Anda di halaman 1dari 30

I.

JUDUL PERCOBAAN :
Titrasi Oksidimetri (redoks) dan Aplikasi pada Penentuan kadar asam askorbat dalam
vitamin C “IPI”

II. TUJUAN PERCOBAAN :


1. Menentukan (standarisasi) larutan Na2S2O3 (iodometri)
2. Menentukan kadar asam askorbat dalam vitamin C

III. TANGGAL PERCOBAAN :


Senin, 26 November 2018 pukul 09.30 – 12.00 WIB

IV. DASAR TEORI


Suatu proses dimana konsentrasi larutan ditentukan secara akurat dinamakan
standardisasi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk standardisasi latutan.
Namun cara yang paling umum digunakan untuk standardisasi larutan yaitu dengan titrasi,
dimamana larutan tersebut bereaksi dengan sejumlah larutan standar primer yang telah
ditimbang. Reaksi antara titran dengan substansi yang terpilih sebagai standar primer
harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk analisis titrimetrik. Disamping itu standar
primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Harus tersedia dalam bentuk murni, atau dalam suatu tingkat kemurnian yang
diketahui.
2. Substansi tersebut harus stabil.
3. Standar primer tersebut memounyai berat ekivalen yang cukup tinggi agar dapat
meminimalisasi konsekuensi galat pada saat penimbangan.
Larutan yang telah distandardisasi dapat digunakan sebagai standar sekunder
untuk mendapatkan konsentrasi dari larutan lainnya. Dalam hal ini larutan standar primer
disebut sebagai larutan standar sekunder. (Day,1998)
Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu atom,
molekul, atau ion, sementara reduksi adalah perolehan elektron. Tidak ada elektron bebas
dalam sistem kimiawi yang biasa, dan kehilangan elektron yang dialami oleh suatu
spesies kimiawi selalu disertai oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya. Istilah
reaksi transfer elektron terkadang dipergunakan untuk reaksi-reaksi redoks. (Day, 1998)
Reaksi redoks merupakan reaksi kimia yang melibatkan perpindahan elektron dari
reaktan satu ke reaktan lainnya. Reaktan yang melepaskan elektron mengalami oksidasi,
sehingga terjadi peningkatan bilangan oksidasi. Reaktan yang menangkap elektron
mengalami reduksi, sehingga terjadi penurunan bilangan oksidasi. Reaktan yang
emngalami oksidasi disebut reduktor, sedangkan reaktan yang mengalami reduksi disebut
oksidator. (Hendayana,2000)
Oksidimetri adalah titrasi suatu larutan baku oksidator dengan suatu reduktor atau
sebaliknya, menurut persamaan :
Aoks + Bred ↔ Ared + Boks
Berdasarkan persamaan diatas, maka makin besar perbedaan EAo(potensial reduksi standar
A) terhadap EBo (potensial reduksi standar B) makin besar pula loncatan harga Eo pada
titik ekuivalen. (Ibnu, 2004)
Macam-macam titrasi redoks terdiri dari permanganometri, bikromatometri,
serimetri, iodo/iodimetri. Titrasi redoks dalam praktikum kali ini yaitu iodimetri. Iod (I2)
merupakan oksidator lemah. Kemampuan mengoksidasinya jauh lebih lemah
dibandingkan MnO4- atau Cr2O7-. Sebaliknya ion iodida (I-) merupakan reduktor kuat,
lebih kuat dibandingkan Fe2+. Cara analisa (kuantitatif) dengan menggunakan I2 sebagai
oksidator disebut iodimetri. Sedangkan yang menggunakan I- sebagai reduktor disebut
sebagai iodometri. (Hendayana,2000)
Iod (I2) hanya sedikir larut dalam air. Kelarutan I2 dalam air pada pada suhu 25oC
adalah 1,34 x 10-3 mol/L. Kelarutan dalam air akan makin besar bila dalam air terdapat
ion I- dalam jumlah cukup besar. Adanya I- dalam air akan bereaksi dengan iod
menghasilkan ion triiodida (I3) yang larut baik dalam air.
I2 + I- → I3- K = 710
Larutan standar iod dapat dibuat dengan cara menimbang berat tertentu I2 murni,
kemudian dilarutkan dalam larutan KI hingga mencapai volume tertentu. Apabila I2 yang
ditimbang kurang terjamin kemurniannya dapat dilakukan standarisasi dengan
menggunakan standar primer As2O3 atau HAsO2. Reaksi antara I2 dengan HAsO2 adalah :
HAsO2 + I2 + 2H2O → H3AsO4 +2H+ + 2I- K = 0,17
Karena kecilnya nilai tetapan kesetimbangannya, reaksi antara I2 sangat dipengaruhi oleh
pH. Agar titrasi standarisasi berjalan sempurna, pH selama reaksi dijaga sekitar 8. Pada
pH < 7 reaksi berjalan sangat lambat, sedangkan pH > 9 dapat menghasilkan reaksi
sampingan, yaitu terbentuknya IO-.
Larutan I2 atau I3 pada konsentrasi ≥ 0,1 M memberi warna coklat yang dapat
berfungsi sebagai indikator. Namun untuk larutan yang lebih encer diperlukan indikator
amilum. Adanya amilum dalam larutan iod akan menghasilkan warna biru akibat
bereaksinya iod dengan β-amilase yang terdapat pada amilum. (Hendayana,2000)
Pada titrasi iodimetri menggunakan metode titrasi langsung, dimana titrasi
iodimetri jarang dilakukan, karena jumlah analit yang dapat dioksidasi oleh I2 terbatas
jumlahnya. Titrasi iodimetri biasanya digunakan untuk menetapkan kadar belerang yang
terdapat pada baja. Iodimetri juga dapat digunakan untuk menetapkan antimon (III),
