Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi fisik adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan segala isinya,

termasuk didalamnya komposisi, struktur, sifat-sifat fisik dan proses

pembentukannya. Pengetahuan ilmu geologi merupakan hasil dari pengamatan

dan penelitian dilapangan yang artinya untuk lebih jelas mengetahui tentang ilmu

geologi kita dapat melakukannya dengan pengamatan secara lansung dilapangan.

Sehingga sebagai mahasiswa geologi, kita dituntut untuk dapat mengaplikasikan

pengetahuannya di lapangan karena kegiatan pembelajaran baik di ruang kelas

maupun di laboratorium tidaklah cukup, serta kedaan di lapangan dan di dalam

teori juga tidaklah selalu sama. Mahasiswa geologi harus dapat mengerti dan

terbiasa dengan kondisi di lapangan. Pentingnya kegiatan lapangan ini adalah

untuk melatih mahasiswa geologi dalam mengaplikasikan keseluruhan ilmu-ilmu

yang telah didapatkannya, dengan melakukan pengamatan terhadap objek maupun

fenomena-fenomena geologi yang terjadi di muka bumi ini. Kegiatan lapangan

juga memberi peranan penting bagi mahasiswa geologi dalam membangun

kreativitas, kesigapan, ketelitian, ketepatan dan keahlian sehingga dapat belajar

untuk memiliki mental sebagai seorang geologist. Oleh karena itu, kegiatan

Fieldtrip yang merupakan bagian dari kuliah lapangan ini dianggap perlu untuk

dilaksanakan, sebagai lintasan untuk memperkuat pengetahuan dan menambah

kemampuan dibidang geologi.


1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktik lapangan ini untuk mengajarkan praktikan agar dapat

membedakan dan mendeskripsikan keadaan lapangan dan ketiga jenis batuan di

lapangan tersebut. Adapun tujuan dilakukannya fieldtrip ini yaitu :

1. Peserta dapat melihat dan memperoleh informasi secara langsung

mengenai fenomena-fenomena alam yang ada di lapangan

2. Peserta dapat mengetahui dan mendeksripsikan jenis-jenis batuan secara

langsung yang ada di lapangan.

3. Peserta dapat membandingkan antara teori yang telah di pelajari di dalam

kelas maupun di laboratorium dengan keadaan yang ada di lapangan.

1.3 Letak Waktu dan Kesampaian Daerah

Field trip geologi fisik dilaksanakan pada hari sabtu 4 november 2017. Lokasi

penelitian terletak di daerah Dacipong, Desa Anabanua, Kec. Tanete Riaja,

Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan sekitar 152 km arah barat daya Kab. Gowa.

Lokasi Field trip geologi fisik dan sekitarnya dapat dicapai dengan menggunakan

jenis kendaraan roda empat, dengan jarak tempuh perjalanan dari kampus Unhas

Gowa Makassar sampai pada kecamatanTanete Riaja kabupaten Barru dan

sekitarnya. Sehingga secara keseluruhan perjalanan menuju lokasi penelitian

ditempuh selama 4 jam perjalanan. Penelitian lapangan berlangsung selama satu

hari.
1.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan terdiri dari :

 Palu geologi
 Kompas geologi
 Kamera
 Rol meter 50 m
 Alat tulis menulis
 Busur derajat
 Senter
 Peta A0
 Penggaris 30 cm
 Pensil warna
 Loop
 Papan clipboard
 Pita meter
 Kertas A4 secukupnya
 Buku lapangan
 Kantong sampel
 HCl 0.01M
 Sampel batuan
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional Daerah Penelitian

Geomorfologi Regional Lembar Pangakjene dan Watampone Bgaian Barat :

Di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat terdapat dua baris

pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utara-barat laut dan

terpisahkan oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan yang barat menempati

hampir setengah luas daerah, melebar di bagian selatan (50 km) dan menyempit di

bagian utara (22 km). Puncak tertingginya 1694 m, sedangkan ketinggian rata-

ratanya 1500 m. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat

dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi kras, penceminan

adanya batugamping. Di antara topografi kras di lereng barat terdapat daerah

pebukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di baratdaya

dibatasi oleh dataran Pangkaiene-Maros yang luas sebagai lanjutan dari dataran di

selatannya. Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan lebih rerdah,

dengan puncaknya rata-rata setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m. Juga

pegunungan ini sebagian besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar

20 km dan lebih tinggi, tetapi ke utara meyempit dan merendah, dan akhirnya

menunjam ke bawah batas antara Lembah Walanae dan dataran Bone. Bagian

utara pegunungan ini bertopografi kras yang permukaannya sebagian berkerucut.

Batasnya di timurlaut adalah dataran Bone yang sangat luas, yang menempati

hampir sepertiga bagian timur.


Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut di bagian utara

selebar 35 Km. tetapi di bagian selatan hanya 10 km. Di tengah tendapat Sungai

Walanae yang mengalir ke utara Bagian selatan berupa perbukitan rendah dan di

bagian utara terdapat dataran aluvium yang sangat luas mengelilingi Danau

Tempe.

2.2 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian

Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan

ularabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan dan

tergerus dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi dl sekitarnya berupa

sesar atau ketidselarasan. Penarikhan radiometri pada sekis yang menghasilkan

111 juta tanun Kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik

Zaman Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi

Balangbaru dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur

Kapur Akhir. Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya

sisipan lava dalam flysch. Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5- 63,0 it),

dan diendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang

berumur Kapur Akhir. Batuan sedimen Formasi Malawa yang sebagian besar

dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan

gunangai Paleosen dan batuan flysch Kapur Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini

secara berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk

secara menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal

Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup luas mengalasi batuan

gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen klastika Formasi Salo Kalupang


yang Eosen sampai Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan

gunungapi Kalamiseng Miosen Awal di timur.

Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur,

berbatuan gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga berumur

Miosen Awal bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi Kalamiseng Di

lereng timur bagian utara pegunungan yang barat, terdapat batuan Gunungapi

Soppeng yang diduga juga berumur Miosen Awal. batuan sedimen berumur

Miosen Tengah sampai Pliosen Awal berselingan dengan batuan gunungapi yang

berumur antara 8,93-9,29 juta tahun. Secara bersama batuan itu menyusun

Formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan yang

barat terbentuk dari Formasi Camba ini yang menindih tak selaras Formasi

Tonasa.

Selama Miosen akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi Lembah

Walanae di endapkan sedimen klastika Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya

sekitar 4500 m, dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat

(batugamping Anggota Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan menjemari

dengan bagian atas Formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir

sampai Pliosen Awal merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan

gunungapi yang masih terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan

menghasilkan batuan gunungapi Parepare (4,25-4,95 juta tahan) dan Baturape-

Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu.

Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya berkaitan erat dengan

kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sill dan retas, bersusunan
beraneka dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit. dan berumur berkisar

dari 8.3 sampai 19 ± 2 juta tahun.

Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi pengendapan yang berarti di

daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara

Pangkajene dan di beberapa tempat di tepi Sungai Walanae, rupanya terjadi

selama Pliosen. Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar D.

Tempe, di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone.

A. Endapan Permukaan :

1. Endapan Undak (Qpt) :

Kerikil, pasir dan lempung, membentuk dataran rendah bergelombang di

sebelah utara Pangkajene. Terutama berasal dari batua pra-tersier di sebelah timur

Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan secara morfologi dari endapan aluvium

yang lebih muda. Satuan ini barangkali dapat dinasabahkan dengan endapan

undak di dekat sungai Walanae yang mengandung tulang gajah purba yang

berumur Plistosen, tidak terpetakan. Lempung, pasir dan kerikil yang tidak

terpetakan di daerah tata-sungai Walanae mungkin termasuk satuan ini.

2. Terumbu Koral Qc

Batugamping terumbu, dibeberapa tempat di sepanjang pantai terangkat

membentuk singkapan kecil. Yang dipetakan hanya ditemukan di selatan Marek.

Di dangkalan Spermonde terumbuh koral muncul ke atas muka laut, melampar

kira-kira 60 km di lepas pantai ke arah barat, dan kira-kira 50 km di lepas pantai

ke arah timur di bagian selatan Lembar.

3. Endapan Aluvium, Danau, dan Pantai (Qac)


Lempung, lanau. lumpur pasir dan kerikil di sepanjang sungai besar, di sekitar

lekuk Danau Tempe, dan di sepanjang pantai. Endapan pantai setempat

mengandung sisa kerang dan batugamping koral (Qc). Sisipan lempung laut yang

mengandung moluska (Arca,. Trocbus dan Cypraea) dan buncak besi terdapat di

sekitar Danau Tempe (t’Hoen & Ziegler, 1915). Undak sungai yang berumur

Plistosen (tak terpetakan) di Kampung Sompoh, dekat Sungai Walanae,

mengandung tulang gajah purba yang dikenali sebagai Archidiscodon celebensis

(Hooijer, 1949).

B. Batuan Sedimen dan Bautan Gunungapi

1. Formasi Balang Baru (Kb)

Sedimen tipe flysch, batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung dan

serpih bersispan konglomerat, batupasir konglomeratan. tufa dan Lava;

batupasirnya bersusunan grewake dan arkosa. sebagian tufaan dan gampingan:

pada umumnva menunjukkan struktur turbidit; di beberapa tempat di temukan

konglomerat dengan susunan basal, andesit, diorit. serpih, tufa terkersikkan, sekis,

kuarsa, dan bersemen batupasir; pada umumnya padat dan sebagian serpih

terkersikkan. Di bawah mikroskop, batupasir dan batulanau terlihat mengandung

pecahan batuan beku.

