Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA Pada sistem perairan alami, asiditas adalah kapasitas air untuk menetralkan OH-.

Istilah asiditas tidak dipergunakan sesering alkalinitas dan umumnya tidak mempunyai arti yang penting seperti alkalinitas pada perairan yang tidak tercemar. Penyebab asiditas umumnya adalah asam-asam lemah seperti, HPO42, H2PO4-, CO2, HCO3-, protein dan ion-ion logam yang bersifat asam, terutama Fe3+ (Achmad, 2004). Penentuan asiditas lebih sukar dibandingkan alkalinitas. Hal ini disebabkan oleh adanya dua zat utama yang berperan yaitu CO2 dan H2S yang keduanya mudah menguap, yang mudah hilang dari sampel yang diukur (Achmad, 2004). CO2 + OH- HCO3H2S + OH- HS- + H2O Hal tersebut berakibat terjadinya kesukaran dalam pengawetan contoh air yang baik terhadap adanya gas-gas tersebut untuk dianalisa (Achmad, 2004). Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi kesuburan yang diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan (Wikipedia, 2010). Alkalinitas merupakan ketidakmurnian air karena adanya karbonat dan bikarbonat dan hidroksida dalam air. Kebanyakan air bersifat alkalin karena garam-garam alkalin sangat umum berada di tanah. Alkalinitas tidak berhubungan dengan pH, tetapi berhubungan dengan kemampuan air untuk menahan perubahan pH. Air dengan alkalinitas rendah sangat mudah untuk merubah nilai pH. Sedangkan, air dengan alkalinitas tinggi dapat menahan perubahan nilai pH (Ainzha, 2009). Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Prihatmoko, 2009). Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air, secara khusus alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikkan pH. Alkalinitas optimal pada nilai 90-150 ppm. Alkalinitas rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm. Dan jenis kapur yang digunakan disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat pH air tinggi, serta disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya (Wikipedia, 2010). Perbedaan antara basa tingkat tinggi dengan alkalinitas yang tinggi adalah sebagai berikut : Tingkat basa tinggi ditunjukkan oleh pH tinggi;

Alkalinitas tinggi ditunjukkan dengan kemampuan menerima proton tinggi (Wikipedia, 2010). Alkalinitas umumnya dinyatakan sebagai alkalinitas phenolphthalein yaitu proses situasi dengan asam untuk mencapai pH 8,3 dimana HCO3- merupakan ion terbanyak, dan alkalinitas total, yang menyatakan situasi dengan asam menuju titik akhir indikator metil jingga (pH 4,3), yang ditunjukkan oleh berubahnya kedua jenis ion karbonat dan bikarbonat menjadi CO2 (Achmad, 2004). Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan : Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas; Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga alkalinitas diukur sebagai faktor kesuburan air (Wikipedia, 2010). Kadar alkalinitas dengan tingkat kesadahan air haruslah seimbang. Jika kadar alkalinitas terlalu tinggi dibandingkan dengan kadar Ca2+ dan Mg2+ (kesadahan), maka air menjadi agresif dan menyebabkan karat pada pipa. Sebaliknya, bila kadar alkalinitasnya rendah dapat menyebabkan kerak CaCO3 pada dinding pipa yang dapat memperkecil penampang basah pipa (Prihatmoko, 2009). Pada air buangan, khususnya dari industri, kadar alkalinitas yang tinggi menunjukkan adanya senyawa garam dari asam lemah seperti asam asetat, propionate, amoniak dan sulfite. Alkalinitas juga sebagai parameter pengontrol untuk anaerobik digestes dan instalansi lumpur aktif (Sutrisno, 2006). Konsentrasi larutan merupakan suatu parameter sangat penting dalam perancangan produk, maupun dalam pengujian hasil-hasil industri, baik itu merupakan hasil langsung yang merupakan produk industri itu sendiri, maupun hasil sampingannya, yaitu berupa sisa/limbah (Rachman, 2001). Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi (titrasi asam-basa) yaitu suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan yang merupakan kebalikan asam-basanya. Jadi apabila larutan tersebut merupakan larutan asam maka harus diberikan basa sebagai larutan ujinya, begitu pula sebaliknya. Pemilihan metode ini dipakai karena merupakan metode yang sederhana dan sudah banyak digunakan dalam laboratorium maupun industri (riset dan pengembangan) (Rachman, 2001). Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi asam basa adalah reaksi penetralan. Jika larutan bakunya asam disebut asidimetri dan jika larutan bakunya basa disebut alkalimetri (Ratisah, 2009). Indikator asam basa adalah asam lemah atau basa lemah (senyawa organik) yang dalam larutannya warna molekul-molekulnya berbeda dengan warna ionionnya. Zat indikator dapat berupa asam atau basa yang larut, stabil, dan menunjukkan perubahan warna yang kuat. Indikator asam-basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH (Ratisah, 2009). Dalam metode titrasi asam-basa, larutan uji (larutan standar) ditambahkan sedikit demi sedikit ( secara eksternal ), biasanya dari dalam buret, dalam

bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Penambahan larutan standar ini diteruskan sampai telah dicapai kesetaraan secara kimia dengan larutan yang diuji. Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu harus dihentikan, digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan, yang disebut larutan indikator yang ditambahkan dalam larutan yang diuji sebelum penetesan larutan uji dilakukan. Larutan indikator ini menanggapi munculnya kelebihan larutan uji dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik kesetaraan (ekuivalensi ). Titik dalam titrasi asam-basa pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir ini sedekat mungkin ke titik kesetaraan. Dengan memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu (atau mengkoreksi selisih diantara keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisis titrasi asam-basa. Umumnya larutan uji adalah larutan standar elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida. Jadi apabila larutan yang diuji bersifat basa maka digunakan larutan uji (larutan standar ) asam, dalam hal ini asam klorida, begitu pula sebaliknya (Sujono, 2008). Pembahasan Percobaan asidi alkali ini, sampel yang digunakan adalah air limbah tambang intan. Yang mana pada percobaan ini, limbah tambang intan tersebut akan melalui serangkaian uji asidi alkali, agar diketahui apakah limbah tersebut bersifat asam ataupun basa. Sebelum melakukan perlakuan terhadap sampel, maka dilakukan serangkaian standarisasi larutan NaOH dan HCl yang akan digunakan. Standarisasi dilakukan agar hasil yang didapat dapat mencapai hasil yang akurat dan tepat. Standarisasi terhadap larutan NaOH 0,1 N digunakan larutan standar asam oksalat sebanyak 25 ml. Dengan menggunakan 4 tetes indikator phenolphthalein 0,035%, larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang sudah dimasukkan ke dalam buret. Titrasi dilakukan hingga cairannya berwarna merah muda. Sebelum melakukan titrasi, terlebih dahulu dicatat volume awal dari NaOH yang tertera pada angka yang terdapat di buret. Volume awal NaOH menujukkan angka 0 ml. Ketika melakukan titrasi harus dengan hati-hati agar saat pembacaan volume akhir tepat ketika terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Dalam percobaan ini volume akhir titrasi adalah 58 ml. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa volume NaOH yang digunakan adalah sebanyak 58 ml. Volume NaOH yang digunakan, dapat ditentukan besarnya dari normalitas dari NaOH tersebut. Dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa Normalitas NaOH sebesar 0,043 N. Standarisasi larutan NaOH telah dilakukan, maka dilanjutkan dengan menstandarisasi larutan HCl 0,1 N.Dalam melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 N digunakan larutan standar Natrium Tetra Borat 0,1 N. Dengan menggunakan indikator metil orange 0,1 % yang diteteskan sebanyak 5 tetes ke dalam larutan standar tersebut hingga larutan berwarna kuning. Selanjutnya dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N. Sebelumnya larutan HCl tersebut dimasukkan dulu ke dalam buret dan dicatat volume awal dari HCl tersebut. Dalam percobaan ini volume awal HCl adalah 0,3 ml. Titrasi dilakukan hingga warna cairan berubah menjadi orange. Setelah dilakukan titrasi, dicatat volume akhir dari HCl. Volume akhirnya adalah sebesar 70,2 ml. Dari sini didapatkan

