat
dicapai secara kimia apabila dibutuhkan.
3. Mempertimbangkan penanganan padatan dan resirkulasi supernatant lebih kritis.
4. Mengontrol konsentrasi efluen padatan harus lebih kritis.
5. Laboratorium dan pengujian pengendalian mungkin meningkat:
P pada zona anaerobic dan aerobik
DO pada zona anaerobic dan aerobik
6. Ketika mengubah proses penyisihan Bio-P, tentukan apakah perubahan tersebut
membutuhkan hak paten yang berlaku.

X. Penyelesaian Masalah (Troubleshooting)

Alat Penyelesaian Masalah


Mungkin salah satu kendala yang paling umum untuk operator, ketika memecahkan masalah
lumpur aktifm adalah untuk mengabaikan sumber dan larutan yang aneh dan tidak biasa.
Meskipun terkadang siatuasi yang timbul sulit untuk ditentukan dan dijelaskan, pendekatan
pertama yang biasanya dimulai dengan informasi yang medasar mengenai masalah. Mencari
penyebab pertama dalam operasional dan mekanis pengolahan, dan kemudian apabila dapat
dihilangkan, perluas pencarian untuk sistem pengumpulan dan perubahan dalam karakteristik
air limbah.

Mulailah dari karakteristik masalah; bau yang berlebihan, kemampuan mengandap mixed
liquor, BOD limbah yang tinggi, suspended solids, ammonia, TIN, P. Cobalah pastikan bahawa
informasi yang didapat dapat diandalkan. Terkadang, banyak upaya dalam melacak hanya
untuk menemukan metering dan laboratorim data yang tidak akurat. Jangan berasumsi bahwa
data laboratorium salah, tapi pastikanlah bahwa itu akurat.

Tinjau cacatan operasional, dimulai dengan beberapa bulan sebelum masalah terjadi. Perhatikan
korelasi masalah operasional dengan perubahan control, fungsi operasional seperti digester
supernating, atau perubahan bahan kimia atau penggunaan larutan. Cari pada data yang
menunjukkan permasalahan yang siklik. Ini mungkin siklus yang terjadi pada pengolahan atau
contributor sistem pengumpulan.

Membuat catatan dimana operator mencatat kondisi umum pada pengolahan dan kondisi yang
terlihat tidak biasa. Luangkan waktu untuk pelajari seperti apa pengolahan terlihat, suara, dan
bau ketika beroperasi dengan baik; ini akan membantu untuk mempercepat dan mempermudah
keputusan penyelesaian masalah ketika terjadi permasalahan.

Buat perubahan operasional yang mempengaruhi biomassa secara bertahap; sistem biologi
perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi. Hindari untuk membuat
beberapa perubahan pada waktu yang sama.

Ringkasan penyelesaian masalah mungkin dapat memberikan beberapa arah dalam mencoba
untuk menyelesaikan permasalahan umum lumpur aktif.
Outline Penyelesaian Masalah Lumpur Aktif

A. High Secondary Clarifier Sludge Blanket

Gunakan uji settleometer dan mikroskop untuk membantu menyebabkan suatu masalah.
Hitung SVI dan SDI untuk menentukan apakah masalah ini disebabkan oleh pemadatan
yang buruk atau terlalu banyak biomassa pada sistem.

1. Tinggi SVI, rendah SDI


Pemeriksaan mikroskopik MLSS – ukuran flok, bentuk, struktur, organisme indicator,
filament.
Pengumpulan filament
a. Bisa disebabkan:
• Rendah oksigen terlarut
• Rendah tingkat beban organik (F:M < 0,05) (High
CRT)
• Tinggi tingkat beban organic
• Defisiensi nutrisi (N atau P)
• 100 bagian C untuk 5 bagian N untuk 1 bagian P
• Septik limbah/ sulfide
• Rendah pH (< pH 6,0)
• Tinggi beban karbohidrat (gula, sirup, dan lain-lain)

b. Perawatan:
Jangka panjang – cobalah untuk menghilangkan atau mengontrol penyebab masalah
Jangka pendek – kotrol kemampuan mengendap dengan klorin (Cl2)
• Tambahkan lumpur sebelum diaduk dengan air limbah
• Klorin seperti:
Padat – HTH
Cair – Pemutih
Gas

• Lbs Cl = 0.0000834 x SVI x F x W

F = RAS MGD
W = RAS TSS, mg/L
• Dosis Cl2 harus cukup untuk membunuh filament; dimulai dengan menghitung
jumlah dengan rumus di atas, peningkatan apabila kemampuan mengendap tidak
membaik dalam satu hari. Hentikan Cl2 ketika kemampuan mengendap di bawah
control.

2. Normal SVI, SDI

a. Jumlah biomassa berlebihan


• Hitung ulang CRT, tingkat buangan
• Memadai penyimpanan lumpur – pastikan bahwa kapasitas maksimum
penyimpanan lumpur tersedia sebelum musim dingin untuk menjamin memadai
WAS
• Tinggi SS, BOD di dalam supernatant dari penanganan lumpur
• Padatan WAS melalui clarifier primer

b. Kemampuan Resirkulasi Lumpus Memadai


• Pengaturan kontrol pompa RAS
• Kondisi mekanis pompa RAS, Meter, Katup
• Bah clarifier lumpu tersumbat dengan puing-puing
• Masalah mekanis pengumpul lumpur

c. Hidrolik berlebihan atau beban padatan pada clarifier


Tentukan tinggi aliran permukaan (SOR)

B. Buih dan Busa


1. Busa putih
 A.S Plant Start-Up
 Rendah CRT, tinggi F:M
 Kelebihan organic or shock load
 Kehilangan biomassa – pembuangan berlebihan
 Pemulihan dari racun

Gelap, Busa coklat berbuih, slurp


 Perpanjangan air adalah normal
 CRT berlebih
 MLSS pada efluen primer
 Minyak dan lemak berlebih
 Control jangka pendek
 Penyisihan dengan manual
 Control jangka panjang
 Meningkatkan limbah
Slurp disebabkan oleh bakteri berfilamen yang memiliki
spesifik gravitasi yang rencah (mengambang) dan menangkap
udara untuk membentuk busa. Meskipun ada dua jenis bakteri
yang dapat menyebabkan slurp, Microthrix parvecella dan
Nocardia, Nocardia terlihat menjadi penyebab yang paling
sering di Michigan. Hal ini mudah diidentifikasi dengan
pemeriksaan mikroskopis, filament pendek dengan noda gram
positif.

C. BOD Efluen Tinggi

1. Jika total BOD dilaporkan, juga menganalisa efluen CBOD untuk menentukan apakah
nitrifikasi adalah penyebab BOD meningkat. Jika hal ini terjadi dan tidak ada batasan
ammonia dalam izin pembuangan, cobalah untuk mendapatkan pengolahan nitrifikasi, atau
hubungi kantor distrik DEQ dan jelaskan permasalahan.

2. CBOD di efluen tinggi:


a. Tentukan apakah CBOD terlarut atau partikulat. Jika partikulat, tingkatkan pengendapan
pada clarifier sekunder atau filtrasi tersier.
b. Carilah kelebihan organic – tinggi F:M, mungkin locatan beban dari limbah organic yang
berkekuatan tinggi, daru dalam pengolahan atau dari sistem pengumpul.
c. Tentukan hika CBOD dari proses hilir dari tangka aerasi, seperti dari filter tersier,
pemerataan efluen, polishing pond, dan lain-lain.
d. Pastika waktu detensi yang memadai di dalam tangka aersi, cari hubungan arus pendek.
e. Tentukan keseimbangan nutrien yang memasuki sistem. Jangan menyisihkan fosfor
sebelum tangka aerasi.
f. Hitung ulang F:M dan CRT untuk menjamin pengoperasian dalam kisaran yang benar.