Metasedimen dan rijang radiolaria. Daerah baratlaut mengandung banyak

batupasir dan ke arah tenggara, lebih banyak batulempung dan serpih. Baru-baru

ini Labaratorium Total CTF mengenali Globotruncana pada serpih -lanauan dari

sebelah timur Bantimala, dan pada grewake dari jalan antara Padaelo Tanetteriaja

yang berumur Kapur Akhir (P.F Burollet, hubungan tertulis, 1979). Formasi ini
tebalnya sekitar 2000 m, tertindih tak selaras batuan Formasi Mallawa dan Batuan

Gunungapi Terpropilitkan, dan menindih tak selaras Kompleks Tektonik

Bantimala.

2. Formasi Marada (Km)

Sedimen bersifat flysch, perselingan batupasir, batulanau, arkosa, grewake.

serpih dan konglomerat; bersisipan batupasir dan batulanau gampingan, tufa. lava

dan breksi yang tersusun oleh basal, andesit dan trakit.

Batupasir dan batulanau berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih

berwarna kelabu tua sampai coklat tua: konglomerat tersusun oleh kerikil andesit

dan basal: lava dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa

karbonat, silikat, serisit, klorit dan epidot. Fosil Globotruncana dari batupasir

gampingan yang dikenali oleh PT Shell menunjukkan umur Kapur Akhir dan

diendapkan di lingkungan neritik dalam (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis.

1978). Formasi ini tebalnya lebih dari 1000 m.

3. Formasi Salo Kalupang (Teos)

Batupasir, serpih dan batulempung. berselingan dengan konglomerat

gunungapi, breksi dan tufa bersisipan lava, batugamping dan napal, batulempung.

serpih dan batupasir di beberara tempat tercirikan oleh warna merah, coklat,

kelabu dan hitam; setempat mengandung fosil moluska dan foraminifera, terutama

di dalam lapisan batugamping dan napal pada umumnya gampingan. padat dan

sebagian dengan urat kalsit, sebagian serpihnya sabakan; kebanyakan lapisan

terlipat kuat dengan kemiringan antara 20° - 57°. penampang di Salo Kalupang

memperlihatkan lebih banyak konglomerat di bagian barat, dengan komponen


andesit dan basal. Di sebelah timur Palatae tersingkap lebih banyak tufa dan

batupasir daripada di Salo Kalupang. Di timur Samaenre terdapat lebih banyak

singkapan serpih daripada di tempat lain; batuannya berwarna coklat kemerahan

dan kelabu berselingan dengan batugamping berlapis (Teol) dan batupasir.

Fosil foraminifera yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971 dan

1974). dan lokasi A.29.b. Tc.239.b dan Tc.239.d yang, di antaranya Discocyclina

javana (VERBEEK), Nummulites sp. , N. gizehensis FORSKAL. V pengaronensis

(VERBEEK), Heterostegina sp, Catapsydrax unicavus BOLLI-LOEBLICH-

TAPPAN, Globorotalia opima BOLLI. Globigerina binaensis KOCH, Gn.

tripartita BOLLI. Gn. tapuriensis BLOW & BANNER, Gn. venezuelana

HEDBERG, ganggang dan lithothamnium. menunjukkan kisaran umur Eosen

Awal - Oligosen Akhir. Tebal satuan ini diperkirakan tidak kurang dari 4500 m.

4. Formasi Malawa (Tem)

Batupasir, konglomerat, batulanau. batulempung. dan napal, dengan sisipan

lapisan atau lensa batubara dan batulempung. Batupasirnya sebagian besar

batupasir kuarsa, ada pula yang arkosa, grewake. dan tufaan, umumnya berwarna

kelabu muda dan coklat muda; pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat;

konglomeratnya sebagian kompak; batulempung. batugamping dan napal

umumnya mengandung moluska yang belum diperiksa, dan berwarna kelabu

muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa setebal beberapa sentimeter dan

berupa lapisan sampai 1,5 m.

Penelitian palinologi terhadap sisipan batubara telah dilakukan oleh Asrar Khan

(M.E - Scrutton, Robertson Research, hubungan tertulis, 1974) dan oleh Robert H.
Tschudy (Don E. Wolcort, USGS, hubungan tertulis, 1973). Sepuluh buah contoh

dari singkapan B.32 (a-f) dan B.54 (a-c, dan RR.10), daerah Tanetteriaja, dan

sebuah dari dekat galian lempung di Tonasa mengandung fosil mikroflora sbb.:

Acritarchs sp., Anacolosidites sp., Anno daceae sp. Barringtonia sp, Betulaceae

pollen, Bombacaceae sp., Compositae sp. Cyatbidites sp., Dicolpopollis cf , D.

kalewesis, D. verrucate, D. smooth, Dinoflagellates sp., Florscbuetzia trilobata,

Gunnera sp., Intratriporopollenites, Leotriletes sp., Monosulcate pollen,

Monosulites sp., Myricaceae pollen, Olacacea sp., Palmea pollen, Psilamonoletes

sp,. Retitricolpitesantonii. Retikutcbensis (VENKATCHALA & KAR. 1968),

Sapotaceoidacpollenites sp., Sterculiaceae sp., Syncolporate pollen, Tetraporina

sp., Tricolpate pollen, Tricolpate verrucate pollen, Triporate pollen.

Verrucatosporites sp., Verrustriletesmajor. dan Verrutricolporites sp.

Berdarsarkan fosil tersebut A . Khan dan R.H. Tschudy memperkirakan umur

Paleogen dengan lingkungan paralas sampai dangkal.

Berdasarkan fosil Ostrakoda dari contoh batuan B.45/e. E. Hazel

memperkirakan, umur Eosen (DL. Wolcort. USGS, hubungan tertulis. 1973).

Fosil Ostracoda yang dikenali adalah: Bairdiiac sp,. Cytberella sp,.

Cytberelloidea sp,.1 Cytberelloidea sp.2 Cytboropteron sp.1 Cytboropteron sp.2,

Kritbinids sp,. Loxoconcba sp,. Paijenborcbella sp,. Pokornyella sp,.

Traciryleberis sp,. Dan xestoberis sp,.Tebal formasi ini tidak kurang dari 400 m;

tertindih selaras oleh batugamping Temt. dan menindih tak Selaras batuan

sedimen Kb dan batuan gunungapi Tpv.


5. Formasi Tonasa (Temt)

Batugamping koral pejal sebagian terhablurkan. Berwarna putih dan kelabu

muda. batugamping bioklastika dan kalkarenit. Berwarna putih coklat muda dan

kelabu muda sebagian berlapis baik, berselingan dengan napal globigerina tufaan;

bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan

breksi batugamping dan batugamping pasiran; di dekat, Malawa, daerah Camba

terdapat batugamping yang mengandung glaukonit, dan di beberapa tempat di

daerah Ralla ditemukan batugamping yang mengandung banyak sepaian sekis dan

batuan ultramafik; batugamping berlapis sebagian mengandung banyak

foraminifera besar, napalnya banyak mengandung foraminifera kecil dan beberapa

lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput

(gastropoda) besar. Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat; di

daerah Tanetteriaja terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur

barugamping berlapis.

Fosil dari batuan Formasi Tonasa telah dikenali oleh D. Kadar (Hubungan

tertulis 1971, 1973), Reed & Malicoat (M.W. Konts, hubungan tertulis, 1972),

Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1973, 1974), dan oleh Sudiyono (hubungan

tertulis, : 1973). Fosil yang dikenali termasuk: Dictyoconus sp., Asterocydina sp.,

An. matanzensis COLE, Biplanispira sp., Discocyclina sp., Nummulites sp., N.

atacicus LEYMERIE. N. pangaronensis (VERBEEK), Fasciolites sp., F. oblonga

D’ORBIGNY, Alveolinella sp., Orbitolites sp., Pellatispira sp., P. madaraszi

HANTKEN, P. orbitoidae PROVALE. P. provaleae YABE, Spiroclypeus sp., S.

tidoenganensis VAN DER VLERK. S. verinicularis TAN, Globorotalia sp., Gl.


centralis CUSHMAN & BERMUDEZ, Gl, mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl.

obesa BOLLI, Gl preamenardii CUSHMAN & STAINFORTH. Gl. siakensis (LE

ROY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. dehiscens

(CHAPMAN-PARR COLLINS) Hantkenina alabamensis CUSHMAN,

Heterostegina sp., H. bornensis VAN DER VLERK, Austrotrillina bowcbini

(SCHLUMBERGER), Lepidocyclina sp., L. cf. Omphalus TAN, L. Ephippioides

JONES, L, sumatrensis (BRADY), L. parva OPPENOORTH, Iniogypsina sp.,

Globigerina sp., G. venezuelana HEDBERG, Globigerinoides sp., Gd.

altiaperturus BOLLI, Gd. immaturus LE ROY, Gd. Subquadratus BRONNI-

MANN, Gd. trilobus (REUSS), Orbulina bilobata (D’ORBIGNY). O. suturalis

BRONNIMANN, O. universa D’ORBIGNY, Opercuna sp., Amphistegina sp. dan

Cycloclypeus sp. Gabungan fosil ini menunjukkan kisaran umur dari Eosen Awal

(Ta.2) sampai Miosen Tengah (Tf), dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam

dan laguna. Tambahan pulah ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain.

ganggang, koral dan moluska dalam formasi ini.

Tebal formasi ini diperkirakan tidak kurang dari 3000 m; menindih selaras

batuan Formasi Malawa, dan tertindih tak selaras batuan Formasi Camba;

diterobos oleh sill, retas, ban stok batuan beku yang bensusunan basal, trakit, dan

diorit.

6. Formasi Camba (Tmc)

Batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi; batupasir tufaan

berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau dan batulempung; bersisipan dengan

napal, batugamping konglomerat dan breksi gunungapi, dan setempat dengan


batubara, berwarna beraneka, putih , coklat, merah, kuning, kelabu muda sampai

kehitaman, umumnya mengeras kuat dan sebagian kurang padat; berlapisan

dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufanya berbutir halus hingga lapili; tufa

lempungan berwarna, merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan

breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antan 2 cm dan

40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung pecahan koral

dan moluska: batulempung gampingan kelabu tua dan napal mengandung foram

kecil dan moluska; sisipan batubara setebal 40 cm ditemukan di S. Maros. Pada

umumnya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan sampai 30°.

Fosil dari Formasi Camba telah dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis.

1971, 1973, 1974). A.F Malicoat (M.W. Kontz, hubungan tertulis, 1972), dan oleh

Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974). Fosil-fosil yang dikenali termasuk:

Lepidocyclina cf. borneensis PROVALE. Lephippioides JONES & CHAPMAN.

L. sumatrensis (BRADY) Iniogypsina sp., Globigerina venezuelana HEDBERG ,

Globorotalia baroemoenensis LEROY. Gl. mayeri CUSHMAN & ELISOR, Gl

menardii (DORBIGNY. Gl lenguaensis BOLLI. Gl. lobata BERMUDEZ. G.l

obesa BOLLI, Gl. peripheroacuta BLOW & BANNER. Gl. praemenardii

CUSHMANN & STAINFORTH. Gl. siakensis (LEROY) Globoqudrina altispira

(CUSHMAN JARVIS,, Gn dehiscens (CHAPMAN PARR-COLLINS)

Globerinaoides immaturus LEROY. Gd. obliquas BOLLI, Gd. Sacculifer

(BRADY, Gd. Subquadratus BRONNIMANN. Gd. Trilobus (REUSS), Orbulina

universa D’ORBIGNY, Biorbulina bilobata (D’ORBIGNY), Operculina sp.,

Cycloclypeus sp., Hastigerina Praesiphonifera BLOW, Sphaeroidinellopsis


seminulina (SCEWAGER), Sp. kochi (CAUDRIE), dan Sp. subdehiscens BLOW.

Gabungan fosil ini menunjukkan umur berkisar dari Miosen Tengah sampai

Miosen Akhir (N.9—N.15), dan lingkungan neritik. Lagi pula ditemukan fosil-

fosil foraminifera yang lain, ganggang dan koral dalam formasi ini. Kemungkinan

sebagian dari Formasi Camba diendapkan dekat daerah pantai. Secara setempat

ditemukan pula fosil berumur Pliosen Awal, seperti yang di sebelah utara Ujung

Pandang.

Satuan ini tebalnya sekitar 5000 m, menindih tak selaras batugamping dari

Formasi Tonasa (Temt) dan batuan dari Formasi Malawa (Tem), mendatar

berangsur berubah jadi bagian bawah dari pada Formasi Walanae (Tmpw);

diterobos oleh retas, Sil dan stok bersusunan basal piroksen, andesit dan diorit.

Tmcv, Anggota Batuan Gunungapi; batuan gunungapi bersisipan batuan sedimen

laut; breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir halus

hingga lapili; bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, batulempung

mengandung sisa tumbuhan, batugamping dan napal. Batuannya bersusunan

andesit dan basal; umumnya sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan,

amigdaloidal dan berlubang-lubang diterobos oleh retas, sill dan stok bersusunan

basal dan diorit; berwarna kelabu muda, kelabu tua dan coklat.

Pemeriksaan petrografi menunjukkan fonolit nefelin, porfiri sienit nefelin,

diabas hipersten, tufa batuan basa andesit, andesit, andesit trakit dan basal leusit

(Subroto dan Saefuddin, hubungan tertulis, 1972): dan tefrit leusit basanit leusit,

leusitit dan dasit (von Steiger, 1913).


Penarikan Kalium Argon pada batuan basal dari lokasi 7 menghasilkan 17,7

juta tahun (Indonesia Gulf Oil, hubungan tertulis, 1972), dasit dan andesit dari

lokasi 1 dan 2 masing-masing menghasilkan umur 8,93 dan 9,29 juta tahun (ET.D.

Obradovich, hubungan tertulis, 1974), dan basal dari Birru menghasilkan 6,2 juta

tahun (T.M. vaan Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Beberapa lapisan batupasir

dan batugamping pasiran mengandung moluska dan sepaian koral. Sisipan tufa

gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir gampingan, batupasir

lempungan, napal dan batugamping mengandung fosil foraminifera.

Fosil yang dikenali oleh Sudiyono dan Purnamaningsih (hubungan tertulis,

1973, 1974) dari lokasi Td.7 dan Td.338 adalah Globigerina venezuelana

(HEDBERG), Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. menardii

(D’ORBIGNY), Gl. siakensis (LEROY). Gl. acostaensis BLOW, Gl. Cf.

dutertrei, Globoquadrin.a altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globigerinoides

extremus BOLLI. Gd immaturus LEROY, Gd. obliqus BOLLI. Gd. ruber

(D’ORBIGNY) Gd. sacculifer (BRADY), Gd. trilobus (REUSS), Hastigerina

aequilateralis (BRADY), dan Sphaerodinellopsis subdehiscens (BLOW). Baik

gabungan fosil maupun data radiometri menunjukkan jangka umur Miosen

Tengah - Miosen Akhir.

Batuannya sebagian besar diendapkan dalam lingkungan laut neritik sebagai

fasies gunungapi Formasi Camba, menindih tak selaras batugamping Formasi

Tonasa dan batuan Formasi Malawa; sebagian terbentuk dalam lingkungan darat,

setempat breksi gunungapi mengandung sepaian batugamping seperti yang

ditemukan di S. Paremba; tebal diperkirakan tidak kurang dari 4000 m. Tmca :


Basal di sekatar G. Gatarang yang dikelilingi tebing melingkar menyerupai

kaldera, dan juga di beberapa tempat yang lain, tercirikan oleh limpahan

kandungan leusit.

Tmcl, Anggota Batugamping, batugamping, batugamping tufaan,

batugamping pasiran, setempat dengan sisipan tufa; sebagian kalkarenit, pejal dan

sarang, berbutir halus sampat kasar; putih, kelabu, kelabu kecoklatan, coklat muda

dan coklat; sebagian mengandung glaukonit: fosil terutama foraminifera, dan

sedikit moluska dan koral.

Fosil yang dikenali oleh D. Radar (hubungan tertulis, 1973) dan contoh batuan

Ta.37, Ta.52, Ta.58.a, Td.104 dan Td.105, adalah: Lepidocyclina sp., L. cf)

omphalus TAN, L. sumtrensis (BRADY), B. Verbeeki (NEWTON & HOLLAND),

Mogypsina sp., M. thecidaeforinis (RUTTEN), M. cf. cupulaeforinis

(ZUFFARDI-COMERCY), Globorotalia sp., Gl. Mayeri CUSHMANN &

ELLISOR, Gl. lobata BERMUDEZ, Gl. praemenardii CUSHMANN &

STAINFORTH. Gl praescitula BLOW, Gl. siakensis (LEROY), Globorotaloides

variabilis BOLLI, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn.

globosa BOLLI, Globigerinoides sp., Gd. immaturus LEROY. Gd. sacculifer

(BRADY) Gd. subquadratus BRONNIMANN, Biorbulina bilobata

(D’ORBIGNY), Orbulina suturalis BRONNIHANN, O. universa D’ORBIGNY,

Hastigerina siphonifera (D’ORBIGNY), Sphaeroidinellopsis kochi (GAUDRIE),

Sp. Seminulina (SGHWAGER), Operculina sp., Amphistegina sp., Cyclocypeus

sp., dan ganggang. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah

(Tf; N.9 - N. 13).


7. Formasi Walanae (Tmpw)

Batupasir berselingan dengan batulanau, tufa, napal, batulempung.

konglomerat dan batugamping: Sebagian memakas dan sebagian repih; umumnya

berwarna muda, putih keabuan, kecoklatan dan kelabu muda. Batupasir berbutir

halus sampai kasar, umumnya tufaan dan gampingan, terdiri terutama dari sepaian

batuan beku dan sebagian mengandung banyak kuarsa. Komponen batuan

gunungapi jumlahnya bertambah secara berangsur ke arah barat dan selatan,

terdiri dari butiran abu hingga lapili, tufa kristal, setempat mengandung banyak

batuapung dan biotit. Konglomerat ditemukan lebih banyak di bagian selatan dan

barat, tersusun terutama dari kerikil dan kerakal andesit, trakit dan basal. Ke arah

utara dan timur jumlah karbonat dan klastika bertambah; di sekitar Tacipi

batugamping berkembang jadi anggota Tacipi; di daerah sekitar Watampone

ditemukan lebih banyak batugamping pasiran berlapis yang berselingan dengan

napal. batulempung, batupasir dan tufa.

Fosil foram kecil banyak ditemukan di dalam napal dan sebagian

batugamping; setempat moluska ditemukan melimpah di dalam batupasir, napal

dan batugamping; di daerah selatan setempat ditemukan ada tumbuhan di dalam

batupasir silangsiur dan beberapa lensa batubara di dalam batulempung; batutahu

ditemukan di dalam batupasir dekat Pampanua dan Sengkang, daerah utara.

Fosil foraminifera yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1973.

1974), oleh Pumarnaningsih dan M. Karmini (hubungan tertulis, 1974) dan contoh

batuan Ta.150. Ta.157, Ta.168. Ta.192. Ta.219. Ta. 24O Ta.389, Tc.296.a, Td.43,

dan Te.75, adalah: Lepidocyclina sp., Katacyclocypeus sp., Miogypsina sp..


Globigerina bulloides DORBIGNY, G. nephentes DODD, Globorotalia obesa

BOLLI. Gl. dutertrei (D’ORBIGNY), Gl. lobata BERMUDEZ, Gl. Scitula

(BRADY), Gl. acostaensis BLOW. Gl. crassula CUSHMAN & STEWART, Gl.

merotumida BLOW & BANNER Gl. Tumida (BRADY;, Globoquadrina altispira

(CUSHMAN & JARVIS), Globigerinoides conglobatus, BRADY. Gd. Extremus

BOLLI, Gd. immaturus LEROY. Gd. ruber (D’ORBINY) Gd. sacculifer

(BRADY). Gd. obliquus BOLLI, Gd. trilobus (REUSS). Orbulina universa

D’ORBIGNY, Hastigerina aequilateralis (BRADY), Sphaeroidinellopsizs

seminulina (SCHWACER), Ep. subdehiscens BLOW, Pulleniatina obiquiloculata

(PARKER & JONES), Amphistegina sp., dan Operculina sp. Gabungan fosil

tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah - Pliosen (N.9-N.20). Lagi pula

ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain, moluska, ganggang dan koral dalam

formasi ini.

Satuan batuan ini tersebar luas di sepanjang lembah S. Walanae, di timur D.

Tempe dan sekitar Watampone; pada umumnya terlipat lemah, dengan

kemiringan lapisan kurang dan 15°, pelipatan kuat terjadi di sepanjang lajur sesar,

dengan kemiringan sampai 60°. Bagian bawah formasi ini diperkirakan menjemari

dengan Formasi Camba, dan bagian atasnya menjemari dengan Batuan Gunungapi

Parepare; telal diperkirakan tidak kurang dari 4.500 m.

Tmpt, Anggota Tacipi: batugamping koral dengan sisipan batugamping

berlapis, napal, batulempung, batupasir, dan tufa: putih, kelabu muda, dan kelabu

kecoklatan; sebagian sarang dan sebagian pejal. setempat berstruktur breksi dan

konglomerat; setempat mengandung banyak moluska.


Fosil foram yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974), dan lokasi

E.755 dan Ta. 157 adalah : Amphistegina sp., Operculina sp., Orbulina sp.,

Rotalia sp., dan Gastropoda. Satuan ini di banyak tempat membentuk pebukitan

kerucut, dan beberapa membentuk punggungan yang sejajar dengan pantai timur,

yaitu di barat Watampone; di lembah S. Walanae, dan di utara Tacipi,

batugamping Anggota Tacipi tarsingkap di sana-sini di dalam batuan Formasi

Walanae; tebal satuan ini dperkirakan tidak kurang dan 1700 m.

2.3 Struktur Geologi Regional Daerah Penelitian

Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukannya stratigrafinya dan

tektoniknya adalah sedimen Flysch formasi balang baru dan formasi malada.

Bagian bawah tidak selaras menindih batuan yang lebih tua dan bagian utaranya

ditindih tidak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua

merupakan masa yang terimbrikasi melalui sejumlah sesar singkup, terbreksikan,

tergerus, terdaunkan dan sebagian tercampurkan menjadi melange. Oleh karena

itu kelompok batuan ini dinamakan komplek tektonik bantimala. Berdasarkan

himpunan batuannya diduga formasi balang baru dan marada merupakan endapan

lereng dalam sistem busur palung pada zaman kapur akhir.Gejala ini menunjukka

bahwa malange didaerah bantimala tejadi sebelum kapur akhir.

Kegiatan gunung api bawah laut,dimulai pada kala paleosen yang hasil

erupsinya terlihat di timur bantimala dan di daerah barru pada kala iosen

awal,rupanya daerah barat merupakan tepi daratan yang dicirikan oleh endapan

darat serta batu bara didalam formasi mallawa,sedangkan didaerah timur berupa

cekungan laut dangkal tempat pengendapan batu-batu klastik.Bersisipan karbonat


salo kulapang pengendapan formasi mallawa kemungkinan hanya berlangsung

selama awal eosen akhir sampai milosen awal.Gejala ini menandakan bahwa

selama itu terjadi paparan laut dangkal yang luas,yang berangsur-angsur menurun

sejalan dengan adanya pengendapan proses tektonik di bagian barat ini

berlangsung sampai meosen awal,sedangkan di bagian timur kegiatan gunung api

sudah mulai lagi selama miosen awal yang diwakili oleh batuan gunung api

kalamiseng dan soppeng.

Akhir kegiatan miosen awal itu diikuti oleh tektonik yang menyababkan

terjadinya permulaan terbentuk walanae.Peristiwa ini kemungkinan besar

berlangsung sejak awal miosen tengah dan menurunya terban walanae yang

seluruhnya nampak tersngkap tidak menerus disebelah barat.

Selama terbentuknya terban Walanae,di timur kegiatan gunung api terjadi

hanya dibagian selatan sedangkan di bagian barat terjadi kegiatan gunung api

yang hampir merata dari selatan ke utara,berlangsung dari miosen tengah sampai

plioesen.Bentuk kerucut gunung api masih dapat diamati di daerah sebelah barat

ini,diantaranya puncak maros dan G.Tendongkarambu.Suatu tebing melingkar

mengelilingi G.Benrong diutara,G.Tendongkarambu mungkin merupakan sisa

sustu kaldera.

Sesar utama yang utama barat laut yang terjadi sejak miosen tengah sampai

pilosen.Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan adanya tekanan

mendatar berarah kira-kira timur-barat pada waktu sebelum akhir pliosen.Tekanan

ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan

pra-kapur akhir didaerah bantimala keatas batuan tersier.Perlipatan dan


penyesaran yang relatif lebih kecil dibagian timur lembah walanae dan dibagian

barat pegunungan barat,yang berarah laut tenggara dan melancong,kemudian

adanya kemungkinan besar terjadi oleh gesekan mendatar kekanan sepanjang

sesar besar.
BAB III
PETA TOPOGRAFI

3.1 Pengertian Peta Topografi

Berasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti

menggambar.Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan bentuk relief (tinggi

rendahnya) permukaan bumi yang digambarkan mellalui garis kontur. Garis

kontur (countur line) yaitu garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang

mempunyai ketinggian sama. Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri

permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang

dapat ditentukan pada posisi tertentu.Gambaran ini, disamping tinggi‐rendahnya

permukaan dari pandangan datar (relief), juga meliputi pola saluran, parit, sungai,

lembah, danau, rawa, tepi‐laut dan adakalanya pada beberapa jenis peta,

ditunjukkan juga, vegetasi dan objek hasil aktifitas manusia. Pada peta topografi

standar, umumnya dicantumkan juga tanda‐tanda yang menunjukkan geografi

setempat(Noor Djauhari, 2012).

Gambar 3.1 Peta Topografi


3.2 Interpretasi Peta Topografi

3.2.1 Teori

Interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan

batuan,struktur dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik

analisa secarakualitatif, maupun secara kuantitatif. Dalam interpretasi peta

topografi, prosedur umum yangbiasa dilakukan dan cukup efektif adalah: Menarik

semua kontur yang menunjukkan adanya lineament /kelurusan; Mempertegas

(biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yangmengalir pada peta

;Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis (Noer aziz, 2006).

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu

diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.

a. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang

menunjukan batuanlunak atau lepas.

b. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya,

menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.

c. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya

batuan keras.

d. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada

pada batuanyang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah

perbandingan antara totalpanjang sungai-sungai yang berada pada cekungan

pengaliran terhadap luas cekunganpengaliran sungai-sungai itu sendiri).

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah

pengamatanterhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau


pembelokan secara tiba-tiba,baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai,

bentuk-bentuk topografi yang khas, serta polaaliran sungai. Beberapa contoh

kenampakan Geologi yang dapat diidentikasi dan dikenal padapeta topografi:

a. Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus

lurus,kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan

perbukitan atausungai, dan pola aliran sungai paralel dan rectangular.

b. Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau parallel,

dan adanyabentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat dibagian

depan yang merenggangmakin kearah belakang. Jika setiap bentuk dip-slope

ini diinterpretasikan untuk seluruhpeta, muka sumbu-sumbu lipatan akan

dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slopeseperti ini mempunyai

beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisannya.

c. Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan

kelurusan-kelurusansungai dan bukit.

d. Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat,

sungai-sungaimengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.

e. Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang

jarang dandibatasi oleh pola kontur yang rapat.

f. Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan

mempunyaikelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi

secara tiba-tiba oleh polakontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau

lebih tinggi.
g. Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar

berupa bukit-bukitdalam penyebaran yang relative luas, terdapat beberapa

pergeseran bentuk-bentuktopografi, kemungkinan juga terdapat beberapa

kelurusan, dengan pola aliran sungairektangular atau contorted.

h. Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope

denganpenyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi lebih

berkesan acak – acakan. Pola kontur rapat juga tidak menunjukan kelurusan

yang menerus, tetapiberkesan terpatah-patah.

i. Gunungapi, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran radial,

serta kawahpada puncaknya untuk gunung api muda, sementara untuk

gunung api tua dan sudahtidak aktif, dicirikan oleh pola aliran anular serta

pola kontur melingkar rapat ataumemanjang yang menunjukan adanya

jenjang vulkanik atau korok-korok.

j. Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam penyebaran

yang luas,beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola

kontur yang menyerupaibintang segi banyak, serta pola aliran sungai

multibasinal.

k. Pola karst ini mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi

pada kaki gunungapi. Walaupun dengan pola kontur yang melingkar dengan

penyebaran cukupluas, tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola

melingkar dengan lainnya, dantidak didapat pola kontur.


Gambar 3.2 Interpretasi bentuk lahan pada Peta Topografi

Peta topografi menunjukkan bentuk-bentuk muka bumi.Bentuk-bentuk

muka bumi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Lereng

Memiliki pola jarak antar garis kontur membulat dengan yang agak

renggang.

Gambar 3.3 Pola Kontur Lereng

b. Cekungan (Depresi)

Pada pola kontur cekungan, terlihat garis konturnya yang menyudut diikuti

garis kontur selanjutnya.


Gambar 3.4 Pola Kontur Cekungan

c. Bukit

Pola kontur pada perbukitan terlihat dengan adanya garis kontur yang

mengelilingi garis kontur lain dengan agak rapat namun nilai titik

ketingian tidak terlalu besar.

Gambar 3.5 Pola Kontur Bukit


d. Pegunungan

Gambar 3.6 Pola Kontur Pegunungan

3.2.2 Aplikasi

3.3 Metode Resection dan Intersection

Langkah – Langkah melakukan Resection :

1. Lakukanlah orientasi medan (dapatkan minimal 2 tanda medan)

2. Tandai kedudukan tanda medan tersebut di peta dengan membuat salib sumbu

pada pusat tanda-tanda medan yang sudah dikenali di peta dan di lapangan.

3. Bidikkan kompas ke tanda medan tersebut dan catat sudut kompasnya

(Azimuth).

4. Hitung SPM tahun berjalan dan pindahkan hasilnya ke sudut peta

5. Hitung Back Azimuth dari hasil perhitungan tersebut.

6. Tarik garis sudut peta dari tanda medan yang sudah kita bidik sesuai dengan

hasil perhitungan, hingga garisnya berpotongan.

7. Perpotongan garis tersebut adalah kedudukan kita di peta.

Resection dapat dilakukan dengan minimal 2 tanda medan, yaitu :

1. titik ketinggian,
2. 1 titik ketinggian dengan sungai,

3. 1 titik ketinggian dan jalan setapak,

4. Jalan setapak atau sungai dengan altimeter,

5. 1 titik ketinggian dengan altimeter.

Gambar 3.7 Langkah Resection

Langkah – langkah melakukan Intersection :

1. Lakukan orientasi medan, dan pastikan posisi kita di peta.

2. Bidik obyek yang kita amati.

3. Hitung sudut azimuth, pindahkan hasilnya ke sudut peta.

4. Bergerak ke posisi lain, dan pastikan posisi tersebut di peta, lakukan langkah b

dan c.

5. Tarik garis sudut peta dari posisi kita di peta sesuai dengan hasil perhitungan,

hingga garisnya berpotongan. Perpotongan garis dari dua sudut yang didapat

adalah posisi obyek yang dimaksud.


Gambar 3.8 Langkah Intersection

3.3.1 Teori

Resection adalah menentukan kedudukan atau posisi di peta dengan

menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik resection

membutuhkan bentang alam yang terbuka untuk dapat membidik tanda medan.

Tidak selalu tanda medan yang harus selalu dibidik, jika kita berada di tepi

sungai, sepanjang jalan, atau sepanjang suatu punggungan, maka hanya perlu satu

tanda medan lainnya yang dibidik (Djauhari Noor, 2012).

Intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan

menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali dilapangan.Intersection

digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat

dilapangan, tetapi sukar untuk dicapai. Pada intersection, kita sudah yakin pada

posisi kita di peta dan kondisikan agar objek tetap dapat terlihat saat kita

berpindah posisi (Djauhari Noor, 2012).


BAB IV
BATUAN

4.1 Pengertian Batuan

Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk

secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang

terubah, dan kombinasi semua komponen tersebut. Secara umum, batuan terbagi

menjadi tiga, yaitu :

a) Batuan beku (igneous rock)

Merupakan kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil

pembentukan magma yang mendingin.

b) Batuan Sediment (sediment rock)

Merupakan batuan hasil litifikasi bahan rombakan batuan hasil denudasi

atau hasil reaksi kimia.

c) Batuan Metamorf (metamorphic rock)

Merupakan batuan yang berasal dari suatu batuan asal yang mengalami

perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fase padat sebagai akibat

perubahan tekanan dan temperatur yang tinggi.

Berdasarkan proses pembentukannya, batuan membentuk sebuah siklus.

Siklus batuan dimulai dari magma yang mengalami pendinginan dan menjadi

Batuan Beku, setelah itu Batuan Beku mengalami pelapukan dan berubah menjadi

material-material sedimen, material sedimen tersebut mengalami lithifikasi

menjadi Batuan Sedimen, sementara itu jika Batuan Beku dan Batuan sedimen

jika mendapatkan tekanan dan suhu yang tinggi akan berubah menjadi Batuan
Metamorf. Batuan Metamorf dan Batuan Sedimen akan berubah menjadi material

sedimen jika mengalami pelapukan, dan khusus untuk batuan metamorf akan

kembali menjadi magma, jika mengalami peleburan (Noer Aziz, 2006).

Gambar 4.1 Siklus Batuan

4.2 Batuan Beku

4.2.1 Teori

A. Pengertian batuan beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah

jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif

(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma

ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di

mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu

dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau

perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil

dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak

bumi(Djauhari Noor, 2012).


B. Struktur batuan beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan

beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan

pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang

tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah

yang disebut sebagai struktur batuan beku(Djauhari Noor, 2012).

1. Struktur Batuan Beku Ekstrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang

memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi

pada saat pembekuan lava tersebut (Djauhari Noor, 2012). Struktur ini

diantaranya:

a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat

seragam.

b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan.

c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah

poligonal seperti batang pensil.

d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal.

Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan

beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.

f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain

seperti kalsit, kuarsa atau zeolit.


g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran

mineral pada arah tertentu akibat aliran.

2. Struktur Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap

perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi

menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan (Djauhari Noor, 2012).

1.Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis

jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan

batuan disekitarnya.

b. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana

perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat

penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.

Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan

meter.

c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith,

yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki

diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan

kilometer dengan kedalaman ribuan meter.


d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang

telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan

sampai ribuan kilometer.

2.Diskordan

Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya.

Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

a. Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan

memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa

sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

b. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu >

100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.

c. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih

kecil

Gambar 4.2 Bagan Struktur Batuan Beku Intrusif


C. Tekstur Batuan Beku

magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan

temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma

ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat

pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur

yang berbeda. Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan

tekanan yang tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama

maka mineral-mineral penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem

kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar.

Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan

permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat

membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang

tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran

relatif kecil (Djauhari Noor, 2012). Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku

dapat dibedakan berdasarkan :

1. Tingkat kristalisasi

a) Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal

b) Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas

c) Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas

2. Ukuran butir

a) Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh

mineral-mineral yang berukuran kasar.


b) Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral

berukuran halus.

3. Bentuk kristal

Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali

biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya

mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang

terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:

a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna

b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna

c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

4. Berdasarkan Kombinasi Bentuk Kristalnya

a) Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang

kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)

b) Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk

euhedral dan subhedral.

c) Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan kristal

yang berbentuk anhedral.

D. Klasifikasi batuan beku

Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya, warna, kimia,

tekstur, dan mineraloginya.

a. Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan atas :

1. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi.
2. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari

permukaan bumi.

3. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi

Berdasarkan warnanya, mineral pembentuk batuan beku ada dua yaitu

mineral mafic (gelap) seperti olivin, piroksen, amphibol dan biotit, dan

mineral felsic (terang) seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid.

b. Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu:

1. Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30%.

2. Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60%.

3. Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90%.

4. Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90%.

c. Berdasarkan kandungan kimianya yaitu kandungan SiO2-nya batuan beku

diklasifikasikanmenjadi empat yaitu:

1. Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit.

2. Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO2 65% - 52%

Contohnya Diorit, Andesit.

3. Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya Gabbro,

Basalt.

4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 30%.
4.2.2 Aplikasi

A. Sampel 3.A

Gambar 4.3 Sampel 3A

Pada sampel dengan nomor 3.A mempunyai warna segar abu-abu dan warna

lapuk kecoklatan. Tekstur pada batuan ini yaitu holohyalin dengan granularitas

afanitik. Fabrik pada batuan beku yaitu anhedral dan relasi inequigranular.

Komposisi mineral terdiri dari horblene dengan warna hitam. Struktur batuan

masif. Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa batuan tersebut bernama

batu andesit.

4.3 Batuan Sedimen

4.3.1 Teori

A. Pengertian Batuan Sedimen

Menurut Folk : batuan sedimen merupakan mineral penyusunnya berupa

mineral karbonat yaitu aragonit, kalsit, dan dolomit. Selain mineral utama tersebut

beberapa mineral sering pula dijumpai dalam batuan karbonat yaitu magnesit

rhodochrosite dan siderit (Djauhari Noor, 2012).

Menurut Boggs : batuan sedimen adalah susunan semua jenis organisme kecil

berfungsi bakteri dan alga membentuk microboring dalam fragmen skeletal dan

butiran karbonat lainnya yang berukuran besar. Boring dan presipitasi mikrin
dapat intensif di lingkungan yang berair hangat dimana butiran karbonat menjadi

berkurang dan terubah menjadi mikrit, proses pada kondisi ini dikenal sebagai

mikritisai (Djauhari Noor, 2012).

B. Struktur Batuan Sedimen

1. Struktur sedimen yang terbentuk sebelum proses pembatuan (lithifikasi).

Struktur sedimen yang terbentuk sebelum proses pembatuan dapat terjadi di

bagian atas lapisan, sebelum lapisan atau endapan yang lebih muda atau endapan

baru di endapkan. Struktur sedimen ini merupakan hasil kikisan, scour marks,

flutes, grooves, tool marking dan sebagainnya (Djauhari Noor, 2012). Strukturnya

a. Mudcraks

b. load casts

c. sole marks

d. dinosaur tracks

2. Struktur Sedimen Yang Terbentuk Pada Proses Sedimentasi ( struktur primer).

Struktur yang terbentuk semasa proses pengendapan antara lain adalah

perlapisan mendatar, perlapisan silang silir, laminasi sejajar dan laminasi eipple

mark (Djauhari Noor, 2012). Struktur yang meliputi :

A. Gradeo Bedding

B. Multiple Though Cross Stratification

C. Hummocky Cross Stratification

D. Wave Ripples Structures

E. Cross Stratification Tabular Sets

F. Herringbone Or Antidunes Structures


G. Convolute Laminations

3. Struktur Yang Terbentuk Setelah Proses Pengendapan

Struktur ini terbentuk selepas sedimen terendap ini termasuklah struktur beban

dimana sebahagian lapisan pasir jatuh dan masuk kedalam lapisan lumpur

dibawahnya, laminasi, kondulut. Struktur mendatan, hasil dari pergerakan

mendatar sedimen yang membentuk lipatan juga termasuk dalam struktur selepas

endapan (Djauhari Noor, 2012). Struktur yaitu :

A. Sedimen Silangsiur

B. Sedimen Liquafaction

C. Clastic Dike In A Turbidite Sequence Injected From Overpressed Sand

Layer

D. Partiy Destroyed Bedding By Burrowing Organism

Gambar 4.4 Struktur Endapan

4. Tekstur Batuan Sedimen

A. Besar butir adalah ukuran butir dari material penyusun batuan sedimen diukur

berdasarkan Klasifikasi Wentword

B. Bentuk butir pada sedimen klastik dibagi menjadi rounded, sub rounded, sub

angular, angular
C. Kemas adalah hubungan antara masa dasar dengan fragmen batuan/mineralnya.

D. Pemilahan adalah keseragaman ukuran butir dari fragmen penyusun batuan

E. Sementri adalah bahan pengikat antar butir dari fragmen penyusun batuan

F. Porositas adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang ada pada

batuan

G. Permeabilitas adalah sifat yang dimiliki oleh batuan untuk dapat meloloskan air

Gambar 4.5 Tekstur Batuan Sedimen

5. Jenis Batuan Sedimen

A. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis batuan

atas dasar ukuran butirnya. Batulempung adalah batuan sedimen klastik yang

ukuran butirnya ukuran lempung; batulanau adalah batuan sedimen klastik yang

berukuran lanau; batupasir adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya

pasir, sedangkan konglomerat dan breksi adalah batuan sedimen klastik yang

ukuran butirnya mulai dari lempung hingga bongkah. Konglomerat dan breksi

dibedakan berdasarkan perbedaan bentuk butirnya, dimana bentuk butir

konglomerat membundar sedangkan breksi memiliki bentuk butir yang menyudut


(Djauhari Noor, 2012). Klasifikasi ukuran butir yang dipakai dalam

pengelompokkan batuan sedimen klastik menggunakan klasifikasi dari

Wentword seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3.1 :

SKALA WENTWORD

Ukuran Butir Nama (Inggris) Nama (Indonesia)

>256 Boulder Bongkah

64 – 256 Cobble Kerakal

4 – 64 Pebble Kerikil

2–4 Granule Pasir kasar

1/16 – 2 Sand Pasir

1/256 – 1/16 Silt Lanau

1/256 < Clay Lempung

Tabel 4.1 Skala Wentword

B. Batuan Sedimen Non Klastik

Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari

proseskimiawi, seperti batu halit yang berasal dari hasil evaporasi dan batuan

rijang sebagai proses kimiawi. Batuan sedimen non-klastik dapat juga terbentuk

sebagai hasil proses organik, seperti batugamping terumbu yang berasal dari

organisme yang telah mati atau batubara yang berasal dari sisa tumbuhan yang

terubah. Batuan ini terbentuk sebagai proses kimiawi, yaitu material kimiawi yang

larut dalam air (terutamanya air laut). Material ini terendapkan karena proses

kimiawi seperti proses penguapan membentuk kristal garam, atau dengan bantuan
proses biologi (seperti membesarnya cangkang oleh organisme yang mengambil

bahan kimia yang ada dalam air) (Djauhari Noor, 2012).

6. Jenis Batuan Sedimen Berdasarkan Proses Terbentuknya

A. Batuan sedimen kimiawi adalah jenis batuan sedimen yang terbentuk karena

proses pengendapan yang berasal dari pelapukan batuan beku yang disebabkan

oleh unsur kimia tertentu (Djauhari Noor, 2012). Hal ini terjadi karena

terjadinya perubahan sifat kimia yang diakibatkan oleh pelarut bahan kimia.

Contohnya :

a) Dolit

b) Limestone

c) Chalk

d) Mergel

e) Batuan Anhidrit

B. Batuan sedimen organik adalah batuan yang terbentuk dari pengendapan sisa-

sisa bagian tubuh makhluk hidup serta mineral-mineral yang dihasilkannya

(Djauhari Noor, 2012). Contohnya :

a) Batu Karang

b) Batubara

c) Batu Fosfat Organik

d) Batu Silika Radiolarit

e) Batu Guano

C. Batuan sedimen mekanik adalah jenis batuan yang terbentuk dialam melalui

suatu proses pengendapan dan material yang bervariasi, mulai dari ukuran
lempeng sampai dengan bongkah batuan. Batuan ini disebabkan suatu

pelapukan/erosi pada pecahan batuan atau mineral (Djauhari Noor, 2012).

Contohnya :

a) Konglomerat

b) Batubreksi

c) Batupasir

d) Batu Kuarsa

e) Batu Arkose

f) Batu Pasir Graywacke

g) Batu Serpih

h) Batulempung

i) Anglomera

7. Proses Terbentuknya Batuan Sedimen

A. Pelapukan

Pelapukan atau weathering (weather) merupakan perusakan batuan pada kulit

bumi karena pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau angin). Karena

itu pelapukan adalah penghancuran batuan dari bentuk gumpalan menjadi butiran

yang lebih kecil bahkan menjadi hancur atau larut dalam air (Djauhari Noor,

2012). Pelapukan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

 Pelapukan fisika, adalah proses dimana batuan hancur menjadi bentuk yang

lebih kecil oleh berbagai sebab, tetapi tanpa adanya perubahan komposisi

kimia dan kandungan mineral batuan tersebut yang signifikan.


 Pelapukan kimia, adalah proses dimana adanya perubahan komposisi kimia dan

mineral dari batuan.

 Pelapukan biologi, Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang

tumbuhan dan manusia, binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain

B. Erosi

Erosi adalah suatu pengikisan dan perubahan bentuk batuan, tanah atau lumpur

yang disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat dan organisme

hidup. Erosi tidak sama dengan pelapukan, yang mana merupakan proses

penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau

gabungan keduanya (Djauhari Noor, 2012).

C. Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen oleh media air, angin, atau es

pada suatu cekungan pengendapan pada kondisi P dan T tertentu. Pettijohn (1975)

mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan

sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk atau

asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa

sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.

D. Litifikasi

Proses perubahan sedimen lepas menjadi batuan disebut litifikasi. Salah satu

proses litifikasi adalah kompaksi atau pemadatan. Pada waktu material sedimen

diendapkan terus– menerus pada suatu cekungan. Berat endapan yang berada di

atas akan membebani endapan yang ada di bawahnya. Akibatnya, butiran sedimen

akan semakin rapat dan rongga antara butiran akan semakin kecil.
Proses lain yang merubah sedimen lepas menjadi batuan sedimen adalah

sementasi. Material yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang

meresap melalui rongga antar butiran, kemudia larutan tersebut akan mengalami

presipitasi di dalam rongga antar butir dan mengikat butiran – butiran sedimen.

Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan oksida besi

(Djauhari Noor, 2012).

4.3.2 Aplikasi

A. Sampel 2.A

Gambar 4.5 Sampel 2A

Pada sampel no 2.A mempunyai warna segar berwarna putih dengan warna

lapuk kecoklatan. Struktur dari batu ini yaitu berlapis. Tekstur batuan ini yaitu

klastik. Komposisi kimia pada batuan ini yaitu karbonat. Dari deskripsi batuan

tersebut maka di dapatkan nama batuan yaitu batugamping.


B. Sampel 2.B

Gambar 4.6 Sampel 2B

Pada sampel no 2.B mempunyai warna segar kuning dan warna lapuk

berwarna coklat. Tekstur pada batuan ini non klastik. Komposisi kimia yaitu

karbonat. Strukturnya pada batuan ini yaitu berlapis. Terdapat fosil foraminifera

pada batuan ini. Matriks pada material organisme dan semen yaitu sparit (kalsit).

Dari deskripsi batuan di atas maka batuan tersebut yaitu batugamping.

C. Sampel 3.B

Gambar 4.7 Sampel 3B

Pada sampel no 3.B mempunyai warna segar putih dan warna lapuk

kecoklatan. Struktur batuan ini yaitu berlapis. Tekstur pada batuan ini yaitu

klastik. Komposisi kimia pada batuan ini yaitu karbonat. Dari deskripsi ini maka

disimpulkan bahwa nama batuan ini yaitu batugamping.


BAB V
FOSIL

5.1 Pengertian Fosil

Fosil adalah jejak atau sisa kehidupan (flora & fauna) masa lampau yang

terawetkan dalam lapisan kulit bumi, terjadi secara alami dan mempunyai umur

geologi di atas 10.000 tahun (kala Holosen). Diambil dari kata latin Fodere yang

berarti menggali. Cabang ilmu yang mempelajari kehidupan masa lampau disebut

Paleontologi dan Mikropaleontologi, yang diambil dari bahasa yunani kuno yaitu

paleo: kuno, onthos: kehidupan, dan logos: ilmu. (Djauhari Noor, 2012).

5.2 Syarat Pemfosilan

Secara singkat, definisi dari fosil harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Organisme harus memiliki bagian yang padat/kompak/keras (cangkang,

tulang, gigi, dan jaringan kayu).

2. Fosil tersebut harus terawetkan secara alamiah

3. Berumur lebih dari 11.000 tahun

4. Organisme terhindar dari kehancuran setelah mati. Apabila bagian tubuh dari

batuan bagian organisme tersebut hancur, membusuk maka organisme

tersebut tidak akan menjadi fosil.

5. Pada umumnya, terekam dalam suatu batuan sedimen. Karena berdasarkan

proses pembentukannya batuan, akan sangat sulit bagi fosil untuk dapat

bertahan pada batuan selain pada pengendapan batuan sedimen.

6. Mengandung kadar oksigen yang rendah.


5.3 Proses Pemfosilan

Terbentuknya fosil di daratan pertama-tama hewan atau tumbuhan mati atau

jatuh. Lalu kemudian secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak.

Semakin lama hewan tersebut tertimbun semakin dalam dalam pada lapisan

permukaan bumi. Lapisan material sedimen akan terlitifikasi menjadi batu. Begitu

pun dengan organisme yang tadi tertimbun juga menjadi batu. Pada fosil di lautan,

organisme yang mati akan tenggelam pada dasar laut, secara bertahap menjadi

karang, bagian tubuhnya terubah secara kimiawi atau mungkin membentuk

cetakan. (Djauhari Noor, 2012).Ada pun proses-proses fosilisasi diantaranya:

1. Karbonisasi

Gambar 5.1 Karbonisasi

Banyak suatu organisme yang sudah terkubur sebelum membusuk. Itu

disebabkan karena lapisan sedimen diendapan dengan cepat sehingga organisme

bisa lebih cepat terkubur. selain itu, material yang memiliki sifat mudah menguap

akan terpansakan secara alamiah oleh pasnas bumi lalu untuk melakukan proses

pelarutan organisme tersebut (Djauhari Noor, 2012).


2. Petrifikasi

Gambar 5.2 Petrifikasi

Pada dasarnya, proses ini merupakan fosilisasi (Pembentukan Fosil) yang

mengubah makhluk hidup yang sudah menjadi batu. sebuah zat yang bisa

membatu harus diawali tanpa adanya mineral yang keras. Organisme yang

mengalami proses fosilisasi ini biasanya adalah organisme yang memiliki tubuh

yang lunak. intinya, proses ini adalah mengubah bagian lunak dari suatu

organisme dengan mineral yang tertentu, Contohnya adalah mineral silika dengan

mikrokristalin kuasa (Djauhari Noor, 2012).

3. Replacement

Gambar 5.3 Replacement

Material yang menyusun organisme dapat mengalami pelarutan dan

digantikan oleh mineral lainnya. Proses ini disebut dengan replacement atau

penggantian. Selama proses tersebut volume dan bentuk organisme yang asli tetap

tetapi material penyusunnya mengalami perubahan. Sebagai contoh cangkang

binatang yang tadinya tersusun oleh kalsium karbonat, pada waktu menjadi fosil
cangkang tersebut sudah mengalami perubahan disusun oleh silika atau pirit

(Djauhari Noor, 2012).

4. Rekristalisasi

Gambar 5.5 Rekristalisasi

Kebanyakan cangkang dari organisme invertebrata laut seperti koral, kerang

dan oyster terutama disusun oleh Kalsium karbonat. Kebanyakan invertebrata

yang masih hidup menyerap kalsium karbonat untuk membuat rangkanya dengan

menghasilkan mineral aragonit. Setelah organisme tersebut mati, struktur kristal

aragonit akan berubah menjadi mineral kalsit yang lebih stabil. Perubahan ini

terjadi karena atom-atom penyusun mineral aragonit akan menyesuaikan diri dan

membentuk kristal yang lebih solid. Fosil yang telah mengalami proses

rekristalisasi akan mempunyai bentuk dan struktur dalam yang tetap hanya

komposisi mineralnya yang berubah (Djauhari Noor, 2012)

5. Mold and Cast

Gambar 5.6 Mold an Cast


Mold adalah cetakan negatif dari bagian keras organisme yang terbentuk

ketika organisme yang mati jatuh dan menekan sedimen di dasar laut , kemudian

bagian yang jatuh (keras) membentuk cetakan pada sedimen. Ketika bagian keras

organisme itu hilang, maka cetakan yang tertinggal disebut Mold. Ketika Mold

terisi oleh material-material tertentu, akan terbentuk cetakan yang serupa dengan

organisme yang membentuk Mold. Cetakan dari Mold inilah yang disebut Cast.

Dengan kata lain Cast adalah cetakan positifnya. Cast terbagi menjadi dua yaitu

external cast yang memperlihatkan kenampakan bagian luar cangkang dan internal

cast yang memperlihatkan kenampakan bagian dalam cangkang (Djauhari Noor,

2012).

6. Fosil Jejak

Gambar 5.7 Fosil Jejak

Beberapa fosil tidak terdiri dari sisa tubuh organismenya, tetapi organisme

tersebut meninggalkan jejak, lubang atau sarang atau tanda-tanda lain yang

dibuatnya. Apabila jejak-jejak tersebut terawetkan, maka disebut fosil ejak (trace

fossils). Jejak-jejak binatang telah banyak dijumpai pada batuan sedimen. Fosil

jejak tersebut dapat memberikan informasi kepada kita bagaimana organisme

tersebut bergerak semasa hidupnya, apakah organisme tersebut berjalan dengan


dua kaki atau empat kaki dan memberikan petunjuk bagaimana kebiasaan hidup

dari organisme tersebut (Djauhari Noor, 2012).

7. Kaprolit

Gambar 5.8 Kaprolit

Sisa organisme yang berupa kotoran hewan. Erat kaitannya dengan bentuk

anatomi dari pencernaan serta jenis makanan yang sering dimakan (Djauhari

Noor, 2012).

5.4 Identifikasi Fosil Pada Daerah Penelitian

5.4.1 Deskripsi Fosil

A. Sampel F1

Gambar 5.9 Sampel F1

Pada sampel fosil 1 dengan no sampel F1 mempunyai warna lapuk kuning

kecoklatan dan warna segar yaitu putih ke abu-abuan. Bentuk fosil F1 yaitu

berbentuk conical. Conical adalah bentuk fosil yang salah satu ujungnya
mengkerucut. Proses pemfosilan F1 yaitu prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada

fosil ini meliputi kingdom animalia , filum molusca , kelas gastropoda , ordo

tonnoidea , famili tonnoidae , genus tonna , spesies tonna galea. Pada fosil F1

diketahui berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di

laut dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

C. Sampel F2

Gambar 5.10 Sampel F2

Pada sampel fosil 2 dengan no sampel F2 mempunyai warna lapuk kuning

kecoklatan dan warna segar yaitu abu-abu kehitaman. Bentuk fosil F2 yaitu

berbentuk conical. Conical adalah bentuk fosil yang salah satu ujungnya
mengkerucut. Proses pemfosilan F2 yaitu prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada

fosil ini meliputi kingdom animalia , filum molusca , kelas gastropoda , ordo

tonnoidea , famili tonnoidae , genus tonna , spesies tonna sp. Pada fosil F2

diketahui berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di

laut dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

D. Sampel F3

Gambar 5.11 Sampel F3

Pada sampel fosil 3 dengan no sampel F3 mempunyai warna lapuk kuning

kecoklatan dan warna segar yaitu abu-abu. Bentuk fosil F3 yaitu berbentuk

biconvex. Biconvex adalah bentuk fosil yang kedua sisinya cembung. Proses
pemfosilan F2 yaitu prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini meliputi

kingdom animalia , filum molusca , kelas pelecypoda , ordo veneroida , famili

protocardiaanidae , genus protocardia , spesies protocardia dissimile. Pada fosil

F3 diketahui berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu

di laut dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

E. Sampel F4

Gambar 5.12 Sampel F4

Pada sampel fosil 4 dengan no sampel F4 mempunyai warna lapuk kecoklatan

dan warna segar yaitu abu-abu coklat. Bentuk fosil F4 yaitu berbentuk biconvex.

Biconvex adalah bentuk fosil yang kedua sisinya cembung. Proses pemfosilan F4
yaitu prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini meliputi kingdom animalia

, filum molusca , kelas bivalvia , ordo pterioida , famili pteriidae , genus pinctada

, spesies pinctada maroaritifera. Pada fosil F4 diketahui berumur dizaman jura.

Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di laut dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

F. Sampel F5

Gambar 5.13 Sampel F5

Pada sampel fosil 5 dengan no sampel F5 mempunyai warna lapuk abu-abu

kecoklatan dan warna segar yaitu putih keabu-abuan. Bentuk fosil F5 yaitu

berbentuk biconvex. Biconvex adalah bentuk fosil yang kedua sisinya cembung.

Proses pemfosilan F5 yaitu prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini


meliputi kingdom animalia , filum molusca , kelas bivalvia , ordo ostreoida ,

famili ostreidae , genus ostrea , spesies ostrea lurida. Pada fosil F5 diketahui

berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di laut

dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

G. Sampel F6

Gambar 5.14 Sampel F6

Pada sampel fosil 6 dengan no sampel F6 mempunyai warna lapuk abu-abu

kecoklatan dan warna segar yaitu abu-abuan. Bentuk fosil F6 yaitu berbentuk

conical. Conical adalah bentuk fosil yang diujung sisinya mengkerucut. Proses

pemfosilan F6 yaitu prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini meliputi


kingdom animalia , filum molusca , kelas gastropoda , ordo tonnoidea , famili

cassidae , genus oocorys , spesies oocorys barbouri. Pada fosil F6 diketahui

berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di laut

dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

H. Sampel F7

Gambar 5.15 Sampel F7

Pada sampel fosil 7 dengan no sampel F7 mempunyai warna lapuk kecoklatan

dan warna segar yaitu abu-abu. Bentuk fosil F7 yaitu berbentuk radiate. Radiate

adalah bentuk fosil yang bentuknya membundar. Proses pemfosilan F7 yaitu

prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini meliputi kingdom animalia ,


filum molusca , kelas cephalopoda , ordo gaudryceratida , famili gaudryceratidae

, genus gaudryceras , spesies gaudryceras striatum. Pada fosil F7 diketahui

berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di laut

dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

I. Sampul F8

Gambar 5.16 Sampul F8

Pada sampel fosil 8 dengan no sampel F8 mempunyai warna lapuk kuning

kecoklatan dan warna segar yaitu crem. Bentuk fosil F8 yaitu berbentuk radiate.

Radiatl adalah bentuk fosil yang membundar. Proses pemfosilan F8 yaitu

prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini meliputi kingdom animalia ,


filum coelenterata , kelas anthozoa , ordo rugosa , famili zaphrentidae , genus

heliophyllum , spesies heliophyllum canadense. Pada fosil F6 diketahui berumur

dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di laut dangkal

(neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

J. Sampel F9

Gambar 5.17 Sampel F9

Pada sampel fosil 9 dengan no sampel F9 mempunyai warna lapuk kecoklatan

dan warna segar yaitu abu-abu. Bentuk fosil F9 yaitu berbentuk globular.

Globular adalah bentuk fosil yang membundar. Proses pemfosilan F9 yaitu

prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini meliputi kingdom protista , filum
sarcodina , kelas granuloreticulosea , ordo foraminifera . Pada fosil F9 diketahui

berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di laut

dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

K. Sampel F10

Gambar 5.18 Sampel F10

Pada sampel fosil 10 dengan no sampel F10 mempunyai warna lapuk abu-abu

kecoklatan dan warna segar yaitu putih keabu-abuan. Bentuk fosil F10 yaitu

berbentuk biconvex. biconvex adalah bentuk fosil yang kedua sisinya cembung.

Proses pemfosilan F10 yaitu prosesnya mineralisasi. Taksonomi pada fosil ini
meliputi kingdom animalia , filum molusca , kelas bivalvia , ordo ostreoida ,

famili ostreidae , genus ostrea , spesies ostrea edulis. Pada fosil F10 diketahui

berumur dizaman jura. Lingkungan pengendapan pada fosil ini yaitu di laut

dangkal (neritik).

Proses mineralisasi sendiri terjadi ketika hewan tersebut mati. Kemudian

secara perlahan membusuk pada bagian yang lunak. Cangkang atau tubuh hewan

tersebut akan terisi oleh mineral melalu pori-pori setiap cangkang. Lalu mineral

yang telah terisi akan mengeras dan akan menjadi batu. Proses ini tidak akan

mempengaruhi perubahan bentuk cangkang tersebut

Manfaat dalam mempelajari fosil ini sendiri yaitu mengetahui lokasi tersebut

pada zaman dahulu, mengetahui umur setiap lapisan tanah, dan mengetahui

geomorfologi di zaman tersebut.

5.4.2 Pembahasan
BAB VI

GEOMORFOLOGI

6.1 Pengertian Geomorfologi

Berdasarkan suku katanya, Geomorfologi berasal dari tiga kata yaitu Geo

yang berarti bumi, Morfo yang berarti bentuk, dan Logos yang berarti ilmu atau

uraian. Jadi, Geomorfologi artinya uraian tentang bentuk bumi.Dalam pengertian

umum Geomorfologi adalah studi bentuk lahan (landform) (Lobeck, 1939).

Pengertian geomorfologi menurut para ahli antara lain :

1) Menurut Cooke dan Dornkamp (1974), “Geomorfologi adalah studi bentang

alam, dan khususnya mengenai sifat, asal usul, proses perkembangan, dan

komposisi materialnya”.

2) Menurut Heru Pramono (2003), “Geomorfologi adalah ilmu tentang

berbagai bentuk lahan di permukaan bumi baik di atas maupun di bawah

permukaan laut dengan penekanan pada: asal, sifat, proses perkembangan,

susunan material dan kaitannya dengan lingkungan”.

3) Menurut Suharini dan Palangan (2009), “Geomorfologi adalah ilmu yang

mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi. Ilmu ini tidak hanya mengkaji

tentang bentuk-bentuknya namun juga gaya dan proses yang mengakibatkan

bentuk yang demikian serta perkembangan prose dari bentuk-bentuk

tersebut”.

4) Menurut Strahler (1970),“Ilmu geomorfologi mempelajari asal usul dan

perkembangan sistematis semua jenis bentang alam dan merupakan bagian

utama dari geografi fisik”.


Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa geomorfologi

merupakan ilmu yang mempelajari tentang kenampakkan bentang alam beserta

proses-proses pembentukannya

6.2 Identifikasi Bentang Alam Daerah Penelitian


BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan daripada kegiatan field trip kali ini adalah sebagai

berikut:

a. Dengan pengamatan secara langsung terhadap fenomena-fenomena geologi

yang ada di lapangan dapat memberikan informasi yang lebih banyak, contoh

seperti bentang alam yang ada di kabupaten Barru dan sekitarnya memberikan

informasi tentang proses pembentukannya. Selain itu dapat menambah

kemampuan pemahaman mahasiswa terhadap pengetahuan geologi.

b. Pendeskripsian batuan secara langsung dilapangan merupakan hal penting

untuk dilakukan karena dari deskripsi batuan tersebut kita dapat mengtahui

kondisi geomorfologi yang ada didaerah tersebut, serta dapat mengukur

kemampuan dilapangan.

c. Pengetahuan terhadap teori dan pengetahuan yang ada lapangan tentunya

sangat berkaitan erat, oleh karenanya pemahaman terhadap teori harus

dibuktikan dengan kondisi dilapangan, serta dilapangan kita dapat melihat

secara langsung kondisi geologi yang sebenarnya.

7.2 Saran
7.2.1 Saran Untuk Daerah Penelitian
1.Sebaiknya untuk daerah penelitian lebih diperluas jangkauannya setiap stasiun.
2.Sebaiknya saat perjalanan jauh digunakan bis.
7.2.2 Saran Untuk FIELD TRIP
1.Sebaiknya jenis batuan yang akan di ambil lebih banyak lagi.
2. sebaiknya ukuran batuan yang di bawa diperkecil.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman Geologi Lapangan . 2013. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas

Teknologi Mineral, ITB, Bandung.

Noor Djauhari . 2012 . Pengantar Geologi 1 . Universitas Pakuan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai