Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional


Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi
kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan
dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan
(Bemmelen, 1949) .Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah
(Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut G. Merapi
(± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut merupakan dataran
Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan
aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran
Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari pantai
Parangtritis hingga sungai Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah
sungai Progo dan Sungai Opak, sedangkan di sebelah timur ialah sungai
Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono,
2001).
Daerah Yogyakarta sendiri terletak pada ketinggian 0 – 2900 m diatas
permukaan laut dan dikelilingi oleh dataran tinggi yaitu pegunungan seribu
sebelah tenggara, penggunungan menoreh disebelah barat daya dan Gunung
Merapi sebelah utara. Struktur geologi yang terdapat diyogyakarta yaitu lipatan
dan sesar. Perlipatan dan pensesaran telah diteliti oleh Van Bummelen (1949).
Sesar utama yaitu sesar opak yang berarah relative timur – laut dan barat – daya
sepanjang kali opak dan memanjang melewati Yogyakarta, Bantul hingga ke laut
selatan (Budianta, 2000 dalam Faisal 2008) dan terdapat sesar yang berpasangan
yang juga memotong kaki Merapi dan membentuk graben Bantul dan Yogyakarta.
Sesar-sesar ini diperkirakan aktif hingga pliosen akhir dan mungkin hingga
kuarter, dimana proses sedimentasi yang terjadi juga sangat cepat oleh aktifitas
Gunung Merapi yang masih aktif hingga kini.
Gambar 2.1. Peta geologi daerah Yogyakarta. Garis hitam putus – putus menunjukan
sesar (Wartono Rahardjo, 1977).

Secara Umum stratigrafi di Pegunungan Selatan bagian barat telah banyak


diteliti oleh para peneliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949),
Sumarso dan Ismoyowati (1975), dan Wartono dan Surono dengan perubahan
(1994).
Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat oleh beberapa peneliti
(Bronto dan Hartono, 2001).

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut


penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)
adalah :
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan Gunung Gamping,
keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan
Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau
serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran
dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di
Gunung Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120
meter (Bronto dan Hartono, 2001).
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Kebo dan Gunung Butak yang
terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini
di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih,
tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung
dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas
lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan Klaten.
Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung
dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga
dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di Kali Opak, Dusun Watuadeg,
Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, terdapat andesit basal
sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi
Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah
Pleret-Imogiri, di sebelah barat Gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di
bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada
tinggian Gunung Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan
lebih dari 460 meter.
4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan
aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang
mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari
andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu
pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa
atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir
gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik.
5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya
Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi
ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona
Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur.
Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi
ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur
menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan
karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan
karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di
atas Formasi Nglanggran.
6. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di Kali Oyo. Batuan penyusunnya pada
bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur
dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang
dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo
tersebar luas di sepanjang Kali Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter
dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi
Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung
yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya
sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini
tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam
Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi
ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah
menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan
Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari
batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan
adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
8. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di
sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu Kali Rambatan sebelah
barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan
batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
9. Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas
sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992)
membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan
Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier
Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi.
Endapan aluvium ini membentuk Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran di
sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan di
bawahnya. Tersusun oleh litologi lempung hitam, konglomerat, dan pasir, dengan
ketebalan satuan ± 10 m. Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan
Wonogiri. Di Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala
Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit (warna merah
kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati uvala pada
morfologi karst.

2.2. Geologi Lokal


Daerah penelitian berada di daerah Bukit Berjo, Godean, Sleman,
Yogyakarta. Secara regional, daerah Godean dan sekitarnya telah dilaporkan oleh
Rahardjo dkk. (1995) dalam Peta Geologi Lembar Yogyakarta (Gambar 1).
Batuan tertua dimasukkan ke dalam Formasi Nanggulan (Teon) yang berumur
Eosen. Formasi ini terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran,
batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir,
dan tuf. Diatas Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Kebobutak (Tmok), yang
tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat, dan sisipan aliran lava
andesit yang berumur Oligo-Miosen. Kedua formasi batuan tersebut kemudian
diterobos oleh diorit (dr) dan andesit (a), yang berumur Miosen Bawah.
Volkanisme Kuarter di daerah Yogyakarta membentuk Gunung api Merapi, yang
materialnya terbagi menjadi Endapan Gunung api Merapi Tua (Qmo) dan Gunung
api Merapi Muda (Qmi) (Bronto dkk., 2014).
Secara megaskopis, batuan penyusun Bukit Berjo dapat diklasifikasikan
sebagian Andesit Porfiri. Batuan berwarna abu-abu, dengan ukuran kristal < 1
mm), tekstur holokristalin, porfiroafanitik, hipidiomorfik granular. Fenokris dari
batuan ini terdiri dari plagioklas, piroksen, muskovit, sedangkan massa dasarnya
berupa mineral mafik. Bukit Berjo memiliki tekstur holokristalin, hipidiomorfik
granular, porfiritik, dengan ukuran fenokris berkisar antara 0,2 – 5 mm dengan
massa dasar berukuran < 0,2 mm. Mineral primer penyusun batuan terdiri dari
plagioklas dan piroksen.
Satuan geomorfologi di daerah penelitian yaitu satuan bukit intrusi. Satuan
ini memiliki bentuk bukit membulat dengan elevasi 121-174 m dan beda elevasi
13-61 m. Dengan merujuk pada klasifikasi oleh van Zuidam (1983), maka satuan
ini memiliki sudut kelerengan antara 300-450 termasuk relief terjal. Satuan bukit
intrusi tersusun oleh mikrodiorit biotit dan mikrodiorit piroksen (Iwan,2000).
Pelapukan yang berlangsung dengan intensif yaitu berupa speroidal
weatheringdapat terlihat dari tebal tanah yang mencapai 2 meter. Stratigrafi
daerah penelitian dari tua ke muda berturut-turut tersusun oleh satuan
batulempung,satuan batuan mikrodiori-andesit,endapan lempung-pasiran, dan
endapan pasir-krakal. Kesebandingan stratigrafi daerah penelitian dengan
stratigrafi daerah penelitian termasuk dalam Formasi Nanggulan, Formasi Andesit
Tua, Endapan Kuarter Merapi (Rahardjo,1995).

2.3. Penelitian Terdahulu

Anda mungkin juga menyukai