Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan
makhluk hidup, banyak kasus pencemaran yang sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari seperti
pencemaran air, udara, dan juga tanah. Penyebab dari pencemaran lingkungan sendiri sangat
banyak salah satunya adalah proses alam, manusia dan juga faktor lainya, seperti banyaknya
pabrik perindustrian yang menyebabkan berbagai macam pencemaran dari hasil buangan pabrik
dan juga polusi.
Penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya dari kegiatan industri akan terlepas ke
lingkungan jika tidak melalui proses pengolahan yang baik dan lebih lanjut karna bahan-bahan
tersebut akan dapat terolah oleh mikroorganisme di lingkungan pembuanganya. Pencemaran
sendiri merupakan proses masuknya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air,
udara dan juga tanah oleh kegiatan manusia dan juga proses alam, sehingga menurunya kualitas
air, udara, dan juga tanah tersebut dan tidak berfungsi lagi sebagai pembentukanya.

B. Teori
Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lainya. Dalam peraturan pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air, maka air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi
sangat penting bagi kehidupan manusia serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga
merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Dalam kehidupan sehari-hari peranan
air selain sebagai bahan baku air minum juga digunakan untuk aktifitas manusia seperti pengairan,
pertanian, kegiatan industri dan lain-lain.
Didalam suatu sistem daerah aliran sungai (DAS), sungai yang berfungsi sebagai wadah
pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam lanskap bumi, sehingga kondisi sungai
tidak dapat dipisahkan dari kondisi daerah aliran sungai. Kuallitas air sungai di pengaruhi oleh
kualitas pasokan air di daerah tangkapan, sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan
di pengaruhi oleh aktifitas manusia yang ada didalamnya.
Pertambahan jumlah penduduk dan aktifitas di sepanjang daerah aliran sungai memberikan
andil dalam perubahan kualitas sungai, semakin banyak aktifitas di sepanjang daerah aliran sungai
tersebut maka semakin besar pula porensi pencemaran yang mungkin terjadi. Pencemaran ini
mengakibatkan menurunya kualitas kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang berada
disekitar daerah aliran sungai yang keseharianya memanfaatkan sungai tersebut. Pencemaran
tersebut juga mengakitbatkan rusaknya ekosistem sungai, dimana biota-biota sungai yang
semakin berkurang. Perubahan kondisi kualitas air pada aliran sungai merupakan dampak
dari buangan dari penggunaan lahan yang ada perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan
pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya aktifitas industri akan memberikan
dampak terhadap kndisi hidrologis dalam suatu daerah aliran sungai.

Pengaruh limbah terhadap Kualitas Air


Pencemaran air dapat di tunjukan oleh perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi peraiaran.
Parameter fisik, antara lain: suhu, warna, bau, kedalaman, kecerahan, kekeruhan, dan padatan
tersuspensi total. Parameter kimiawi antara lain: salinitas, pH oksigen terlarut, kebutuhan oksigen
terlarut, kebutuhan oksigen kimiawi, nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat dan karbon dioksida.
Parameter biologi meliputi: fecal, coliform dan hewan makrobentos.
Gambar 1. Pembuangan limbah ke sungai
Sifat Air
Untuk mengetahui kualitas air maka harus diketahui sifat-sifat dari air tersebut, air sendiri dibagi
menjadi tiga bagian yaitu sifat fisik air, sifat kimia air, dan sifat biologi air.

Sifat Fisik Pencemaran Air


Air sebagai zat, air tidak berbau, tak berwarna tanpa rasa, air merupakan senyawa yang
sangat mantap, pelarut yang mengagumkan serta sumber kimia yang sangat kuat. Air memuai bila
membeku menjadi zat padat dalam suatu kegiatan seringkali suatu proses disertai dengan
timbulnya panas reaksi atau panas dari Gerakan mesin dan zat kimia terlarut, semakintinggi
kenaikan suhu air semakin sedikit oksigen yang terlarut didalamnya.
Bau yang berasal dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan-bahan buangan atau air
limbah dari kegiatan industry atau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh
mikroba yang hidup didalam air. Mikroba didalam air akan merubah bahan buangan organic
terutama gugus protein secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Air
normal yang dapat digunakan untuk kehidupan umumnya tidak berbau, tidak berwarna dan
berasa, selanjutnya dikatakan adanya rasa pada air pada umumnya diikuti dengan perubahan
pH,air.
Pembentukan koloidal terjadi karna bahan buangan padat yang berbentuk halus (butiran
kecil), Sebagian ada yang larut dan Sebagian tidak dapat larut dan tidak dapat mengendap,
koloidal ini melayang didalam air sehingga air menjadi keruh, kekeruhan akan menghalangi
penetrasi sinar matahari kedalam air tidak dapat berlangsung dan akan menggangg kehidupan
hewan air.
Padatan tersuspensi total keberadaanya dipengaruhi oleh jumlah dan jenis limbah yang
masuk kedalam suatu perairan. Selanjutnya dikatakan bahwa bahan buangan padat berbentuk
kasar ( butiran besar) dan berat serta tidak larut dalam air maka bahan tersebut akan mengendap
di dasar sungai.

Sifat Kimia Pencemaran Air


Sebuah molekul air terdiri atas suatu atom oksigen yang berkaitan kovalen dengan dua atom
hidrogen dengan satu atom oksigen, gabungan dua atom hidrogen dengan satu atom oksigen
yang membentuk air (H2O) ini merupakan molekul yang sangat kokoh dan untuk menguraikan air
diperlukan jumlah energi yang besar, jumlah yang sama juga dilepaskan dalam pembentukannya.

