Anda di halaman 1dari 11

TITRASI REDOKS ( REDUKSI OKSIDASI )

BAB I PENDAHULUAN

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalamanalisis. Prosedur titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan suhu yang dinaikkan , penambahan katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali.Pereaksi berlebih biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil kelebihannya dengan mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi selanjutnya. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Beberapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah A. Titrasi permanganometri B. Titrasi iodo / iodimetri C. Titrasi Iodatometri Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakansuatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel denganiodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya denganlarutan standar yang berfungsi sebagai reduktor .Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoksmelibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoksdapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksiredoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaanNernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat.Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atausebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoksmemegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifatoksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi

jauh lebih mudah.Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antarapotensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Denganmemandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator seringkali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagaiindicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkoholdengan kalium dikromat.Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoksyang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah jugasering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan,misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin.Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri, permanganometri menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat), dan Cerium (IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit

BAB II PEMBAHASAN 1. Permanganometri Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti: (1) ionion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4. Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:

Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. 1. Sifat sifat Kalium Permanganat Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganate memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Kelemahannya adalah dalam medium HCL. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya, memiliki kestabilan yang terbatas. Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar: MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O E = +1,51 V

Permanganate bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganate adalah agen unsure pengoksidasi yang cukup kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 , titik akhir permanganate tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi: 3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2 (s) + 4H+ Ungu Tidak berwarna

Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral. Kelebihan sedikit dari permanganate yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun juga, mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-titrasi permanganate.

Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganate. Mangan oksida mengkatalisis dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam permanganate, atau berbentuk akibat reaksi antara permanganate dengan jejak-jejak dari agen-agen pereduksi di dalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan-tindakan ini biasanya berupa larutan Kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi-substansi yang dapat direduksi, dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter (filter-filter non pereduksi) untuk menghilangkan MnO2. Biasanya sebelum disaring dipanaskan terlebih dahulu selama 15-30 menit, jika tidak dipanaskan, sebagai alternative larutan didiamkan dalam suhu ruang selama 2-3 hari. Larutan tersebut kemudian distandardisasi, dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan, konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan. Larutan kalium permanganate harus disimpan dalam tempat yang bersih, berbahan kaca dengan warna gelap yang sebelumnya telah dibersihkan dengan larutan pembersih kemudian dibilas dengan deionised water. Larutan-larutan permanganate yang bersifat asam tidak stabil karena asam permanganate terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan: 4MnO4- + 4H+ 5MnO2 (s) + 3O2 (g) + 2H2O Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan. Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO2. Namun demikian, jangan pernah menambahkan permanganate berlebih ke dalam sebuah unsure reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nantinya muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah. 1. Standar-standar Primer untuk Permanganat

Natrium Oksalat

Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untukpermanganat dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan non higroskopis. Reaksinya dengan permanganate agak sedikit rumit dan berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar 60C.

Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya eningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganate untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalent. Persamaan utnuk reaksi antara oksalat dan permanganate adalah 5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain. Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride1, yang mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang kuat. Belakangan, Fowler dan Bright2 menyelidiki secara menyeluruh reaksinya dan menganjurkan agar hampir semua permanganate ditambahkan secara tepat ke larutan yang diasamkan pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut dipanaskan sampai 60C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oelh pembentukan hydrogen peroksida.

Besi

Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi (III) yang diproduksi selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh permanganate berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan disebut ini teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan dalam oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida. Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut larutan pencegah, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganate. Asam fosfat menurunkan konsentrasi dari ion besi

(III)dengan membentuk sebuah kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai, dan juga menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida. Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.

Arsen (III) Oksida Hidrogen peroksida Nitrat

1. Penentuan-penentuan dengan Permanganat Penentuan besi dalam bijih-bijih besi adalah salah satu aplikasi terpenting dari titrasi-titrasi permanganate. Asam terbaik untuk melerutkan bijih-bijh besi adalah asm klorida, dan Timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses pelarutan. Sebelum titrasi dengan permanganate setiap besi (III) harus direduksi menjadi besi (II). Timah (II) klorida biasanya dipergunakan untuk mereduksi besi dalam sampel-sampel yang telah dilarutkan dalam asam klorida. Larutan pencegah Zimmermann-Reinhardt lalu ditambahkan jika titrasi akan dilakukan dengan permanganate. Banyak agen pereduksi selain besi (II) dapat ditentukan melalui titrasi langsung dengan permanganate dalam larutan asam. Diantaranya adalah: Antimon (III) , Arsenik (III), Bromin, Titanium (III), Tungsten (III), Uranium (IV), Vanadium (IV). Sebuah standar KMnO4 dapat pula dipergunakan secara tidak langsung dalam penentuan agenagen pengoksidasi, khususnya oksida-oksida yang lebih tinggi dari metal-metal seperti timbale dan mangan. Oksida-oksida semacam ini sulit untuk dilarutkan dalam asam-asam atau basa-basa tanpa mereduksi metal ke kondisi oksidasi yang lebih rendah. Adalah tidak praktis untuk mentitrasi substansi-substansi ini secara langsung, karena reaksi dari zat padat dengan suatu agen pereduksi adalah lambat. Maka sampel direaksikan dengan suatu agen pereduksi berlebih dan dipanaskan untuk menyelesaikan reasi. Kemudian kelebihan agen pereduksi ini dititrasi dengan permanganate standar. Beragam agen reduksi dapat dipergunakan, seperti As2O3 dan Na2C2O4.

2. Iodatometri Iodatometri adalah metoda titrasi dengan larutan berdasarkan reaksi redoks. Titrasi :

iodatometri ini dibedakan dalam 2 cara, tergantung pada suasana Titrasi a. Cara langsung, dalam suasana asam kuat Dengan indicator : atau

b. Cara tidak langsung, dalam suasana asam lemah Dengan indicator : Amylum Larutan kalium iodat dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu kalium iodat dalam air secukupnya. Kalium iodat dapat diperoleh dalam keadaan murni dan bersifat stabil, sehingga larutan ini tidak perlu dibakukan kembali. Larutan baku Kalium iodat tidak menggunakan normalitas akan tetapi molaritas, karena normalitasnya bermacam-macam tergantung dari reaksinya. Dalam hal ini maka reduksi Kalium iodat menjadi iodide tidak bias seragam sebagaimana kalium bromat. Pada reaksi berikut + 6H +6e I + 3 O(I) :

Maka 1 mol Kalium iodat setara dengan 6 elektron akibatnya valensinya adalah 6, sehingga 0.05M sama dengan 0.3N akan tetapi jika digunakan kelebihan Kalium iodat maka yang terjadi pada reaksi ( I ) akan terbentuk Iodium , sehingga kelebihan Iodat dan Iodium dapat ditetapkan secara Iodometri. Reaksi Iodat menjadi Iodium dapat ditulis dengan reaksi berikut : 2 + 12H +10e +6 O ( II )

Pada reaksi ( II ) ini maka 2mol Iodat setara dengan 10 elektron sehingga valensinya 5 akibatnya larutan 0.05N setara dengan 0.25N . reaksi ini tidak digunakan untuk penetapan yang resmi. Dengan beberapa persyaratan, maka hasil reduksi iodat menjadi iodida dan iodium(Reaksi I dan II) dapat diubah menjadi I secara kuantitatif.

Pada penggunaannya dalam titrasi, pengubahan menjadi I dilakukan dengan cara memberikan konsentrasi HCl yang agak tinggi. I - I + I Dengan adanya konsentrasi HCl yang cukup maka kation iodium membentuk iodomonoklorida yang kemudian terjadi stabilitas dengan membentuk ion kompleks menurut reaksi: I + HCl ICl + H Cl + HCl ICl + H Iodium yang mula-mula terbentuk dari kalium iodat

mengalami solvasi dalam pelarut polar menurut reaksi berikut:

I + 2HCl ICl + 2H Pembentukan iodo monoklorida inilah yang digunakan dalam penetapan kadar beberapa zat reduktor. Pada cara ini maka reaksi reduksinya berjalan sebagai berikut: IO + 6H + 4e I + 3HO Pada reaksi ini maka 1 mol iodat setara dengan 4 elektron sehingga valensinya adalah 4, akibatnya 0,05 M sama dengan 0,2 N. Pada penetapan kadar dengan kalium iodat digunakan kloroform atau karbon tetraklorida untuk menetapkan TATnya. Pada permulaan titrasi ketika terbentuk iodium maka permukaan kloroform menjadi berwarna. Setelah semua zat pereduksi sudah dioksidasi maka iodat dan iodidanya bereaksi dengan I sehingga warna dari lapisan kloroform akan hilang. Disini tidak digunakan larutan kanji, karena pada keasaman yang tinggi tidak terbentuk warna biru dari kompleks kanji-iodium. Selain pelarut organik, dapat juga digunakan zat warna tertentu seperti amaranth, brilianth, dan sebagainya. Standar primer Pembuatan standar KIO3 0,1 N Timbang dengan saksam 3,5668 g KIO3 larutkan dalam 1,0 liter air Indikator : amilum, CHCl3 , CCl4 Reaksi : IO3- + 5 I- + 6 H+ 3 I2 + 3 H2O Titrasi bersifat langsung suasana asam (H+ )

Contoh senyawa obat yang bisa ditetapkan dengan titrasi iodatometri :

1. Dimercaprolum 2. Kalium Iodide 3. Vitamin C 4. Amoksisilin 5. Metampiron 6. Captopril

Iodatometri analisis 1. Dimercaprolum ( Penetapan kadar Timbang seksama 120mg larutan dalam metanolP, tambahkan 20ml as.klorida ( HCl ) 0,1N. titrasi secara cepat dengan iodium 0,1N . 2. Kalium iodide ( KI ) Timbang 500mg larutkan lbih kurang 10ml air tambahkan 35ml as.klorida P dan 5ml kloroform, titrasi dengan kalium iodat 0,05N hingga warna ungu iodium hilang dari lapisan kloroform, tambahkan kalium iodat 0,05N tetes demi tetes sering kali di aduk kuat setelah klororform tidak berwarna biarkan selama 5 menit, jika klororform berwarna ungu, titrasi lagi dengan kalium iodat 0,05N. 3. Amoksilin amoxicillin dengan menggunakan metode iodometri dimana amoxicillin ditambahkan larutan basa dan didiamkan, kemudian ditambahkan asam dan I2. Kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat dengan penambahan indikator kanji 4. Vitamin c Timbang dengan seksama 400mg, larutkan dalam 100 ml air bebas karbondioksida p, dan 25ml asam sulfat 10% titrasi segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indicator larutan kanji P Kesetaraan , 1 ml iodium 0,1 N setara dengan 8,806mg . 5. Metampiron )

Timbang seksama 200mg , larutkan dalam 5ml air tambahkan 5ml asam klorida 0,02N dan segera titrasi dengan menggunakan larutan iodium 0,1N menggunakan indicator larutan kanji P dengan sesekali dikocok hingga terjadi warna biru yang mantap selama 2menit Kesetaraan : 1ml larutan iodum 0,1N setara dengan 16,67mg 6. Captopril Kaptopril ( C9H15NO3S ) BM 217,28 Penetapan kadar Titran kalium iodat 0,1 N larutkan 3,567 g kalium iodat yang telah dikeringkan pada 110 hingga bobot tetap, dalam air hingga 1000,0 mL. Prosedur timbang seksama lebih kurang 300 mg, masukkan kedalam labu Erlenmeyer bertutup kaca berisi 100 mL, larutkan, tambahkan 10 mL asam sulfat 3,6 N, 1 g kalium iodida P, dan 2 mL kanji LP. Titrasi dengan kalium iodat 0,1 N sampai warna biru lemah yang bertahan selama tidak kurang dari 30 detik. Lakukan penetapan blanko. 1 mL kalium iodat 0,1 N setara dengan 21, 73 mg C9H15NO3S.

Daftar pustaka A.Hadyana Pudjatmaka 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. WGC. Jakarta. Svehla, G. 1995. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kuantitatif. Kalman Media Pustaka : Jakarta Dosen pembimbing, 2013. Modul Praktikum KFA. STFI : Bandung

Anda mungkin juga menyukai