D. Nitrogen

1. Efluen ammonia yang berlebih


a. Menjamin bahwa proses hilir dari tangka aerasi (seperti polishing ponds) tidak
memberikan ammonia secara langsung untuk efluen.
b. Hati-hati mengendalikan supernatant dari penanganan lumpur, digestion, dan unit-unit
penyimpanan. Aliran daur ulang ini biasanya mengandung konsetrasi ammonia yang
sangat tinggi dan sangat sering menyebabkan pelanggaran batas baku mutu.
c. Hitung ulang CRT dan F:M untuk memastikan bahwa berada dalam kisaran nitrifikasi.
Hindari limbah berlebihan atau slug loading pada biomassa
d. Analisa influen dan efluen untuk total alkalinitas. Influen setidaknya harus 150 mg/L dan
efluen setidaknya 50 mg/L. tambahkan sodium bikarbonat atau bentuk lain dari alkalinitas
jika diperlukan.
e. Tingkatkan waktu detensi jika memungkinkan dengan menempatkan garis lebih banyak
pada tangka aerasi. Hindari tangka aerasi keluar dari layanan atau situasi lainnya yang
akan berakibat hilangnya biomassa atau berkurangnya waktu detemsi aerator, khususnya
pada saat musim dingin.
f. Yakinkan bahwa DO mencukupi (3-5 mg/L) pada akhir pembuangan tangka aerasi.
g. Periksa toksisitas yang memasuki IPAL.

2. Total Anorganik Nitrogen yang berlebih


a. Analisa untuk ammonia, nitrit dan nitrat
b. Apabila ammonia tinggi, lihat pemecah masalah sebelumnya mengenai ammonia
c. Jika nitrit dan nitrat tinggi, lakukan denitrifikasi.
• Kurangi kelebihan DO pada reactor aerobik
• Hindari waktu detensi berlebih pada reactor aerobik
• Tambahkan sumber karbon (influent air buangan, methanol) ke reactor anoksik.

3. Denitrifikasi menyebabkan padatan terapung


pada clarifier sekunder
a. Verifikasi denitrifikasi dengan menetapkan
uji, perhatikan pembentukan gelembung
nitrogen kecil di MLSS selama tes.
b. Menjaga lapisan lumpur pada clarifier
sekunder; meningkatkan tingkat
pengembalian padatan untuk menyisihkan padatan sebelum terjadi denitrifikasi.
c. Dalam denitrifikasi, pastikan gas nitrogen dibersihkan sebelum mixed liquor memasuki
clarifier sekunder.

4. Nitrit dan Desinfeksi – lihat pada bagian nitrogen.

E. Fosfor
1. Penyisihan P secara Kimia
a. Pastikan bahwa konsentrasi larutan Ferric dan Alum (berat jenis dan % larutan) yang
ditentukan dan belum diencerkan.
b. Periksa bahan kimia di debit pompa; gunakan tabung kalibrasi pada sistem atau
container yang diketahui volume dan stop-watch.
c. Evaluasi bahan kimia. Kimia harus diberikan setelah pengolahan biologi dan
sebelum sedimentasi. Penting untuk memadai pencampuran.
d. Lakukan tes jar untuk memverifikasi diosis yang tepat.
e. Analisa Total P serta P terlarut untuk menentukan apakah efluen P adalah larutan
(terlarut) atau partikulat.
 Jika terlarut, harus bereaksi dengan kimia untuk membentuk padatan yang akan
mengendap di clarifier sekunder. Periksa bahan kimia dan langkah di atas.
 Jika partikulat, harus mengendap di clarifier sekunder. Meningkatkan
pengendapan pada clarifier. Gunakan polimer jika diperlukan.
f. Saring sampel dan tentukan Total P dan Ortho P pada filtrate.
 Jika Ortho-P tinggi, harus bereaksi dengan kimia. Periksa bahan kimia.
 Jika Ortho-P rendah pada filtrate, tetapa Total P tinggi, biomassa tidak
mengkonversi P membentuk Ortho-P. Konversi ini tidak sesuai pada tangka
aerasi, atau pembentukan P tidak dapat dikonversi oleh biomassa.
 Perhatikan pada industri yang menggunakan senyawa Fosfit (PO3) seperti logam
dengan pelapisan nikel tanpa listrik. Bila Fosfit terverifikasi, harus dikontrol pada
sumbernya.
2. Penyisihan P secara Biologi
a. Verifikasi anaerobic diikuti oleh kondisi aerobik. Potensi oksidasi/ reduksi (ORP) dapat
membantu dalam penilaian ini. ORP dalam reactor anaerobic harus kurang dari -200mV,
dan pada reactor aerobik lebih besar dari +50mV.
b. Memonitori Ortho-P dalam MLSS supernatant. Pelepasan P harus diamati pada reactor
anaerobic dengan menghasilkan Ortho-P yang tinggi dalam cairan, diikuti penyerapan P
dalam reactor aerobik yang mengakibatkan Ortho-P rendah di dalam cairan.
c. Tinggi jumlah inflow/ infiltrasi dapat menghambat penyisihan P dengan pengenceran
influen air limbah dan penambahan DO untuk reactor anaerobic.
d. Control RAS dari clarifier sekunder untuk menghindari kedalaman lapisan lumpur yang
berlebihan yang dapat menyebabkan pelepasan P.
e. Hindari pengaliran RAS berlebihan dari clarifier sekunder, terutama pada proses
nitrifikasi. Mengencerkan aliran influen, dan juga penambahan nitrat untuk pengolahan
dapat menghambat pelepasan P pada reactor anaerobic.

F. Toksisitas
1. Walaupun tidak selalu menjadi indikasi pada permasalahan, terkadang bau yang tidak biasa,
perubahan warna atau busa di influen air limbah menjadi masalah toksisitas.
2. Pantau DO pada tangki aerasi secara kontinu bila memungkin. Bila BOD berlebih, pompa
output, dan MLSS cukup konstan peningkatan medadak DO pada tangka aerasi merupakan
indikasi dari penurunan altivitas biologi, dan sel-sel terganggu.
3. Gunakan mikroskop untuk mengamati organisme indicator dalam mixed liquor. Perhatikan
antara organisme aktif, dan sel-sel yang terganggu.
4. Pantau Tingkat Respirasi biomassa. Ini akan sangat membantu jika ada data yang lalu
sebagai pembanding. Jika tingkat respirasi pada sampel makanan (penambahan gula) lebih
rendah dari normal, toksisitas dipastikan terjadi.
5. Sadari kontribusi toksisitas pada sistem pengumpulan. Hal ini mungkin dapat atau tidak
disebebkan oleh debit industri. Beberapa pengolahan air limbah telah mengalami beberapa
permasalahan toksisitas pada sistem pengumpulan.
6. Deflokulasi biomassa sering menghasilkan toksisitas. Limbah menjadi keruh dan
kemampuan mengendap tiba-tiba memburuk sebagai flok biologis yang terpisah,
melepaskan pastikel kecil ke dalam air limbah.
7. Busa putih yang menyerupai busa sabun dapat terjadi pada tangka aerasi sebagai biomassa
dari limbah beracun.
8. Ingat bahwa toksisitas yang disebabkan logam berat serta senyawa organic dapat
menyebabkan kontaminas pada lumpur. Pemompaan menuju anaerobic/ aerobik digester
dapat bermasalah pada proses dengan menghambat proses stabilisasi dan mengganggu
kemampuan untuk mengeringkan padatan. Hal ini juga dapat mengakibatkan
ketidakmampuan untuk membuang lumpur dari lahan aplikasi menjadi lahan pertanian.
9. BOD efluen akan meningkat menyusul dengan permasalahan toksisitas, peningkatan
ammonia akan menjadi lebih jelas.
10. Daftar bahan-bahan yang berbahaya untuk lumpur aktif biomassa akan menjadi daftar yang
panjang, tetapi termasuk pestisida, herbisida, desinfeksi, dan banyak logam berat, sianida,
dan ammonia atau sulfide dalam konsentrasi tinggi. Bila ada pertanyaan kemampuan
pengolahan air limbah, tes tingkat penyerapan oksigen dapat membantu untuk membuat
ketentuan ini.
X. Modifikasi Proses Lumpur Aktif
Proses lumpur aktif telah dimodifikasi dalam berbagai cara selama-bertahun-tahun untuk
beberapa tujuan. Modifikasi telah terjadi karena mencoba untuk meningkatkan pengolahan
untuk jenis tertentu limbah atau untuk mencapai penyisihan yang lebih lengkap dari komponan
limbah. Dalam beberapa situasi ekonomi menjadi faktor utama dalam pengembangan
modifikasi lumpur aktif, dan kemampuan lain untuk mengatur laju aliran air limbah atau limbah
organic mungkin menjadi tujuannya. Beberapa modifikasi telah sukses dan dipergunakan
secara luas, sementara yang lainnya tidak.
A. Konvensional
F:M : 0,25 – 0,45
CRT : 5 – 8 hari
Aerator DT : 5 jam

B. A/O dan A2/O


Proses A/O adalah proses
(Anaerobik/ Oksik) modifikasi
lumpur aktif yang dirancang
untuk menyisihkan P secara
biologis. MLSS melewati zona
anaerobic diikuti oleh zona aerobik.