DO (dissolved oksigen)
Konsentrasi oksigen terlarut DO (dissolved oksigen) merupakan parameter penting yang harus di
ukur untuk mengetahui kualitas perairan. Organisme perairan tidak selalu nyaman hidup pada air
dengan kandungan oksigen tinggi.
BOD
BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter).
BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang
terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai.
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi
untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah terurai
(biodegradable organics) yang ada di perairan. BOD memberikan gambaran besarnya bahan
organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD
tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.
BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme hidup untuk
memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik buangan dalam air. Di dalam air terdapat
banyak senyawa organik (asam lemak, cellulosa, asam organik, lemak dan protein) dan organik
terlarut (logam berat, amoniak, nitrit) serta mikroorganisme yang berpotensi mengkonsumsi
oksigen Semakin besar BOD menunjukkan bahwa derajat pengotoran air limbah semakin besar.
Mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut
dengan bakteri aerobic. Selanjutnya dikatakan mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen,
disebut dengan bakteri anaerobik. Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses
oksidasi oleh mikro organisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut :C nHaObHc + (n +
a/4 - b/2 - 3c/4) O2 nCO2+(a/2-3c/2)H2O + CNH3

COD
COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator
pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak
sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat
ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan
organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan kelemahannya.
Senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam
reaksi, sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit “over estimate‟ untuk
gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu
inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam.
Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan
yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui
proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan
gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima
hari) mendatang, lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui
seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.
Kebutuhan oksigen kimiawi COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen 14 yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahanbahan organik didalam air secara kimiawi. Nilai COD
merupakan ukuran dan pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui proses kimia dan mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
telarut dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji
BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut
teroksidasi
dalam uji COD.
Pengukuran COD berpedoman pada prinsip bahwa semua bahan organik dapat dioksidasi
secara sempurna menjadi CO2 dan H2O dengan bantuan oksidasi kuat dalam kadar asam. Jumlah
oksidator yang dibutuhkan untuk proses ini disetarakan dengan kebutuhan oksigen. Bahan
buangan organik akan dioksidasi oleh kalium bichromat menjadi gas CO 2 dan H2O serta sejumlah
ion Chrom Kalium bichromate atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent),
selanjutnya dikatakan oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini :
CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+pekat
Nitrogen & Fosfat
Nitrogen berperan kuat dalam reaksireaksi biologi perairan, untuk menunjukkan tingkat
kesuburan suatu perairan dapat dilihat dari kandungan nutrien seperti nitrogen, fosfat dan bahan
bahan organik. Dalam kondisi aerob nitrogen dari urea diikat oleh mikroorganisme dan selanjutnya
diubah menjadi nitrat. Sumber-sumber nitrogen dalam air dapat bermacam-macam meliputi
hancuran bahan organik buangan domestik, limbah industri, limbah peternakan atau pupuk. Unsur
fosfor didalam perairan tersedia dalam bentuk fosfat organik. Ortofosfat adalah suatu bentuk lain
senyawa fosfat organik. Fosfor bersumber dari hanyutan pupuk limbah industri, hancuran bahan
organik dan mineral-mineral fosfat, fosfat dalam detergen memegang peranan penting di dalam
kelebihan hara fosfor di dalam perairan, fosfat keadaan normal berluasan 0,001-1 mg/liter.

Sifat Biologi Pencemaran Air


Bio indikator merupakan kelompok atau komunikator organisme yang kehadiranya di dalam air
berkolerasi dengan kondisi lingkungan sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan perairan. Organisme yang tergolong sebagai indikator di antara ganggang, bakteri
protozoa makrobentos, dan ikan. Keberadaan koliform yang berlebihan dalam air adalah
mengidentifikasikan adanya pathogen dalam air.

Karakteristik Sumber Pencemaran Air


Pencemaran air terdiri dari bermacam-macam jenis, dan pengaruhnya terhadap lingkungan
serta makhluk hidup juga bermacam-macam. Jenis pencemaran air yang walaupun air merupakan
sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh
aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam
sehingga dengan mudah dapat tercemar. Menurut tujuan penggunaannya, kriterianya berbeda-
beda. Air yang sangat kotor untuk diminum mungkin cukup bersih untuk mencuci, untuk
pembangkit tenaga listrik, untuk pendingin mesin dan sebagainya.
Air yang terlalu kotor untuk berenang ternyata cukup baik untuk bersampan maupun
memancing ikan dan sebagainya. Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun
lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan
tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air
tersebut sudah tercemar.
Beberapa jenis bahan kimia untuk pupuk dan pestisida pada lahan pertanian akan terbawa air
ke daerah sekitarnya sehingga mencemari air pada permukaan lokasi yang bersangkutan,
pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan
tercemar dengan tanah endapan. Dengan demikian banyak sekali penyebab terjadinya
pencemaran air ini, yang akhirnya akan bermuara ke lautan, menyebabkan pencemaran pantai
dan laut sekitarnya

Penyebab pencemaran air


Pencemaran air dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1) Pembuangan limbah industri ke perairan (sungai, danau, laut).
2) Pembuangan limbah rumah tangga (domestik) ke sungai, seperti air cucian air kamar mandi.
3) Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan.
4) Terjadinya erosi yang membawa partikelpartikel tanah ke perairan.
5) Penggunaan racun dan bahan peledak dalam menangkap ikan.
6) Pembuangan limbah rumah sakit, limbah peternakan ke sungai.
7) Tumpahnya minyak karena kebocoran tanker atau ledakan sumur minyak lepas pantai.
Akibat pencemaran air
Menimbulkan berbagai penyakit
Limbah dari sisa detergen dan pestisida (misalnya DDT) dapat merangsang pertumbuhan kanker
(bersifat karsinogen), menyebabkan gangguan ginjal, menyebabkan penyakit liver, dan gangguan
kelahiran. DDT (Dikloro Difenil Triklorenata) bersifat nonbiodegradabel (tidak dapat terurai secara
alamiah), karena itu jika dipergunakan dalam pemberantasan hama DDT akan mengalami
perpindahan melalui rantai makanan, akhirnya tertimbun dalam tubuh konsumen terakhir. Makin
tinggi tingkat trofik makin pekat kadar zat pencemarnya. Hal ini disebut biomagnifination
(pemekatan hayati).
BAB II
BAKU MUTU PENCEMARAN AIR