aresen (II), ferosianida, asam sianida, sulfit, tiosulfat, dan timah (II). Untuk menjaga pH =
8 selama titrasi, digunakan buffer bikarbonat. Titik akhir titrasi ditandai dengan
terbentuknya warna biru akibat kelebihan I2 yang bereaksi dengan indikator amilum.
(Hendayana,2000)
Titrasi redoks ada dua jenis indikator : indikator khusus yang bereaksi dengan
salah satu komponen yang bereaksi, dan indikator oksidasi-reduksi yang sebenarnya tidak
tergantung dari salah satu zat, tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi
(Harjadi,1993). Titik akhir titrasi ditentukan menggunakan indikator amilum yang
ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai. Titik ekuivalen pada titrasi ini yaitu
dimana mol ekuivalen I2 sama dengan mol ekuivalen S2O32-.
Dalam titrasi iodimetri, suatu zat reduksi dititrasi secara langsung oleh iodium,
misal pada titrasi
Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6
Indikator yang digunakan pada reaksi ini yaitu larutan amilum. Apabila larutan thiosulfat
ditambahkan pada larutan iodine, hasil akhirnya berupa perubahan warna dari berwarna
biru menjadi tak berwarna. Tetapi apabila larutan iodine ditambahkan kedalam larutan
thiosulfat maka hasil akhirnya berupa perubahan warna dari tak berwarna menjadi
berwarna biru.(Day, 1998)
Amilum merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai petunjuk
telah terjadi titik ekuivalen pada titrasi iodimetri. Hal ini disebabkan warna biru gelap dari
kompleks iodin-amilum merupakan warna yang spesifik untuk titrasi iodimetri.
Mekanismenya belum diketahui dengan pasti namun ada asumsi bahwa molekul iodin
tertahan dipermukaan β-amilosa. Larutan amilum mudah terdekomposisi oleh bakteri,
sehingga biasanya ditambahkan asam borat sebagai pengawet. (Puspitasari, 2014)
Kelamahan indikator amilum :
 Karena amilum itu karbohidrat, maka dapat rusak oleh kerja bakteri dalam beberapa
hari
 Kepekaannya berkurang pada saat pemanasan
 Gelatine, alkohol, dan gliserol dapat menghambat absorbansi ion iodida oleh kanji
 Kepekaannya yang berkurang pada lingkungan asam keras
Cara mengatasi kelemahan diatas adalah :
 Indikator ini harus dibuat baru
 Jika ingin disimpan dalam waktu lama, ditambahkan disinfekta seperti HgCl2 atau
formalin
 Hindarkan dari pengaruh gelatine, alkohol, dan gliserol
 Penambahan indikator harus diberikan menjelang titik ekuivalen. (Ibnu, 2004)
Larutan tiosulfat dibuat dengan melarutkan kristal garam natrium pentahidratnya
Na2S2O3.5H2O memiliki berat molekul 248,17, sehingga untuk menghasilkan larutan
S2O32- dengan konsentrasi sekitar 0,1 N dilarutkan dengan menimbang 25 gram dan
dilarutkan menjadi 1 liter larutan. Larutan Na2S2O3 tidak stabil dalam jangka waktu yang
panjang. Adanya bakteri tertentu dalam air dapat mengubah S2O32- menjadi SO32-, SO42-,
dan S. Oleh karena itu tiosulfat bukan zat standar primer. Disamping itu, dalam suasana
asam dapat terurai menghasilkan endapan belerangnya.
S2O32- + 2H+ → H2S2O3 → H2SO3 + S
Reaksi penguraian ini berjalan sangat lambat dibandingkan reaksi antara I2 dengan S2O32-.
Jika pH larutan diatas 9, sebagian ion tiosulfat teroksidasi menjadi sulfat. Oksidator-
oksidator kuat seperti MnO4-, Cr2O72-, dan Ce4+ mengoksidasi S2O32- menjadi SO42-.
(Hendayana, 2000)
Standarisasi larutan S2O32- dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam
pereaksi. Iodium murni dapat digunakan untuk keperluan standarisasi larutan S2O32-. Agar
titrasi redoks memberikan hasil yang dapat dipercaya diperlukan persyaratan khusus bagi
reaksi redoks yang terjadi. Empat persyaratan yang harus dipenuhi adalah :
1. Reaksi redoks harus berjalan cepat
2. Produks reaksi harus tunggal
3. Kelebihan oksidator atau reduktor dapat dihilangkan melalui cara-cara kimia/fisika
tertentu
4. Reaksi yang terjadi harus bebas dari gangguan oksidator atau reduktor yang tidak
dikehendaki. (Hendayana, 2000)
Dalam penentuan kadar vitamin C metode titrasi redoks yang digunakan adalah
titrasi langsung yang menggunakan iodium. Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa
yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C
mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium, sehingga dapat
dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri
ini adalah dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan
warna biru pada saat tercapainya titik akhir. (Gandjar, 2007)
Vitamin C juga disebut asam askorbat, struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom
C dan kedudukannya tidak stabil (C6H8O6, berat molekulnya 176,1 gram/mol), karena
mudah bereaksi dengan O2 diudara menjadi asam dehidroaskorbat merupakan vitamin
yang paling sederhana. Sifat vitamin C adalah mudah berubah akibat oksidasi, namun
stabil jika merupakan kristal (murni) dan berguna bagi manusia. (Safaryani, 2007)
Struktur vitamin C :

