Anda di halaman 1dari 41

BAB III

STRATIGRAFI

3.1. Stratigrafi Regional

Secara regional daerah penelitian termasuk dalam Lembar Pangkajene dan

Watampone Bagian Barat, oleh Rab Sukamto (1982), (Gambar 4). Satuan batuan

tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur Atas

yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km) yang terdiri dari batuan sedimen

flysch yaitu peselingan antara batupasir, batulanau dan serpih serta batuan

terobosan yang bersifat trakit-andesit. Berdasarkan fosil Globotruncana yang

terdapat pada batupasir gampingan, menunjukkan umur Kapur Atas dan di

endapkan pada lingkungan laut dalam (Van Leeuwen, dalam Sukamto, 1982).

Batuan Malihan (S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda

daripada Formasi Marada, yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga

berumur Miosen. Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih

muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan tidak

begitu jelas, kemungkinan tidakselaras (Sukamto & Supriatna,1982) (tabel 3.1).

Formasi Mallawa (Tem), tersusun oleh batupasir arkosik, batulanau,

batulempung, napal, dan konglomerat yang diinterkalasi oleh layer-layer atau

lensa-lensa batubara dan batugamping. Formasi ini terdapat di bagian barat

Sulawesi Selatan, yang melapis – bawahi secara tak-selaras Formasi Balangbaru

dan setempat Formasi Langi (Sukamto, 1982). Umur Paleogen pada formasi ini

diduga dari palinomorfisnya (Khan & Tschudy, dalam Sukamto, 1982), sementara

37
38

fosil ostrakoda menunjukkan umur Eosen (Hazel, dalam Sukamto, 1982). Formasi

Mallawa ini diduga terendapkan pada lingkungan terrestrial/marginal marine yang

menerus ke atas secara transgersif sampai ke lingkungan laut dangkal (Wilson,

1995).

Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-

Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dengan umur

bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah

Timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya. Formasi

Salo Kalupang, terdiri dari batupasir, serpih dan batulempung berselingan dengan

konglomerat gunungapi, breksi dan tufa serta bersisipan dengan lava dan

batugamping serta napal.

Formasi Batugamping Tonasa (Temt), melapis-bawahi secara tak-selaras

Formasi Mallawa dan Volkanik Langi. Dari bawah ke atas, formasi ini tersusun

oleh anggota-anggota A (kalkarenit berlapis baik), B (batugamping berlapis tebal

sampai batugamping masif ), C (sekuens batugamping detritus tebal dengan

limpahan foraminifera), dan D (limpahan material volkanik dan olistolit

batugamping dari berbagai umur ) (van Leeuwen, 1981; Sukamto, 1982). Formasi

ini berumur Eosen sampai Miosen Tengah (van Leeuwen, 1981; Sukamto, 1982;

Wilson, 1995). Margin bagian selatan dari Formasi Tonasa diduga merupakan

margin bertipe landai, dan Platform Karbonat Tonasa disusun terutama oleh fasies

laut dangkal, sedangkan margin bagian utara didominasi oleh fasies redeposited

(Wilson, 1995). Formasi Mallawa dan Tonasa tersebar luas di bagian barat

Sulawesi Selatan (Wilson, 1995).


39

Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv) terdiri atas lava dan breksi

dengan sisipan tufa, batupasir, batulempung dan napal kebanyakan bersusunan

basal dan andesitik, kelabu tua hingga kehijauan, umumnya kasat mata,

kebanyakan terubah, amigdaloidal dengan mineral sekunder karbonat dan silikat;

sebagian lavanya menunjukan struktur bantal. Satuan batuan ini tersingkap di

sepanjang pegunungan timur lembah Walanae, terpisahkan oleh jalur sesar dari

batuan sedimen dan karbonat yang berumur Eosen di bagian Baratnya, satuan ini

berumur Miosen Bawah.

Satuan batuan yang berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun

Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras

batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut

berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi

dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan

karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan

Walanae, daerah Timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota

Selayar (Tmps). Anggota bagian bawah Formasi Camba terdiri atas batupasir

tufaan yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir, batulempung, konglomerat

volkanik dan breksi volkanik, napal, batugamping, dan batubara (Sukamto, 1982;

Sukamto & Supriatna, 1982).

Anggota Batuan Gunungapi Formasi Camba (Tmcv) berumur Miosen

Tengah sampai Miosen Akhir dengan ketebalan sekitar 2.500 m. Formasi Camba

(Tmcv) ini disusun oleh batuan gunungapi, lava, konglomerat dan tufa berbutir

halus hingga lapili, bersisipan dengan batuan sedimen laut berupa batupasir
40

tufaan, batupasir gampingan dan batulempung yang mengandung banyak sisa-

sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih banyak mengandung breksi gunungapi dan

lava yang berkomposisi andesit dan basal, konglomerat juga berkomponen andesit

dan basal dengan ukuran 3 – 50 cm, tufa kristal dan tufa vitrik. Bagian atasnya

mengandung ignimbrit bersifat trakit dan tefrit leusit, ignimbrit berstruktur kekar

meniang, berwarna kelabu kecoklatan dan coklat tua, tefrit leusit berstruktur aliran

dengan permukaan berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv ini termasuk

sebagai Batuan Gunungapi Sopo, Batuan Gunungapi Lemo. Breksi gunungapi

yang tersingkap di Pulau Selayar mungkin termasuk formasi ini. Breksinya sangat

kompak, sebagian gampingan, berkomponen basal amphibol, basal piroksin dan

andesit (0,5 – 30 cm), bermassa dasar tufa yang mengandung biotit dan piroksin.

Satuan ini merupakan fasies gunungapi dari Formasi Camba yang berkembang

baik di daerah sebelah Utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian

Barat), lapisannya kebanyakan terlipat lemah dengan kemiringan rata- rata 20 o,

menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan batuan yang lebih

tua. Fosil formasi ini yang dikenali yaitu Globigerina venezuelana (HEDBERG),

Globorotalia mayeri CHUSMAN & ELLISOR, Gl. menardii (D’ORBIGNY), Gl.

siakensis (LEROY), Gl. acostaensis BLOW, Globigerinoides extermus BOLLI, Gd.

immaturus LEROY, Gd. Obliqus BOLLI, Gd. Rubber (D’ORBIGNY), Gd.

Sacculifer (BRADY), Gd. Trilobus (REUSS).


41

Gambar 4. Peta Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat


(Sukamto, 1982).