Dalam rangka konservasi lingkungan, pemerintah telah menetapkan baku mutu limbah cair
yang dihasilkan oleh berbagai industri dan kegiatan lainnya dalam suatu Surat Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup. Menurut konsep dan pengertiannya baku mutu air pada sumber air
yang disingkat baku mutu air, adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan
pencemar terdapat dalam air, namun air tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu
limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang
dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak mengakibatkan
dilampauinya baku mutu air. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan
bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap
makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda. Baku mutu air laut adalah batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat atau bahan
pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.
Dalam surat KEP-51/MENLH/10/1995 ditetapkan baku mutu limbah cair dari 21 jenis kegiatan
industri, yang meliputi: industri soda kostik, pelapisan logam, penyamakan kulit, minyak sawit, pulp
dan kertas, karet, gula, tapioca, tekstil, pupuk urea, ethanol, MSG, kayu lapis, susu dan makanan
dari susu, minuman ringan, industri bir, baterai kering, sabun, deterjen & produk minyak nabati,
industri cat, farmasi, dan industri pestisida. Dalam rangka untuk melestarikan lingkungan hidup
agar tetap bermanfaat bagi manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian
terhadap pembuangan limbah cair ke media lingkungan. Kegiatan pembuangan limbah cair oleh
kawasan industri mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu
perlu dilakukan pengendalian. Untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana
telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air, perlu ditetapkan lebih lanjut baku mutu limbah cair.
Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan
kawasan hidustri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Perusahaan kawasan industri
adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan/atau pengelolaan kawasan industri.
Baku mutu limbah cair kawasan industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan hidup dari suatu kawasan industri. Limbah cair kawasan industri adalah
limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh kegiatan kawasan industri yang dibuang ke
lingkungan hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup. Mutu limbah cair
adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar dan beban pencemar. Debit
maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup. Kadar
maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolebkan dibuang ke lingkungan hidup.
Beban pencemaran maksimum adalah beban pencemaran tertinggi yang masih diperbolehkan
dibuang ke lingkungan hidup. Baku mutu limbah cair bagi kawasan industri yang telah mempunyai
unit Pengolah limbah terpusat adalah sebagaimana tersebut dalam keputusan ini. Bagi kawasan
industri yang belum mempunyai unit pengolah limbah terpusat berlaku baku mutu limbah cair bagi
jenis-jenis industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kadar maksimum
dari masing-masing parameter atau debit limbah maksimum sebagaimana tersebut dalam
keputusan ini dapat dilampaui sepanjang beban pencemaran maksimum tidak dilampaui (Pasal 2).
Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter baku mutu limbah cair
sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini dengan persetujuan menteri (Pasal 3).
Baku mutu limbah cairnya lebih ketat atau sama dengan baku mutu limbah cair sebagaimana
dimaksud dalam keputusan ini dinyatakan tetap berlaku; dan baku mutu limbah cairnya lebih
longgar daripada baku mutu limbah cair sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini wajib
disesuaikan dengan baku mutu limbah cair sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya keputusan ini. Tabel 1. Baku mutu air berdasarkan
lampiran PP.No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air.

Debit limbah cair maksimum 1 L per detik per HA lahan kawasan yang terpakai. Dengan
adanya baku mutu air limbah, maka diperlukan baku mutu perairan, baik itu air tawar (sungai,
danau, waduk, sumber air) maupun air laut. Pemerintah juga telah menetapkan baku mutu air
ambient tersebut berupa Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian Pencemaran Air yang didalamnya memuat baku mutu air tawar yang
dibedakan dalam empat kelas. Juga telah ditetapkan baku mutu air laut melalui Surat Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004.
Didalam baku mutu air tersebut, tercakup semua parameter yang digunakan dalam baku mutu
air limbah, termasuk BOD dan COD, ditambah parameter-parameter kualitas air lainnya, termasuk
parameter biologi dan radio nuklida. Sebagai ilustrasi, dalam PP Nomor 28/2001 tersebut baku
mutu BOD bagi perairan Kelas dua yang dipergunakan untuk rekreasi air dan budidaya perikanan
(akuakultur) misalnya, adalah lebih kecil dari 3 mg/L, sedang baku mutu COD-nya adalah lebih
kecil dari 25 mg/L. Untuk air laut, sebagaimana dalam Kep. MENLH Nomor 51/2004, baku mutu
BOD untuk perairan bagi keperluan wisata bahari adalah 10 mg/L, sedangkan bagi biota laut baku
mutu BOD adalah 20 mg/L. COD tidak termasuk parameter yang menjadi baku mutu air laut. Hal
ini kemungkinan karena penentuan COD air laut relatif agak sulit sehubungan dengan interferensi
atau gangguan keberadaan klorida (Cl) yang tinggi di air laut terhadap reaksi analitiknya.
Bila kita cermati baku mutu air limbah yang ada (Tabel 1), nampak bahwa walaupun BOD dan
COD terpakai sebagai parameter baku mutu air limbah dari hampir semua kegiatan, tetapi
keberadaannya adalah bersama-sama dengan dua atau lebih parameter lain yang menjadi
parameter kunci dari kualitas air limbah kegiatan yang bersangkutan. Ini berarti, bukan hanya BOD
dan COD yang menjadi penentu pencemaran air limbah, tetapi kesemua parameter yang menjadi
baku mutu air limbah dari kegiatan yang bersangkutan. Dari Tabel 1 tersebut juga terlihat bahwa
parameter pH dan TSS (total suspended solids) misalnya, juga berperanan penting dalam baku
mutu limbah, yang lebih lanjut juga berarti berperan penting dalam penentuan tingkat pencemaran
perairan.
Dari nilai pH akan dapat diketahui apakah telah terjadi perubahan sifat asam-basa perairan
dari nilai pH alaminya, bila nilainya lebih tinggi lebih dari satu unit di atas normal berarti perairan
menjadi terlalu basa, sebaliknya bila terjadi penurunan maka perairan menjadi terlalu asam. Bila ini
terjadi, selain mengganggu biota atau ekosistem perairan, juga akan mengurangi nilai guna air.
Demikian juga TSS, bila nilainya meningkat cukup signifikan, perairan akan tampak keruh dan
terkesan kotor sehingga tentu saja mengurangi daya guna airnya
BAB III
UJI KUALITAS AIR

