Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949) .Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut G. Merapi (± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut merupakan dataran Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari pantai Parangtritis hingga sungai Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah sungai Progo dan Sungai Opak, sedangkan di sebelah timur ialah sungai Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono, 2001). Daerah Yogyakarta sendiri terletak pada ketinggian 0 – 2900 m diatas permukaan laut dan dikelilingi oleh dataran tinggi yaitu pegunungan seribu sebelah tenggara, penggunungan menoreh disebelah barat daya dan Gunung Merapi sebelah utara. Struktur geologi yang terdapat diyogyakarta yaitu lipatan dan sesar. Perlipatan dan pensesaran telah diteliti oleh Van Bummelen (1949). Sesar utama yaitu sesar opak yang berarah relative timur – laut dan barat – daya sepanjang kali opak dan memanjang melewati Yogyakarta, Bantul hingga ke laut selatan (Budianta, 2000 dalam Faisal 2008) dan terdapat sesar yang berpasangan yang juga memotong kaki Merapi dan membentuk graben Bantul dan Yogyakarta. Sesar-sesar ini diperkirakan aktif hingga pliosen akhir dan mungkin hingga kuarter, dimana proses sedimentasi yang terjadi juga sangat cepat oleh aktifitas Gunung Merapi yang masih aktif hingga kini. Gambar 2.1. Peta geologi daerah Yogyakarta. Garis hitam putus – putus menunjukan sesar (Wartono Rahardjo, 1977).
Secara Umum stratigrafi di Pegunungan Selatan bagian barat telah banyak
diteliti oleh para peneliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), dan Wartono dan Surono dengan perubahan (1994). Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat oleh beberapa peneliti (Bronto dan Hartono, 2001).
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut
penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994) adalah : 1. Formasi Wungkal-Gamping Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan Gunung Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di Gunung Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001). 2. Formasi Kebo-Butak Lokasi tipe formasi ini terletak di Gunung Kebo dan Gunung Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit. 3. Formasi Semilir Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di Kali Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat Gunung Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian Gunung Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter. 4. Formasi Nglanggran Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik. 5. Formasi Sambipitu Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran. 6. Formasi Oyo Lokasi tipe formasi ini berada di Kali Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang Kali Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo. 7. Formasi Wonosari Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur. 8. Formasi Kepek Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu Kali Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter. 9. Endapan Permukaan Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi. Endapan aluvium ini membentuk Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran di sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan di bawahnya. Tersusun oleh litologi lempung hitam, konglomerat, dan pasir, dengan ketebalan satuan ± 10 m. Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan Wonogiri. Di Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit (warna merah kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati uvala pada morfologi karst.
2.2. Geologi Lokal
Daerah penelitian berada di daerah Bukit Berjo, Godean, Sleman, Yogyakarta. Secara regional, daerah Godean dan sekitarnya telah dilaporkan oleh Rahardjo dkk. (1995) dalam Peta Geologi Lembar Yogyakarta (Gambar 1). Batuan tertua dimasukkan ke dalam Formasi Nanggulan (Teon) yang berumur Eosen. Formasi ini terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, dan tuf. Diatas Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Kebobutak (Tmok), yang tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat, dan sisipan aliran lava andesit yang berumur Oligo-Miosen. Kedua formasi batuan tersebut kemudian diterobos oleh diorit (dr) dan andesit (a), yang berumur Miosen Bawah. Volkanisme Kuarter di daerah Yogyakarta membentuk Gunung api Merapi, yang materialnya terbagi menjadi Endapan Gunung api Merapi Tua (Qmo) dan Gunung api Merapi Muda (Qmi) (Bronto dkk., 2014). Secara megaskopis, batuan penyusun Bukit Berjo dapat diklasifikasikan sebagian Andesit Porfiri. Batuan berwarna abu-abu, dengan ukuran kristal < 1 mm), tekstur holokristalin, porfiroafanitik, hipidiomorfik granular. Fenokris dari batuan ini terdiri dari plagioklas, piroksen, muskovit, sedangkan massa dasarnya berupa mineral mafik. Bukit Berjo memiliki tekstur holokristalin, hipidiomorfik granular, porfiritik, dengan ukuran fenokris berkisar antara 0,2 – 5 mm dengan massa dasar berukuran < 0,2 mm. Mineral primer penyusun batuan terdiri dari plagioklas dan piroksen. Satuan geomorfologi di daerah penelitian yaitu satuan bukit intrusi. Satuan ini memiliki bentuk bukit membulat dengan elevasi 121-174 m dan beda elevasi 13-61 m. Dengan merujuk pada klasifikasi oleh van Zuidam (1983), maka satuan ini memiliki sudut kelerengan antara 300-450 termasuk relief terjal. Satuan bukit intrusi tersusun oleh mikrodiorit biotit dan mikrodiorit piroksen (Iwan,2000). Pelapukan yang berlangsung dengan intensif yaitu berupa speroidal weatheringdapat terlihat dari tebal tanah yang mencapai 2 meter. Stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda berturut-turut tersusun oleh satuan batulempung,satuan batuan mikrodiori-andesit,endapan lempung-pasiran, dan endapan pasir-krakal. Kesebandingan stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi daerah penelitian termasuk dalam Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Endapan Kuarter Merapi (Rahardjo,1995).