Tabel 3.1. Kolom Stratigrafi Regional Lembar Pangkajene dan Watangpone


Bagian Barat (Sukamto, 1982)
42

Sedimen termuda lainnya adalah Endapan Aluvium, Rawa dan Pantai

(Qac); kerikil, pasir, lempung, lumpur dan batugamping koral. Terbentuk dalam

lingkungan Sungai, rawa, pantai dan delta.

3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian

didasarkan pada litostratigrafi dan litodemik tidak resmi, yang bersendikan ciri

fisik yang dapat diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman litologi,

dan urutan satuan batuan yang menerus, serta dapat terpetakan pada sekala 1 :

25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Berdasarkan litostratigrafi dan litodemik tidak resmi, maka pembagian

satuan batuan daerah penelitian dapat dibagi menjadi lima satuan batuan yang

diurutkan dari muda ketua, terdiri atas :

 Satuan breksi gunungapi

 Satuan andesit porfiri

 Satuan breksi

 Satuan batugamping

 Satuan batupasir

Pembahasan dan uraian dari urutan stratigrafi daerah penelitian dari tua

kemuda adalah sebagai berikut :

3.2.1 Satuan batupasir

Satuan batupasir merupakan satuan tertua pada daerah penelitian.

Pembahasan tentang satuan batupasir ini meliputi uraian mengenai dasar


43

penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik

megaskopis dan mikroskopis, lingkungan pengendapan, umur dan hubungan

stratigrafi dengan satuan batuan diatas maupun dibawahnya.

3.2.1.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini yaitu berdasarkan pada litostratigrafi

tidak resmi yang didasarkan atas ciri litologi, keseragaman gejala litologi dan

ukuran butir, kandungan mineral, dan batuan yang penyebarannya mendominasi

pada satuan batuan ini secara lateral, serta dapat terpetakakan dalam peta berskala

1: 25.000.

Penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan

batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Penamaan

secara megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan berdasarkan komposisi

mineral yang bisa teramati secara langsung oleh mata dan dilihat dari ukuran butir

pada batuan dengan menggunakan klasifikasi ukuran butir skala Wenworth,

1922, dalam Boggs, 1987. Sedangkan penamaan secara mikroskopis yaitu

berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi terhadap komposisi

mineral secara lebih spesifik yaitu dengan menggunakan klasifikasi Pettijohn,

1957 dalam Koesoemadinata, 1983.

3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan

Penyebaran satuan ini menempati 6 % dari luas keseluruhan daerah

penelitian, dengan luas penyebaran 2,3 km 2, terdapat pada bagian landai satuan

morfologi perbukitan bergelombang. Penyebaran satuan batupasir ini menempati


44

bagian Tenggara lokasi penelitian yang memanjang dari Utara ke Selatan. Satuan

batupasir ini tersingkap dengan baik pada Sungai Watangmallawa dan Daerah

Uludaya.

Ketebalan satuan batupasir ini diperoleh dari perhitungan ketebalan

berdasarkan penampang geologi. Berdasarkan hasil perhitungan ketebalan satuan

batupasir dari penampang geologi A – B sehingga diperoleh ketebalan dari satuan

ini adalah ± 475 meter.

3.2.1.3 Ciri Litologi

Kenampakan lapangan satuan batupasir pada daerah ini umumnya

didominasi oleh batupasir dengan warna segar kuning – kuning kecoklatan dan

dalam keadaan lapuk berwarna coklat, tekstur klastik, ukuran butir pasir (Lihat

Foto 3.1).

Foto 3.1. Singkapan Batupasir berwarna kuning – kuning kecoklatan, jurus


lapisan kearah Barat dengan kemiringan 100. Pada aliran sungai
Watangmallawa daerah Hoddie, difoto kearah Barat pada stasiun 75.
45

Struktur berlapis dengan jurus perlapisan relatif kearah Barat dengan

kemiringan yang bervariasi, berkisar dari 5° sampai 30°. Komposisi mineral

didominasi dari mineral kuarsa dan feldspar. Ketebalan perlapisan yang dijumpai

di lapangan 10 – 80 cm. Kondisi singkapan di lapangan umumnya dijumpai

dalam kondisi lapuk dan singkapan yang segar dijumpai pada sungai – sungai di

lokasi penelitian.

Hasil analisis petrografis yang dilakukan pada sayatan tipis batupasir

stasiun 76 dan 82, dengan nomor sayatan 11/AI/042 dan 11/AI/45A (Lihat Foto

3.2). Berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik, kemas terbuka, pemilahan

buruk, bentuk menyudut tanggung – membulat tanggung, ukuran butir 0,03 – 1,5,

tersusun oleh fragmen batuan (10-15%), feldspar (12-25%), kuarsa (20-30%),

mineral opak (5-15%), dan mineral lempung (30-70%). Hasil analisis petrografis

terlampir.

fl fg
mo

lp
ks

Foto 3.2. Fotomikrograf batupasir pada stasiun 76 dengan nomor syatan


11/AI/42, memperlihatkan fragmen batuan (fg), feldspar (fl), kuarsa
(ks), mineral opak (mo), dan mineral lempung (lp). Difoto pada nikol
silang dengan perbesaran 50X.
46

Analisis mikropaleontologi dilakukan pada litologi batulempung stasiun

24, 79, dan pada litologi batupasir stasiun 82. Dari hasil analisis

mikropaleontologi dijumpai adanya kandungan fosil foraminifera besar dan

foraminifera kecil (Lihat Foto 3.3), kandungan foraminifera kecil berupa fosil

planktonik dan fosil bentonik (Lihat Tabel 3.2), sedangkan jenis foraminifera

besar yang dapat dikenali berupa Nummulites sp dari hasil sayatan batulempung

pada stasiun 79 (Lihat Foto 3.4).

Tabel 3.2. Kandungan fosil foraminifera kecil pada satuan batupasir, hasil
analisis mikropalentologi pada stasiun 24, 79, dan 82.

Stasiun
Kandungan Fosil
24 79 82
Fosil Planktonik
√ √ Globorotalia aspensis (COLOM)
√ √ √ Globorotalia renzi BOLLI
√ Globigerapsis kugleri BOLLI, LOEBLICH, and TAPPAN
Fosil Bentonik
√ √ √ Cibicides sp.
√ √ Nodosaria sp.
√ √ Quingueloculina

a b c

d e f

Foto 3.3. Kandungan fosil pada satuan batupasir yaitu foraminifera kecil
planktonik berupa Globigerapsis kugleri BOLLI, LOEBLICH, and
TAPPAN (a), Globorotalia aspensis (COLOM) (b), Globorotalia renzi
BOLLI (c), foraminifera kecil bentonik berupa Nodosaria sp.(d), Cibicides
sp. (e), Quingueloculina (f).
47

Foto 3.4. Sayatan tipis litologi batulempung pada stasiun 79 memperlihatkan


kandungan fosil Nummulites sp.