A2/O (Anaerobik/ Anoksik/ Oksik)


Proses A2/O sama seperti proses
A/O dengan penambahan resirkulasi
internal dari MLSS melalui zona
anoksik. Ini menyediakan
denitrifikasi dan mencegah NO3 dari
bercampur dengan penyisihan P
secara biologis.
C. Kontak Stabilisasi

Proses ini mengambil


Contact keuntungan dari kemampuan
Tank
serap dari lumpur aktif. Partikulat

Stabilization
yang teradsorpsi oleh biomassa
Tank dalam Tangki Kontak dengan
waktu detensi yang singkat
(sekitar 2 jam). Lumpur dialirkan ke Tangki Stabilisasi dimana organisme memetabolisme
material. Proses ini bekerja baik untuk air limbah dengan partikulat yang tinggi, tetapi
sangat tidak efektif pada tinggi kelarutan/ rendah partikulat karena waktu detensi yang
singkat pada Tangki Kontak. Manfaat tambahan adalah cadangan MLSS pada Tangki
Stabilisasi yang dapat dimanfaatkan untuk pembersihan.

D. Tapered Aeration
Aeration
Jumlah penambahan udara dari
influen Tangki Aerasi menuju efluen.
Udara lebih banyak ditambahkan
dimana beban organic dan aktivitas
biologis paling besar. RAS

WAS
E. Step Aeration

Lumpur resirkulasi memasuki


bagian atas Tangki Aerasi; air
limbah ditambahkan pada berbagai
titik senjang tangka. Dimaksudkan
untuk mendistribusikan air limbah
ke seluruh bagian Tangki Aerasi.
Menghindari dari rendah dan tingginya DO pada Tangki Aerasi.
F. Step Feed

Lumpur resirkulasi dan air limbah


ditambahkan pada barbagai titik sepanjang
tangka untuk menghindari tinggi dan
rendahnya beban area dan DO mendekati
pencampuran lengkap.

G. Complete Mix

Lumpur resirkulasi dan influen limbah


didistribusikan ke seluruh tangka aerasi.
Miixed liquor keluar dari sekitar reactor.
Pengolahan seragam di dalam reactor. Beban
berlebih segera diencerkan. Umumnya tangki
yang lebih kecil lebih tercampur dengan
merata dari yang lebih besar. Mungkin lebih rentan untuk pengumpulan filament.

H. Oksigen Murni

Oksigen dengan kualitas yang


tinggi yang dihasilkan onsite
digunakan dari udara di dalam
tangki aerasi. Sistem aerasi
ditutup untuk meminimalkan
kehilangan O2 . Dioperasikan
pada rasio F:M. Dirancang untuk
mengurangi area yang
dibutuhkan untuk pengolahan besar atau tinggi aliran.
I. Plug Flow

Air limbah dan lumpur resirkulasi


dimasukkan ke bagian atas Tangki
Aerasi dan mengalir seperti “Plug”
melalui tangka. Meminimalkan arus
pendek. DO pada bagain atas tangki
rendah karena beban BOD dan
menikatkan aliran ML menuju
outlet.

J. Extended Aeration

 Waktu detensi yang panjang


 Tinggi MLSS

F:M 0.05-0.15
Tinggi CRT 20 – 25 Days

CRT
Rendah F:M DT 24 Hrs.

 Kualitas efluen
tinggi
 Nitrifikasi sangat memungkinkan. Karena populasi biomassa yang besar dan waktu
detensi yang lama

K. Parit Oksidasi

1. Racetrackt ditch
Biasanya beroperasi sebagai perpanjangan
aerasi. Teknik aerasi disebut “rotor” yang
mengaerasi dan bercampur. DO mendekat
plug flow karena DO di parit. Pemcampuran
mendekati lengkap (ML tetap di parit melalui
banyak perubahan).
2. Concentric Ring Oxidation Ditch
Biasanya beroperasi sebagai perpanjangan aerasi.
Nitrifikasi, denitrifikasi, dan penyisihan P secara
biologis sering tercapai. RAS dan influen memasuki
ring pertama yang dioperasikan dalam kondisi
anaerobic. MLSS masuk ke dalam dua ring yang
aerobik.

L. Sequencing Batch Reactor

SBR merupakan modifikasi lumpur aktif dimana


pengolahan terjadi di dalam batch dari pada aliran
kontinu. Pengolahan berlangsung pada 5 fase
dalam reactor, dimana setiap fase dikendalikan
oleh computer. Biomassa tetap di dalam reactor
yang akan terbuang pada tiap pengolahan. Tidak
ada clarifier sekunder, tidak ada RAS, dan biasanya tidak ada pengolahan primer. Proses
SBR biasanya dioperasikan dengan mode perpanjangan aerasi, dimana nitrifikasi biasa
terjadi. Karena perubahan DO dari anaerobic selama fase pengisian menjadi aerobik selama
fase reaksi, sistem ini mampu denitrifikasi, serta penyisihan P secara biologis.

M. Bio-Lac

Sistem Bio-Lac dikembangkan oleh Parkson


Corporation. Ini adalah sistem perpanjangan
aerasi, sering dirancang seperti persegi yang
besar dengan sisi miring. Gelembung kecil
tabung aerasi yang tersuspensi mengapung di
permukaan bak. Ini membantu dalam
menyisihkan bagian mati pada bak,
mendistribusikan udara. Proses ini digunakan di beberapa pengolahan air limbah di
Michigan.
N. Membrane Bio-Reactor (MBR)

Proses MBR adalah proses lumpur aktif


dimana clarifier sekunder digantikan dengan
unit filtrasi yang terendam di dalam mixed
liquor. Pengolahan MBR saat ini beroperasi
di Kota Traverse dan Dundee. Unit filtrasi
dirancang dengan tabung atau serat
berongga (Zenon), atau seperti piringan
datar (Kubota). Keuntungan meliputi
konsentrasi biomassa tinggi di dalam reactor (> 10.000 mg/L), kemampuan mengendap
biomassa tidak diperhatikan, dan kemampuan untuk menyisihkan partikel yang sangat
halus.
O. Aero-Mod Sequox

Sequox sistem dengan Aero-


Mod adalah aliran melalui proses
lumpur aktif yang dirancang
untuk menyisihkan nutrien.
Pemilihan anaerobic menjelang
sistem aerasi memberikan
control filament dan penyisihan P secara biologis. Aerobik/ anoksik reactor diikuti
denitrifikasi. Memanfaatkan udara sebagian besar untuk kebutuhan pemompaan. Salah satu
pengolahan ini beroperasi di Kingsley.
Lembar Kerja Proses Lumpur Aktif Tanggal:

MLSS MLSS
#1 #2 RAS #1 RAS #2

SAMPLE a.
mls Sample
b. Filter Paper + Dry, grams
c. Filter Paper, grams
d. Dry Solids, grams (b – c)
e. Suspended Solids, mg/L
f. Percent Solids
RAS
MLVSS MLVSS VSS RAS VSS

g. Dish + Ash, grams


h. Dish, grams
i. Ash, grams
j. Volatile Solids, grams (d – i)
k. Volatile Solids, mg/L
l. % Volatile Solids

D.O., mg/L A.T. #1 A.T. #2 SETTLEABILITY


mLs
Time Settled
Time
5 min

10 min

15 min

20 min
30 min

SVI

Sludge Blanket Depth, ft RAS Flow WAS


% Influent gallons
Time Clar #1 Clar #2 Clar #1 Clar #2
Interpretasi Hasil Uji Penyerapan Oksigen

Peninjauan

Hasil uji tingkat respirasi sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan konsentrasi
mikroorganisme. Contoh yang diberikan di sini sangat umum. Hasil actual yang Anda dapatkan
akan sangat spesifik untuk sistem biologis yang Anda pantau.

Unit-unit:

Nilai untuk tingkat penyerapan oksigen (OUR) diberikan dalam mg DO/l/min. Nilai untuk
tingkat penyerapan oksigen tertentu (SOUR) diberikan dalam mg/hr/gram MLSS.

Nilai UNFED:

Unfed OUR didefinisikan sebagai dampel pengembalian lumpur ditambah limbah sekumder.
Konsentrasi campuran ini dirancang untuk meniru konsentrasi MLSS pada tangka aerasi.
Konsentrasi untuk MLSS antara 2.500 dan 3500 mg/L, unfed OUR di antara rentang 0,3 dan
0,7 mg/l/min.

Perlu diperhatikan konsentrasi MLSS. Semakin tinggi konsentrasi MLSS, semakin tinggi nilai
“bug” yang bernafas. Ini berarti 2.500 mg/L MLSS mendapat nilai OUR yang lebih tinggi dari
1.500 mgL MLSS pada sampel yang sama. Konsentrasi MLSS yang lebih rendah biasanya akan
membuat lumpur yang baru yang mengakibatkan tingkat yang lebih tinggi dari respirasi per
gram. Hasil tes OUR akan membuat konsentrasi MLSS “seperti” lumpur baru. Masalah ini
terpecahkan ketika Anda menghitung nilai SOUR.

Nilai rendah UNFED: < 0,3 mg/l/min

Semakin rendah nilai maka lumpur semakin tua. Anda juga harus memperhatikan indikasi dari
lumpur tua di dalam pengolahan, pengendapan flok cepat, pin flok, dan lain-lain.

Nilai tingigi UNFED: > 0,8 mg/l/min

Semakin tinggi nilai semakin cepat pertumbuhan lumpur baru. Unfed OUR yang tinggi
mengindikasi rendah-oksidasi lumpur, pengendapan yang lebih lambat, rendah kompaksi, dan
lain-lain.

Nilai FED:

Fed OUR didefinisikan sebagai sampel pengembalian lumpur aktif ditambah lumpur primer
atau lumpur baku. Campuran konsentrasi ini dirancang untuk meniru konsentrasi MLSS pada
tangka aerasi. Konsentrasi MLSS di antara 2.500 dan 3.500 mg/L, fed OUR direntang 2 sampai
5 kali tingkat unfed. Contoh: 0,6 sampai 3,5 mg/l/min. kebanyakan sistem aerasi mampu
menangani rentang 2,0 sampai 2,5 mg/l/min.

Catatan: nilai-nilai ini contohnya untuk konsentrasi MLSS antara 2.500 dan 3.500 mg/L. Jika
pada sistem Anda berjalan pada 1.500 sampai 2.500 mg/L, nilai rata-rata Anda akan berbeda.

Nilai rendah FED: < 0,6 mg/l/min

OUR fed yang rendah dapat menunjukkan nilai pada kondisi: tingkat BOD rendah dan/ atau
konsentrasi MLSS yang terlalu tinggi, tipe makanan tidak dapat dicerna dengan mudah oleh
organisme atau racun yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Nilai tinggi FED: > 3,5 mg/l/min

OUR fed yang tinggi dapat menunjukkan tinggi tingkat makanan pada sistem. Pertanyaan
mengenai persediaan udara dan pencampuran harus dijawab. Langkah demi langkah mungkin
diperlukan.

Tingkat Penyerapan Oksigen Spesifik

Konversi nilai OUT Anda menjadi nilai SOUR merupakan praktek umum. OUR dikonversi
menjadi SOUR dengan membagi OUR oleh MLSS atau MLVSS (MLVSS lebih sering) dan
dikalikan dengan 1.000 mg/gram dan dikalikan dengan 60 menit/jam. Satuan yang dihasilkan
adalah mg oksigen per jam per gram MLSS (mg/jam/gram). Hal ini menghilangkan variable
perubahan konsentrasi MLSS. Jika nilai tingkat respirasi diberikan dalam satuan “satu gram
MLSS”, nilai SOUR dapat dibandingkan dari pengolahan satu ke pengolahan lainnya.

Contohnya, sampel fed OUR = 1,4 mg/L/menit. MLVSS pada sampel adalah 2.100 mg/L,
SOUR akan dihitung dari persamaan:

Jika contoh yang sama memiliki OUR yang sama tetapi MLVSS mg/L, SOUR akan menjadi:
Pada contoh ini Anda dapat melihat nilai yang sama dari OUR, nilai SOUR berubah dengan
signifikan berdasarkan konsentrasi MLVSS. Berdasarkan nilai SOUR, semakin tinggi MLVSS
semakin kecil tingkat respirasi per gram dari padatan aktif (VSS).

Faktor Beban
Perhitungan lain terkadang digunakan untuk menentukan nilai fed dan unfed. Faktor beban atau
indeks beban adalah rasio antara nila fed dan unfed (nilai fed dibagi dengan nilai unfed). Nilai
ini menunjukkan aktivitas sebelum dan sesudah makan.

1. LF < 1,0 – beban penghambatan atau racun

2. LF > 1,0 tetapi < 2,0 – beban pengenceran atau stabilisasi

3. LF > 2,0 tetapi < 5,0 – beban diterima

4. LF > 5,0 – kemungkinan masalah penyediaan oksigen

Ron Sharman (sharmar @ lbcc.cc.or.us), Water and Wastewater Technology, LBCC.


http://www.lbcc.cc.or.us/process1 10/8/97

PENAMBAHAN NUTRIEN

Persyaratan Nutrien untuk Lumpur Aktif

Untuk setiap 100 lbs (45.359,2 gr) (atau mg/L) karbon organic (BOD5) yang memasuki sistem
aerasi, minimal 5 lbs (2.267,96 gr) (atau mg/L) nitrogen, 1 lb (453,592 gr) (atau mg/L) fosfor,
dan 0,5 lbs (226,796 gr) (atau mg/L) besi diperlukan.

100 BOD5 : 5 N : 1 P : 0,5 Fe

Kekurangan nutrien dari tiap persyaratan dapat menyebabkan pertumbuhan organisme


berfilamen yang berlebih yang mengakibatkan pengendapan lumpur aktif yang buruk.
Pertumbuhan filament ini tidak dapat dikontrol dengan klorinasi, hydrogen peroksida, atau
polimer. Jika kekurangan nutrien yang parah, kemampuan organisme untuk menyisihkan
organic terlarut akan terganggu, mengakibatkan pengolahan gagal.

Rasio di atas berguna untuk mendeteksi kekurangan nutrien dan penambahan nutrien. Faktor-
faktor utama yang harus dipertimbangkan ketika pemberian nutrien termasuk:

1. Baik ammonia dan nitrat yang tersedia sebagai sumber nitrogen, serta nitrogen organic
(urea). Namun, jika ikatan nitrogen organic digunakan dan limbah mengandung sumber
karbon akan bermetabolisme dengan mudah (gula sederhana dan asam organik), nitrogen
mungkin tidak tersedia cukup selama proses metabolism limbah.
2. Jika beban oraganik bervariasi, persediaan nutrien harus bervariasi dengan beban.
3. Karena setiap limbah memiliki kebutuhan nutrien yang tersendiri, pengukuran konsentrasi
limbah untuk ortofosfat, ammonia, dan nitrat harus dilakukan. Konsentrasi total nitrogen
anorganik (NH3, NO2, and NO3) minimal 0,2 sampai 0,3 mg/L dan ortofosfat larut dari 0,2
mg/L harus dipertahankan. Pengukuran fosfor harus dilakukan pada penyaringan sampel
limbah melalui 0,45 μm kertas saring.

Nutrien tambahan dihitung berdasarkan jumlah pon BOD yang dating ke proses sekunder,
jumlah nutrien yang telah tersedia masuk ke limbah, dan sifat-sifat kimia yang akan digunakan
utnuk persediaan nutrien. Lakukan pendekatan langkah demi langkah untuk perhitungan yang
lebih dipahami.

Mulailah dengan menentukan seberapa banyak (mg/L) masing-masing nutrien yang dibutuhkan
untuk menyediakan total dari rasio 100 C : 5 N : 1 P : 0,5 besi

Selanjutnya, tentukan berapa banyak (mg/L) penambahan nutrien yang dibutuhkan selain yang
telah berada di dalam limbah.

Gunakan rumus pon, hitung berapa banyak pon dari tiap nutrien yang harus ditambahkan.

Berdasarkan sifat-sifat kimia yang akan digunakan untuk menyediakan nutrien, hitung pon
kimia yang dibutuhkan

Jika kimiaberupa cair, tentukan jumlah galom cairan yang dibutuhkan tiap harinya.

Contoh Perhitungan Penambahan Nutrien

Kecepatan rata-rata : 4,5 MGD


BOD5 limbah sekunder : 150 mg/L
TKN limbah sekunder : 2,5 mg/L
P limbah sekunder : 1,0 mg/L
Besi limbah sekunder : 1,0 mg/L

Kimia pasaran yang digunakan:

Ammonia anhidrat (NH3) = 80% dari berat NH3

Asam fosfor (H3PO4) = 50% dari berat larutan H3PO4

Berat jenis = 1,335

Target rasio dari berat 100 BOD : 5 N : 1 P : 0.5 Fe


1. Tentukan mg/L tiap nutrien yang dibutuhkan memenuhi rasio

N yang dibutuhkan, mg/L = BOD, mg/L


Rasio BOD : N
= 150 mg/L
100/5
= 150
20
= 7.5 mg/L N

P yang dibutuhkan = BOD, mg/L


Ratio BOD : P
= 150 mg/L = 150
100/1 100
= 1.5 mg/L P

Besi yang dibutuhkan = BOD, mg/L


Ratio BOD:Fe
= 150 mg/L = 150
100 / 0.5 200
= 0.75 mg/L Fe

2. Tentukan berapa banyak penambahan mg/L untuk tiap nutrien yang dibutuhkan:

Penambahan N, mg/L = 7.5 mg/L N – 2.5 mg/L N


= 5.0 mg/L N penambahan

Penambahan P, mg/L = 1.5 mg/L P – 1.0 mg/L P


= 0.5 mg/L P penambahan

Fe Additional, mg/L = 0.75 mg/L Fe – 1.0 mg/L Fe


= - 0.25 mg/L Fe (telah berlebih, tidak dibutuhkan
penambahan)
3. Tentukan berapa banyak penambahan pon untuk tiap nutrien yang dibutuhkan:

Penambahan N, pon/hari = kecepatan, MGD x Penambahan N, mg/L x 8.34 pon/galon

= 4.5 MGD x 5 mg/L x 8.34 pon/galon

= 188 pon/hari penambahan N


Penambahan P, pon/hari = kecepatan, MGD x Penambahan P, mg/L x 8.34 pon/galon

= 4.5 mg/L x 0.5 mg/L x 8.34 pon/galon

= 18.8 pon/hari penambahan P

4. Tentukan berapa banyak pon per hari untuk bahan kimia yang dibutuhkan untuk
penyediaan nutrien:
Kimia pasaran, pon/hai = Penambahan nutrien, pon/hari
Desimal % nutrien x Desimal % kimia alami
A. Tentukan pon ammonia anhidrat menjadi fed per hari:

Desimal % N dalam Ammonia Anhidrat (NH3) = Berat atom N


Berat molekul NH3
N = 14 x 1 = 14 H = 1 x 3 = 3
NH3 = 17
Desimal % of N dalam Ammonia Anhidrat = 14 / 17 = 0,8235
Pon/hari NH3 dibutuhkan = 188 pon/hari N dibutuhkan = 228 pon/hari
0,8235

Pon/hari dari 80% Anhidrat yang dibutuhkan = 228 pon/hari = 285 pon/hari
0,80
B. Tentukan pon Larutan Asam Fosfor (H3PO4) menjadi fed per hari:

Desimal % P dalam H3PO4 = Berat atom P


Berat molekul H3PO4

H =1x3 = 3
P = 31 x 1 = 31
O = 16 x 4 = 64
H3PO4 = 98

Desimal % of P dalam H3PO4 = 31 / 98 = 0,3163

Pon/hari H3PO4 dibutuhkan = 18,8 pon/hari P dibutuhkan = 59 pon/hari


0,3163
5. Tentukan gallon yang dibutuhkan dari 50% Larutan Asam Fosfor per hari:

Pon/hari dari 50% H3PO4 larutan yang dibutuhkan = 59 pon/hari H3PO4


0,50 x 1,335 x 8,34 pon/galon

= 10,6 galon/hari
RIWAYAT

AWAL DAN PERKEMBANGAN


TEKNOLOGI LUMPUR AKTIF

James E. Alleman, Professor


School of Civil Engineering
West Lafayette, IN 47907-1284
[alleman@ecn.ecn.purdue.edu]
[PH: 765-494-7705]
[FX: 765-496-1107]

PENGANTAR

Desaindan operasi sistem lumpur aktif merupakan salah topik utama yang dibahas selama
pendidikan setiap insyinyur teknik lingkungan. Kursus dan buku pelajaran diperiksa
menyeluruh, penyampaian yang ringan, dan pengetahuan pada proses yang detail telah dikuasai
ke titik yang lebih maju daripada teknologi air limbah lainnya.

Namun, jika Anda bertanya ke salah satu mahasiswa apa yang mereka ketahui mengenai sejarah
konsep, apalagi nama-nama dan latar belakang dari para insyinyur yang bertanggung jawab,
Anda akan mengetahui bahwa pengetahuan mereka begitu nihil. Sebagian besar, teknik lumpur
aktif cenderung salah paham bahwa lumpur aktif selamanya menjadi pengolahan yang unggul
dalam pengolahan air limbah.

Kebanyakan insyinyur berlatih, meskipun terlambat untuk mengembangkan apresiasi pada


“seni” pengaplikasian teknologi, melebihi pengetahuan pada buku pelajaran tentang kinetika
dan mikrobiologi, ketertarikan dalam “siapa, apa, kapan dan menyapa” dari seluk-beluk
sejarah. Artikel ini akan memeriksa seluk-beluk masa lampau lumpur aktif dirancang, dan
perkembangan awal yang sebagian besar digunakan untuk seterusnya.

Ada banyak artikel yang ditulis dengan topik ini. Berikut gambaran ringkasan sebelum
“review” dipublikasikan: Porter, 1917; Ardern, 1917; Porter, 1921; Martin, 1927; Clark,
1930; Mohlman, 1938; Greeley, 1945; Sawyer, 1965; and Alleman, 1984.

Karya-karya ini tersedia informasi dan update mengenai perluasan sejarah pengolahan lumpur
aktif. Porter dengan dua karyanya, yang ditulis pada 1917 dan 1921, mengenai kepentingan
teknologi ini pertama kali. Hamper 6 tahun setelah ide semula dipublikasi, literature telah ada
dalam jumlah hamper 800 artikel. Maka perkembangan teknik menyeluruh didokumentasikan
oleh sejarawan proses lumpur aktif. Bagaimana pun mencoba memeberikan wawasan baru dan
ilmiah sesuai dengan konsep.
MASALAH TENTANG MANAJEMEN AIR BUANGAN:
Pertenghan hingga akhir abad 19

Untuk memahami dampak lumpur aktif pada teknologi pengolahan air limbah, pertama harus
memahami perkembangan “sanitasi” yang ada selama pertengahan sampai akhir 1800-an.
Memulai abad ke 19, hamper beberapa Eropa pendekatan untuk menangani permasalahan air
limbah mereka setiap hari. Sementara Revolusi Industri telah menghasilkan berbagai macam
teknik, industri-indsutri baru juga meningkatkan besar dan kekuatan output limbah local.
Mereka mengotori lingkungan yang telah terbebani.

Pembangunan parit menjadi langkah pertama dalam proses menejemen limbah, tetapi sengat
sedikit kota yang membuat usaha ini. Teknologi telah didirikan hamper dua ribu tahun
sebelumnya oleh perencanaan Yunani dan Romawi, tetapi untuk kota-kota yang dominan
industri pada abad 19-an penyaluran limbah dialirkan ke perbatasan kota dan masih
berkembang dan efektif di luar kemampuan teknis mereka. Untuk hal ini pengiriman air bersih
menjadi tidak mudah.

Kekurangan cara untuk mengumpulkan dan membuang air limbah ini, sehingga solusi yang
mudah adalah pembuangan langsung ke selokan jalan, untuk rumah-rumah kaya,
mengandalkan pelimpah pusat. Namun, penelitian John Snow pada 1850-an mengenai wabah
kolera yang disebabkan oleh limbah (yaitu dekat Board Street daerah London) dan memberikan
motivasi yang menarik bagi yang menemukan solusi yang cocok untuk masalah air limbah bagi
public.

Selama beberappa decade berikutnya ada langkah untuk memuat ulang pompa dan sistem
penyediaan untuk pendistribusian air bersih, diikuti dengan melengkapi jaringan dengan air
masuk kemudian membuang ke beberapa lokasi yang jauh. Ilmu desain saluran pembuangan
adalah teknologi lama. Tersirat pada sajak klasik 2858 “Slow but Sewer”, argument tentang
pengertian air hujan berbaur untuk menyiram dan mengencerkan sungai-sungai, masalah yang
disebabkan oleh saluran pembuangan diatasi dengan mengadopsi gabungan rancangan.

Pada titik ini, aliran mengalir dari bagian hilir ‘pengenceran’ telah menjadi strategi terbaik
untuk menangani limbah. Namun, limbah disalurkan ke muara sengai, pemikiran bahwa sungai-
sungai digunakan untuk kepentingan bersama yang nyaman dan bebas, sumber nutrisi. Sajak
klasik oleh Victor Hugh mengenai kondisi ini “Les Miserables”, sebuah argument yang
meyakinkan untuk penggunaan kembali yang semestinya ia gambarkan sebagai ‘detritus of
capital’.
“Kota besar adalah yang paling kuat. Menggunakan kota untuk memperkaya dan menjadi
sukses. Jika emas kita dalam kotoran, kotoran kita adalah emas…aliran busuk lender bawah
tanah ini bersembunyi dari Anda, apakah Anda apa semua ini? Ini adalah padang rumput
berbunga, hijau, marjoram, thyme, sage, ini adalah permainan, ini adalah sapi, lembu besar
di malam hari, ini adalah wangi jerami, jagung emas, ini adalah roti di meja Anda, darah
hangat pada urat Kamu, ini bahagia, ini adalah kehidupan”

Saluran limbah yang baru dibuat ini diakui sebagai komoditas utama untuk keuntungan
kewirausahaan, dan industri rumahan, dan limbah industri rumahan cepat diikeluarkan untuk
keuntungan moneter. perusahaan Native Guano akhirnya mendominasi pasar di Inggris,
harapan tinggi kota bahwa mereka bisa mengubah limbah busuknya menjadi menguntungkan.
Oleh karena itu, pengolahan dibangun untuk menguntungkan lingkungan atau sanitasi.
Sebaliknya tujuan utama teknologi perusahaan ini, yang dikenal dengan “Proses ABC” lebih
berfokus pada pemulihan nutrien (nitrogen dan fosfor).

Proses ABC memulai revolusi sanitasi yang akhirnya akan mengarahkan untuk pengolahan air
limbah yang terpenuhi. Dengan prosedur, menggunakan tawas, darah dan tanah liat (yaitu
ABC) untuk mempromosikan secara alami ‘koagulasi’. Tidak diragukan lagi, langkah ini
berbau busuk tapi ditetapkan bahwa insyinyu masa depan dapat mengukur keberhasilan
mereka.

AWAL MULA TEKNOLOGI AIR LIMBAH SECARA BIOLOGIS


Tahun 1.870-an - > 1.900-an

Pengolahan secara biologis tidak diragukan lagidi akhir tahun 1.800-an yang baru ini dijelaskan
dengan Eropa (Mueller Frankland, Bailey-Denton, Dibdin) dan Amerika (Mills, Hazen, Drown
and Sedgwick dari stasiun percobaan di Lawrence, Massachusetts) penelitian filtrasi. (Peter &
Alleman, 1982) dasar penurunan kerja termasuk filtrasi berselang, kontak, dan trickling filter.

Tangka septik juga populer selama era ini, setidaknya sampai Cameron memperoleh paten pada
tahun 1896 dan mulai menegakkan biaya royalty meskipun public sedang krisis. Meskipun
popularitas tangka septik memudar, sisten alternative anaerobic tersedia, termasuk Tangki
Imhoff klasik dan pendahulunya Travis “Colloeder” atau Tangki Hidrolitik. (Peter & Alleman,
1982) Imhoff juga menjadi uni paten, tetapi dengan biaya royalty yang jauh lebih rendah.

PENELITIAN PRELIMINARY “MENIUPKAN UDARA”


Tahun 1880-an - > 1910-an
Mencari perbaikan dalam pengolahan limbah, dan dengan intuitif kondisi aerobik akan
menghidari apa yang tidak diinginkan, hasil anaerobic berbau busuk, beberapa peneliti mulai
mencoba meniupkan udara ke dalam tangka limbah. Dr. Angus Smith tahun 1882 dirujuk
sebagai studi asli, diikuti Dibdin and Dupre, Hartland and Kaye-Parry, Drown, and Mason and
Hine. (Martin, 1927; Pearse, 1938) untuk sebagian besar, ini adalah pelopor hadirnya oksigen
‘per se’ memberikan oksidasi yang diinginkan pada kontaminan air limbah. Hasil eksperimen
adalah nilai yang terbaik. Meskipun pembusukan itu biasanya tertunda, upaya dan biaya aerasi
tampaknya kurang kompensasi dalam hal peningkatan pengolahan.

Cukup besar sukses yang diperoleh, namun studi artifisial aerasi waktu kontak penyaring
dilakukan dengan baik oleh (Col. George Waring dan Pusat Penelitian Lawrence). (Martin,
1927; Pearse, 1938; Peters & Alleman, 1982) jelas bahwa unit-unit lapisan yang terakhir
menerima stimulus karena biomassa yang ada, sedangkan tangka aerasi tidak memilik populasi
daur ulang biologis.

Selama beberapa tahun ke depan, faktor penting untuk pengolahan secara biologis menjadi bisa
lebih diterima. Studi yang dilakukan oleh Mather dan Platt tahun 1893 menunjukkan bahwa
kotoran endapan yang terakumulasi di bagian bawah tangka aerasi ditandai dengan peningkatan
pengolahan yang ada. (Martin, 1927) manyampaikan kepada Komisi Kerajaan tahun 1905,
Adeney memperkuat keyakinan dengan dikumpulkannya humus yang akan mempercepat
kapasitas pengolahan. (Martin 1927; Perase, 1938) Fowler melihat sebaliknya bahwa pada
limbah aerasi pada tahun 1897 juga menghasilkan limbah partikel. (Martin, 1938) Namun,
Fowler melihat bahwa pengendapan ditingkatkan sebagai kegagalan, karena ia pribadi percaya
bahwa kotoran limbah seharusnya dilarutkan atau gasifikasi untuk pengolahan yang optimal.

Pada tahun 1910, manfaat limbah aerasi pada humus biologis atau lendir mulai menemukan
pengakuan secara luas. Dalam studi klasik, Black dan Phelps memutuskan untuk meninggalkan
media batu kasar, kayu untuk mecapai luas permukaan yang lebih tinggi untuk akumulasi lendir
yang diinginkan. (Black dan Phelps, 1914) Pada dasarnya, unit mereka adalah aerasi dari Travis
‘Colloider’ atau Tangki Hidrolitik (yang juga telah digunakan pada laths kayu, tetapi pada
kontak anaerob).

Clark dan Gage juga memprakarsai studi laboratorium serupa di Lawrence tahun 1912. (Martin,
1927; Pearse, 1938) konsep lapisan dikaitkan dengan Dibdin. (Dibdin,1913) setelah berhasil
pada aerasi sederhana tahun 1884, Dibdin terus mempelajari filtrasi berselang, kontak beds,
serial kontak sebelum lingkaran penuh dengan gagasan menggabungkan aerasi dengan
pengolahan biologis.
ASAL MULA KONSEP LUMPUR AKTIF:
1912 - > 1914

STUDI TERAKHIR DI New York dan Lawrence, kebetulan terkemuka Inggris Sir Gilbert John
Fowler, DIPANGGIL KE Amerika untuk meninjau masalah polusi New York Harbor. Martin,
1927; Pearse, 1938; Ardern & Lockett, 1914a) dalam hubungannya dengan perjalanan ini,
Fowler memiliki kesempatan untuk menyaksikan secara langsung percobaan Clark dan Gage
yang berlangsung di Lawrence tahun 1912. Fowler kemudian percaya bahwa kunjungan ini
sebagai dorongan untuk “menerangi ide” mengenai lumpur aktif, mengcu Lawrence sebagai
“Mekkah pemurnian limbah”.

Meskipun kecewa engan percobaan aerasi yang sebelumnya, Fawler cepat mengkonsepkan
biomassa dan melakukan beberapa percobaan setelah lembali ke Manchester, Inggris. Satu
tahun setelah tur Lawrence, Fowler dan salah satu mahasiswanya, Mrs. Mumford,
mempublikasiknan hasil sukses mereka mengenai sistem aerasi pembudidayaan sistem
inokulasi dengan garam besi dan bakteri M-7. (Fowler & Mumford, 1913) Skema pengolahan
mereka menggunakan ‘peniupan tangki’ dan clarifier. Namun sistem mereka memiliki dua
kelemahan. Pertama, karena tidak memiliki saran daur ulang padatan, diperlukan uni inokulasi
secara terus-menurus dengan organisme M-7. Kedua, Fowler pada titik ini bekerja dibawah
kesalahpahaman bahwa bakteri ‘besi’ yang menjadi peran utama dalam keberhasilan
keseluruhan proses. Untuk beberapa hal, kesalahpahaman ini mungkin telah dikaitkan dengan
koagulasi, zat besi darah yang kayak mulai sejak lima puluh tahun sebelumnya dengan proses
ABC. Kesahpahaman ini tentang peran besi dan bakteri besi, yang lebih dari satu decade
(Wolman, 1927).

Pada titik ini, 31 tahun telah belalu sejak Dr. Smith pertama meneliti aerasi limbah. Namun,
gagasan yang tampaknya sederhanadari pengumpulan biomassa yang dibudidayakan melalui
daur ulang padatan itu masih belum diketahui. Oleh karena itu, siswa Fowler, Ardern dan
Lockett, Mei 1914 dimana humus padat ini harus disimpan daripada dibuang menjadi
“bombshell” tanpa pengecualian (menggunakan deskripsi Fowler, tersedia kertas balasan
pemamaran Ardern dan Lockett).

Ardern dan Lockett mengakui untuk mendukung moneter yang telah ada oleh perusahaan.
(Ardern dan Lockett, 1914b) fakta bahwa pedagang akan lebih tertarik pada topik penelitian ini
sepertinya aneh. Namun setelah membaca komentar setelah pemamaran mereka, itu adalah
benar dan mereka benar-benar berpikir bahwa sistem limbah lumpur akan menghasilkan prosuk
yang berharga. Sekali lagi, seperti proses ABC sebelumnya, mereka optimis tertarik dalam
memulihkan nitrogen dan fosfor yang dinyatakan dalam pasokan krisis sebagai bahan baku
pupuk. Jerman untuk masalah ini (Fritz Haber pemenang Nobel) mengembangkan proses
industri untuk sintesis ammonia dan nitrat dimana butuh untuk memulihkan nitrogen dari
limbah menjadi isu yang diperdebatkan.

Menggunakan siklus isi dan tarik, penulis telah memberikan demonstrasi utama dan penjelasan
menganai pengolahan lumpur aktif. Dengan melihat konteks, percobaan awal sangat maju.
Memang, pemaparan ditujukan pada dengan topik konversi energy, penanganan lumpur, dan
sensitivitas organisme nitrifikasi terhadap suhu dan pH, yang semuanya masih diperdebatkan.
Mungkin pemaparan Ardern dan Lockett akan segera diakui nilai penemuan mereka.

LABORATORIUM UNTUK TRANSFORMASI LUMPUR AKTIF


Tahun 1914-an – 1920-an

Ardern dan Lokcett kemudian melanjutkan dua makalah lanjutan pada tahun 1914 (b) dan 1915
yang mengungkit isu-isu praktis, termasuk: kemampuan selama dan operasi mengisi dan
menarik, dampak dari limbah perdagangan, tingkat aerasi yang menggunakan tabung polos dan
poros, intensitas aerasi yang diperlukan, dan aklimatisasi lumpur. Fakta mengejutkan bahwa
limbah yang dihasilkan dapat bersih, tidak berbau yang memiliki daya tarik. Fowler
melanjutkan penelitian, proses itu telah diuji secara penuh. Bahkan pada tahun 1914 pertemuan
pemaparan penelitian kedua Ardern dan Lockett, Melling (1914) mengumumkan bahwa ia telah
berhasil mengaplikasikan pengolahan lumpur aktif hingga 80.000 galon per hari di Salford,
Inggris.

Secara berurutan, beberapa instalasi Inggris ditempatkan pada operasi. Berikut ringkasan
pengolahan: Salford, 1914, Davyhulme, 1915; Worcester, 1916; Sheffield, 1916; 1917;
Stamford, 1917; Tunstall, 1920; Sheffield, 1920; Davyhulme, 1921; and Bury, 1921. Di
Amerika Serikat, perkembangan proses lumpur aktif sangat cepat. Edward Bartow, seorang
Profesor daari Universitas Illinois, mengunjungi kelompok Manchester pada Agustus 1914 dan
memulai penelitian dari kelompok Fowler. Dalam beberapa bulan, banyak peneliti Amerika
lainnya melakukan penelitian serupa termasuk Hammond, Hendrick, Hurd, Frank, Mohlman,
Hatton, and Pearse. (Maring, 1927; Pearse, 1938; Metcalf & Eddy, 1916; Babbitt, 1926)
instalasi Amerika Serikat mulai ada tahun 1916, dan dari 1927 ada hampir sepuluh sistem yang
menyebar di seluruh negara, termasuk: San Marcos (TX), 1916; Milwaukee (WI), 1916;
Cleveland (OH), 1916; Houston (TX), 1917 & 1918 (masing-masing 2); Des Plaines (IL), 1922;
Calumet (IN), 1922; Milwaukee (WI), 1925; and Indianapolis (IN), 1927.
USAHA PADA TRANSFORMASI LUMPUR AKTIF
Tahun 1914 – 1920-an

Dalam waktu kurang dari satu decade, konsep ini telah diterapkan di berbagai pengolahan
multi-MGD. Berdasarkan pada pertumbuhan pesat pada beberapa tahun pertama, terlihat
lumpur aktif menjadi proses pengolahan lumpur aktif yang unggul. Namun, lumpur tidak benar-
benar menemukan pengaplikasian yang berkembang selama beberapa decade.

Penyebab keterlambatan ini sederhana, yaitu ligitasi membatasi sebagian besar teknis.
Sedangkan Ardern dan Lockett memaparkan penelitian mereka pada Mei 1914, sepasang
wirausaha air limbah (Jones and Attwood, Ltd.) telah mengalahkan mereka hamper satu tahun
penuh, mengisi empat pengolahan paten dengan “Perbaikan Aparatur untuk Pemurnian Limbah
atau Air Kotor Lainnya” (paten Inggris #19915 pada 1913; #22952 pada 1913; #729 pada 1914;
dan #19916 pada 1914). (Jones & Attwood, 1913ab; 1914; 1915) keempat hal ini, tidak
sepenuhnya bekerja pada ‘lumpur aktif’. Nomor 729 termasuk dasar-dasar proses, karena
referensi khusus untuk daur ulang padatan. Selanjutnya, reactor yang disediakan memiliki
kemiripan dengan rancangan yang dipasarkan oleh beberapa pemilik.

Jones dan Attwood juga percaya pada pekerjaan awal menuju pembentukan pengolahan lumpur
aktif. Beberapa pengolahan (seperti Worcester dan Stamford) pada nyatanya dibangun dengan
biaya dan resiko. Sistem Worcester dirancang dan diaplikasikan berdasarkan kontrak berbasis
kualitas limbah.

Situasi lumpur aktif menjdi lebih kompleks pada tahun 1915 ketika Leslie Frank, Petugas
Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat, memperoleh paten Amerika (#1,139,024) yang
mencakup sama dengan Jones dan Attwood. (Frank, 1915) menddikasikan patennya untuk
“lumpur aktif” (cerminan termonilogi Frank) untuk seluruh warga Amerika Serikat. Pada saat
itu ada dua paten yang berbeda yang berhunungan dengan lumpur aktif. Fowler sebagai
pencetus lumpur aktif juga disengketa oleh Clark di Lawrence. (Clark, 1915; Mohlman 1938;
Greeley, 1945) meskipun hal ini mengenai stasus hukum dan asal mula lumpur aktif, komunitas
insyinyu Amerika mendukung dengan aplikasi teknis.

Pada akhir tahun 1914, Jones dan Attwood, Ltd. diperingatkan para insyinyur Amerika dan
kota-kota harus berhati-hati mengenai pelanggaran paten. (Hatton, 1916) Dan ketika para
insyinyur Amerika mengambil kredit untuk inovasi tertentu yang melanggar (Jones and
Attwood, Ltd) prosedur dipatenkan (misalnya, pengumuman Clarence Hurd mengenai pola
aerasi yang digunakan di Indianapolis), mereka dengan cepat ditolak oleh Jones dan Attwood.
(Hurd, 1929; Stanford,1929) Tetapi karena semakin banyak pengolahan yang dibangun
kekhawatiran kota mengenai paten permasalahan berkurang.

Suasana ini cepat berubah, dengan gugatan yang diajukan Activated Sludge, Ltd. (lisensi paten
Jones dan Attwood, Ltd.) melawan Chicago pada tahun 1920-an. (Anonim, 1933) Bertambah
melawan Milwaukee, Cleveland, Indianapolis, dan beberapa kota kecil lainnya mengikuti.
Putusan hukum atas kasus ini memakan waktu beberapa tahun, selama tersebut rekayasa
sanitasi dinilai kembali dengan serius untuk masa lumpur aktif jangka pendek. Tahun 1933,
Distrik Hakim Geiger memutuskan bahwa Milwaukee, memang paten dimiliki oleh Activated
Sludge, Ltd. (Anonim, 1934a,b) banding disampaikan, tetapi pada bulan Oktober 1934
Mahkamah Agung menolak atas keputusan.

Pada hasil ini, Bloodgood (1982) menunjukkan bahwa hakim memutuskan terhadap Milwukee
karena pengacara mereka yang terlibat pada rincian hukum. Apapun permasalahannya,
pelanggaran yang berkuasa segera tersebar ke seluruh negeri. Beberapa pengolahan yang ada
dengan cepat tutup untuk menghindari denda moneter, termasuk San Marcos, Texas. (Otts,
1998) Banyak yang memilih untuk melanjutkan pengolahan dengan menggunakan proses
lumpur aktif berdasarkan biaya 25 sen per kapita. Di antar 203 pengolahan, Kappe (1938)
melaporkan 150 lisens Activated Sludge, Ltd. (Kappe, 1938) adapun masyarakat sebagian besar
berencana untuk menerapkan pengolahan lumpur aktif yang baru, kebanyakan hanya
membangun sistem alternative (seringnya trckling filter) atau menunggu sampai paten yang
berlaku berakhir (misalnya, Washington, D.C adalah contoh utama).

Milwauke dan Chicago telah mengalami kerugian besar yang masing-masing didenda satu juta
dolar (Activated Sludge, Inc., 1946) pada kasus Milwaukee, uang tersebut diamankan dari
proses yang relative baru (sejak 1926) produk lumpur, Milorganite, dimana penjualannya pada
tahun 1934 mencapai tiga juta dolar. Dalam retrospeksi, Chicago menerima persyaratan yang
diberikan Activated Sludge, Ltd. (Activated Sludge, Inc., 1946) daripada membayar denda yang
dikenakan dan keterlibatan hukum, kasus dapat diselesaikan dengan penyelesaian 90.000 dolar.

KENGGULAN LUMPUR AKTIF


Tahun 1950-an hingga saat ini

Setelah bisnis pembangunan pengolahan air limbah memukul Amerika Serikat diikuti dengan
Perang Dunia II, proses lumpur aktif dengan cepat menjadi desain yang dominan untuk sistem
sekunder dan keunggulannya tetap berlaku hari ini. Jika bukan legalitas berasal dari Inggris,
proses mungkin menjadi lebih cepat. Pada waktu itu, lumpur aktif telah membuktikan dirinya
bahwa teknologi yang tahan lama pada era ini.
RANGKUMAN

Enam belas tahun yang lalu Frank Schaumburg menerbitkan ‘gambar’ dengan Jurnal Ferderasi
Polusi Air (CATATAN: bahkan saat ini masih dianggap sebagai salah satu publikasi yang
paling ringkas yang pernah dilakukan dengan topik lumpur aktif). Berjudul, “65 Tahun
Efisiendi Kemajuan Lumpur Aktif”, tujuan akhir Profesor Schaumburg adalah untuk
menunjukkan visual – fakta bahwa tingkat kinerja yang dicapai dengan lumpur aktif (seperti
efisien penyisihan BOD) berubah lebih dari penelitian dan publikasi mengenai topik ini. Itu
bekerja dengan baik ketika pertama kali dikembangkan, sama seperti hari ini, dan dapat
melayani yang diperlukan dalam beberapa tahun. Meskipun masalah penanganan yang
dihasilkan yang Melling sebut dengan “bugabear terbesar”.

SUMBER

• Punch, hal. 41, 31 Juli 1858;


• Reyburn, W. (1989). "Flushed with Pride," Pavilion Books Limited, London, UK;
• Punch, hal. 71, 14 Agustus 1858;
• Minutes of Evidence, Royal Commission on Metropolitan Sewage Discharge, Vol. III, Mei
1884 sampai Oktober 1884 (1885);
• Ardern, E. and Lockett, W.T. (1914). "Experiments on the Oxidation of Sewage Without the
Aid of Filters." Journal of the Society of Chemical Industry, 33, hal. 524, 30 Mei;
• Schaumburg, F. and Marsh, B.E. (1980), "65 Years of Efficiency Progress in Activated
Sludge," Journal of the Water Pollution Control Federation, 51, hal.1.

Anda mungkin juga menyukai