Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geokimia adalah cabang ilmu geologi yang berfokus pada studi komposisi

kimia dan distribusi elemen di Bumi, serta bagaimana elemen tersebut berinteraksi

dengan berbagai proses geologi. Kaitan antara geokimia dan geologi sangat erat

karena geokimia memberikan wawasan penting tentang sifat dan evolusi Bumi.

Salah satu tujuan utama geokimia adalah untuk memahami komposisi kimia

Bumi, baik di permukaan maupun di dalamnya. Dalam geokimia ada dikenal

namanya titrasi, salah satunya adalah titrasi iodometri. Titrasi iodometri adalah

metode analisis kimia yang digunakan untuk menentukan konsentrasi zat

oksidator dalam suatu larutan berdasarkan reaksi redoksnya dengan ion iodida.

Metode ini telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang, termasuk analisis

lingkungan, analisis makanan, farmasi, dan industri. Prinsip dasar titrasi iodometri

melibatkan reaksi antara zat oksidator dengan ion iodida yang menghasilkan ion

iodin. Reaksi ini biasanya dilakukan dalam suasana asam, di mana ion iodida (I-)

akan teroksidasi menjadi iodin (I2). Iodin yang terbentuk kemudian dititrasi

dengan larutan standar yang mengandung zat reduktor, biasanya natrium tiosulfat

(Na2S2O3). Pada saat titrasi, natrium tiosulfat ditambahkan secara perlahan ke

larutan yang mengandung iodin. Reaksi antara iodin dan tiosulfat menghasilkan

ion tiosulfat dan mengurangi iodin menjadi ion iodida. Titik ekivalen, yaitu titik di

mana jumlah tiosulfat yang ditambahkan cukup untuk bereaksi dengan semua

iodin yang ada, ditandai oleh perubahan warna larutan dari kuning ke bening atau
biru muda. Titrasi iodometri memiliki beberapa keunggulan. Metode ini relatif

dapat digunakan untuk menganalisis berbagai zat oksidator. Selain itu, metode ini

memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dan sensitivitas yang baik. Namun, ada

beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri. Stabilitas iodida

dalam larutan perlu dijaga agar tidak teroksidasi oleh udara atau cahaya, yang

dapat mengurangi ketepatan hasil analisis. Penggunaan peralatan laboratorium

yang akurat dan terkalibrasi dengan baik juga penting untuk mendapatkan hasil

yang akurat.

1.2 Maksud Dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Adapun maksud dari praktikum ini adalah memahami cara kerja titrasi

iodometri secara umum.

1.2.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan hasil

standarisasi larutan Natrium Tiosulfat (Na 2S2O3) dan penentuan kadar sampel

Cu3+.

1.2.3 Prinsip Percobaan

Penentuan Kadar Tembaga (Cu2+) dalam sampel dilakukan dengan

penambahan kalium iodida yang nantinya akan membebaskan I 2. Kemudian I2 ini

yang akan dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geokimia

Geokimia ialah pengetahuan yang mempelajari bentuk,sifat dan fungsi serta

aksi- reaksi kimia alam yang ada di bumi. Geokimia adalah ilmu yang

mempelajari kandungan unsur dan isotop dalam lapisan bumi, terutama yang

berhubungan dengan kelimpahan (abundant), penyebaran serta hukum-hukum

yang mengaturnya. Dari dasar ini berkembang beberapa cabang ilmu geokimia di

antaranya, geokimia panas bumi, geokimia mineral, geokimia petroleum dan

geokimia lingkungan. Geokimia adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari

distribusi dan sifat kimia elemen dan senyawa di dalam kerak Bumi, batuan, air,

dan atmosfer. Disiplin ini berfokus pada studi komposisi kimia dan perubahan

kimia yang terjadi di dalam sistem geologi. Geokimia juga melibatkan

pemahaman tentang siklus biogeokimia, migrasi elemen, dan proses geokimia

yang terjadi di dalam Bumi (Soeria-Atmadja, R., & Soetrisno, N.1995).

Geokimia mengintegrasikan prinsip-prinsip kimia dan geologi untuk

memahami bagaimana unsur-unsur kimia berperilaku di dalam Bumi dan

bagaimana proses geologis dapat mempengaruhi komposisi kimia di berbagai

lingkungan. Tujuan utama dari geokimia adalah untuk memahami sumber,

perpindahan, dan distribusi unsur-unsur kimia di dalam sistem geologi (Prijadi,

A., Hidayat, Y., & Prihatmoko, S. 2006).


Studi geokimia melibatkan pengambilan contoh batuan, air, dan atmosfer,

serta analisis kimia untuk mengidentifikasi dan mengukur kandungan unsur-unsur

kimia dalam sampel tersebut. Metode analisis yang umum digunakan meliputi

spektrometri massa, spektrometri serapan atom, kromatografi, dan teknik isotop.

Dengan menggunakan data kimia ini, geokimiawan dapat mempelajari pola

distribusi unsur-unsur, perubahan komposisi dalam waktu geologis, dan berbagai

proses kimia yang terlibat (Hardjono, T., & Prihatmoko, S. 2011).

Geokimia memiliki aplikasi yang luas dalam pemahaman tentang Bumi dan

lingkungan. Misalnya, dalam bidang eksplorasi sumber daya mineral, geokimia

digunakan untuk menentukan potensi keberadaan mineral berharga dalam batuan.

Studi geokimia juga membantu dalam memahami sumber daya air bawah tanah

dan risiko polusi lingkungan. Selain itu, geokimia memberikan kontribusi penting

dalam memahami evolusi atmosfer dan perubahan iklim (Sadisun, I.A., &

Suharyanto. 2013).

2.2 Titrasi

Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volume larutan standar

ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak

dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui

secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi

larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah

larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat

tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum

larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan


dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif

rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi (Underwood, 2001).

Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan

jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan

basa organik dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian

senyawa itu terutama senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian

umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa

organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk

menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan

untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir

titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang

sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,

konduktometer (Rivai, 1990).

Gambar 2.1 Metode Titrasi

Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya

sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat

berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang
dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik

yg menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit.

Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau

ditentukan konsentrasinya atau strukturnya (Kenkel, 2003).

Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam

titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan

larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (Haryadi, 1990)

Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi

tidak tepat sama dengan titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan ada kelebihan titran,

indikator bereaksi dgn analit, atau indikator bereaksi dgn titran, diatasi dgn titrasi

larutan blanko. Larutan blanko larutan yg terdiri atas semua pereaksi kecuali

analit.Untuk mengetahui titik ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva

titrasi yaitu kurva yang menyatakan hubungan antara –log [H+] atau –log [X-]

atau –log [Ag+] atau E (volt) terhadap volum (Haryadi, 1990).

2.3 Iodometri

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.

Titrasi iodium termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih

besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyaw-senyawa yang bersifat

oksidator seperti CuSO4.5H2O. Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan

sampel dengan iodium (langsung), maka pada iodometri, sampel yang bersifat

oksidator direduksi dengan kalium iodide (KI) berlebih dan akan menghasilkan

iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium triosulfat.
Banyaknya volume natrium trisulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan

banyanya sampel (Dennis, 2018).

Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi kalium iodide atau

KI dalam Susana asam sehingga iod yang dibebskan kemudian di tentukan dengan

menggunakan larutan baku natium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar

tembaga (II) sulfat. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada titrasi iodometri adalah:

(1). Pada umumnya oksidasi langsung Pada umumnya oksidasi langsung dengan

iodometri dilakukan untuk bahan-bahan yang potensial oksidasi yang lebih rendah

dari ion dan sebaliknya. (2). Oksidasi oleh oksigen atmosfer pada reaksi oksidasi

dalam medium asam kuat dapat menghasilkan nilai titran yang salah sehingga

menyebabkan kesalahan perkiraan. (3). Iodometri tidak pernah dilakukan dalam

medium basa karena reaksi antara iod dengan hidroksida akan menghasilkan ion

hipoiodit dan iodat akan menjadi 2I 2-. Dimana 2 mol I akan mengoksidasi parsial

tiosulfat menjadi bentuk dioksidasi yang lebih tinggi seperti SO. Penentuan titik