3.2.1.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada komposisi dan sifat

fisik batuan tersebut serta tempat hidup fosil yang dijumpai, yang disesuaikan

dengan klasifikasi yang disusun oleh Boltovskoy, 1976. Penentuan umur relatif

dari satuan batupasir didasarkan pada kandungan fosil planktonik yang

ditunjukkan pada zonasi Blow, 1969 dalam Postuma, 1971, dengan menggunakan

zona selang.

Berdasarkan hasil pengamatan sifat fisik batuan, terdapatnya kandungan

kuarsa yang melimpah, lapisan – lapisan batulempung, batulempung karbonatan,

serta lensa batubara, hasil analisis mikropaleontologi pada fosil foraminifera

bentonik, yang menunjukkan kelimpahan fosil Cibicides sp, terdapat Nododaria

sp, dan Quingueloculina, memberikan suatu kesimpulan bahwa lingkungan


48

pengendapan satuan batuan ini adalah lingkungan fluvial/transisi (Intertidal

Zone) yang berkembang hingga kearah laut dangkal (Inner Neritik (Shelf)

Zone), dengan kedalaman kurang dari 30 meter, Boltovkoy 1976.

Berdasarkan kandungan fosil planktonik maka umur relatif satuan

batupasir ini didasarkan pada kisaran hidup spesies - spesies foraminifera

planktonik, kemudian disebandingkan dengan kisaran hidup menurut Zonasi

BLOW, 1969 dalam Postuma 1971, maka batas bawah dari satuan batupasir

ditentukan dengan awal pemunculan Globorotalia renzi BOLLI dan batas atas

ditentukan dengan pemusnahan Globigerapsis kugleri BOLLI, LOEBLICH, and

TAPPAN (Lihat Tabel 3.3), maka umur satuan batupasir ini adalah Eosen

Tengah Bagian Bawah - Eosen Tengah Bagian Atas atau antara P10 - P13

(Blow, 1969 dalam Postuma, 1971).

Tabel 3.3. Penentuan umur satuan batupasir berdasarkan kandungan fosil


planktonik (Postuma, 1971)

E O C E N E
KANDUNGAN FOSIL
BAWAH TENGAH ATAS
Globorotalia aspensis (COLOM)
Globorotalia renzi BOLLI
Globigerapsis kugleri BOLLI, LOEBLICH and TAPPAN

Berdasarkan kesamaan ciri-ciri fisik batuan, kesamaan fosil dan umur serta

penyebaran geografisnya, maka satuan batupasir di daerah penelitian dapat

dikorelasikan dengan bagian bawah Formasi Mallawa (Tem) yang berumur

Eosen Tengah (Sukamto, 1982).


49

3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Penarikan batas satuan batupasir dengan satuan batuan yang lain pada

lokasi penelitian didasarkan atas umur kandungan fosil dan kontak di lapangan,

serta perubahan warna soil. Berdasarkan hasil korelasi terhadip stratigrafi

regional, serta hasil penelitian lapangan, hubungan stratigrafi satuan batupasir

dengan batuan lebih tua yaitu batuan serpih pada Formasi Balangbaru

(Sukamto,1982) berupa kontak ketidakselarasan, serta kontak selaras dengan

satuan batuan yang lebih mudah diatasnya, yaitu satuan batugamping, dan kontak

lelehan terhadap satuan andesit porfiri.

3.2.2 Satuan batugamping

Pembahasan tentang satuan batugamping meliputi uraian mengenai dasar

penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik

megaskopis dan petrografis, lingkungan pengendapan, umur dan hubungan

stratigrafi dengan satuan lainnya.

3.2.2.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan batuan ini yaitu berdasarkan atas ciri litologi dan

batuan penyusun yang penyebarannya mendominasi pada satuan batuan ini secara

lateral, serta dapat terpetakan dalam peta berskala 1: 25.000. Litologi yang

menyusun satuan ini berupa batuan sedimen yaitu batugamping pasiran, dan

batugamping kristalin.
50

Pemerian serta penamaan litologi penyusun satuan ini didasarkan atas dua

pengamatan yaitu secara megaskopis dan mikroskopis. Pengamatan dan penamaan

secara megaskopis dilakukan terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang

dapat teramati secara langsung dilapangan dan diklasifikasikan menurut Dunham,

1962.

Pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan menggunakan mikroskop

polarisasi dalam pengamatan jumlah, sifat fisik dan optik mineral serta pemerian

komposisi mineral secara spesifik. Pengamatan secara petrografis ini

menggunakan klasifikasi batuan karbonat menurut Folk, 1959 yaitu berdasarkan

komponen penyusun serta tekstur batugamping.

3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan

Penyebaran satuan ini menempati 15 % dari luas keseluruhan daerah

penelitian, dengan luas penyebaran 6,0 km2, terdapat pada satuan morfologi

perbukitan bergelombang. Penyebaran satuan batugamping ini menempati bagian

Timur lokasi penelitian yang memanjang dari Utara ke Selatan. Satuan

batugamping ini tersingkap dengan baik pada Sungai Watangmallawa dan daerah

Realolo, serta daerah Hoddie dan Kamboe.

Ketebalan satuan batugamping ini diperoleh dari perhitungan ketebalan

berdasarkan penampang geologi. Berdasarkan hasil perhitungan ketebalan satuan

batugamping dari penampang geologi C – D sehingga diperoleh ketebalan dari

satuan ini adalah ± 625 meter.


51

3.2.2.3 Ciri Litologi

Litologi penyusun satuan ini pada umumnya memperlihatkan ciri - ciri

fisik batuan yang terbentuk dari aktivitas sedimentasi secara mekanik, serta hasil

sedimentasi secara kimia yang meliputi batugamping pasiran, serta batugamping

kristalin.

Kenampakan lapangan dari batugamping pasiran di daerah ini, dalam

keadaan segar warna segar kuning – kecoklatan, warna lapuk coklat, tekstur

klastik, struktur berlapis, memperlihatkan cangkang – cangkang fosil Moluska,

klass gastropoda (Lihat Foto 3.5). Struktur berlapis dengan jurus perlapisan relatif

berarah Utara Barat Laut – Selatan Menenggara (N335°E) dengan kemiringan

perlapisan bervariasi dari 3° hingga 65°. Ketebalan perlapisan yang dijumpai

cukup bervariasi dengan tebal sekitar 10 – 100 cm. Struktur sedimen berupa kekar

lembar, (Lihat Foto 3.6)

Foto 3.5. Batugamping Pasiran dengan kandungan fosil molluska, klass


gatropoda, pada daerah Uludaya. Difoto ke arah N 330 0 E pada stasiun
82.
52

Foto 3.6. Batugamping kristalin dengan struktur batuan berupa kekar lembar.
Difoto ke arah N 2000 E pada stasiun 9.

Hasil analisis petrografis yang dilakukan pada sayatan tipis batugamping

stasiun 8, 66, dan 82, dengan nomor sayatan 11/AI/028, 11/AI/35 dan 11/AI/45A.

Sayatan tipis batugamping kristalin (Lihat Foto 3.7), dalam sayatan tipis, warna

abu – abu kecoklatan, tekstur grain supported allochems, tersusun atas semen

kalsit (sparry calcite) (93-95%), dan mineral opak (5-7%), ukuran 0,03 – 0,8 mm,

nama batuan Sparites (Folk, 1959). Sayatan tipis batugamping fosilan (Lihat Foto

3.8 A), warna segar kuning kecoklatan, warna lapuk coklat, tekstur grain

supported, struktur berlapis, tersusun atas skeletal grain berupa mikrofosil, butiran

fosil, serta pecahan – pecahan fosil makro (25-40%), nonskeletal grain berupa

mineral piroksin (5-15%) dan mineral opak (5%), serta semen kalsit (sparry

calcite) (50-55%), nama batuan Unsorted Biosparite (Folk, 1959).


53

mo

ks

Foto 3.7 Fotomikrograf batugamping kristalin pada stasiun 66 dengan nomor


syatan 11/AI/35, memperlihatkan mineral kalsit (ks) dan mineral opak
(mo). Difoto pada nikol silang dengan perbesaran 50X

A B

Foto 3.8. Fotomikrograf batugamping pasiran pada stasiun 8 dan 82 dengan


nomor sayatan 11/AI/28 dan 11/AI/45 B, memperlihatkan fosil
foraminifera besar dan kecil yang melimpah. Difoto pada nikol sejajar
dengan perbesaran 50X

Sayatan tipis batugamping fosilan (Lihat Foto 3.8 B), warna segar kuning

kecoklatan, warna lapuk coklat, tekstur grain supported, struktur berlapis,

tersusun atas skeletal grain berupa butiran fosil foraminifera besar, mikrofosil

foraminifera planktonik dan bentonik (20-45%), mikrit berukuran pasir halus –


54

lempung (30-45%), semen kalsit (sparry calcite) (20-50%), nama batuan Packed

Biomicrite (Folk, 1959).

Analisis mikropaleontologi dilakukan pada litologi batugamping pasiran

stasiun 8, dan 82. Dari hasil analisis mikropaleontologi dijumpai adanya

kandungan fosil foraminifera besar dan foraminifera kecil (Lihat Foto 3.9 dan

3.10), kandungan foraminifera kecil (Lihat Foto 3.11) berupa fosil planktonik dan

fosil bentonik (Lihat Tabel 3.4), sedangkan jenis foraminifera besar yang dapat

dikenali berupa Nummulites sp dari hasil sayatan tipis batupasir gampingan pada

stasiun 8 dan 82.

Nummulites sp

Foto 3.9. Fotomikrograf batugamping pasiran pada stasiun 8 dengan nomor


sayatan 11/AI/28, memperlihatkan fosil foraminifera besar berupa
Nummulites sp. Difoto pada nikol sejajar dengan perbesaran 50X
55

Nummulites sp

Foto 3.10. Fotomikrograf batugamping pasiran pada stasiun 82 dengan nomor


sayatan 11/AI/45 B, memperlihatkan fosil foraminifera besar berupa
Nummulites sp. Difoto pada nikol sejajar dengan perbesaran 50X

Tabel 3.4. Kandungan fosil foraminifera kecil pada satuan batugamping, hasil
analisis mikropalentologi pada stasiun 8 dan 82.

Stasiu
n Kandungan Fosil
8 82
Fosil Planktonik
√ Globigerinoides immaturus LEROY
√ √ Orbulina bilobata (D'ORBIGNY)
√ √ Orbulina universa D'ORBIGNY
√ √ Globigerinoides altiaperturus BOLLI
√ Globigerina ouachitaensis HOWE and WALLACE
√ Globigerina yeguaensis WEINZIERL and APPLIN
Globorotalia praemenardii CUSHMAN and
√ ELLISOR
√ Fosil Bentonik
√ √ Cibicides sp.
√ Nodosaria sp.
√ √ Quingueloculina
56

a b c d e

f g h i j

Foto 3.11. Kandungan fosil pada satuan batugamping yaitu foraminifera kecil
planktonik berupa (a) Globigerina ouachitaensis HOWE and
WALLACE, (b) Globigerina yeguaensis WEINZIERL and APPLIN, (c)
Globigerinoides altiaperturus BOLLI, (d) Globigerinoides immaturus
LEROY, (e) Globorotalia praemenardii CUSHMAN and ELLISOR, (f)
Orbulina universa D'ORBIGNY, (g) Orbulina bilobata (D'ORBIGNY),
foraminifera kecil bentonik berupa (h) Cibicides sp, (i) Nodosaria sp,
(j) Quingueloculina.

3.2.2.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada komposisi dan sifat

fisik batuan tersebut serta tempat hidup fosil yang dijumpai, yang disesuaikan

dengan klasifikasi yang disusun oleh Boltovskoy, 1976. Penentuan umur relatif

dari satuan batugamping didasarkan pada kandungan fosil planktonik yang

ditunjukkan pada zonasi Blow, 1969 dalam Postuma, 1971, dengan menggunakan

zona selang.

Berdasarkan hasil pengamatan sifat fisik batuan, litologi yang disusun

oleh kalsit kristalin, serta material pasir yang berkomposisi karbonat, bagian atas
57

yang disusun oleh batugamping pasiran dengan kandungan pecahan – pecahan

cangkang, hasil analisis mikropaleontologi pada fosil foraminifera bentonik, yang

menunjukkan kelimpahan fosil Quingueloculina sp, dan Nodosaria sp, terdapat

Cibicides sp, sehingga dapat diketahui bahwa lingkungan pengendapan satuan

batuan ini adalah lingkungan laut dangkal bagian tengah (Middle Neritik (Shelf)

Zone), yang berangsur berkembang hingga ke arah laut dangkal bagian atas

(Inner Neritik (Shelf) Zone), dengan kedalaman antara 0 – 100 meter,

Boltovkoy 1976.

Berdasarkan kandungan fosil foraminifera, maka umur relatif satuan

batugamping ini didasarkan pada kisaran hidup spesies - spesies foraminifera

planktonik, kemudian disebandingkan dengan kisaran hidup menurut Zonasi

BLOW, 1969 dalam Postuma 1971, keberadaan fosil Nummulites sp yang

diperkirakan berumur Eosen, menjelaskan bahwa satuan batuan ini mulai

diendapkan pada kala tersebut, yang diperkirakan setelah pembentukan batuan

yang lebih tua, yaitu satuan batupasir, maka batas bawah dari satuan batugamping

ditandai dengan pemunculan awal Globigerina ouachitaensis HOWE and

WALLACE, dan batas atas ditentukan dengan pemusnahan Globigerinoides

altiaperturus BOLLI (Lihat Tabel 3.4), maka umur satuan batugamping ini adalah

Eosen Atas Bagian Bawah – Miosen Tengah Bagian Tengah atau antara P14 –

N12 (Blow, 1969 dalam Postuma, 1971).

Tabel 3.5. Penentuan umur satuan batugamping berdasarkan kandungan fosil


planktonik (Postuma, 1971)
58

E O C E N E M I O C E N E TE
R
OLIGOSEN PLIOSEN A
R KANDUNGAN FOSIL
BAWAH TENGAH ATAS BAWAH TENGAH ATAS K
W

Globigerinoides immaturus LEROY


Orbulina bilobata (D'ORBIGNY)
Orbulina universa D'ORBIGNY
Globorotalia praemenardii CUSHMAN and ELLISOR
Globigerinoides altiaperturus BOLLI
Globigerina ouachitaensis HOWE and WALLACE
Globigerina yeguaensis WEINZIERL and APPLIN

Berdasarkan kesamaan ciri-ciri fisik batuan, kesamaan fosil dan umur serta

penyebaran geografisnya, maka satuan batugamping di daerah penelitian dapat

dikorelasikan dengan Formasi Tonasa (Temt) yang berumur Eosen - Miosen

(Sukamto, 1982).

3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi

Penarikan batas satuan batugamping dengan satuan batuan yang lain pada

lokasi penelitian didasarkan atas umur kandungan fosil dan kontak di lapangan,

serta perubahan warna soil. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, penyebaran

litologi, serta kandungan fosil, maka hubungan stratigrafi satuan batugamping

dengan satuan batuan dibawahnya yaitu satuan batupasir adalah kontak selaras,

serta saling menjemari antara bagian atas satuan batugamping dengan bagian

bawah dari satuan breksi.

3.2.3 Satuan breksi

Pembahasan tentang satuan breksi meliputi uraian mengenai dasar

penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik

megaskopis dan petrografis, lingkungan pengendapan, umur dan hubungan

stratigrafi dengan satuan lainnya.

3.2.3.1 Dasar Penamaan


59

Dasar penamaan satuan batuan ini yaitu berdasarkan atas ciri litologi dan

batuan penyusun yang penyebarannya mendominasi pada satuan batuan ini secara

lateral, serta dapat terpetakan dalam peta berskala 1: 25.000. Litologi yang

menyusun satuan ini berupa batuan sedimen terdiri dari batupasir hitam, breksi,

batulanau, dan batulempung, dimana secara lateral didominasi oleh litologi breksi,

sehingga dinamakan satuan breksi.

Penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan

batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Penamaan

secara megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan berdasarkan komposisi

mineral yang bisa teramati secara langsung oleh mata dan dilihat dari ukuran butir

pada batuan dengan menggunakan klasifikasi ukuran butir skala Wenworth,

1922, dalam Boggs, 1987. Sedangkan penamaan secara mikroskopis yaitu

berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi terhadap komposisi

mineral secara lebih spesifik yaitu dengan menggunakan klasifikasi Pettijohn,

1957 dan Wenworth, 1922, dalam Boggs, 1987.

3.2.3.2 Penyebaran dan Ketebalan

Penyebaran satuan ini menempati 23 % dari luas keseluruhan daerah

penelitian, dengan luas penyebaran 9,5 km2, terdapat pada satuan morfologi

perbukitan bergelombang. Penyebaran satuan breksi ini menempati bagian tengah

lokasi penelitian yang relatif menyebar ke arah Selatan. Satuan breksi ini

tersingkap dengan baik pada Sungai Watangmallawa, serta anak sungai

Watangmallawa pada daerah Boccoe, Tanete, serta daerah Reatoa.


60

Ketebalan satuan breksi ini diperoleh dari perhitungan ketebalan

berdasarkan penampang geologi. Berdasarkan hasil perhitungan ketebalan satuan

breksi dari penampang geologi A – B sehingga diperoleh ketebalan dari satuan ini

adalah ± 350 meter.

3.2.3.3 Ciri Litologi

Secara fisik batupasir pada satuan ini memperlihatkan warna abu – abu

kehitaman, tekstur klastik, struktur berlapis, pemilahan jelek, kemas terbuka,

dengan kandungan mineral biotit, piroksin, serta pecahan – pecahan cangkang

yang melimpah. ( Lihat Foto 3.11), jurus perlapisan batupasir ini relatif berarah

Utara – Selatan dengan kemiringan lapisan yang bervariasi antara 5 0 – 300,

ketebalan lapisan yang dijumpai antara 10 – 25 cm.

Litologi breksi memperlihatkan warna segar abu – abu kecoklatan, warna

lapuk coklat, tekstur klastik, struktur berlapis, pemilahan jelek, kemas terbuka,

fragmen batuan terdiri dari batupasir pejal, batulempung, batugamping, dengan

ukuran 0,5 – 2 cm (Lihat Foto 3.12).

Jurus perlapisan batuan breksi relatif berarah Timur Laut – Barat Daya,

dengan kemiringan perlapisan antara 100 – 250. Ketebalan singkapan yang

dijumpai dilapangan sangat bervariasi antara 30 cm – 15 m.

Selain dari batupasir dan breksi, setempat juga dijumpai adanya singkapan

batulanau pada satuan ini, tersingkap diantara batuan breksi, secara fisik warna

segar hijau kecoklatan dengan warna lapuk coklat, dijumpai pada aliran sungai

Watangmalla daerah Boccoe (lihat Foto 3.13)


61

Foto 3.12. Batupasir hitam, tekstur klastik dengan kandungan pecahan cangkang
yang melimpah , tersingkap pada sungai Watangmallawa daerah
Bottosiri, difoto pada stasiun 4.

Foto 3.13. Singkapan breksi, berwarna abu – abu kecoklatan, fragmen


batulempung dan batupasir, pada sungai Watangmallawa daerah
Boccoe, difoto ke arah N 100 E pada stasiun 58.
62

Foto 3.14. Batulanau berwarna hijau kecoklatan, memperlihatkan struktur


spheroidal weathering, pada aliran sungai Watangmallawa daerah
Boccoe, difoto pada stasiun 57.

Hasil analisis petrografis yang dilakukan pada sayatan tipis batupasir

stasiun 53 dengan nomor sayatan 11/AI/26 (Lihat Foto 3.14). Dalam sayatan tipis

berwarna abu - abu kecoklatan, tekstur klastik, kemas terbuka, sortasi jelek,

bentuk butir membulat tanggung – menyudut tanggung, ukuran butir 0,03 – 1,5

mm, terdiri dari fragmen batuan berupa batulempung (25-45%), feldspart (25-

30%), mineral opak (5-15%), serta matriks berupa batupasir dan lempung (25-

35%), nama batuan Lithic Arenite (Pettijhon, 1972). Hasil analisis petrografis

terlampir.
63

mo

fs
ps

fb

Foto 3.15 Fotomikrograf batupasir pada stasiun 53 dengan nomor syatan


11/AI/26, memperlihatkan fragmen batuan (fb), feldspar (fs), mineral
opak (mo), dan material pasir dan lempung (ps). Difoto pada nikol
silang dengan perbesaran 50X.

Hasil analisis petrografis pada batuan breksi stasiun 32 dan 60, dengan

nomor sayatan 11/AI/17 dan 11/AI/34 (Lihat Foto 3.15). Dalam sayatan tipis

berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik, kemas terbuka, sortasi jelek, bentuk

butir membulat tanggung – menyudut tanggung, ukuran butir 0,05 – 30 mm,

terdiri dari fragmen batuan (25 - 30%), piroksin (5 - 8%), feldspar (10 - 15%),

kuarsa (15%), mineral opak (10 - 15%), mineral lempung (22 - 55%), nama

batuan Breksi Kerakal (Wentworth, 1922). Hasil analisis petrografis terlampir.


64

mo

kr

fs

fb
pr

lp

Foto 3.16 Fotomikrograf breksi pada stasiun 32 dengan nomor syatan 11/AI/17,
memperlihatkan fragmen batuan (fb), piroksin (pr), feldspar (fs),
kuarsa (kr), mineral opak (mo), dan material lempung (lp). Difoto
pada nikol silang dengan perbesaran 50X.

Analisis mikropaleontologi dilakukan pada litologi batupasir dan breksi

stasiun 54 dan 57. Dari hasil analisis mikropaleontologi dijumpai adanya

kandungan fosil foraminifera kecil (Lihat Foto 3.16) pada stasiun 54, sedangkan

pada litologi breksi stasiun 57 tidak dijumpai adanya kandungan fosil

foraminifera, kandungan foraminifera kecil berupa fosil planktonik dan fosil

bentonik (Lihat Tabel 3.6).


65

Tabel 3.6. Kandungan fosil foraminifera kecil pada satuan breksi, hasil analisis
mikropalentologi pada stasiun 54.

Stasiun
Kandungan Fosil
54 57
Fosil Planktonik
√ Globigerinoides immaturus LEROY
√ Orbulina bilobata (D'ORBIGNY)
√ Orbulina universa D'ORBIGNY
√ Sphaeroidinella subdehiscens BLOW
√ Globigerinoides subquadratus BRONNIMANN
Fosil Bentonik
√ Cibicides sp.
√ Nodosaria sp.

a b c d
e g
f

Foto 3.17. Kandungan fosil pada satuan breksi yaitu foraminifera kecil
planktonik berupa (a) Globigerinoides immaturus LEROY, (b)
Orbulina bilobata (D'ORBIGNY), (c) Orbulina universa D'ORBIGNY,
(d) Sphaeroidinella subdehiscens BLOW, (e) Globigerinoides
subquadratus BRONNIMANN, foraminifera kecil bentonik berupa (f)
Cibicides sp, (g) Nodosaria sp.
66

3.2.3.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada komposisi dan sifat

fisik batuan tersebut serta tempat hidup fosil yang dijumpai, yang disesuaikan

dengan klasifikasi yang disusun oleh Boltovskoy, 1976. Penentuan umur relatif

dari satuan breksi didasarkan pada kandungan fosil planktonik yang ditunjukkan

pada zonasi Blow, 1969 dalam Postuma, 1971, dengan menggunakan zona

selang.

Berdasarkan hasil pengamatan sifat fisik batuan, bagian bawah satuan

yang disusun oleh litologi batupasir hitam dengan kandungan pecahan cangkang

yang melimpah, serta litologi breksi dengan fragmen batupasir, batulempung,

serta batugamping, setempat disusun oleh batulanau, hasil analisis

mikropaleontologi pada fosil foraminifera bentonik yang dijumpai pada litologi

batupasir hitam, yang menunjukkan kelimpahan fosil Cibicides sp, terdapat

Quingueloculina sp, dan Nodosaria sp, sehingga dapat diketahui bahwa

lingkungan pengendapan satuan batuan ini adalah lingkungan transisi (Inner

Neritik (Shelf) Zone), yang berangsur lebih ke arah darat (Intertidal Zone),

dengan kedalaman tidak lebih dari 30 meter, Boltovkoy 1976.

Berdasarkan kandungan fosil foraminifera, maka umur relatif satuan

breksi ini didasarkan pada kisaran hidup spesies - spesies foraminifera

planktonik, kemudian disebandingkan dengan kisaran hidup menurut Zonasi

BLOW, 1969 dalam Postuma 1971, maka batas bawah dari satuan breksi ditandai

dengan pemunculan awal Sphaeroidinella subdehiscens BLOW, dan batas atas

ditunjukkan dengan pemusnahan Globigerinoides subquadratus BRONNIMANN


67

(Lihat Tabel 3.7), maka umur satuan breksi ini adalah Miosen Tengah Bagian

Tengah – Miosen Tengah Bagian Atas atau antara P12 – N13 (Blow, 1969

dalam Postuma, 1971).

Tabel 3.7. Penentuan umur satuan breksi berdasarkan kandungan fosil


planktonik (Postuma, 1971)
M I O C E N E TE
R
O LIGO SEN PLIOSEN A
R KANDUNGAN FOSIL
BAWAH TENGAH ATAS K
W

Globigerinoides immaturus LEROY


Orbulina bilobata (D'ORBIGNY)
Orbulina universa D'ORBIGNY
Sphaeroidinella subdehiscens BLOW
Globigerinoides subquadratus BRONNIMANN

Berdasarkan kesamaan ciri-ciri fisik batuan, kesamaan fosil dan umur serta

penyebaran geografisnya, maka satuan breksi di daerah penelitian dapat

dikorelasikan dengan bagian bawah Formasi Camba (Tmc) yang berumur

miosen Tengah (Sukamto, 1982).

3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi

Penarikan batas satuan breksi dengan satuan batuan yang lain pada lokasi

penelitian didasarkan atas umur kandungan fosil dan kontak di lapangan, serta

perubahan warna soil. Berdasarkan hasil korelasi terhadip stratigrafi regional,

hasil penelitian lapangan, serta kandungan fosil, maka hubungan stratigrafi satuan

breksi dengan satuan batuan dibawahnya yaitu satuan batugamping adalah kontak

saling menjemari, kontak ketidakselarasan dengan satuan breksi gunungapi, serta

kontak lelehan dengan satuan andesit porfiri yang lebih mudah diatasnya.
68

3.2.4 Satuan andesit porfiri

Pembahasan tentang satuan andesit porfiri pada daerah penelitian meliputi

uraian mengenai dasar penamaan satuan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi

meliputi karakteristik megaskopis dan mikroskopis melalui hasil penelitian

lapangan serta hasil analisis mikroskopis, lingkungan pembentukan dan umur

satuan batuan serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan pada daerah

penelitian.

3.2.4.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan andesit porfiri didasarkan atas ciri litologi dan

batuan yang penyebarannya mendominasi pada satuan batuan ini secara lateral

serta dapat terpetakan dalam skala peta 1 : 25.000, dimana litologi penyusunnya

yaitu andesit porfiri sehingga dinamakan satuan andesit porfiri.

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terbagi atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis didasarkan atas sifat fisik dan komposisi mineralnya yang bisa

teramati secara langsung di lapangan, sedangkan pengamatan secara mikroskopis

dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat fisik dan optik

mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian

penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku menurut Travis, 1955. Dari

hasil pengamatan megaskopis dan mikroskopis pada contoh sayatan tipis batuan

menunjukkan bahwa secara keseluruhan satuan ini tersusun oleh andesit porfiri

sehingga dinamakan satuan andesit porfiri.


69

3.2.4.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan andesit porfiri ini menempati sekitar 19 % dari luas keseluruhan

daerah penelitian yaitu dengan luas penyebaran sekitar 7,6 Km 2. Penyebarannya

menenpati bagian Barat daerah penelitian pada daerah Reatoa dan Assaunge yang

tersebar dari Utara ke Selatan, serta pada bagian Tenggara daerah penelitian, pada

daerah Lepange. Satuan andesit porfiri ini tersingkap dengan baik dalam kondisi

segar pada anak sungai dan sebagian daerah perbukitan dibagian Barat.

Berdasarkan perhitungan ketebalan satuan andesit porfiri pada penampang

sayatan geologi C – D, maka tebal satuan ini adalah ± 125 meter.

3.2.4.3 Ciri Litologi

Kenampakan megaskopis dari andesit porfiri ini dalam keadaan segar

berwarna abu – abu kehitaman dan dalam keadaan lapuk berwarna coklat

kehitaman hingga coklat kemerahan, kristalinitas hipokristalin, granularitasnya

porfiritik, bentuk subhedral hingga anhedral dan relasi inequigranular, struktur

masif, komposisi mineral piroksin, plagioklas, massa dasar. Mineral piroksin

dijumpai sebagai fenokris, (Lihat Foto 3.17).

Kenampakan petrografis (Lihat Foto 3.18), pada sayatan tipis dengan

nomor sayatan 11/AI/21, 11/AI/23, dan 11/AI/48 memperlihatkan warna kuning

kecoklatan, warna interfensi abu –abu kehitaman, tekstur hipokristalin, porfiritik,

bentuk kristal subhedral – Euhedral, ukuran mineral antara (< 0,01 - 1,4) mm,

tersusun atsa minieral Olivin (5%), Piroksin (5-17%), plagioklas (45-60%),


70

ortoklas (10-12%), Mineral Opak (5%), serta massa dasar kristal (23-33%) dengan

nama batuan Andesit Porfiri (Travis, 1955), pemerian petrografis terlampir.

Foto 3.18 Andesit porfiri dengan struktur kekar tiang, sebagai penyusun satuan
andesit porfiri, pada daerah Reatoa. Difoto ke arah N 230 0 E pada
stasiun 43.

c a

f e b

Foto 3.19 Batuan andesit porfiri dalam sayatan tipis, komposisi mineral olivin
(a), piroksin (b), plagioklas (c), ortoklas (d), mineral opak (e), dan
massa dasar (f).
71

3.2.4.4 Lingkungan Pembentukan dan Umur

Satuan andesit porfiri pada daerah penelitian disusun oleh litologi andesit

porfiri yang berwarna abu – abu kehitaman dengan kompoisi mineral piroksin dan

plagioklas. Berdasarkan penyebaran geografisnya, batuan gunungapi ini tersebar

di bagian Barat daerah penelitian yang memanjang dari Utara hingga Selatan

daerah penelitian. Berdasarkan kesamaan ciri fisik litologi dan penyebaran

geografisnya maka satuan andesit porfiri ini dapat disebandingkan dengan bagian

bawah Batuan Gunungapi Formasi Camba (Tmcv) yang berumur Miosen.

Berdasarkan aktivitas vulkanik pada Kala itu, terjadi erupsi gunungapi Camba

yang membentuk batuan gunungapi berupa Batuan Gunungapi Camba (Sukamto,

1982), sehingga lingkungan pembentukan satuan andesit porfiri ini yaitu

lingkungan darat.

Penentuan umur satuan andesit porfiri ini ditentukan secara relatif dengan

berdasarkan pada ciri fisik litologi dan penyebaran geografisnya yang

disebandingkan dengan umur batuan secara regional dengan batuan gunungapi

Formasi Camba (Tmcv). Sehingga dapat diketahui bahwa umum satuan andesit

porfiri pada daerah penelitian adalah Miosen Akhir Bagian Bawah.

3.2.4.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan andesit porfiri ini dengan satuan yang

lebih tua yaitu satuan batupasir dan satuan breksi adalah kontak lelehan, serta

selaras dengan satuan breksi gunungapi diatasnya.


72

3.2.5 Satuan breksi gunungapi

Pembahasan tentang satuan breksi gunungapi pada daerah penelitian

meliputi uraian mengenai dasar penamaan satuan, penyebaran dan ketebalan, ciri

litologi meliputi karakteristik megaskopis dan mikroskopis melalui hasil

penelitian lapangan serta hasil analisis mikroskopis, lingkungan pembentukan dan

umur satuan batuan serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan pada daerah

penelitian.

3.2.5.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan breksi gunungapi didasarkan atas ciri litologi dan

batuan yang penyebarannya mendominasi pada satuan batuan ini secara lateral

serta dapat terpetakan dalam skala peta 1 : 25.000, dimana litologi penyusunnya

yaitu breksi gunungapi sehingga dinamakan satuan breksi gunungapi.

Penamaan batuan dari penyusun satuan batuan ini terbagi atas dua cara

yaitu pengamatan batuan secara megaskopis dan secara mikroskopis. Pengamatan

secara megaskopis didasarkan atas sifat fisik dan komposisi mineralnya yang bisa

teramati secara langsung dilapangan, sedangkan pengamatan secara mikroskopis

dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat fisik dan optik

mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian

penamaannya menggunakan klasifikasi batuan piroklastik, IUGS, 1981. Dari hasil

pengamatan megaskopis dan mikroskopis pada contoh sayatan tipis batuan

menunjukkan bahwa secara keseluruhan satuan ini tersusun oleh breksi gunungapi

sehingga dinamakan satuan breksi gunungapi.


73

3.2.5.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan breksi gunungapi ini menempati sekitar 38 % dari luas keseluruhan

daerah penelitian yaitu dengan luas penyebaran sekitar 15,6 km 2. Satuan batuan

ini menempati satuan morfologi pegunungan terjal, penyebarannya menenpati

bagian Barat daerah penelitian pada daerah Reatoa dan Assaunge yang tersebar

dari Utara ke Selatan, serta pada bagian Tenggara daerah penelitian, pada daerah

Lepange. Satuan breksi gunungapi ini tersingkap dengan baik dalam kondisi segar

pada anak sungai dan sebagian daerah perbukitan dibagian Utara.

Berdasarkan perhitungan ketebalan satuan breksi gunungapi pada

penampang sayatan geologi A – B, maka tebal satuan ini adalah ± 600 meter.

3.2.5.3 Ciri Litologi

Kenampakan megaskopis dari breksi gunungapi ini dalam keadaan segar

warna abu – abu kecoklatan, warna lapuk coklat, tekstur piroklastik, sortasi buruk,

agak paduh, ukuran butir kerakal - bongkah, bentuk butir menyudut tanggung –

menyudut (block), komposisi fragmen batuan beku, debu vulkanik, (Lihat Foto

3.19).

Analisis petrografis pada sayatan tipis breksi gunungapi stasiun 47 dan

117, dengan nomor sayatan 11/AI/24 dan 11/AI/50. Kenampakan petrografis

sayata tipis berupa matriks (Lihat Foto 3.20), memperlihatkan sayatan tipis

berwarna abu - abu kecoklatan, tekstur piroklastik, kemas terbuka, sortasi jelek,

bentuk butir menyudut tanggung – menyudut (block), ukuran butir 0,03 – 3 mm,

terdiri dari fragmen batuan (rock fragmen) (20-40%), piroksin (5-10%), feldspar
74

(12-25%), mineral opak (5-15%), serta matriks berupa debu vulkanik (25-40%),

nama batuan pyroclastic breccia (IUGS, 1981). Pemerian petrografis terlampir.

Foto 3.20 Breksi gunungapi disusun oleh fragmen batuan beku andesit
berbentuk menyusut (block), pada daerah Reatoa. Difoto pada stasiun
117.

d
a

e c

Foto 3.21 Komponen matriks breksi gunungapi dalam sayatan tipis, komposisi
fragmen batuan (a), piroksin (b), feldspar (c), mineral opak (d), dan
debu vulkanik (e).
75

Kenampakan petrografis sayata tipis berupa fragmen breksi gunungapi

(Lihat Foto 3.21), memperlihatkan sayatan tipis berwarna kuning kecoklatan/tidak

berwarna, hipokristalin, porfiritik, bentuk mineral subhedral – anhedral, ukuran

mineral 0,3 – 1,5 mm, tersusun oleh mineral olivin (3-5%), piroksin (20-25%),

feldspar (20-30%), mineral opak (5-10%), serta massa dasar kristal (35-47%),

nama batuan andesit porfiri (Travis,1955) . Pemerian petrografis terlampir.

(b) (d)

(c)
(a)

(e)

Foto 3.22 Fragmen breksi gunungapi berupa batuan beku andesit porfiri dalam
sayatan tipis, komposisi mineral olivin (a), piroksin (b), feldspar (c),
mineral opak (d), dan massa dasar (e).

3.2.5.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Satuan breksi gunungapi didaerah penelitian disusun oleh litologi breksi

gunungapi yang berwarna abu – abu kehitaman dan disusun oleh mineral fragmen

batuan beku berukuran krakal - bongkah. Berdasarkan penyebaran geografisnya,


76

batuan gunungapi ini tersebar di bagian Utara daerah penelitian yang memanjang

dari Barat hingga Timur daerah penelitian. Berdasarkan kesamaan ciri fisik

litologi dan penyebaran geografisnya maka satuan andesit porfiri ini dapat

disebandingkan dengan bagian atas Batuan Gunungapi Formasi Camba (Tmcv)

yang berumur Miosen Atas. Berdasarkan aktivitas vulkanik pada Kala itu, terjadi

erupsi gunungapi Camba yang membentuk batuan gunungapi berupa Batuan

Gunungapi Camba (Sukamto, 1982), sehingga lingkungan pengendapan satuan

breksi gunungapi ini yaitu lingkungan darat.

Penentuan umur satuan breksi gunungapi ini ditentukan secara relatif

dengan berdasarkan pada ciri fisik litologi dan penyebaran geografisnya yang

disebandingkan dengan umur batuan secara regional dengan batuan gunungapi

Formasi Camba (Tmcv). Sehingga dapat diketahui bahwa umum satuan breksi

gunungapi pada daerah penelitian adalah Miosen Atas Bagian Atas.

3.2.5.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan breksi gunungapi ini dengan satuan

yang lebih tua yaitu satuan breksi adalah kontak ketidakselarasan (unconformity),

serta selaras dengan satuan andesit porfiri.


77

Tabel 3.8 Kolom stratigrafi pada daerah penelitian

Anda mungkin juga menyukai