KULIAH # 7
----------------------------------------------------------------------------------
TITRASI REDOKS
----------------------------------------------------------------------------------
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi
redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari senyawa atau
unsur atau ion yang bersifat oksidator dengan unsur atau senyawa atau ion yang bersifat
reduktor. Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analat harus bersifat reduktor atau
sebaliknya.
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analat dan titran. Analat yang
mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar dari oksidator
atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks data digunakan sebagai dasar reaksi
oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II), Fe2+ dalam analat dengan menggunakan
titran larutan standar cesium(IV), Ce4+ yang mengikuti persamaan reaksi
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat
dilakukan dengan membuat kurva titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant
(potensiometri), atau dapat juga menggunakan indikator. Dengan memandang tingkat
kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indikator sering kali yang banyak
dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indikator disebut
autoindikator, contohnya penentuan oksalat dengan permanganat, atau penentuan
alkohol dengan kalium dikromat.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka
dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri dan
permanganometri.
Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri
(cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan
dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun
iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri
digunakan larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium
tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat
1
atau kalium iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang
kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut
digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya
dapat diketahui dengan cara penimbangan zat secara seksama yang digunakan untuk
standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa
dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang
konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena
sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990).
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012) mengatakan syarat-syarat larutan baku
primer yaitu :
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodin dengan natrium
tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodin ditunjukkan oleh reaksi di bawah ini
I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodin cukup menarik, berwarna biru di dalam larutan amilosa dan berwarna
merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi di atas reaksi redoks dapat diikuti
dengan menggunakan indikator amilosa atau amilopektin di dalam amilum.
Analisis dengan menggunakan iodin secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri.
Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana
larutan tersebut diubah menjadi iodin, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium
tiosulfat, titrasi menggunakan iodin secara tidak langsung disebut dengan iodometri.
Dalam titrasi ini digunakan indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida
juga digunakan yang berwarna ungu jika mengandung iodin.
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012), larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk
sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan
sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
2. Permanganometri
2
suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+
dengan persamaan reaksi :
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam
sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak
berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permanganat yang kita
pergunakan encer, maka penambahan indikator dapat dilakukan. Beberapa indikator
yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
3. Dikromatometri
4. Serimetri
Serimetri adalah titrasi menggunakan larutan baku serium sulfat, untuk zat uji yang
bersifat reduktor.
Prinsip :
Larutan zat uji dalam suasana asam dititrasi dengan larutan baku serium sulfat
(Ce(SO4)2).
Reaksi :
3
Reaksi yang terjadi :
Perubahan warna indikator pada titik akhir titrasi adalah dari merah menjadi biru pucat.
Titrasi dilakukan dalam suasana asam , karena pada kebasaan yang relatif rendah mudah
terjadi hidrolisis dari garam serium (IV) sulfat menjadi serium hidroksida yang
mengendap, oleh karena itu titrasi harus dilakukan pada media asam kuat.
1. Sangat stabil pada penyimpanan yang lama dan tidak perlu terlindung dari cahaya
dan pada pendidihan yang terlalu lama tidak mengalami perubahan konsentrasi.
2. Reaksi ion serium (IV) dengan reduktor dalam larutan asam memberikan perubahan
valensi yang sederhana (valensinya satu) Ce4+ + e- → Ce3+ sehingga berat
ekivalennya adalah sama dengan berat molekulnya.
3. Merupakan oksidator yang baik sehingga semua senyawa yang dapat ditetapkan
dengan kalium permanganat dapat ditetapkan dengan serium (IV) sulfat.
4. Kurang berwarna sehingga tidak mengkaburkan pengamatan titik akhir dengan
indikator.
5. Dapat digunakan untuk menetapkan kadar larutan yang mengandung klorida dalam
konsentrasi tinggi.
Larutan serium (IV) sulfat dalam asam klorida pada suhu didih tidak stabil karena
terjadi reduksi oleh asam dan terjadi pelepasan klorin (Zulfikar, 2010).
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan
dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan
oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.
Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan
oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi redoks dan
perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan
elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan
arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh
sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.
4
DAFTAR PUSTAKA