akhir titrasi adalah dengan indikator kanji konsentrasi 0.5% yang dibuat segar

dengan menggunakan pati pelarut yaitu β-amilosa, menggunakan instrumen

potensiometri dan amperometri. Warna iod dalam pelarut organik misalnya karbon

tetraklorida dan kloroform. Khusus untuk titrasi yang tidak memungkinkan

penggunaan indikator kanji sehingga tidak perlu ditambahkan indikator. Warna

merah dari iodin dalam karbon tetraklorida dapat dilihat pada larutan iodin dengan

kepekatan yang sangat rendah, sifat inilah yang dipakai untuk menentukan titik

akhir titrasi dengan hilangnya warna merah ungu pada lapisan karbon tetraklorida.
Selain karbon tetraklorida dapat juga dipakai kloroform sebagai indikator dengan

sifat yang sama dengan karbon tetraklorida (Basset, 1985).

Iodometri adalah analisis titrimetri yang secara tidak langsung untuk zat

yang seperti oksidator seperti besi (III), tembaga (II) dimana zat ini akan

mengoksidasi iodida yang ditambahkan iodin. Iodin yang terbentuk akan

ditentukan dengan larutan baku tiosulfat. kelarutan iodin adalah serupa dengan

klorida dan bromida. Perak merkurium (I), merkurium (II), tembaga (I) dan timbal

iodida adalah garam garamnya yang paling sedikit larut. Reaksi-reaksi ini dapat

dipelajari dengan larutan kalium iodida 0.1 N (Svehla, 1987).

Gambar 2.2 Larutan hasil titrasi Iodometri

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri:

(Perdana, 2009)

1. oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara

akan mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan

meningkatnya asam)

2. reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)
3. larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit

hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.

4. pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum

dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.

5. penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam

air tetapi mudah larut dalam KI.

6. larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan

larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat

menjadi ion sulfat.

Kekurangan kanji sebagai indicator adalah: (Perdana, 2009)

1. kanji tidak larut dalam air dingin

2. suspensinya dalam air tidak stabil

3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I 2 akan

membentuk kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator

kanji maka penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.

Dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator

larutan Natrium Amylumglikolat. Indicator ini dengan I 2 tidsk akan membentuk

kompleks Iod-amilum sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi. (Perdana,

2009).

2.4 Metode Iodometri

Dalam larutan yang netral, atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak

muncul, terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Ada dua metode titrasi

iodometri, yaitu: (Underwood, 2002)


2.4.1 Secara Langsung (Iodometri)

Disebut juga sebagai cara iodimetri. Menurut cara ini suatu zat reduksi

dititrasi secara langsung oleh iodium, misal pada titrasi Na2S2O3 oleh I2.

2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6

Indikator yang digunakan pada reaksi ini, yaitu larutan kanji. Apabila larutan

thiosulfat ditambahkan pada larutan iodine, hasil akhirnya berupa perubahan

wujud dari tak berwarna menjadi berwarna biru. Tetapi apabila larutan iodine

ditambahkan kedalam larutan thiosulfat maka hasil akhirnya berupa perubahan

penampakan dari berwarna menjadi berwarna biru (Underwood, 2002).

2.4.2 Secara Tidak Langsung (Iodometri)

Disebut juga sebagai iodometri. Dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi

diubah menjadi iodium-iodium yang terbentuk dititrasi, dengan larutan standar

Na2S2O3. Jadi cara iodometri digunakan untuk menentukan zat pengoksidasi,

misal pada penentuan suatu zat oksidator ini (H 2O2). Pada oksidator ini

ditambahkan larutan KI dan asam hingga akan terbentuk iodium yang kemudian

dititrasi dengan larutan.

Na2S2O3.H2O2 + 2HCl → I2 + 2KCl + 2H2O

Setelah sangat larut dalam pelarutan yang mengandung ion iodide. Iodium

sedikit larut di air (0,00134 mol/liter pada 25C) (Underwood, 2002)

Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan

kalium iodida berlebih dan menitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen

pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin,

natrium tiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya, dalam keadaan pH 3-4.