bahwa volume titrasi HCl sebanyak 69,9 ml. Volume titrasi dari Natrium tetra borat dengan HCl telah diketahui maka dapat diketahui normalitas dari HCl yang didapat dari perhitungan yaitu sebesar 0,036 N. Standarisasi larutan NaOH dan HCl telah dilakukan, maka kemudian melakukan pengukuran asiditas alkalinitas air yang digunakan yaitu air limbah tambang intan. Sampel air memiliki warna asal yaitu coklat keruh. Dari pengukuran pH dengan menggunakan kertas pH universal, didapat bahwa nilai pH-nya adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa sampel limbah tambang intan bersifat asam. Penambahan dengan 5 tetes indikator phenolphthalein 0,035%, sampel tidak mengalami perubahan warna. Pada percobaan titrasi secara aside dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N yang di masukkkan kedalam buret. Larutan yang telah di tetesi indikator phenolphthalein kemudian di titrasi dengan NaOH. Titrasi dilakukan hingga warna berubah menjadi warna orange. Volume awal larutan NaOH sebesar 59,2 ml dan volume akhir yaitu sebesar 59,3 ml. Dari sini kemudian didapat volume titrasi sebesar 0,1 ml. Selanjutnya menambahkan 3 tetes indikator metil orange 0,1 % ke dalam sampel air hingga warna berubah menjadi kuning tua. Kemudian mentitrasi dengan larutan HCl 0,1 N warna berubah menjadi orange pekat. Volume awal HCl 0,1 N sebesar 20,7 ml dan volume akhir sebesar 20,8 ml dan di dapat volume titrasi sebesar 0,1 ml. Dari hasil perhitungan di atas didapatkan kandungan CO2 sebesar 7,568 mg/l. Sedangkan untuk perhitungan secara alkalinitas, sama dengan uji secara asiditas, dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N yang di masukkkan kedalam buret. Larutan yang telah di tetesi indikator phenolphthalein sebanyak 5 tetes kemudian di titrasi dengan NaOH, dimana PP memiliki range pH antara 8,3-10. Pada awalnya larutan sampel berwarna coklat keruh, yang kemudian dititrasi hingga warna berubah menjadi warna merah muda. Volume awal larutan NaOH sebesar 59,4 ml dan volume akhir yaitu sebesar 59,5 ml. Dari sini kemudian didapat volume titrasi sebesar 0,1 ml. Selanjutnya menambahkan 4 tetes indikator metil orange 0,1 % ke dalam sampel air hingga warna berubah menjadi campuran merah muda dan kuning. Kemudian mentitrasi dengan larutan HCl 0,1 N warna berubah menjadi orange. Volume awal HCl 0,1 N sebesar 21 ml dan volume akhir sebesar 21,2 ml dan di dapat volume titrasi sebesar 0,2 ml. Dari hasil perhitungan di atas didapatkan kandungan CO3- sebesar 8,64 mg/l dan kandungan HCO3- sebesar 8,784 mg/l. Pengujian terakhir adalah pengukuran asiditas alkalinitas menurut SNI 06-24221991. Pada uji ini hanya percobaan asiditas total yang aman fungsinya untuk menetralkan asiditas dalam sampel air hingga pH nya mencapai 8,3 (kondisi basa). Pada percobaan kali ini sampel air yang digunakan tetap yaitu sampel air limbah tambang intan. Indikator phenol phthalein ditambahkan sebanyak 3 tetes ke dalam 50 ml sampel air. Selanjutnya dilakukan titrasi terhadap sampel air dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi. NaOH kemudian dimasukkan ke dalam buret. Saat dimasukkan dicatat volume awal dari NaOH, volume awal sebesar 31,1 ml. Selanjutnya dilakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Selanjutnya dicatat volume akhir dari NaOH, didapatkan volume akhir sebanyak 31,2 ml. Sehingga dapat dihitung bahwa volume titrasi NaOH sebesar 0,1 ml. Volume titrasi didapat sehingga dapat diketahui asiditas total dari larutan tersebut. Dimana dari perhitungan didapatkan bahwa asiditas total dari larutan ini sebesar 2,15 mg/l CaCO3.

Pengujian untuk pengukuran asiditas alkalinitas menurut SNI 06-2422-1991, hanya dilakukan untuk uji asiditas total, karena dari uji sebelumnya diketahui bahwa dari pH yang bernilai 6 serta adanya kandungan CO2 sebesar sebesar 7,568 mg/l, maka sudah jelas jika sampel air limbah tambang intan bersifat asam. Sehingga untuk uji asiditas metil orange, alkalinitas phenolphthalein dan alkalinitas total tidak perlu dilakukan pengujian.

DAFTAR PUSTAKA Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta, Andi. Ainzha. 2009. Air. http://ainzha.blogspot.com/2009/08/air.html. Diakses tanggal 18 November 2010 Prihatmoko, Angkit Daru. 2009. Alkalinitas . http://neffo-lovers.blogspot.com/2009/03/alkalinitas-alkalinitassecaraumum.html. Diakses tanggal 18 November 2010 Rachman, A. Sjamsjiar. 2001. Aplikasi PPI 8255 sebagai Pengukur Konsentrasi Larutan Metode Titrasi. http://www.elektroindonesia.com/elektro/elek36.html. Diakses tanggal 16 November 2010 Ratisah, Sri. 2009. Titrasi Asam-Basa. http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Sri%20Ratisah %20054828/materi.HTM. Diakses tanggal 18 November 2010 Sujono. 2008. Sistem Pengukur Molaritas Larutan Dengan Metode Titrasi Asam Basa Berbasis Komputer. http://jurnal.bl.ac.id/wp-content/uploads/2008/01/7Jono.pdf. Diakses tanggal 16 November 2010 Sutrisno, Totok. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta. Wikipedia. 2010. Alkalinitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Alkalinitas Diakses tanggal 15 November 2010

Anda mungkin juga menyukai