1. Parameter Fisika
A] Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
Untuk mengukur kandungan padatan terlarut, sampel yang sudah dihomogenkan disaring
menggunakan kertas saring fiber glas. Filtratnya kemudian diuapkan hingga kering pada oven
dengan suhu T 180oC dalam cawan porselin yang diketahui bobotnya. Pertambahan bobot cawan
merupakan bobot padatan terlarut dalam sampel.

Alat yang digunakan:


1) Timbangan Analytical
2) Oven Pemanas (104+2oC)
3) Desikator
4) Filtering Apparatus
5) Glass Fiber Filter
6) Hot plate
7) Cawan porselen
8) Gelas beaker
9) Pinset

Bahan yang digunakan:


Kertas saring whattman

Prosedur Kerja:
Persiapan
1. Bilas cawan porselen dengan akuades sampai bersih, kemudian dipanaskan di oven sampai
kering yang sebelumnya diberi label/nomor terlebih dulu.
2. Keluarkan cawan dari oven dan masukkan ke dalam desikator sampai dingin lalu ditimbang
(bobot kosong).

Penyaringan sampel
1. Siapkan peralatan penyaring yang betul-betul bersih, lalu pasangkan kertas saring pada
peralatan penyaring tersebut.
2. Saring 20 mL air akuades, buang saringannya (hanya untuk membilas saja).
3. Saring 100 mL sampel, pindahkan ke botol plastik kemudian diberi nomor/label.
4. Untuk sampel air laut volume yang disaring adalah 50 mL.
Keterangan : Jika TDS > 500 mg/L, analisa dikerjakan dengan cara Gravimetri

Jika TDS < 500 mg/L, analisa dikerjakan dengan alat Conductivitimeter

Analisis Sample
1. Letakkan cawan di atas hot plate dan biarkan sebentar untuk menghindari kontaminasi.
2. Tuangkan sampel yang sudah disaring ke dalam cawan sedikit demi sedikit. Untuk sampel air
laut harus dilakukan secara hati-hati karena kalau menuangkan sampel terlalu banyak akan
menyebabkan letupan dari air garam sehingga mengakibatkan berkurangnya hasil
penimbangan.
3. Atur suhu hot plate sehingga menjadi 180oC.
4. Lanjutkan penambahan sampel ke dalam cawan sampai habis dan menguap, tapi tidak boleh
dibiarkan kering.
5. Pindahkan cawan ke dalam oven (105oC) selama satu jam sampai mengering sempurna.
6. Pindahkan cawan ke dalam desikator sampai dingin, lalu ditimbang.

Perhitungan
TDS (mg/L) = ((bobot kering (mg) – bobot kosong (mg)) x 1000)/ volume sample (mL)

B] Analisa Total Suspended Solid (TSS)


Sampel yang telah dikocok dengan merata disaring melalui filter serat gelas standar yang
telah ditimbang sebelumnya lalu residu yang tersisa dikeringkan pada suhu 103 o-105oC hingga
bobot tetap. Kenaikan bobot dari filter tersebut merepresentasikan Total Suspended Solid atau
Total Padatan Tersuspensi.

Alat yang digunakan:


1. Analytical Balance
2. Oven Pemanas (104±2oC)
3. Desikator
4. Cawan aluminium
5. Filtering Apparatus
6. Glass Fibre Filter
7. Gelas beaker
8. Gelas ukur
9. Pinset

Bahan yang digunakan:


Kertas saring whattman

Prosedur Kerja:
1. Cuci semua peralatan yang akan dipakai untuk menyaring dengan menggunakan akuades
sampai bersih.
2. Siapkan cawan alumunium masing-masing diberi nomor atau label untuk tiap sampel yang akan
diukur, kemudian masukkan ke masing masing cawan tersebut fiber glass filter.
3. Cawan alumunium kosong harus dipanaskan selama 24 jam untuk kemudian didinginkan di
dalam desikator lalu ditimbang untuk menetapkan bobot cawan kosongnya.
4. Siapkan peralatan untuk menyaring (filtering apparatus) kemudian letakkan fiber glass filter di
atasnya lalu dibilas dengan 20 mL akuades
5. Kocok sampel yang akan dianalisa kemudian tuangkan sebanyak 150 mL dengan
menggunakan gelas ukur.
6. Bilas dinding saringan dengan menggunakan akuades sampai tidak ada kotoran yang
menempel pada dinding tersebut.
7. Untuk sampel air laut harus dibilas dengan akuades sebanyak 250 mL.
8. Setelah sampel disaring, ambil fiber glass filter dari atas alat penyaring kemudian tempatkan ke
dalam cawan yang telah diberi tanda atau label, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu
105oC selama satu malam.
9. Setelah keesokan harinya ambil fiber glass filter dan cawan alumuniumnya kemudian
masukkan ke dalam desikator hingga dingin lalu ditimbang hingga bobot tetap

Perhitungan
TSS (mg/L) = (([bobot cawan + sampel kering (mg)] – [bobot cawan kosong (mg)]) x 1000)/
Volume sample (mL)
2. Parameter Kimia
A] Uji Kualitas Air - pH Air
Derajat keasaman atau biasa disingkat sebagai pH ( puissance negatif de H) adalah logaritma
negatif dari kepekatan ion-ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan (Soeseno, 1987). Derajat
keasaman (pH) menunjukkan kadar proton atau ion hidrogen [H+] yang terkandung dalam air
(Wardoyo dan Setyanto, 1988 dalam Batara, 2004). Menurut Said dan Ruliasih (2010), dalam hal
ini pH mempunyai skala antara 0 sampai 14. Kadar pH-lah mengindikasikan apakah air tersebut
bersifat netral, basa atau asam. Air dengan pH dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7 termasuk
basa. Menurut Abditya (2010), berpendapat jika dalam air murni yang tidak bersifat asam atau
mengandung alkali, jumlah ion hidrogen [H+] adalah sama dengan jumlah ion hidroksil [OH-].
Apabila terdapat kelebihan ion hidrogen [H+], maka air tersebut menjadi asam, begitu pula
sebaliknya kekurangan ion hidrogen [H+] menyebabkan air mengandung alkali (basa). Nilai pH air
yang optimal untuk pemeliharaan udang dan ikan menurut Pulungan (2002), adalah 7,5 s/d 8,5.
Perairan dengan pH antara 6 s/d 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan
tergolong produktif (Odum, 1971 dalam Elfinurfajri, 2009).

Alat yang digunakan:


1. pH meter/ pH paper: untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam perairan
2. Kotak pH khusus untuk pH paper: untuk indikator warna pada pH paper
3. Stopwatch: untuk mengukur waktu

Bahan yang digunakan:


Air sungai/ kolam (sesuai kebutuhan): sebagai media yang diukur pH nya

Prosedur Kerja:
Penggunaan pH paper
 Memasukkan pH paper ke dalam air sekitar 0,5 menit
 Dikibaskan sampai setengah kering, kemudian dicocokkan hasil perubahan warna pada pH
paper dengan kotak standart.
 Mencatat hasil pengamatan

Penggunaan pH Meter
 Cek Baterai ( Baterai A3 4 buah)
 Elektroda dan termometer dipasang
 Menyalakan Alat dengan tekan ON
 Mengkalibrasi dengan tekan Cal, memasukkan ke buffer 7, tekan enter, dibilas dengan
aquades dan dikeringkan dengan tisu. Kemudian memasukkan elektrode ke buffer 4, tekan
enter, dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tisu.
 Tekan MEAS (menu)
 Masukkan elektroda ke sample, membaca hasil sampai tulisan READY stabil / tidak
berkedip.
 Mencatat hasilnya
 Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tisu.
 Matikan alat dengan menekan OFF

B] Oksigen Terlarut/ Dissolved Oxygen (DO)


Oksigen yang terdapat dalam air terdiri dari 2 bentuk senyawa yaitu terikat dengan unsur lain
(NO3-, NO2-, PO43-, H2O, CO2, CO32-) dan sebagai molekul bebas (O2). Molekul oksigen terlarut yang
terdapat dalam air sangat dipengaruhi oleh suhu air. Sumber utama oksigen dalam air. adalah dari
udara melalui proses difusi dan absorbs serta dari hasil fotosintesis fitoplankton. Pengukuran
kadar oksigen dalam air dapat dilakukan dengan metode titrasi winkler atau menggunakan DO
meter.

Alat yang digunakan:


Pengukuran DO dengan metode winkler
1. Botol DO
untuk tempat sampel air yang akan diukur DO nya
2. Buret
untuk tempat Na2S2O3 atau tempat zat titran
3. Statif
untuk membantu menyangga buret
4. Pipet tetes
untuk meneteskan larutan indikator (MnSO4, NaOH+KI, H2SO4 dan amylum) dalam jumlah kecil
5. Corong
untuk membantu memasukkan larutan Na2S2O3 (Na-thiosulfat) ke dalam buret
6. Pipet Volume
untuk memindahkan larutan dengan volume tertentu
7. Bola Hisap/ Karet Hisap
untuk membatu menarik larutan yang akan dipindahkan dengan pipet volume

Bahan yang digunakan:


1. MnSO4
48 gr MnSO4 dilarutkan dalam 100 ml aquades.
2. NaOH + KI
125 gr NaOH dan 33,75 KI dilarutkan dalam 250 ml aquades dan disimpan dalam botol gelap
tertutup rapat.
3. Natrium thiosulfate (Na2S2O3) 0.025 N
3,1025 gr Na2S2O3 dilarutkan dalam 500 ml aquades dan disimpan dalam botol gelap. Aquades
yang dipakai sebelumnya didihkan dahulu kemudian di dinginkan.
4. H2SO4 pekat atau phosphoric acid
5. Aquadest
6. Amylum
2 gr starch (amylum) dilarutkan dalam 100 ml aquades dan dipanaskan beberapa menit,
kemudian ditambahkan 0,5 ml formalin sebagai pengawet.

Prosedur Kerja:
Pengukuran DO dengan metode winkler
 Ukur dan dicatat volume botol DO yang akan digunakan
 Masukkan botol DO ke dalam air yang akan diukur oksigennya secara perlahan-lahan dengan
posisi miring dan usahakan jangan sampai terjadi gelembung udara. Atau masukkan botol DO
ke dalam kemerrer/water sampler lalu masukkan ke dalam air, bila botol penuh baru di tutup.
 Kemudian bukalah botol yang berisi sampel, tambahkan 2 ml MnSO  dan 2 ml NaOH+KI lalu
4

bolak-balik sampai terjadi endapan coklat. Kemudian diendapkan dan dibiarkan selama 30
menit.
 Buang air yang bening diatas endapan, kemudian endapan yang tersisa diberi 1-2 ml
H SO pekat dan kocok endapan sampai endapan larut (2 ml H SO untuk volume botol ±250 ml
2 4  2 4 

dan 1 ml untuk volume botol ±150 ml).


 Beri 3-4 tetes amylum, dititrasi dengan Na-thiosulfat (Na S O ) 0,025 N sampai jernih atau tidak
2 2 3

berwarna untuk pertama kali.


 Catat ml Na-thiosulfat yang terpakai (titran). Selanjutnya kadar oksigen yang terlarut dalam
perairan tersebut dapat dihitung sesuai dengan rumus berikut.

Perhitungan:
DO (mg/L) = (V titran x N titran x 8 x 1000) / (V air sampel - 4)
Keterangan rumus DO:
V titran = volume Na S O yang digunakan hingga merubah warna (ml)
2 2 3   

N titran = normalitas Na S O  (0,025 N)


2 2 3

8 adalah nilai ½ MR oksigen


1000 adalah konversi dari ml ke liter
4 adalah 2 ml dari MnSO4 dan 2 ml dari NaOH+KI
C] Amonia Nitrogen
Pengukuran kadar Ammonia Nitrogen dapat dilakukan dengan cara titrasi dan tes kit. Pada lab
hidrobiologi divisi lingkungan perairan ini pengukuran kadar ammonia nitrogen dilakukan dengan
metode titrasi.

Alat yang digunakan:


1. Erlenmeyer 50 ml
untuk tempat mereaksikan larutan yang akan digunakan
2. Gelas ukur 50 ml
untuk mengukur jumlah air sampel yang digunakan
3. Cuvet
untuk tempat menyimpan larutan indikator
4. Pipet tetes
untuk mengambil larutan pereaksi nessler
5. Spektrofotometer (425 nm)
untuk mengukur kadar ammonia
6. Rak cuvet
untuk tempat meletakkan cuvet

Bahan yang digunakan:


1. Air sungai/ kolam
sebagai bahan yang diamati kandungan ammonium nitrogennya
2. Pereaksi nessler
sebagai pengikat ammonia dan indicator warna kuning
3. Tissue
sebagai bahan untuk membersihkan larutan blanko sebelum dimasukkan ke dalam
spektrofotometer
4. Larutan blanko
sebagai bahan untuk mengkalibrasi spektrofotometer
5. Kertas saring
sebagai penyaring air sampel yang akan digunakan
6. Kertas label
sebagai penanda larutan indikator pada cuvet

Prosedur Kerja:
1. Disiapkan 25 ml air sampel yang telah disaring dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan 0,5 ml pereaksi nessler dan dihomogenkan.
3. Dibiarkan selama ±30 menit agar terbentuk warna kuning dengan sempurna. Kemudian larutan
tersebut dimasukkan ke dalam cuvet.
4. Selanjutnya dibandingkan dengan larutan baku untuk menaksir kadar ppm ammonia nitrogen
yang terkandung di dalam air sampel tersebut. Apabila pengukuran menggunakan
spektrofotometer menggunakan panjang gelombang 425 nm.

D] TOM (Total Organic Matter)


Bahan Organik Total atau Total Organic Matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan
organik total suatu prairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (“particulate”) dan
koloid (Hariyadi et al., 1992). Bahan organik yang diukur ini merupakan akumulasi dari berbagai
macam sumber bahan yaitu bahan organik yang berasal dari limbah biota air yang mati maupun
tanaman berupa fitoplankton dan tanaman lain (Adiwidjaya et al., 2008). Kisaran optimal
kandungan bahan organik total (TOM) pada perairan kurang dari 150 ppm (Adiwidjaya et al.,
2008).

Alat yang digunakan:


1. Pipet volume 10 ml
untuk memindahkan H2SO4 dengan volume tertentu
2. Bola hisap
untuk membantu memindahkan H2SO4 saat menggunakan pipet volume
3. Pipet tetes
untuk mengambil Na-Oxalate dalam skala kecil
4. Termometer Alkohol
untuk mengukur suhu air sampel
5. Gelas ukur 50 ml
untuk mengukur jumlah air sampel yang akan digunakan
6. Erlenmeyer 100 ml
untuk mereaksikan larutan (KMnO4 dan H2SO4) dengan air sampel
7. Buret
untuk menitrasi larutan sampel
8. Klem & Statif
untuk menyangga buret
9. Hot plate
untuk memanaskan cairan sampel dan untuk membantu menghomogenkan larutan
10. Beaker glass 100 ml
untuk wadah saat memanaskan cairan sampel diatas hot plate

Bahan yang digunakan:


1. Air sungai/ kolam
sebagai sampel yang akan diukur kandungan TOM nya
2. KMnO4 0,10 N
timbang 3,160 gr KMnO4 dan larutkan dalam 1000 ml aquadest.
3. KMnO4 0,01 N
pipet 25,00 ml larutan (1) di atas, kemudian encerkan dengan aquadest hingga 250 ml.
4. Natrium oxalate 0,10 N
timbang 3,35 gr Na-oxalate, larutkan dalam 500 ml aquadest.
5. Natrium oxalate 0,01 N
ambil 25,00 ml larutan (3) diatas encerkan dengan aquadest sampai 250 ml.
6. H2SO4 (1:4)
masukkan 20 ml H2SO4 pekat dalam 80 ml aquadest, dinginkan.
7. Aquades

Prosedur Kerja:
1. Memasukkan 50 ml air sampel ke dalam erlenmeyer.
2. Menambahkan 9,5 ml KMnO4 dari buret dan ditambahkan 10,00 ml H2SO4.
3. Dipanaskan di atas water bath sampai suhu mencapai 70-80ºC kemudian angkat.
4. Bila suhu telah turun menjadi 60-70ºC langsung tambahkan Na-oxalate 0,01 N perlahan sampai
tidak berwarna.
5. Segera titrasi dengan KMnO4 0,01N sampai terbentuk warna (merah jambu/pink) dan volume
yang terpakai dicatat sebagai ml titran (x ml).
6. Melakukan prosedur (1-5) dengan menggunakan sampel berupa aquadest dan dicatat titran
yang digunakan sebagai (y ml). Selanjutnya kadar TOM dalam perairan tersebut dapat dihitung
sesuai dengan rumus berikut :

Perhitungan:
TOM (mg/L) = ((y-x) x 31,6 x 0,01 x 1000) / V air sampel
Keterangan rumus TOM:
x = ml titran untuk air sampel
y = ml titran untuk aquades
31,6 = 1/5 dari BM KMnO4 (1 mol KMnO4 melepas 5 oksigen dalam reaksi ini)
0,01 = Molaritas KMnO4
1000 adalah konversi dari ml ke liter

E] Analisa 5 Day Biological Oxygen Demand (BOD5)


Metode ini digunakan untuk menentukan jumlah oksigen yang diperlukan mikroba untuk
degradasikan senyawaan organik secara biokimia dalam air dan juga termasuk oksigen yang
diperlukan untuk mengoksidasi senyawaan anorganik seperti sulfide dan fero. Umumnya perairan
yang telah tercemar atau air limbah mengandung senyawa organik yang memerlukan oksigen
melebihi kelarutan oksigen dalam air. Sehingga dalam hal ini diperlukan pengenceran air,
sehingga terjadi kesimbangan antara bahan jumlah organic yang dioksidasi dengan dengan jumlah
oksigen yang diperlukan d dalam contoh air yang akan di ukur nilai BOD5nya. Dalam pertumbuhan
bakteri diperlukan hara seperti nitrogen, fosfor dan logam-logam maka di dalam air pengencer
ditambahkan unsur tersebut dan untuk menjaga pH tetap konstan (6,5 – 7,5) maka ditambahkan
larutan penyangga.

Alat yang digunakan:


1. Botol BOD kapasitas 250 - 300mL
2. Inkubator suhu 20 ± 1°C
3. Buret 50mL
4. Pipet 25, 50mL
5. Erlemeyer 250mL
6. Analitycal balance

Bahan yang digunakan:


1. Larutan penyangga (buffer) fosfat
Larutan 8,5g KH2PO4; 21,75g K2HPO4; 33,4g Na2HPO4.7H2O dan 1,7g NH4Cl ke dalam 500mL
air suling kemudian encerkan menjadi 1L. Nilai pH larutan ini harus 7,2.
2. Larutan Magnesium Sulfat
Larutkan 22,5g MgSO4.7H2O kedalam air suling lalu encerkan sampai 1L.
3. Larutan kalsium klorida
Larutakan 27,5g CaCl2 kedalam air suling lalu encerkan sampai 1L.
4. Larutan feri klorida
Larutkan 0,25g FeCl3.6H2O kedalam air suling lalu encerkan sampai 1L.
5. Larutan asam atau basa 1N
untuk menetralkan contoh air.
6. Larutan Natrium Sulfit
Larutkan 1,575g Na2SO3 kedalam 1 L air suling. Larutan ini dibuat pada saat akan
dipergunakan.

Prosedur Kerja:
Pembuatan air pengencer.
Tambahkan masing-masing 1mL larutan penyangga fosfat, MgSO4, CaCl2 dan FeCl3 kedalam 1
liter air suling yang akan dipergunakan sebagai pengencer.

Perlakuan awal Sample air


1. Contoh air yang mengandung alkalinitas disebabkan oleh soda dan juga mengandung
keasaman maka netralisasi contoh dengan asam sulfat atau larutan natrium hidoksida encer
sehingga pH air contoh menjadi 6.5 - 7.5.
2. Jika contoh mengandung reidu klorin, maka tambahkan Na2SO3 untuk menghilangkannya

Pengukuran
1. Lakukan teknik pengenceran ke dalam botol BOD
 Untuk air limbah yang belum diolah maka pengencerannya berkisar antara 0,0 – 1,0%
 Untuk air limbah yang telah mengalami pengendapan pengenceran berkisar 1,0 – 5,0%
 Untuk air limbah yang sudah mengalami pengolahan secarabiologis pengencerannya : 5 –
25%
2. Inkubasi contoh kedalam incubator selama 5 hari pada suhu 20°C.
3. Segera ukur DO mula-mula (initial) dari air contoh yang diencerkan (bila dilakukan
pengenceran) atau contoh yang tidak diencerkan.
4. Perhitungan
BOD (mgO2/L) = ((XOo - XO5) – (BO0 – BO5)) x (1-P)

Keterangan Rumus:
XO0= DO dari contoh air 0 hari (saat itu juga)
XO5= DO dari contoh air 5 hari.
BO0= DO dari blanko 0 hari (saat itu juga)
BO5= DO dari blanko 5 hari
P= fraksi pengenceran.

F] Analisis Chemycal Oxygen Demand (COD)


Analisis Chemycal Oxygen Demand (COD) Dengan Refluks Tertutup Secara
Spektrofotometer. Metode ini digunakan untuk penentuan kebutuhan oksigen kimiawi KOK atau
COD dalam air dan air limbah secara refluk terbuka dengan kisaran kadar KOK atara 50mg/L O2
sampai dengan 900 mg/L O2. Metode ini tidak berlaku bagi contoh uji air yang mengandung ion
klorida lebih besar dari 2000mg/L. Zat organic dioksidasi dengan campuan mendidih asam sulfat
dan kalium dikromat yang diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama 2 jam. Kelebiahn
kalium dikromat yang tereduksi, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat (FAS).

Alat yang digunakan:


1. Peralatan refluks, yang terdiri dari labu erlenmeyer, pendingin Liebig30cm;
2. Hot plate atau yang setara;
3. Labu ukur 100mL dan 1000mL
4. Buret 25mL atau 50mL;
5. Pipet volume 5mL; 10mL; 15mL dan 50mL;
6. Erlenmeyer 250mL (labu refluk); dan
7. Neraca analitik.

Bahan yang digunakan:


1. Standar kalium dikromat 0.2500N
Larutkan 12.259g K2Cr2O7 yang telah di keringkan pada 150°C selama 2 jam kedalam air suling
dan encerkan sampai 1L.
2. Larutan perak asam Sulfat.
Larutkan 10.19 g Ag2SO4 kedalam 1L H2SO4 pekat, secara perlahan sampai Ag2SO4 larut
sempurna (1- 2 hari)
3. Larutan indikator feroin.
Larutkan 1.485g 1,10-phenanthroline monohydrate dan 695mg FeSO 4.7H2O kedalam air suling
sampai 100mL.
4. Larutan penitar standar fero ammonium sulfate (FAS) 0.25M.
Larutkan 98g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O kedalam air suling. Tambahkan 20mL H 2SO4 pekat dan
dingin.
5. Cristal atau serbuk asam sulfamat
Hanya digunakan jika ada gangguan nitrit, 10mg asam sulfamat untuk 1mg nitrit.
6. Larutan baku kalium hidrogen ptalat (KHP)
Larutkan 425mg KHP (yang telah di haluskan dan dikeringkan pada 110°C), dalam air suling
dan tepatkan sampai 1000mL. Larutan ini mempunyai kadar KOK 500mg/L O 2. Bila disimpan
dalam refrigerator dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada pertumbuhan mikroba.
7. Serbuk merkuri sulfat, HgSO4
8. Batu didih

Prosedur Kerja:
Standardisasi FAS
 Pipet 25.00mL larutan standard K2Cr2O7 0.25N kedalam erlemeyer dan tambah air sampai
100mL.
 Titrasi dengan larutan penitar FAS dengan mengunakan 0.10 sampai 0.15mL (2-3 tetes)
indicator feroin.

Prosedur Analisa
 Pipet 10mL larutan contoh kedalam erlemeyer 250mL
 Tambahkan 1g HgSO4 dan perlahan-lahan 5.0mL larutan perak asam sulfat, diaduk sampai
HgSO4 larut dan beberapa batu didih.
 Tambahkan 10mg asam sulfamat jika konsentrasi NO2- 2mg/L atau lebih.
 Tambahkan 25.00 mL K2Cr2O7 0.25N dan aduk.
 Pasang erlemeyer dengan pendingin reflux dan nyalakan air pendingin.Tambahkan 25mL
larutan perak asam sulfat sambil erlemeyer di goyang.Setelah selesai penambahan aduk
dengan kuat. Hitupkan alat pemanas.
 Tutup ujung atas kondensor yang terbuka, kemudian destruksikan selama 2 jam.
 Setelah selesai dinginkan dan bilas dengan air suling. Dinginkan sampai suhu kamar dan tirasi
dengan FAS dengan mengunakan 2-3 tetes indicator feroin.
 Lakukan blanko dengan cara yang sama.

Perhitungan
Normalitas Larutan FAS
N Larutan FAS = (Volume larutan K2Cr2O7 (mL) x 0.2500 N)/Volume FAS yang diperlukan (mL)

Kadar COD
COD sbg mgO2/L = ((A - B) x N x 8000)/ ml sampel

Keterangan:
A= mL FAS diperlukan pada blanko
B= mL FAS diperlukan pada sample
N= Normalitas FAS
8000= mg ekivalen oksigen x 1000ml/L

Persen temu balik (%Recovery)


Pembuatan spike matrix:
Pipet 25mL contoh uji dan tambahkan 25mL larutan baku KHP.
Lakukan pengukuran COD seperti ponit 8.2.1 sampai dengan 8.2.7

% Recovery = ((D - E) x 100%)/F

Dengan pengertian:
D: adalah kadar uji yang di spike, mg/L
E: adalah kadar contoh uji yang tidak di spike, mg/L
F: adalah kadar standar yang ditambahkan (target value), mg/L.
Dimana
F= ( y ) ( z) / v
y adalah volume larutan baku yang ditambahkan, mL;
z adalah kadar larutan baku, mg/L
V adalah volume akhir contoh uji yang spike, mL

Anda mungkin juga menyukai