Kegunaan vitamin C adalah sebagai antioksidan dan berfungsi penting dalam


pembentukan kolagen, membantu penyerapan zat besi serta membantu memelihara
pembuluh kapiler, tulang dan gigi. Konsumsi dosis normal vitamin C 60-90 mg/hari.
Vitamin merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam
dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur radial
yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lekton. (Poedjiadi,1994)
V. ALAT DAN BAHAN

 Alat
1. Neraca ohauss 1 buah
2. Spatula 1 buah
3. Labu ukur 100mL 1 buah
4. Buret 25 mL 1 buah
5. Pipet gondok 10 mL 1 buah
6. Erlenmeyer 250 mL 3 buah
7. Statif dan klem 1 buah
8. Corong 1 buah
9. Kertas putih 1 lembar
10. Pipet tetes 3 buah
11. Gelas ukur 100ml 1 buah

 Bahan
1. Aquades secukupnya
2. KI 20% secukupnya
3. Na2S2O3 secukupnya
4. Indikator kanji secukupnya
5. KIO3 0,357 gram
6. Vitamin C IPI 1,5 gram
7. HCl 4 N 3 ml
VI. ALUR PERCOBAAN

1. Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,01 N dengan KIO3 p.a sebagai baku

0,357 gram KIO3

1.Timbanglah dengan teliti


2.Pindahkan ke dalam labu ukur 100 ml
3.Larutkan dengan aquades
4.Encerkan sampai tanda batas
5.Kocok larutan supaya homogen

Larutan KIO3

Larutan KIO3

1.Pipet 10 ml dengan pipet gondok


2.Masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
3.Tambahkan 2 ml larutan KI 20%
4.Tambahkan 1 ml HCl 4N
5.Titrasi dengan Na2S2O3 hingga
berwarna kuning muda
6.Tambahkan larutan kanji
7.Titrasi sampai warna biru hilang, lalu hentikan
8.Dibaca dan dicatat angka pada buret
9.Dihitung konsentrasi Na2S2O3
10.Diulang titrasi 3 kali

Konsentrasi rata-rata

Larutan Na2S2O3
2. Standarisasi larutan I2
10 Ml Na2S2O3

1.Dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL


2.Ditambah 5 mL kanji/amilum
3.Dititrasi dengan I2 sampai berwarna
biru
kehitaman
4.Dihitung volume I2 sampai berwarna biru kehitaman
5.Dihitung volume I2 yang digunakan

Kadar rata-rata
Cl2 dalam
pemutih
3. Penentuan kadar asam askorbat dalam Vit. C “IPI”
0,5 gram vit. C

1.Dilarutkan dalam 50 mL
air
2.Ditambah 5 mL indikator
kanji/amilum
3.Dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
250 mL
4.Dititrasi dengan
I2
Larutan berwarna
biru tua
1.Dihitung volume standar I2 yang digunakan
2.Diulang hingga 3 kali

3.Dihitung kadar asam askorbat


perkablet
4.Diulang sampai 3
kali

Kadar rata-rata asam askorbat


dalam vit C
VII. HASIL PENGAMATAN
No. Perc. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
1 Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,01 Sebelum : - KIO3(s) + H2O(l) - Standarisasi larutan
N dengan KIO3 p.a sebagai baku - KIO3 : serbuk putih  KIO3(aq) Na2S2O3 dengan

0,3570 gram KIO3 - Aquades : larutan KIO3 sebagai


tidak berwarna larutan baku
1.ditimbang dengan teliti
Sesudah : menghasilkan
2.dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml
- Larutan KIO3 : normalitas sebesar
3.dilarutkan dengan aquades berwarna putih keruh 0,051 N
4.diencerkan sampai tanda batas
5.dikocok larutan supaya homogen

Larutan KIO3 ± 0,01 N


Sebelum : Penambahan KI
Larutan KIO3
- Larutan KI 20% : 20%
1.dipipet 10 ml dengan pipet tidak berwarna 12H+ + 2IO3- +
gondok
2.dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 - Larutan HCl 4N : 10e-  6H2O + I2
ml
3.ditambahkan 2 ml larutan KI 20% tidak berwarna 2I-(aq)  I2 + 2e-
4.ditambahkan 1 ml HCl 4N - Larutan Na2S2O3 :
5.dititrasi dengan Na2S2O3 hingga tidak berwarna 6H+ + IO3- + 5I- 
berwarna kuning muda
- Larutan amilum : 3H2O + 3I2
6.ditambahkan larutan kanji
putih keruh
7.dititrasi sampai warna biru hilang,
lalu Sesudah : Pada titik akhir
8.dibaca dan dicatat angka pada buret - Larutan KIO3 + KI titrasi
9.dihitung konsentrasi Na2S2O3 20% : tidak berwarna 2S2O32-(aq) 
10.diulang titrasi 3 kali - Larutan KIO3 + KI S4O62-(aq) + 2e-(aq)
Konsentrasi rata-rata 20% + HCl : coklat 2e- + I2  2I-(aq)
Larutan Na2S2O3 kekuningan
- Setelah dititrasi I2(aq) + 2S2O32-(aq)
dengan Na2S2O3 :  S4O62-(aq) + 2I-
kuning muda (soft) (aq)
- Penambahan larutan
amilum 42 tetes: biru I2(aq) + amilum 
tua I2-Amilum
- Dititrasi lagi dengan
Na2S2O3 : tidak
berwarna
- Volume Na2S2O3
V1=19,3 ml
V2= 19,2 ml
V3=19,1 ml
2 Standarisasi Larutan I2 Sebelum : I2(aq) + 2e-(aq)  - Standarisasi larutan