Titrasi dengan arsenik (III) (di atas) membutuhkan sebuah larutan yang sedikit

alkalin. (Underwood, 2002)

Dalam larutan, kadar bahan yang terlarut (solut) dinyatakan dengan

konsentrasi. Istilah ini berarti banyaknya massa yang terlarut dihitung sebagai

berat (gram) tiap satuan volume (mililiter) atau tiap satuan larutan, sehingga

satuan kadar seperti ini adalah gram/mililiter. Cara ini disebut dengan cara

berat/volume atau b/v. Disamping cara ini, ada cara yang menyatakan kadar

dengan gram zat terlarut tiap gram pelarut atau tiap gram larutan yang disebut

dengan cara berat/berat atau b/b. Secara matematis, perhitungan kadar suatu

senyawa yang ditetapkan secara volumetri dapat menggunakan rumus-rumus

umum berikut. (Rohman, 2007)

2.5 Indikator Amilum

Amilum merupakan indikator yang penting dalam titrasi redoks. Indikator

ini dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodin (titrasi iodometri dan

iodimetri). Amilum dengan iodin membentuk senyawa kompleks amilum-iodin

yang bewarna biru pekat. Pembentukan warna ini sangat sensitif dan dapat terjadi

walaupun iodin yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit (Alauhdin,

2020).

Amilum mudah terdegradasi, sehingga larutan amilum yang baru harus

selalu disiapkan untuk setiap titrasi atau larutan tersebut ditambah pengawet

seperti HgI2 (~1 mg/100 mL) atau timol. Amilum juga dapat terhidrolisis menjadi

glukosa yang merupakan gula pereduksi, sehingga hidrolisis sebagian atas amilum

dapat menyebabkan kesalahan pada titrasi redoks dengan indikator amilum ini.
Pada titrasi iodometri, penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang

akhir titrasi yang ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (awalnya

kuning kecokelatan karena adanya I2 dalam jumlah banyak). Hal ini perlu

dilakukan karena kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat, akibatnya

banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal

titrasi. Alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat

yang dapat menyebabkan amilum terhidrolisis. Penambahan amilum menjelang

akhir titrasi dapat menghindari terjadinya hidrolisis (Alauhdin, 2020).

Pada titrasi iodometri menggunakan amilum sebagai indikator yang

berfungsi untuk menunjukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan

warna dari biru menjadi tidak berwarna. Larutan indikator amilum ditambahkan

pada saat akan menjelang titik akhir dititrasi, karena jika indikator amilum

ditambahkan diawal akan membentuk iod-amilum memiliki warna biru kompleks

yang sulit dititrasi oleh natrium tiosulfat (Maria, 2015).

Pemberian indikator amilum ini bertujuan untuk memperjelas titik akhir dari

titrasi. Pemakaian indikator amilum dapat memberikan warna biru gelap dari

komplek iodin-amilum sehingga indikator ini bertindak sebagai suatu tes yang

amat sensitif untuk iodin. Penambahan indikator amilum harus menunggu hingga

titrasi mendeteksi sempurna, hal ini disebabkan bila pemberian indikator terlalu

awal maka ikatan antara ion dan amilum sangat kuat, amilum akan membungkus

iod sehingga iod sukar lepas, akibatnya warna biru sukar hilang dan titik akhir

titrasi tidak kelihatan tajam lagi. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya

warna biru dari larutan yang dititrasi. Iodin sebenarnya dapat bertindak sebagai
indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga dapat memberikan warna ungu atau

violet untuk zatzat pelarut seperti CCl4 dan kloroform sehingga kondisi ini dapat

dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi (Sunardi, 2006).

2.6 Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) merupakan larutan standar yang

digunakan dalam kebanyakan proses iodometri. Larutan Na 2S2O3 biasanya dibuat

dari garam pentahidratnya (Na2S2O3.5H2O). Garam ini mempunyai berat ekivalen

yang sama dengan berat molekulnya (248,17) maka dari segi ketelitian

penimbangan, hal ini menguntungkan. Larutan Na2S2O3 perlu distandarisasi

karena bersifat tidak stabil pada keadaan biasa (pada saat penimbangan).

Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari dan adanya

bakteri yang memanfaatkan Sulfur. Kestabilan larutan Na 2S2O3 dalam

penyimpanan ternyata paling baik bila mempunyai pH antara 9-10. Cahaya dapat

mempengaruhi larutan ini, oleh karena itu larutan ini harus disimpan di botol yang

berwarna gelap dan tertutup rapat agar cahaya tidak dapat menembus botol dan

kestabilan larutan tidak terganggu karena adanya oksigen di udara (Harjadi, W.

2002).

Garam Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) mudah diperoleh dalam keadaan

murni, tetapi karena kandungan air kristalnya tidak selalu tetap, maka garam ini

bukanlah zat standar primer. Standarisasi larutan tiosulfat dapat dilakukan dengan

zat standar primer seperti garam kalium iodat (KIO3), garam kalium bromat

(KBrO3), atau garam kalium dikromat (K2Cr2O7) (Alauhdin, 2020).


Sedangkan larutan standar primer yang digunakan dalam percobaan ini yaitu

larutan K2Cr2O7 karena larutan kalium bikromat merupakan suatu zat

pengoksidasi yang cukup kuat, sangat stabil dan memiliki derajat kemurnian yang

tinggi dan tidak bersifat higroskopis. Seperti penambahan Na2S2O3 yang

berfungsi sebagai titran, karena Na2S2O3 bukan larutan standar primer sehingga

harus distandarisasi oleh K2Cr2O7 atau dengan KIO3. Selanjutnya fungsi

K2Cr2O7 yaitu sebagai larutan standar primer untuk menstandarisasi larutan

natrium tiosulfat dan sebagai pereaksi oksidasi (Asip dan Okta, 2013).

2.7 Larutan KI

Kemudian larutan ditambahkan dengan KI 0,1 N dimana KI berfungsi

sebagai zat pereduksi, yakni membebaskan iod dari iodida sehingga terbentuk I2.

Pada proses iodometri ini, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan KI

berlebih dan akan menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku

natrium tiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Na2S2O3 yang dipergunakan

sebagai titran setara dengan banyaknya sampel. Adapun I2 yang dibebaskan disini

berfungsi sebagai agen pengoksidasi pada saat dititrasi karena mengalami reduksi

menjadi I– (Yeniza dan Purba, 2019).

Pada penambahan CuSO4 menghasilkan larutan yang berwarna biru

kemudian ditambahkan dengan larutan KI yang berfungsi sebagai zat pereduksi,

yakni membebaskan iod dari iodida yang berfungsi sebagai agen pengoksidasi

pada saat dititrasi dikarenakan I2 mengalami reduksi menjadi I- . Adapun setelah


penambahan KI, larutan berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Perubahan

warna ini menunjukkan adanya reaksi antara KI dengan larutan CuSO4. Fungsi

dari penambahan KI adalah untuk membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya

warna kuning pada sampel (Yeniza dan Purba, 2019).

2.8 Penambahan Asam Sulfat (H2SO4)

Dalam menstandarisasikan larutan natrium tiosulfat biasa dalam keadaan

asam, bisa menggunakan H2SO4 atau HCl. Fungsi penambahan asam sulfat

(H2SO4) pekat dalam larutan tersebut yang telah ditambahkan KI adalah

memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan

kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah (Tiyas,

2011).

Studi ini mempelajari pengaruh penambahan asam sulfat (H2SO4) 2 N pada

determinasi kadar vitamin C pada buah pepaya menggunakan titrasi iodimetri.

Dalam proses titrasi ini, penambahan asam sulfat menghasilkan kondisi asam

dalam larutan vitamin C saat proses titrasi terjadi dengan solusi dari iodium

standar (Ngibad et al, 2019).

2.9 Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Iodometri

Walaupun dalam prosesnya mudah, namun ada beberapa kelebihan dan juga

kekurangan dari metode titrasi iodimetri yaitu sebagai berikut (Khopkar, S.M.

2003) :

2.9.1 Kelebihan

1. Reaksi berlangsung lebih cepat karena titer dan titran langsung bereaksi

2. Penambahan indicator kanji dilakukan di awal titrasi


3. Warna titik akhir lebih mudah diamati yaitu dari tidak berwarna (bening)

menjadi berwarna biru

4. Sederhana dan ekonomis: Metode iodometri relatif sederhana dan mudah

dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah

didapat, seperti larutan iodin, larutan iodida, dan larutan standar.

5. Universalitas: Metode iodometri dapat diterapkan dalam berbagai jenis

analisis kimia, termasuk penentuan konsentrasi oksidator, reduktor, dan zat

lainnya. Hal ini menjadikan metode ini sangat fleksibel dan dapat digunakan

dalam berbagai bidang.

6. Tingkat deteksi yang baik: Metode iodometri memiliki tingkat deteksi yang

baik terhadap senyawa yang dititrasi. Perubahan warna yang terjadi ketika

iodin berkurang memberikan indikator visual yang jelas untuk menentukan

titik ekivalen.

7. Stabilitas larutan iodin: Larutan iodin dapat disimpan dalam waktu yang

relatif lama dan tetap stabil jika ditempatkan dalam botol kaca coklat yang

tertutup rapat. Ini memudahkan penggunaan metode iodometri dalam

analisis rutin di laboratorium.

8. Kecepatan reaksi yang relatif cepat: Meskipun iodometri mungkin

membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan beberapa

metode titrasi lainnya, reaksi reduksi iodin oleh senyawa yang dititrasi

cenderung berlangsung dengan kecepatan yang cukup baik.

2.9.2 Kekurangan
1. Sensitivitas terhadap keberadaan zat interferen: Metode iodometri dapat

terpengaruh oleh keberadaan zat interferen yang dapat mengganggu reaksi

reduksi iodin. Beberapa senyawa atau elemen tertentu dalam sampel dapat

berinteraksi dengan iodin atau senyawa iodida, mengubah hasil analisis yang

akurat.

2. Pengaruh kelebihan zat reduktor: Jika terdapat kelebihan zat reduktor dalam

sampel, hal ini dapat menyebabkan terbentuknya ion iodida yang berlebihan,

mengganggu titrasi dengan iodin. Hal ini dapat menghasilkan nilai yang

terlalu tinggi dalam penentuan konsentrasi zat yang dititrasi.

3. Waktu reaksi yang lambat: Reaksi reduksi iodin oleh senyawa yang dititrasi

dapat membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai titik ekivalen.

Ini dapat memperlambat proses analisis dan membuat metode iodometri

kurang efisien dibandingkan dengan metode titrasi lainnya.

4. Kelemahan sebagai metode kuantitatif yang tepat: Iodometri dapat

memberikan hasil yang cukup akurat untuk analisis kualitatif, tetapi

mungkin kurang akurat untuk penentuan kuantitatif. Hal ini disebabkan oleh

perubahan warna yang sulit untuk diamati dengan ketepatan tinggi, serta

sensitivitas terhadap kondisi percobaan dan variabilitas dalam persiapan

larutan.
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan Iodometri adalah:

1. Aquades

2. Natrium Tiosulfat (Na2S2O4)

3. Asam Sulfat (H2SO4)

4. Sampel Cu2+

5. Amilium

6. Kalium Iodat (KIO3)

3.2 Alat Percobaan

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan Iodometri adalah:

1. Gelas Kimia

2. Labu Ukur

3. Buret

4. Statif dan Klem

5. Sendok Tanduk

6. Batang Pengaduk

7. Elenmeyer

8. Labu Semprot
9. Corong

10. Pipet skala

11. Bulb

3.3 Prosedur Percobaan

3.1.1 Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Pipet 10 mL KIO3, masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL

H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan Na 2S2O3 sampai

larutan berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi dilanjutkan sampai

terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. Ulangi standarisasi

sebanyak dua kali.

3.1.2 Penentuan Kadar Sampel Cu2+

Pipet 10 mL larutan sampel Cu2+, masukkan ke dalam labu erlemeyer.

Tambahkan 2mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan

Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi

dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna.

Ulangi standarisasi sebanyak dua kali.


DAFTAR PUSTAKA

Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia, Jakarta.


Kenkel, John. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. Lewis Publishers,
Washington.
Marwati, S. 2010. “Aplikasi Beberapa Ekstrak Bunga Berwarna sebagai Indikator
Alami Pada Titrasi Asam Basa”.Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta : FMIPA UNY.
Parning .2006. Kimia, Penerbit Yudhistira, Jakarta
Rivai, H., 1990, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press: Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Padmaningrum, Regina Tutik. 2006. Makalah pada Kegiatan Pengabdian
kepada Masyarakat “Pelatihan bagi Laboran IPA SMA”. Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Sutresna, N. 2008. Cerdas Belajar Kimia, Grafindo. Bandung.
Syukri. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB.
Underwood, 2001. Analisis Kimia Kuantitas, Jakarta : Erlangga.
Basset, J. (1985). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi
Kelima. Diterjemahan dari Vogel’s Text Book of Qualitative Inoganic
Analysis Macro and Semimicro Fiveth edition Oleh Hadyana, P. PT.
Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Dennis., dkk (2018). Titrasi Iodometri dalam sampel Buah-buahan. Jurnal analisis.
4 (3): 111-120.
Nurmastika, A., dkk. (2018). Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar Asam
Askorbat Pada Buah dengan Metode Titrasi Iodimetri. Jurnal SETRUM.
7(1): 147:157.
Svehla, G., (1987). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro, Edisi kelima, diterjemahkan oleh Setiono, L & Pudjaatmaka,
A.H. Media Pusaka. Jakarta.
Underwood, A.L. JR. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Terjemahan dari Quantitative Analysis Sixth Editon, oleh Aloysius
Handyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Alauhdin, M. 2020. Buku Ajar Kimia Analitik Dasar. Semarang: Unnes Press. Asip, Faisal
dan Thomas Okta. 2013. Adsorbsi H2S Pada Gas Alam Menggunakan Membran
Keramik dengan Metode Titrasi Iodometri. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 19 No. 4: 22-
28. Harjadi,W. 2002. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia. Maria, Ade
Ulfa. 2015. Penetapan Kadar Klorin (Cl2) Pada Beras Menggunakan Metode
Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik. Vol. 9 No. 4: 197-200. Ngibad, Khoirul., M.
Sugging Pradana., dan Inggrid Retno Y. 2019. Effect of Starch and Sulfuric Acid on
Determination of Vitamin C in Papaya Fruit Using Iodimetri. Indonesian Journal
of Medical Laboratory Science and Technology. Vol. 1 No. 1: 15-21. Silviana,
Ernita., Fauziah, dan Azmalina Adriani. 2019. The Comparison of Potassium
Iodate Concentration in Jangka Salt of Matang Glumpang Dua Production from
The Cooking and Natural Drying Process by Iodometry Method. Lantanida
Journal. Vol. 7 No. 2: 142. Sunardi. 2006. Unsur Kimia, Deskripsi dan
Pemanfaatannya. Jakarta: CV. Yarama Widya. Tiyas, Dyaning Nugraheni. 2011.
Analisis Penurunan Bilangan Iod Terhadap Pengulangan Penggorengan Minyak
Kelapa dengan Metode Titrasi Iodometri. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Prodi
Pendidikan Kimia. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau: Pekanbaru. Underwood, A.L. 2002. Analisa Kimia
Kuantitatif Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga. Yeniza. dan Anjar Purba Asmara. 2019.
Penentuan Bilangan Peroksida Minyak RBD (Refined Bleached Deodorized) Olein
PT. PHPO dengan Metode Titrasi Iodometri. Jurnal AMINA. Vol. 1 No. 2: 79-83
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015, Penuntun Praktikum Kimia Organik, Fakultas Farmasi


Universitas Muslim Indonesia : Makassar.

Day, R.A & Underwood, A.L., 2001, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga:.
Jakarta.

Day, R.A & Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga:.
Jakarta.

Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta : Depkes RI

Gholib, Ibnu, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka pelajar: Yogyakarta.

Mulyono, 2011, Membuat Reagen Kimia, Bumi Aksara : Jakarta

Rohman, Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka Pelajar,


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai