Anda di halaman 1dari 7

http://wingmanarrows.wordpress.

com/2009/10/07/sejarah-geologi-zona-pegununganselatan-jawa-timur/
Geologi Regional Pegunungan Selatan

GEOLOGI REGIONAL
Yang dimaksud dengan Pegunungan Selatan adalah pegunungan yang terletak pada bagian
selatan Jawa Tengah, mulai dari bagian tenggara dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
memanjang ke arah timur sepanjang pantai selatan Jawa Timur.
Secara morfologis daerah Pegunungan Selatan merupakan pegunungan yang dapat
dibedakan menjadi 3 satuan morfologi utama, yaitu:
1. Satuan morfologi perbukitan berrelief sedang sampai kuat, yaitu daerah yang
ditempati oleh batupasir dan breksi vulkanik dan batuan beku dari Formasi Semilir,
Nglanggran atau Wuni dan Besole. Daerah ini terdapat mulai dari daerah sekitar
Imogiri di bagian barat, memanjang ke utara hingga Prambanan, membelok ke timur
(Pegunungan Baturagung) dan terus ke arah timur melewati Perbukitan Panggung,
Plopoh, Kambengan hingga di kawasan yang terpotong oleh jalan raya antara PacitanSlahung.
2. Satuan dataran tinggi terdapat di daerah Gading, Wonosari, Playen hingga Semanu.
Daerah ini rata-rata berketinggian 400 m di atas muka laut, dengan topografi yang
hampir rata dan pada umumnya ditempati oleh batugamping.
3. Satuan perbukitan kerucut, meliputi daerah dari sebelah timur Parangtritis memanjang
ke timur melewati daerah Baron, Sadang terus ke timur melewati Punung hingga ke
daearh sekitar Pacitan. Daerah ini tersusun oleh bukit-bukit kecil maupun berbentuk
kerucut, tersusun oleh batugamping klastik maupun jenis batugamping yang lain.
Diantara ketiga satuan morfologi tersebut diatas di sebelah selatan terdapat suatu dataran
rendah luas, mulai Wonogiri di utara hingga Giritrontro-Pracimantoro di selatan. Dataran lini
dikelilingi oleh unsur-unsur geologis Pegunungan Selatan, sedangkan bagian bawah dialasi
oleh batugamping Formasi Kepek yang tertutup oleh endapan Kuarter. Dataran rendah ini
disebut sebagai Depresi Wonogiri-Baturetno, yang saat ini sebagian besar merupakan daerah
genangan Waduk Gajahmungkur.

II.2 Stratigrafi Regional


Dari penyimpulan hasil peneliti terdahulu, secara garis besar stratigrafi daerah
Pegunungan dapat dinyatakan dalam dua macam urutan. Yang pertama adalah stratigrafi
bagian barat, yang pada dasarnya bersumber kepada hasil penelitian Bothe (1929).

Sedangkan bagian timur, yang terletak di sebelah selatan dan tenggara depresi WonogiriBaturetno urutan stratigrafinya disusun oleh Sartono (1958).
II.2.1

Stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat

Pegunungan Selatan bagian barat secara umum tersusun oleh batuan sedimen
volkaniklastik dan batuan karbonat. Batuan volkaniklastiknya sebagian besar terbentuk oleh
pengendapan gayaberat (gravity depositional processes) yang menghasilkan endapan kurang
lebih setebal 4000 meter. Hampir seluruh batuan sedimen tersebut mempunyai kemiringan ke
selatan. Urutan stratigrafi penyusun Pegunungan Selatan bagian barat dari tua ke muda
adalah :
1. Formasi Kebo-Butak
2. Formasi Semilir
3. Formasi Nglanggran
4. Formasi Sambipitu
5. Formasi Oyo-Wonosari
6. Endapan Kuarter

1.

Formasi Kebo-Butak

Formasi ini secara umum terdiri dari konglomerat, batupasir dan batulempung yang
menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya berat yang
lain. Di bagian bawah, yang oleh Bothe disebut sebagai Kebo beds tersusun atas perselang
selingan antara batupasir, batulanau dan batulempung yang khas menunjukkan struktur
turbidit, dengan perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika lempung.
Bagian bawah ini diterobos oleh sill batuan beku.
Bagian atas dari Formasi ini, yang disebut sebagai Anggota Butak, tersusun oleh
perulangan batupasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau lanau, ketebalan
total dari Formasi iin kurang lebih 800 m. Urutan batuan yang membentuk Formasi KeboButak ini ditafsirkan terbentuk pada lingkungan lower submarine fan dengan beberapa
interupsi pengendapan tipe mid fan (Rahardjo, 1983), yang terbentuk pada akhir Oligosen
(N2-N3) (Sumarso & Ismoyowati, 1975; van Gorsel et al., 1987).
2.

Formasi Semilir

Secara umum Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan,
ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Fragmen yang membentuk breksi
maupun batupasir pada umumnya berupa fragmen batuapung yang bersifat asam. Di lapangan
pada umumnya menunjukkan perlapisan yang baik, struktur-struktur yang mencirikan turbidit
banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa

pengendapanyya berlangsung secara cepat atau pengendapan tersebut terjadi pada lingkungan
yang sangat dalam, berada di bawah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil
gampingan sudah mengalami korosi sebelum dapat mencapai dasar pengendapan. Umur dari
Formasi ini diduga adalah awal dari Miosen (N4) berdasar atas terdapatnyaGlobigerinoides
primordius pada bagian yang bersifat lempungan dari formasi ini di dekat Piyungan (van
Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang secara selaras di atas Anggota Butak dari
Formasi Kebo-Butak. Tersingkap secara baik di wilayah tipenya yaitu di tebing gawir
baturagung di bawah puncak Semilir.

3.

Formasi Nglanggran

Berbeda dengan formasi yang sebelumnya, formasi Nglanggran ini tercirikan oleh
penyusun utama berupa breksi dengan penyusun material vulkanik, tidak menunjukkan
perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar. Bagian yang terkasar dari
breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit dan juga bom
andesit. Diantara masa breksi tersebut ditemukan sisipan lava yang sebagian besar telah
mengalami breksiasi.
Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil pengendapan aliran rombakan yang berasal dari
gunung api bawah laut, dalam lingkungan laut dan proses pengendapan berjalan cepat, yaitu
hanya selama awal Miosen (N4).
Singkapan utama dari Formasi ini ada di gunung Nglanggranpada perbukitan Baturagung.
Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya berupa kontak tajam. Hal ini berakibat
bahwa formasi Nglanggran sering dianggap tidak selaras di atas Semilir, namun harus
diperhatikan bahwa kontak tajam tersebut dapat terjadi akibat berubahnya mekanisme
pengendapan akibat gayaberat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa pengandapan
Nglanggran ini dapat diibaratkan sebagai proses runtunhnya gunungapi semacam Krakatau
yang berada di lingkungan laut.
Ke arah atas yaitu ke arah Formasi Sambipitu, Formasi Nglanggran berubah secara
bergradasi, seperti yang terlihat di singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang diamati untuk
EGR tahun 2002 berada pada sisi lain sungai Putat, dimana kontak kedua formasi ini
ditunjukkan oleh kontak struktural.

4.

Formasi Sambipitu

Di atas Formasi Nglanggran terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-ciri terbidit,
yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun terutama oleh batupasir yang bergradasi
menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnyamasih menunjukkan
sifat vulkanik sedang ke atas sifat vulkanik ini berubah menjadi batupair yang bersifat
gampingan. Pada batupasir gampingan ini sering dijumpai fragmen dari koral dan forminifera

besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal, yang terseret masuk ke dalam
lingkungan yang lebih dalam akibat pengaruh arus turbid.
Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari
(Anggota Oyo) seperti yang terlihat pada singkapan pada sungai Widoro di dekat Bunder.
Formasi Sambipitu terbentuk selama jaman Miosen, yaitu antara N4-N8 (Kadar, 1986) atau
NN2-NN5 (Kadar, 1990).

5.

Formasi Oyo-Wonosari

Selaras di atas formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo-Wonosari. Formasi ini terdiri
terutama dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian selatan
dari Pegunungan Selatan memanjang ke arah timur, membelok ke arah utara di sebelah timur
perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daearh depresi Wonogiri-Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo-Wonosari terutama terdiri dari batugamping berlapis
yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang diendapkan pada kondisi laut yang lebih
dalam, seperti yang terlihat pada singkapan pada daerah dekat muara sungai batugamping
berlapis, menunjukkan gradasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak
tipe burrow yang terdapat pada bidang permukaan perlapisan ataupun memotong sejajar
dengan perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut sebagai Anggota Oyo dari Formasi
Wonosari (Bothe, 1929) atau Formasi Oyo (Rahardjo dkk, 1977 dalam Toha dkk,1994).
Ke arah lebih muda, Anggota Oyo ini bergradasi menjadio dua Fasies yang berbeda. Di
daerah Wonosari, batugamping ini makin ke arah selatan semakin berubah menjadi
batugamping terumbu yang berupa rudstone, framestone, dan floatstone, bersifat lebih keras
dan dinamakan sebagai Anggota Wonosari dari Formasi Oyo-Wonosari (Bothe, 1929) atau
Formasi Wonosari (Rahardjo dkk, 1977 dalam Toha dkk, 1994). Sedangkan di baratdaya kota
Wonosari, batugamping terumbu ini berubah fasies menjadi batugamping berlapis yang
bergradasi menjadi napal, dan disebut sebagai Anggota Kepek dari Formasi Wonosari.
Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah depresi WonogiriBaturetno, di bawah endapan Kuarter seperti yang terdapat di daerah Erokomo. Secara
keseluruhan, Formasi Wonosari ini terbentuk selama Miosen Akhir (N9-N18).

6.

Endapan Kuarter

Di atas seri batuan sedimen Tersier seperti tersebut di depan terdapat suatu kelompok
sedimen yang sudah agak mengeras sehingga masih lepas. Karena kelompok sedimen ini
berada di atas bidang erosi, serta proises pembentukannya masih berlanjut hingg saat ini,
maka secara keseluruhan sedimen ini disebut sebagai Endapan Kuarter. Penyebarannya

meluas mulai dari daerah timurlaut Wonosari hingga daerah depresi Wonogiri-Baturetno.
Singkapan yang baik dari endapan kuarter ini terdapat di daerah Erokomo sekitar waduk
Gadjah Mungkur, namun pada EGR ini tidak dilewati.
Secara stratigrafis endapan kuarter di daearh Eropkromo, Wonogriri terletak tidak
selaras di atas sedimen Tersier yang berupa batugamping berlapis dari Formasi Wonosari
atau breksi polimik dari formasi Nglanggran. Ketebalan tersingkap dari endapan Kuarter
tersebut berkisar dari 10 meter hingga 14 meter. Umur endapan Kuarter tersebut diperkirakan
Plistosen Bawah.
Stratigrafi endapan kuarter di daerah Erokomo, Wonogiri secara vertikal tersusun dari
perulangan antara tuf halus putih kekuningan dengan perulangan gradasi batuipasir kasar ke
batupasir sedang dengan lensa-lensa konglomerat. Batupasir tersebut berstruktur silangsiur
tipe palung, sedangkan lapisan tuf terdapat di bagian bawah tengah dan atas. Pada saat
lapisan tuf terbentuk, terjadi juga aktivitas sungai yang menghasilkan konglomerat.

II.2.2

Stratigrafi Pegunungan Selatan bagian timur

Secara umum stratigrafi Pegunungan Selatan bagian timur tersusun oleh 5 formasi
(Sartono, 1958), masing-masing dari tua ke muda adalah:
1. Formasi Besole
2. Formasi Jaten
3. Formasi Wuni
4. Formasi Nampol
5. Formasi Punung
1. Formasi Besole
Formasi Besole terdiri dari batuan beku, yang berupavariasi dari tonalit, dasit,
andesit dan tuf dasit. Penyebarannya cukup luas dan hampir meliputi Pegunungan Selatan
Jawa Timur secara kieseluruhan. Formasi Besole dengan Formasi Andesit Tua di Kulonprogo
menunjukkan umur yang sama yaitu Oligosen. Sedangkan padananya untuk Pegunungan
Selatan bagian barat adalah Formasi Kebo-Butak. Formasi Besole ini terletak tidak selaras di
bawah Formasi Jaten.

2. Formasi Jaten
Formasi ini mempunyai wilayah tipe di kali Jaten, Kabupaten Pacitan. Bagian
bawah dari formasi ini terdiri dari pasir kuarsa berbutir kasarm lapisan-lapisan tipis
lignit, petrified wood dan gravel. Bagian tengah terdiri dari batu lanau berselang-seling

dengan lempung hitam, lapisan lignit dan endapan gravel. Bagian atas tersusun oleh lempung
hitam mengandung gastropoda, pelecypoda, fragmen koral dan bryozoa. Umur Formasi ini
adalah Oligisen-Miosen. Ketebalan di Punung antara 25-150 meter, yang diendapkan secara
tidak selaras di atas Formasi Besole. Secara umur, Formasi ini sepadan dengan Formasi
Semilir di Pegunungan Selatan bagian barat.

3. Formasi Wuni
Wilayah tipe formasi inbi ada di Sungai Wuni, anak Sungai Baksoka.
Penyusunannya terdiri dari breksi agglomerat berselingan dengan batupasir tufaan berbutir
kasar dan batulanau, terdapat batugamping terumbu koral pada bagian atas. Umur
berdasarkan fauna koral adalah Miosen Bawah. Menurut tim Lemigas Formasi Wuni ini
berumur N9-N12 (Miosen Tengah) didasarkan atas ditemukannya Globorotalia
siakinesis. Globigerinoides tribolus danGloborotalia praebuloides. Ketebalan Formasi Wuni
di daerah Punung berkisar 150-200 meter.Terletak selaras di atas Formasi Jaten dan selaras
pula di bawah Formasi nampol. Kesebandingan umur Formasi Wuni ini adalah setara dengan
Formasi Nglanggran.

4. Formasi Nampol
Formasi ini mempunyai wilayah tipe di Sungai nampol, tersusun oleh agglomerat,
konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung, tufa dan lignit. Terdapat fosil Elphidium
craticulacum, Rotalia beccari dan Moluska yang secara keseluruhan merupakan penciri laut
yang sangat dangkal. Berumur Miosen bagian atas. Di daerah Punung Formasi ini
mempunyai ketebalan 58-60 meter. Terletak selaras di atas Formasi Wunu. Formasi Nampol
ini mempunyai umur sepadan dengan Formasi Sambipitu.

5. Formasi Punung
Formasi yang secara umum terdiri dari batugamping ini mempunyai wilayah tipe
di daerah Kecamatan punung, Kabupaten Pacitan. Sebagai suatu kesatuan, formasi ini
menunjukkan 2 fasies, yaitu fasies batugamping dan fasies klastik. Fasies batugampingnya
meliputi terumbu koral, batugamping nepalan, batugamping tufaan, batugamping berlapis dan
konglomerat batugamping. Fasies klastiknya terdiri atas batupasir tufaan. Terdapat fosil
koral,pelecypoda, gastropoda, algae, foraminifera dan echinoidea.Berumur Miosen Tengah
bagian bawah. Di daerah Punung Formasi ini mempunyai ketebalan antara 200-300
meter. Kedudukan stratigrafinya adalah tidak selaras dengan formasi lain yang lebih tua.
Formasi Punung ini sepadan dengan Formasi Wonosari.

II.3

Struktur Geologi Regional

Struktur daerah ini memiliki arah poros lipatan lebih kurang timurlaut baratdaya.
Disamping perlipatan terdapat juga persesaran, berdasarkan data geofisika terdapat sesar
dengan arah timurlaut baratdaya melalui tepi timur TerbanBantul (Untung, dkk, 1977).
Berdasarkan data di atas juga data di lapangan dapat disimpulkan, bahwa lembar Yogyakarta
terdapat dua sistem sesar. Sistem patahan dengan arah kurang lebih tenggara baratlaut. Pada
awal Pleistocen, seluruh daerah terangkat lagi yang mengakibatkan pembentukan morfologi
daerah dataran tinggi, dan mengakibatkan terjadinya persesaran daerah ini ( Raharjo, dkk,
1977).

Anda mungkin juga menyukai