10 Ml Na2S2O3 - Larutan Na2S2O3 : 2I-(aq) I2 dengan Na2S2O3


tidak berwarna 2S2O32-(aq)  sebagai larutan
1. Dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL
2. Ditambah 5 mL kanji/amilum - Larutan I2 : coklat S4O62-(aq) + 2e-(aq) baku menghasilkan
3. Dititrasi dengan I2 sampai berwarna biru kehitaman normalitas sebesar
kehitaman - Larutan kanji : putih I2(aq) + 2S2O32-(aq) 0,096 N
4. Dihitung volume I2 sampai berwarna biru keruh  S4O62-(aq) + 2I-
kehitaman
(aq)
5. Dihitung volume I2 yang digunakan
Sesudah :
6. Dihitung konsentrasinya
- Na2S2O3 + amilum : I2(aq) + amilum 
7. Diulang sampai 3 kali
larutan putih keruh I2-Amilum
- Setelah dititrasi
Konsentrasi
larutan Na2S2O3 dengan I2 : larutan
berwarna biru
kehitaman
V1=5,3 ml
V2=5,4 ml
V3=5,2 ml
3 Penentuan kadar asam askorbat dalam Vit C Sebelum : I2(aq) + 2e-(aq)  - Kadar asam
“IPI” - Vit C “IPI” : serbuk 2I-(aq) askorbat rata-rata
0,5 gram vit. putih C6H6O6(aq)  dalam Vit C
C
1. Dilarutkan dalam 50 mL air - Aquades : tidak C6H6O6(aq) + 2H+ sebesar 87,29%
2. Ditambah 5 mL indikator kanji/amilum berwarna + 2e- atau dalam satuan
3. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- Larutan I2 : coklat miligram sebesar
250 mL
kehitaman I2(aq) + 436,45 mg
4. Dititrasi dengan I2
Sesudah : C6H6O6(aq) 
Larutan berwarna - Vit C + Aquades : C6H6O6(aq) + 2I-
biru tua
larutan kuning (aq) + 2H+
1. Dihitung volume standar I2 yang - Setelah ditambah
digunakan
amilum : larutan I2(aq) + amilum 
2. Diulang hingga 3 kali kuning keruh I2-Amilum
3. Dihitung kadar asam askorbat perkablet - Setelah dititrasi :
4. Diulang sampai 3 kali larutan agak
kecoklatan
Kadar rata-rata asam
- Volume Na2S2O3
askorbat dalam vit C
V1=10,2 ml
V2=10,3 ml
V3=10,5 ml
VIII. Analisis dan Pembahasan
Pada praktikum titrasi oksidimetri dan aplikasinya yang bertujuan
untuk menstandarisasi larutan Na2S2O3, menstandarisasi larutan I2 dan
menentukan kadar asam askorbat (C6H8O6) dalam vitamin C (merk vitacimin),
dilakukan dengan titrasi Oksidimetri menggunakan metode titrasi iodometri
langsung (iodimetri) dan iodometri tidak langsung (iodometri). Prinsip titrasi
oksidimetri adalah penetapan kadar secara kuatitatif terhadap suatu senyawa
dengan adanya reaksi reduksi-oksidasi antara titran dan titrat.
a. Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 dengan KIO3 sebagai baku
Pada percobaan penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3, dilakukan
dengan metode titirasi iodometri. Metode titrasi iodometri adalah berkenaan
dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Larutan standar
yang digunakan adalah natrium tiosulfat (Na2S2O3). Garam ini biasanya
berbentuk sebagai pentahidrat (Na2S2O3. 5H2O). Larutan ini tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Hal ini karena kestabilan larutan
Na2S2O3 mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan bakteri
sulfur sehingga perlu distandarisasi menggunakan larutan KIO3. Hal pertama
yang dilakukan adalah membuat larutan KIO3. Padatan KIO3 yang berupa
serbuk berwarna putih ditimbang menggunakan neraca analitik untuk
menentukan massa KIO3.
Massa KIO3 yang digunakan adalah ± 0,357 gram. KIO3 tersebut
kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL. Wadah roll film yang
digunakan untuk menempatkan KIO3 dibilas dengan menggunakan aquades
dan hasil bilasan itu dimasukan ke dalam labu ukur dengan tujuan agar tidak
ada kristal KIO3 yang tersisa di dalam roll film. Selanjutnya, aquades
ditambahkan sampai tanda batas. KIO3 dan aquades di dalam labu ukur
dikocok agar KIO3 larut sempurna dalam aquades sehingga menjadi larutan
KIO3 yang jernih dan tidak berwarna. Dalam proses pengenceran dengan labu
ukur, penambahan aquades tidak boleh melebihi tanda batas pada labu ukur
karena apabila melebihi tanda batas maka volume yang digunakan tidak sesuai
dengan volume yang telah ditentukan sehingga mempengaruhi konsentrasi
dan hasil yang diperoleh tidak akurat. Garam KIO3 mampu mengoksidasi
iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam. Oleh karena itu
digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri ini. Selain itu
juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam
lingkungan sehingga iodida mudah terlepas. Namun kekurangan utama dari
garam ini sebagai standar primer adalah bahwa bobot ekuivalennya yang
rendah. Larutan KIO3 ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah
dengan asam.
Reaksi yang terjadi :
KIO3 (s) + H2O (l) → KIO3 (aq)
Karena larutan KIO3 berperan sebagai larutan baku primer, maka
konsentrasinya dapat diketahui dengan perhitungan. Rumus yang digunakan
adalah :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
N KIO3 = 𝑥 𝑥𝑛
𝑀𝑟 𝑝

Di mana n adalah valensi KIO3 dan p adalah volume pelarut maka dari
perhitungan rumus tersebut diperoleh kosentrasi larutan KIO3 adalah sebesar
0,100 N.
Langkah selanjutnya, larutan KIO3 tersebut kemudian diambil
sebanyak 10 mL dengan pipet seukuran dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 250 mL. Larutan KIO3 yang jernih tak berwarna dalam erlenmeyer
ditambahkan dengan 2 mL larutan KI 20% yang tidak berwarna dan
dihasilkan larutan yang tidak berwarna. Penambahan larutan KI 20%
bertujuan untuk mereduksi sampel yang bersifat oksidator sehingga
menghasilkan I2.
Reaksi yang terjadi :
12H+ + 2IO3- + 10e-  6H2O + I2

2I-(aq)  I2 + 2e-

6H+ + IO3- + 5I-  3H2O + 3I2

Kemudian ditambahkan 1 mL HCl 4N yang tidak berwarna dan


dihasilkan larutan yang berwarna kuning kecoklatan. Penambahan HCl
dilakukan sesaat sebelum titrasi untuk mencegah menguapnya I2 yang
terbentuk. Penambahan larutan HCl 4N berfungsi untuk memberi suasana
asam. Karena larutan HCl 4N bereaksi dengan KI yang merupakan garam
pengoksida iodide (I-) secara kuantitatif menjadi iodin (I2) dalam larutan
berasam. Setelah KI bereaksi dengan larutan asam ,larutan tidak dapat
dibiarkan untuk waktu yang cukup lama untuk berhubungan dengan udara, KI
ini harus bebas dari iodat karena zat ini akan bereaksi dengan larutan berasam
untuk membebaskan iodium.

Larutan yang telah ditambahkan HCl 4N tersebut kemudian dititrasi


dengan larutan Na2S2O3 yang tidak berwarna secara perlahan hingga terjadi
perubahan warna larutan menjadi berwarna kuning muda. Perubahan warna
larutan tersebut menunjukkan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dan titrasi
harus dihentikan.
Langkah selanjutnya larutan yang berwarna kuning muda tersebut
ditambahkan dengan 1 mL larutan amilum yang tidak berwarna dan
dihasilkan larutan yang berwarna biru. Pada titrasi pertama dengan larutan
Na2S2O3 sebagai titran, dilakukan tanpa penambahan indikator dari luar
karena warna I2 yang dititrasi akan hilang ketika titik akhir tercapai Namun,
warna ini akan lebih tegas dan mudah dibedakan jika ditambahkan amilum
sebagai indikator perubahan warna sehingga pada titrasi kedua ditambahkan
dengan indikator amilum. Amilum membentuk kompleks dengan I 2 berwarna
biru pekat walaupun jumlah I2 sedikit. Amilum ditambahkan saat mendekati
titik akhir titrasi agar I2 tidak terlalu banyak diserap oleh amilum karena
amilum bersifat adsorben. Selain itu penambahan amilum ke dalam larutan
dapat membantu untuk mempertegas perubahan warna. Penambahan amilum
juga harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar
amilum tidak membungkus I2 yang menyebabkan sukar lepas kembali dan ini
akan menyebabkan warna biru sukar hilang sehingga titik akhir titrasi tidak
terlihat tajam. Selain itu, indikator amilum berperan sebagai uji kepekaan
terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar pada larutan yang sedikit asam dengan
adanya ion iodide.
Kemudian larutan yang telah ditambahkan dengan indikator amilum
tersebut dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 yang tidak berwarna hingga
warna biru pada larutan hilang sehingga larutan berubah warna menjadi jernih
tak berwarna. Perubahan warna tersebut disebabkan karena jumlah I2 telah
habis bereaksi dengan amilum.
Reaksi yang terjadi :
2S2O32- → S4O62- + 2e
2e + I2 → 2I-
2S2O32- +I2 → S4O62- + 2I-
Dicatat volume larutan Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi. Proses titrasi ini
dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan sebagai perbandingan agar hasil
percobaan yang dihasilkan lebih akurat. Data volume total larutan Na2S2O3
yang digunakan titrasi berturut-turut adalah 19,3 mL; 19,2 mL; 19,1 mL.
Berdasarkan perhitungan yang terlampir diperoleh N untuk V1 adalah
0,051 N, N untuk V2 0,051 N, N untuk V3 adalah 0,052 N. Sehingga N rata –
rata Na2S2O3 yang diperoleh dari ketiga percobaan ini adalah 0,051 N.

Dalam proses ini, larutan Na2S2O3 termasuk larutan baku sekunder karena
kosentrasinya dapat diketahui melalui larutan baku primer yaitu KIO3.
b. Penentuan (standarisasi) larutan I2 dengan Na2S2O3 sebagai baku
Pada percobaan penentuan (standarisasi) larutan I2, dilakukan dengan
metode titirasi iodometri menggunakan larutan I2 sebagai titran. Larutan I2
juga perlu distandardisasi karena tidak stabil akibat penguapan, rekasi dengan
karet, gabus, atau bahan organik lain yang mungkin masuk lewat debu dan
asap, serta oksidasi oleh udara pada pH rendah dengan intensitas panas dan
cahaya yang tinggi. Hal pertama yang dilakukan adalah 10 mL larutan
Na2S2O3 yang jernih tak berwarna dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250
mL menggunakan pipet seukuran. Kemudian ditambahkan 5 mL larutan
amilum atau kanji yang tidak berwarna sehingga dihasilkan larutan yang
jernih tidak berwarna. Dalam hal ini penambahan larutan amilum atau kanji
berfungsi untuk mengetahui titik akhir titrasi karena amilum merupakan
indikator yang spesifik. Amilum dapat bereaksi dengan cara yang spesifik
dengan salahsatu reagen dalam suatu titrasi untuk menghasilkan sebuah
warna. Amilum dengan I2 dapat membentuk kompleks iod-amilum yang
berwarna biru tua meskipun konsentrasi I2 sangat kecil dan molekul iod
terikat kuat pada permukaan 𝞫-amilosa seperti amilum.

I2+amilum→I2-amilum
I2-amilum + 2S2O32- →2I- + amilum + S4O6-

Langkah selanjutnya dititrasi dengan larutan I2 yang berwarna merah


kecoklatan sehingga dihasilkan larutan yang berwarna biru kehitaman sebagai
tanda bahwa titik akhir titrasi telah tercapai. Perubahan tersebut menunjukkan
bawan pada larutan tersebut kelebihan I2 yang dapat diidentifikasi oleh
amilum sehingga membentuk kompleks iod-amilum yang berwarna biru
kehitaman.
Reaksi yang terjadi :
I2 + 2e → 2I-
2S2O32- → S2O32- + 2e
2S2O32- + I2 → S2O32- + 2I-
Dicatat volume larutan I2 yang digunakan untuk titrasi. Proses titrasi
ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan sebagai perbandingan agar hasil
percobaan yang dihasilkan lebih akurat. Data volume larutan I2 yang diperoleh
pada proses titrasi berturut-turut adalah 5,3 mL; 5,4 mL; dan 5,2 mL.
Berdasarkan perhitungan yang terlampir diperoleh N untuk V1 adalah
0,096 N, N untuk V2 0,094 N, N untuk V3 adalah 0,098 N. Sehingga N rata –
rata konsentrasi larutan I2 yang diperoleh dari ketiga percobaan ini adalah
0,096 N.

c. Penentuan kadar asam askorbat (Merk IPI)


Pada percobaan ini vitamin C yang kami gunakan adalah vitain C
merk IPI. Metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode
iodimetri. Iodimetri adalah titrasi langsung dan merupakan metode penentuan
atau penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang
bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan
ion iodida. Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai titran.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang padatan vitamin
C yang berwarna kuning sebanyak tiga kali dengan masing-masing massa
sebesar ± 0,5 gram. Padatan vitamin C tersebut dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL dan diencerkan dengan aquadest yang tidak berwarna
sebanyak 50 mL sehingga dihasilkan 50 mL larutan vitamin C yang berwarna
kuning. Kemudian ditambahkan 5 mL indikator kanji. Indikator Kanji
digunakan karena akan membentuk kompleks iod amilum yang berwarna biru
tua meskipun konsentrasi I2 sangat kecil dan molekul iod terikat kuat pada
permukaan beta amilosa seperti amilum. Indikator kanji yang digunakan harus
dalam keadaan panas agar mendapatkan hasil titrasi yang maksimal dan juga
karena kanji tidak dapat larut jika tidak dipanaskan. Tetapi, dalam
pemanasannya harus diperhatikan agar larutan kanji tersebut tidak berubah
menjadi encer.
Langkah selanjutnya larutan vitamin C yang telah ditambahkan
dengan indikator kanji dititrasi secara perlahan-lahan dengan larutan iodium
(I2). Ketika akan mencapai batas akhir titrasi larutan vitamin C terkadang
menimbulkan warna biru akan tetapi warna biru tersebut hilang lagi. Hal ini
dikarenakan masih ada vitamin C yang belum bereaksi dengan larutan iodium.
Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan yang berwarna biru.
Hal ini menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan titik akhir
titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat
unti-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi
pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk
kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya.,
sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut.
Reaksi yang terjadi :
I2(aq) + 2e-(aq)  2I-(aq)
C6H6O6(aq)  C6H6O6(aq) + 2H+ + 2e

I2(aq) + C6H6O6(aq)  C6H6O6(aq) + 2I-(aq) + 2H+


Dicatat volume larutan I2 yang digunakan untuk titrasi. Proses titrasi ini
dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan sebagai perbandingan agar hasil
percobaan yang dihasilkan lebih akurat. Data volume larutan I2 yang diperoleh
pada proses titrasi berturut-turut adalah 10,2 mL dan 10,3 mL, dan 10,5 mL.
Dari data volume I2 yang didapatkan melalui proses titrasi, dapat dihitung
kadar asam askorbat dalam vitamin C tersebut dengan menggunakan rumus :

VNa2S2 O3 ×NNa2S2 O3 ×BE× 50/10


% Cl2 = ×100%
massa vit. c

Dari persamaan tersebut didapatkan kadar asam askorbat berturut-turut adalah


86,16%, 87,01% dan 88,70%. Sehingga diperoleh kadar rata-rata asam
askorbat adalah sebesar 87,29% atau 436,45 mg.
Tubuh setiap harinya dapat menerima ±500 mg vitamin c. Vitamin C
ini merupakan salah satu jenis vitamin yang memiliki sifat larut air. Setelah
vitamin C ini larut dalam air, maka vitamin tersebut langsung diserap ke darah
saat proses pencernaan terjadi. Sel – sel dalam tubuh akan langsung
mengambil vitamin C tersebut dari dalam darah tersebut. Jika vitamin C
tersebut kebanyakn dalam tubuh, maka nantinya vitamin C tersebut akan
dibuang melalui urin.
Reaksi asam askorbat dengan asam diaskorbat :

IX. Kesimpulan
1. Pada penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ±0,1 N dengan KIO3
sebagai baku melalui titrasi iodometri (titrasi tidak langsung) diperoleh
konsentrasi rata-rata larutan Na2S2O3 sebesar 0,051 N
2. Pada penentuan (standarisasi) larutan I2 dengan larutan Na2S2O3 melalui
titrasi iodometri (titrasi tidak langsung) diperoleh konsentrasi rata-rata
larutan I2 sebesar 0,096 N
3. Pada aplikasi titrasi iodometri yaitu menentukan kadar asam askorbat
dalam vitamin C (merk vitacimin) diperoleh kadar rata-rata asam askorbat
sebesar 87,29%.
X. Jawaban Pertanyaan
Pertanyaan titrasi iodometri
A.
1. Tuliskan reaksi yang terjadi pada titrasi permanganometri, jika reduktornya
adalah ion ferro! Setiap mol ion ferro sama dengan berapa ekivalen?
Jawab :

Penentuan kadar besi(II) dalam garam ferro

Oksidasi : Fe2+ Fe3+ + e- 5

Reduksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4H2O 1


5 Fe2+ 5 Fe3+ + 5e-

MnO4- + 8H+ + 5 e- Mn2+ + 4 H2O

5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O


Reaksi lengkapnya :

10 FeSO4 + 2 KMnO4 + 8 H2SO4 5 Fe2(SO4)3 +2MnSO4 + K2SO4+


8H2O

Sehingga setiap mol ion ferro sama dengan 1 ekivalen.

2. Mengapa pada titrasi permanganometri tidak perlu ditambah indikator


lagi?
Jawab :

Karena KMnO4 berfungsi sebagai auto indikator dimana larutan tersebut


dapat bersifat sebagai larutan standar sekunder dan dapat sebagai indicator.
Indikator tersebut berasal dari warna ungu tua ion permanganat itu sendiri.
Satu tetes berlebih sudah dapat menghasilkan warna yang terang pada titik
akhir titrasi. Itulah sebabnya pada titrasi permanganometri tidak memerlukan
indikator.
B.

1. Apa perbedaan antara titrasi iodometri dan iodimetri ?


Jawab :

Perbedaan antara Iodometri dan Iodimetri

Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk


zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan
mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang
terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .

Oksidator + KI → I2 + 2e

I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6

Sedangkan iodimetri adalah analisis titrimetri yang secara langsung


digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan
larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan
iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.

Reduktor + I2 → 2I-

Na2S2 O3 + I2 → NaI +Na2S4O6

2. Bagaimana reaksi antara kalium iodat + kalium iodida + asam klorida?


Setiap 1 mol kalium iodat sama dengan berapa ekivalen?
IO3- + 5 I- + 6H+ 3I2 + 3 H2O
2IO3- + 12 H+ + 10 e- I2 + 6H2O
Jadi setiap satu mol Kalium iodidat sama dengan 10 ekivalen.
Pertanyaan dan Jawaban Aplikasi Permanganometri
1. Jika pada penentuan normalitas KMnO4 dengan larutan baku natrium oksalat
titrasinya dikerjakan pada temperatur lebih rendah dari 60oC, hasil
normalitasnya terlalu tinggi atau terlalu rendah?
Jawab :
Pemanasan pada larutan baku natrium oksalat bertujuan untuk mempercepat
jalannya reaksi dan untuk menghilangkan CO2.
2. Berapa volume 0,030 M KMnO4 yang diperlukan untuk bereaksi dengan 5,0
mL H2O2 dalam larutan asam yang mempunyai densitas 1,01 gram/liter dan
mengandung 3,05 berat H2O2? Permanganat direduksi menjadi Mn2+ dan
H2O2 dioksidasi menjadi O2.
Jawab :
Diketahui :
𝑀𝐾𝑀𝑛𝑂4 = 0,03 𝑀

𝑉𝐻2 𝑂2 = 5,0 𝑚𝐿
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝜌 = 1,01 ⁄𝐿 mengandung 3,05 berat H2O2

Ditanya :

𝑉 𝐾𝑀𝑛𝑂4 =?
Jawab :
MnO4- + 8 H+ + 5 e- → Mn2+ + 4 H2O (× 2)
H2O2 → O2 + 2 H+ + 2 e- (× 5)
MnO4- + 6 H+ + 5 H2O2 → 2 Mn2+ + 8 H2O + 5 O2
Mol ekivalen KMnO4 = mol ekivalen H2O2

𝑁𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑉𝐾𝑀𝑛𝑂4 = 𝑁𝐻2 𝑂2 𝑉𝐻2 𝑂2

𝑉(𝑛. 𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝑀. 𝑛. 𝑉 =
𝑀𝑟
𝑔 𝑔
0,03 𝑀. 5. 𝑉 = 5 𝑚𝐿. (2.3,05.1,01 ⁄𝐿)(34 ⁄𝐿)

0,15 𝑁. 𝑉 = 5 𝑚𝐿. 0,18 𝑁

𝑉 𝐾𝑀𝑛𝑂4 = 6,04 𝑚𝐿
Daftar Pustaka

Day, R.A.,Underwood,A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keenam. Jakarta :


Erlangga.

Gandjar, I.G dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Hendayana, Sumar, dkk. 2000. Buku Materi Pokok Kimia Analitik. Jakarta :
Universitas Terbuka

Ibnu,M. Sodiq, dkk. 2004. Kimia Analitik I. Malang: Jurusan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Negeri Malang.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press

Puspitasari, Indarini Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem
Solving dan Open-ended Experiment. Bandung : Alfabeta.

Safaryani, Nurhayati, dkk. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap
Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli. Semarang : Buletin Anatomi dan
Fisiologi, Vol. XV, No. 2 Universitas Diponegoro
LAMPIRAN 1
DOKUMENTASI
Titrasi Oksidimetri (Iodometri)
1. Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,01 N dengan KIO3 p.a
sebagai baku

Pengukuran massa KIO3 p.a Larutan KIO3 p.a dalam labu Larutan dimasukkan
ukur 100 ml kedalam erlenmeyer
penambahan 2 ml KI 20%

Penambahan 2 mL Kl 20% Penambahan 1 mL HCl 4 N


Titrasi KIO3 dengan Larutan setelah dititrasi Penambahan larutan
Na2S2O3 kanji

Dititrasi ulang Perbandingan hasil titrasi


erlenmeyer I, II, dan III

2. Standarisasi larutan I2

Larutan Na2S2O3 larutan Larutan dititrasi dengan I2 Perbandingan hasil titrasi


kanji erlenmeyer I, II, dan III
3. Penentuan kadar asam askorbat dalam Vit C “IPI”

Pengukuran massa Vit C Pelarutan Vit C dalam air Penambahan larutan dengan
amilum

Titrasi larutan dengan I2 Perbandingan hasil akhir titrasi erlenmeyer I,


II, dan III
LAMPIRAN 2

PERHITUNGAN

Titrasi Oksidimetri (Iodometri)


1. Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,01 N dengan KIO3 p.a sebagai
baku
Diketahui : Massa KIO3 = 0,3570 gram
Mr KIO3 = 214 gram/mol
n KIO3 = 6
V KIO3 (erlenmeyer) = 10 ml
V Na2S2O3 = 19,3 ml ; 19,2 ml ; 19,1 ml

Ditanya : Normalitas rata-rata Na2S2O3

Jawab :

massa KIO3 1000


[KIO3] = x
massa molar KIO3 volume

0,3570 gram 1000


= x
214 g/mol 100

= 0,0166 M

Titrasi Pertama
Mol ek. KIO3 = Mol ek. Na2S2O3
N1 x V1 = N2 x V2
6 x 0,0166 M x 10 ml = N2 x 19,3 ml
N2 Na2S2O3 = 0,051 N
Titrasi Kedua
Mol ek. KIO3 = Mol ek. Na2S2O3
N1 x V1 = N2 x V2
6 x 0,0166 x 10 ml = N2 x 19,2 ml
N2 Na2S2O3 = 0,051 N

Titrasi Ketiga
Mol ek. KIO3 = Mol ek. Na2S2O3
N1 x V1 = N2 x V2
6 x 0,0166 M x 10 ml = N2 x 19,1 ml
N2 Na2S2O3 = 0,052 N
Jadi :
0,051 + 0,051 + 0,052
N Na2S2O3rata-rata = = 0,051 N
3

2. Standarisasi larutan I2
Diketahui : N Na2S2O3 = 0,051 N
V Na2S2O3 = 10 ml
V I2 = 5,3 ml ; 5,4 ml ; 5,2 ml

Ditanya : Normalitas rata-rata I2


Jawab :
Titrasi Pertama
Mol ek. KIO3 = Mol ek. Na2S2O3
N1 x V1 = N2 x V2
NI2 x 10 ml = 0,051 N x 5,3 ml
N I2 = 0,096 N
Titrasi Kedua
Mol ek. KIO3 = Mol ek. Na2S2O3
N1 x V1 = N2 x V2
N I2 x 10 ml = 0,051 N x 5,2 ml
N I2 = 0,094 N
Titrasi Ketiga
Mol ek. KIO3 = Mol ek. Na2S2O3
N1 x V1 = N2 x V2
N I2 x 10 ml = 0,051 N x 5,2 ml
N I2 = 0,098 N

Jadi :
0,096 + 0,094 + 0,098
N I2rata-rata = = 0,096 N
3

3. Penentuan kadar Asam Askorbat dalam Vit C “IPI”


Diketahui : Massa Vit C = 0,5 gram = 500 mg
Volume Vit C = 50 ml
Mr C6H806 = 176 mg/mmol
N I2 = 0,096 N
V I2 = 10,2 ml ; 10,3 ml ; 10,5 ml

Ditanya : Kadar Asam Askorbat rata-rata dalam “IPI”


Jawab :

Titrasi Pertama
VNa2 S2 O3 ×NNa2 S2 O3 ×BE× 50/10
% C6H8O6= ×100%
massa vit. c
176
10,2 ml × 0,096 N × 2 mg/mol 50/10
% C6H8O6= ×100%
500 mg
% C6H8O6= 86,16 %

Titrasi Kedua
VNa2 S2 O3 ×NNa2 S2 O3 ×BE× 50/10
% C6H8O6= ×100%
massa vit. c
176
10,3 ml × 0,096 N × 2 mg/mol 50/10
% C6H8O6= ×100%
500 mg
% C6H8O6= 87,01 %
Titrasi Ketiga
VNa2 S2 O3 ×NNa2 S2 O3 ×BE× 50/10
% C6H8O6= ×100%
massa vit. c
176
10,5 ml × 0,096 N × 2 mg/mol 50/10
% C6H8O6= ×100%
500 mg
% C6H8O6= 88,70 %

Jadi :
Kadar asam askorbat dalam vit c “IPI” rata-rata =
86,16 % + 87,01 % + 88,70 %
= 87,29%
3
87,29
Dalam miligram = x 500 = 436,45 mg
100

Anda mungkin juga menyukai